KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

TINJAUAN PUSTAKA. yang cepat, jumlah anak per kelahiran (littersize) yang tinggi dan efisiensi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

NILAI PEMULIAAN DOMBA GARUT BERDASAR BOBOT LAHIR MENGGUNAKAN METODE PATERNAL HALF-SIB DI UPTD BPPTD MARGAWATI

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

TINJAUAN PUSTAKA Domba

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

PENDAHULUAN. Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Domba

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kaspia yang tepatnya berada didaerah Stepa Aralo-Caspian sejak masa neolitik.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. domba yang tersebar di seluruh dunia. Sampai saat ini tercatat 245 rumpun

PENDAHULUAN. Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. Qurban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

Seleksi Awal Performa Calon Bibit Domba Garut Anisa Pusparini

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

Transkripsi:

II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba juga menghasilkan kulit yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan indukstri kulit dan untuk keperluan bahan sandang (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku belah dan termasuk pada sub family Caprinae dari family Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries (Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa semua domba mempunyai karakteristik yang sama sehingga diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Ovis : Ovis aries Pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Domba- domba domestik umumnya memiliki komposisi genetic dari berbagai jenis domba lainnya seperti domba Argali, Ovis ammon, yang hidup di Asia tengah, domba

8 Urial, Ovis vignei, juga hidup di Asia dan domba Mufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia kecil dan Eropa (Devendra dan McLeroy, 1982). Menurut Tomaszewska et al., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : Cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam setahun, kurang memilih dalam hal pakan sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, memberikan pupuk kandang untuk keperluan pertanian, serta sabagai sumber untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak. 2.2. Deskripsi Domba Garut Asal-usul perkembangan domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris di Kecamatan Cikajang serta Wanaraja. Keyakinan tersebut terutama dilandasi oleh salah satu teori bahwa seluruh bangsa domba yang ada di dunia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok domba bermuka putih (white face) dan domba bermuka hitam (black face). Domba Garut memiliki ciri ciri fisik antaralain : 1. Postur tubuh besar, domba Garut jantan dewasa memiliki bobot badan rata-rata 57,74±11,96 kg, sedangkan betinanya memiliki bobot badan ratarata 36,89±9,35 kg. 2. Domba Garut jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung kearah belakang, dan ujungnya mengarah kedepan sehingga berbentuk spiral. 3. Domba Garut betina umumnya tidak memiliki tanduk dan jika ada ukurannya sangat kecil.

9 4. Bentuk ekor pendek dan pada pangkalnya berbentuk segitiga agak besar (ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit). 5. Bulunya lebih panjang dan halus memiliki warna putih, hitam, coklat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut (Heriyadi, 2011). Menurut pengamatan Merkens dan Soemirat (1926) bahwa domba Garut dapat menhasilkan 50 persen daging dari berat badan sedangkan untuk domba Eropa dapat menghasilkan daging sebesar 45-48 persen. Domba Garut tergolong dalam doma tipe berat tetapi termasuk dalam ras ringan. Dengan pemeliharaan yang baik bobot dadannya mncapai 60-80 kg pada jantan dan 30-40 kg untuk betinanya. Oleh karena itu, domba Garut mempunyai keunggulan yang lebih baik sebagai domba penghasil daging (Mulliadi, 1996). 2.3. Sifat Kuantitatif Sifat kuantitatif yaitu sifat yang dipengaruhi oleh banyak pasang gen (poly gen) dan dipengaruhi oleh lingkungan. Individu yang memiliki sifat kuantitatif tertentu tidak mudah dikelompokkan antara yang memiliki produksi rendah dan tinggi. Sifat ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga untuk mengamatinya harus menggunakan metoda yang lebih umum mencirikan populasi dari sifat-sifat tersebut (Prajoga dkk., 2009). Adapun sifat yang termasuk kedalam sifat kuantitatif diantaranya adalah ukuran-ukuran tubuh, laju pertumbuhan, bobot lahir, bobot sapih dan lain-lain (Hardjosubroto, 1994). 2.3.1. Bobot Lahir Bobot lahir merupakan berat badan cempe pada saat dilahirkan, namun karena sering dijumpainya kesulitan teknis untuk menimbang cempe sesaat

10 setelah dilahirkan, sehingga biasanya berat lahir didefinisikan sebagai berat cempe yang ditimbang dalam kurun waktu 24 jam setelah lahir. (Harjosubroto, 1994). Menurut Sudarmono dan Sugeng (2003) ada beberpa faktor penting yang dapat mempengaruhi bobot lahir diantaranya faktor keturunan dan jumlah anak yang dilahirkan. Anak domba yang dilahirkan dari bangsa yang besar akan tumbuh menjadi bangsa yang besar pula, bila dipelihara dalam lingkungan yang nyaman, jika jumlah anak sekelahiran hanya satu ekor umumnya akan mempunya bobot lahir yang besar bila dibangdingkan dengan anak yang sekelahiran lebih dari satu ekor. Bobot lahir merupakan variable yang penting peranannya dalam usaha peternakan, sebab bobot lahir berkorelasi positif terhadap kelangsungan dan perkembangan ternak setelah lahir. Umumnya ternak yang mempunyai bobot lahir tinggi lebih mampu bertahan hidup bila dibandingkan dengan yang memiliki bobot rendah. Domba yang mempunyai bobot lahir tinggi lebih memiliki potensi untuk tumbuh cepat dibanding dengan domba yang mempunyai bobot lahir rendah (Gatenby, 1986). 2.4. Pengaruh Efek Tetap Terhadap Bobot Lahir 2.4.1. Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi terhadap bobot lahir ternak, biasanya cempe dengan jenis kelamin jantan memiliki bobot lahir lebih berat dibanding dengan betina. Jenis kelamin juga dapat menyebabkan perbedaan pada laju pertumbuhan, domba jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan lebih berat dibandingkan domba betina pada umur yang sama (Black, 1983). Menurut Toelihere (1981), fetus dapat memiliki kelenjar endoktrin yang meliputi tiroid, adrenal, dan gonad. Gonad pada betina dapat menghasilkan

11 hormone estrogen. Menurut Nalbandov (1980), hormone estrogen yang dihasilkan hewan betina akan membatasi pertumbuhan tulang pipa dalam tubuh. Proses pembentukan tulang pada fase prenatal sudah berlangsung pada hari ke-50 masa kebuntingan. Dengan demikian, hormone estrogen yang dihasilkan oleh fetus betina akan menghambat pertumbuhan tulang pipa sejak hormone tersebut berfungsi. Dengan terhambatnya pertumbuhan tulang pipa, maka tempat melekatnya daging akan berkurang sehingga laju pertumbuhan otot terbatas Heresign (1983). Menurut Toelihere (1981), selama pertumbuhan prenatal, salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah ukuran plasenta. Maka, dimungkinkan bahwa plasenta jantan lebih besar jika dibandingkan dengan betina. Dengan demikian, jika plasenta jantan lebih besar, maka kesempatan memperoleh zat makan cukup banyak sehingga memungkinkan pertumbuhan prenatal jantan lebih besar dari pada betina. Hal ini bisa menyebabkan bobot lahir jantan lebih berat daripada betina. 2.4.2. Tipe Kelahiran Tipe kelahiran akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap bobot lahir yang dihasilkan oleh ternak. Pada domba yang tipe kelahiranya ganda, kembar tiga dan kembar empat akan mempunyai bobot lahir yang rendah dibandingkan pada domba kelahiran tunggal (Ramsey, dkk., 1998). Suryadi (2006) mengatakan bahwa jumlah anak sekelahiran dibatasi oleh jumlah telur yang diovulasikan, perbandingan telur yang fertil, dan kematian sebelum melahirkan, selain itu jumlah anak sekelahiran dibatasi pula oleh kapasitas uterus. Whysnu (2010) menyebutkan bahwa jumlah anak akan mempemgaruhi bobot lahir. Perbedaan bobot lahir disebabkan oleh litter size dari setiap induk.

12 Induk yang memiliki litter size sedikit cenderung memiliki bobot lahir anak yang besar, sabaliknya apabila induk yang memiliki anak yang banyak sekelahiran cenderung memiliki bobot lahir anak yang kecil. Bobot lahir dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan prenatal. Bahan pakan induk yang tidak mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh dan jumlah fetus yang banyak menyebabkan anak yang dilahirkan memiliki bobot lahir rendah. 2.5. Parameter Genetik 2.5.1. Ragam Ragam adalah perbedaan komposisi genetik dan lingkungan antara individu satu dengan individu lainnya dalam populasi. Tingkat penyebaran atau keragaman yang ditunjukan oleh suatu populasi dapat dinyatakan sebagai rata-rata simpangan atau perbedaan dari rata-rata populasi tanpa memperhatikan tanda. Ragam ( 2 ), merupakan rata-rata kuadrat simpangan ukuran masing-masing individu. Ragam genetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya introduksi bangsa ternak yang baru ke dalam kelompok ternak asli dapat meningkatkan ragam genetik, bila terjadi perkawinan diantara kedua bangsa ternak tersebut. Selain itu, efek seleksi dalam satu kelompok ternak pada suatu generasi dapat mewariskan ragam genetik (Hardjosubroto, 1994). 2.5.2. Heritabilitas Salah satu parameter yang penting dalam pemuliaan adalah nilai heritabilitas, nilai ini menunjukan berapa besar kekuatan suatu sifat dari tetua yang diturunkan ke anaknya. Nilai heritabilitas tidak tetap dan selalu berubah bergantung kepada bangsa ternak, jumlah data, waktu dan temapat penelitian, metode yang digunakan dan cara pengambilan sampel (Hardjosubroto, 1994).

Heritabilitas (h 2 ) merupakan perbandingan antara ragam genetik aditif terhadap ragam fenotipik. Ragam fenotip dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Heritabilitas (h 2 ) menunjukan bagian atau persentase dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik aditif. Semakin tinggi nilai h 2 dapat diartikan bahwa keragaman sifat produksi lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotip ternak dalam populasi, dan hanya sedikit pengaruh keragaman lingkungan (Warwick, dkk. 1990). Heritabilitas pada perkembangan selanjutnya terbagi ke dalam dua konteks, yaitu heritabilitas dalam anti luas dan heritabilitas dalam arti sempit (Hardjosubroto, 1994). Heritabilitas dalam arti luas merupakan rasio antara ragam genetik terhadap ragam fenotipik yang dinyatakan dalam rumus : Keterangan: 13 H : Angka pewarisan (heritability) dalam arti luas : Ragam genetik : Ragam fenotip Heritabilitas dalam arti sempit merupakan rasio antara ragam genetik aditif terhadap ragam fenotipik yang dinyatakan dalam rumus: Keterangan: : Angka pewarisan (heritability) dalam arti sempit : Ragam aditif

14 : Ragam fenotip Nilai heritabilitas berkisar antara 0 samapi 1, secara ekstrim h² = 0, berarti seluruh variasi fenotipik disebabkan oleh variasi lingkungan dan h² = 1, berarti seluruh variasi fenotipik disebabakan oleh variasi genetik (Warwick, dkk., 1990). Kategori nilai heritabilitas yaitu rendah apabila nilainya berkisar antara 0 samapai 0,1; sedang apabila nilainya 0,1 < h 2 0,3; sedangkan jika nilai heritabilitas melebihi 0,3 dikategorikan heritabilitas tinggi (Pirchner, 1983). Derajat kemiripan ternak-ternak didalam kelompok saudara tiri yang lebih besar daripada kemiripan antar ternak di dalam kelompok acak dalam suatu populasi merupakan metode penaksiran heritabilitas yang paling banyak digunakan. Taksiran heritabilitas saudara tiri sebapak (paternal half-sib) tidak memeasukan pengaruh dominan, tetapi memasukan ¼ atau kurang dari pengaruh epistatik, dan tidak ada pengaruh induk (Warwick dkk, 1990). 2.6. Nilai Pemuliaan Nilai Pemuliaan (NP) atau Breeding Value (BV) adalah penilaian dari mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukan ternak dalam populasinya. Nilai pemuliaan digunakan untuk menyeleksi individu ternak di dalam populasi. Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung namun dapat diduga melalui tampilan fenotipik. Ada 4 sumber informasi yang dapat digunakan dalam pendugaan nilai pemuliaan seekor ternak yaitu dengan fenotip individu itu sendiri, fenotip anak keturunannya, fenotip tetuanya dan fenotip saudaranya (Hardjosubroto, 1994). Nilai pemuliaan merupakan gambaran penurunan gen-gen yang dimiliki tetua pada anaknya yang telah dipisahkan dari faktor lingkungan (Nicholas, 2003). Johansson dan Rendel (1968) menyatakan bahwa ternak yang mempunyai nilai

15 pemuliaan lebih besar akan lebih baik bila dijadikan bibit atau ternak pengganti dibandingkan dengan ternak yang mempunyai nilai pemuliaan rendah. Nilai pemuliaan merupakan faktor utama dalam mengevaluasi individu ternak dalam populasinya, dan merupakan cerminan nilai genetik ternak. Ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar akan lebih baik bila dijadikan bibit atau ternak pengganti dibandingkan dengan ternak yang mempunyai nilai pemuliaan rendah, karena peformans keturunannya kelak akan menunjukan keunggulan sebesar setengah dari Nilai pemuliaan tetuanya (Hardjosubroto, 1994).