TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Lanskap Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruh kelimpahan dan distribusi organisme. Ekologi lanskap juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh pola (pattern) dan proses, dimana pola di sini khususnya mengacu pada struktur lanskap. Dengan demikian secara lengkap ekologi lanskap dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruhi (memproses dan membentuk) kelimpahan dan distribusi organisme. Definisi lain menyebutkan, ekologi lanskap merupakan sub disiplin ekologi dan geografi yang khusus mempelajari variasi spasial dalam lanskap yang mempengaruhi proses-proses ekologi seperti distribusi, aliran energi, materi dan individu dalam lingkungannya (yang pada gilirannya mungkin mempengaruhi ditribusi elemen-elemen lanskap itu sendiri) (Forman, 1995). Heterogenitas merupakan ukuran bagaimana bagian-bagian suatu lanskap berbeda satu sama lain. Ekologi lanskap melihat pada bagaimana struktur spasial mempengaruhi kelimpahan organisme pada skala lanskap, serta perilaku dan fungsi lanskap secara keseluruhan. Hal ini berarti juga mempelajari pola, atau keteraturan internal lanskap, proses atau operasi kontinu dari fungsi organisme (Turner, 1989). Fragmentasi Hutan Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi fragmen-fragmen (patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan pergerakan dari fragmen habitat yang satu ke habitat yang lainnya. Fragmentasi

hutan terjadi jika hutan yang luas dan menyambung terpecah menjadi blok-blok lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian, urbanisasi atau pembangunan lain. Fragmentasi menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai spesies tumbuhan dan satwaliar. Fragmentasi juga mempengaruhi struktur, temperatur, kelembaban dan pencahayaan yang akan mengganggu satwa hutan yang adaptasinya telah terbentuk selama ribuan tahun. Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi kantong-kantong (patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan pergerakan dari kantong habitat yang satu ke yang lainnya. Fragmentasi dapat disebabkan oleh penghilangan vegetasi pada areal yang luas atau oleh jalan yang memisahkan habitat bahkan oleh jaringan kabel listrik (Rusak & Dobson, 2007). Fragmentasi hutan telah memicu terjadinya kerusakan hutan tropis dunia. Kerusakan hutan menjadi isu global karena pengaruhnya yang signifikan terhadap perubahan iklim dunia. Kerusakan hutan juga telah menurunkan fungsi hutan sebagai sumber keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan masyarakat. Pencegahan kerusakan hutan lebih luas akan menurunkan dampak lingkungan terhadap kehidupan manusia. Penataan kembali ekosistem hutan berpotensi mengembalikan fungsi ekosistem yang telah rusak. Pengembalian fungsi ekosistem hutan melalui restorasi mutlak diperlukan sebagai upaya untuk menata kembali ekosistem yang rusak. Manusia dalam pengembangan budidaya pertanian, penebangan hutan alam dan konversi lahan telah mengarah ke terjadinya fragmentasi hutan alam, memperkecil kekompakan luas kekompakan hutan alam dan meningkatkan keterpisahan suatu patches terhadap kelompok hutannya. Kondisi ini menghasilkan perubahan lanskap, dan mengancam

komunitas di dalamnya yang sensitif terhadap semakin mengecilnya habitat yang kompak (Nikolakaki 2004). Seiring dengan itu, perkembangan teknologi GIS (Geographical Information Systems) menyediakan berbagai metode analisis untuk pengelolaan lanskap. Meningkatnya perhatian pada kepunahan keanekaragaman hayati telah mendorong para pengelola lahan untuk mencari cara terbaik untuk mengelola lanskap pada berbagai skala spasial dan temporal. Para ahli ekologi satwaliar menjadi semakin menyadari bahwa variasi habitat dan pengaruhnya pada prosesproses ekologi dan populasi satwa vertebrata terjadi pada banyak skala spasial (Wiens, 1989a). Kerusakan hutan di seluruh dunia merupakan faktor utama perubahan struktur lanskap. Kedua komponen lanskap dipengaruhi oleh penggundulan hutan. Komposisi lanskap berubah seiring hutan ditebang dan digantikan oleh tanaman pertanian atau untuk penggunaan lain. Konfigurasi berubah seiring dengan hutan yang tersisa terfragmentasi menjadi beberupa fragmen (patch) hutan yang lebih kecil. Kondisi hutan alam yang tersisa mengalami kerusakan dan terfragmentasi dalam luasan yang kecil sehingga tidak akan mampu lagi menghasilkan fungsi yang optimal. Fungsi hutan dapat dikembalikan melalui kegiatan restorasi pada tapak-tapak hutan yang mengalami kerusakan. Upaya pengembalian fungsi hutan telah dilakukan untuk mengkonservasi dan mengelola kembali hutan yang telah terdegradasi namun belum mempertimbangkan fungsi ekosistem lanskap hutan. Fragmentasi hutan terjadi karena adanya penghilangan bagian besar dari vegetasi dengan meninggalkan bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lainnya. Fragmentasi habitat menjadi ancaman terbesar bagi ekosistem hutan tropis.

Bagian hutan terpisah di lanskap yang didominasi oleh kehidupan manusia cenderung dibawah satu hektar luasannya (Laurance 2005). Hal ini berdampak utama pada biodiversitas, meningkatkan isolasi habitat, spesies tumbuhan dan fauna dalam bahaya, serta merubah dinamika populasi spesies. Fragmentasi hutan tropis memicu penurunan fungsi-fungsi ekosistem termasuk fungsi hirdroorologi dan fungsi konservasi biodiversitas. Hutan terpisah menjadi bagian-bagian hutan yang luasannya kecil dan cenderung meningkat jumlah patch hutannya. Keterpisahan hutan menghambat aliran material dan pergerakan hidupan liar di dalamnya, sehingga memicu penurunan biodiversitas. Pengurangan fragmentasi dan peningkatan konektivitas dapat mencegah kehilangan keanekaragaman hayati. Pengendalian fragmentasi lanskap hutan memerlukan strategi pengelolaan lanskap hutan yang tersisa (Samsuri et al. 2014a). Tipe penutupan lahan hutan dianalisis menggunakan Fragstat 3.3, untuk mendapatkan matrik lanskap hutan (McGarigal 1995). Matrik lanskap untuk menentukan indeks konektivitas lanskap hutan adalah keterhubungan antara patch hutan (connectan) dan luas serta kekompakan patch hutan (radius of gyration), sedangkan matrik lanskap yang digunakan untuk menentukan indeks fragmentasi adalah luas patch, jumlah patch, kepadatan patch, indeks contiguity, dan indeks proximity (Tabel 2) (McGarigal 1995; Fahrig 2003). Matrik lanskap yang digunakan dalam menentukan tingkat fragmentasi lanskap hutan adalah area (AREA), patch density (PD), proximity (PROX), dan indeks contiguity (CONTIG). Area merupakan luas area patch (m 2 ), dibagi dengan 10.000 (dikonversi hektar). Patch density adalah jumlah patch hutan per

100 ha. Indeks contiguity (CONTIG) adalah ukuran spasial keterhubungan patch hutan secara individu dengan patch hutan lainnya. Semakin tinggi nilai semakin besar keterhubungannya. Proximity index kecenderungan patch menjadi relatif terisolasi (misalnya jarak) dari patch lain pada kelas ekologi yang berdekatan atau serupa. Fragmentasi adalah proses pemecahan suatu habitat, ekosistem atau tipe landuse menjadi bidang-bidang lahan yang lebih kecil dan fragmentasi juga merupakan sebuah hasil dimana proses fragmentasi mengubah atribut-atribut habitat dan karakteristik suatu lanskap yang ada. Fragmentasi habitat mengubah konfigurasi spasial suatu kantong habitat (habitat patches) besar dan menciptakan isolasi atau perenggangan hubungan antara kantong-kantong (patches) habitat asli karena terselingi oleh mosaik yang luas atau tipe habitat lain yang tidak sesuai bagi spesies yang ada (Wiens 1990). Fragmentasi penting mendapat perhatian karena berpengaruh pada kekayaan spesies dari komunitas, trend populasi beberapa spesies dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Morrison et al. 1992). Menurut Wilcove (1987) dalam Morrison et al. (1992) ada empat cara fragmentasi dapat menyebabkan kepunahan lokal : (1) spesies dapat mulai keluar dari kantong habitat yang terlindungi; (2) kantong habitat gagal menyediakan habitat karena pengurangan luas atau hilangnya heterogenitas internal; (3) fragmentasi menciptakan populasi yang lebih kecil dan terisolasi yang memiliki resiko lebih besar terhadap bencana, variabilitas demografik, kemunduran genetik atau disfungsi sosial; (4) fragmentasi dapat mengganggu hubungan ekologis yang penting sehingga dapat menimbulkan sebab sekunder kepunahan dari hilangnya

spesies kunci dan pengaruh merugikan dari lingkungan luar dan efek tepi (edge effect). Proses Fragmentasi Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat (habitatloss), sebaliknya hilangnya habitat dapat dipandang sebagai akibat fragmentasi. Tetapi fragmentasi dapat disertai hilangnya habitat (berkurangnya jumlah) seiring dengan pemecahan atau pembagian kantong habitat besar menjadi kantong-kantong habitat berukuran kecil dan lebih. Jika hilangnya habitat dan fragmentasi dipandang secara terpisah, maka hilangnya habitat memiliki dampak lebih signifikan bagi kelangsungan hidup (viability) spesies daripada fragmentasi. Namun, karena fragmentasi dan hilangnya habitat terjadi bersamaan maka sangat sulit untuk menentukan mana yang lebih penting bagi perubahan habitat (Haila 1999). Fragmentasi bekerja dalam empat cara ketika hilangnya habitat dan fragmentasi digabung untuk menggambarkan dan mengkategorikan prosesnya (Franklin et al. 2002; Fahrig 2003) : (1) habitat hilang tanpa fragmentasi; (2) pengaruh kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi patches lebih kecil; (3) pemecahan habitat menjadi patch-patch lebih kecil tanpa kehilangan habitat; dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi patch-patch lebih kecil serta penurunan kualitas habitat. Fragmentasi habitat merupakan satu aspek dari tahapan proses yang secara spasial dan temporal mengubah habitat dan lanskap yang diakibatkan oleh sebab-sebab alami maupun antropogenik. Tetapi, perubahan habitat tidak dapat dihindari karena tidak ada habitat atau lanskap yang tetap (Forman, 1995).

Ekosistem Daerah Aliran Sungai Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya. Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan efisien (Sulistiyono, 2008). Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada

prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau (Effendi, 2008). Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis Penginderaan jarak jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Tujuan penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasaranya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh (Wolf, 1993). Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan. Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari

kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007). Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem yang berorientasi operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvesional. Operasi ini melibatkan (a) perangkat komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) manipulasi dan analisis, (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989). Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin et al, 2006). Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk

pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996). Sistem Satelit Landsat Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai 3. Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MMS dan sensor Thematic Mapper (TM). Kelebihan sensor TM (Tabel 1) adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititik beratkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi dengan 7 band di dalamnya.citra pengindraan jauh ini sangat bermanfaat untuk pemetaan tutupan lahan karena selain mempemudah pengklasifikasian lahan juga mempermudah dalam suatu lahan atau areal tertentu. Tepatnya tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit Landsat Data continuity Missioan (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open acces sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS tersebut. Satelit ini kemudian dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Sebenarnya Landsat 8 lebih cocok sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 daripada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spectral), metode korelasi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang

menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spectrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai digital number) dari tiap piksel citra. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermel Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7 (Campell,2013) Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM ( Lillesand dan Kiefer, 1979) Kisaran Saluran Gelombang (µm) Kegunaan Utama Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, 1 tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan 0,45 0,52 lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk 2 0,52 0,60 membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat 3 0,63 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil 4 0,76 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1,55 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah. 6 2,08 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. 7 10,40 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. 8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang