II. TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja secara umum dan yang sering kali didengar seseorang,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. KAJIAN PUSTAKA. dari diri siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

Rahayu Dwi Mastuti Widayati Guru IPS SMP Negeri 2 Merbau Mataram ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB. II KAJIAN PUSTAKA

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar Matematika, dan kooperatif tipe Teams Games Tournament

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Sehingga proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI SISWA KELAS VIIB SMP NEGERI 3 SENTOLO.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN KOMBINASI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

Oleh Saryana PENDAHULUAN

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI IPA DI SMA NEGERI 14 PADANG.

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Singgih Bayu Pamungkas Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Kinerja Belajar Siswa Kinerja secara umum dan yang sering kali didengar seseorang, mengantarkannya pada suatu bentuk seseorang yang bekerja dan melihat seberapa banyak hasil yang diperolehnya dari pekerjaan itu. Istilah kinerja terjemahan dari performance, sehingga kata kinerja sama halnya dengan istilah perfomansi. Definisi kinerja menurut beberapa ahli seperti halnya Gomes (1997:35): Menyatakan istilah kinerja dengan perfomansi adalah sejumlah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Selanjutnya, Suprihanto (1996:7): Menyatakan kinerja dengan istilah prestasi kerja, yaitu hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target, atau kriteria yang telah ditentukan lebih dahulu dan telah disepakati bersama. Dilihat dari beberapa pengertian kinerja diatas, dapat disimpulkan kinerja merupakan perilaku seseorang yang berupa hasil kerja sesuai dengan ketentuan ketentuan yang telah diterapkan sesorang tersebut.

6 Menurut Whitmore (1997:104): Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Lebih spesifik lagi Gomes menyatkan bahwa (1997:65): Kinerja merupakan interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi, kemampuan, dan persepsi pada diri seseorang. Dan berikutnya seperti beberapa definisi dari kinerja, dapat dilihat bahwa kinerja seseorang bisa diibaratkan kebutuhan paling rendah yang harus di capai untuk keberhasilan, maka perlunya usaha yang besar dari setiap orang untuk mencapai keberhasilan tersebut. Atau seperti pendapat dari King (1993:19): Kinerja merupakan aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Kinerja tidak hanya hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan tertentu, berdasarkan dari beberapa pendapat diatas kinerja dapat dihubungkan dengan tugas-tugas yang diberikan yang dikerjakan sesuai dengan cara masing-masing orang. Maka dapat di interpretasikan bahwa kinerja seseorang dihubungkan dengan menyelesaikan tugas-tugas rutin yang dikerjakannya. Gagne dalam Latif (2005:22) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman, perubahan perilaku dapat dinilai melalui kinerja seseorang. Misalnya sebagai seorang siswa, tugas rutinnya adalah mengikuti proses

pembelajaran di sekolah. Hasil yang dicapai oleh siswa secara optimal dari mengikuti pembelajaran itu merupakan kinerja belajar seoarang siswa. 7 Kinerja dapat dikatakan skor yang di dapat dari hasil kerja yang dilakukan seseorang, hasil kerja tersebut diperoleh melalui instrumen pengumpulan data tentang kinerja seseorang Uno (2012:71) Dengan demikian, dapat dilihat bahwa kinerja mempunyai beberapa dimensi yaitu kualitas belajar, ketepatan dalam belajar, inisiatif dalam belajar, kemampuan belajar, komunikasi. Kinerja yang terlihat pada siswa saat pembelajaran harus dilihat dari beberapa aspek yang tepat. Seperti halnya kinerja dari aspek aktivitas siswa, Siswa dapat dikatakan sukses dalam proses pembelajaran jika terdapat perubahan tingkah laku, salah satunya ditandai dengan aktivitas siswa. Karena pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berperan penting. Menurut Sardiman (2004 :99): Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses belajarmengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan semua kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar. Aktivitas siswa dalam pembelajaran ditandai dengan adanya tingkah laku dan usaha yang bersifat fisik maupun mental. Maka aktivitas pembelajaran siswa harus di perhatikan, apakah siswa aktif dalam belajar atau siswa

justru diam dalam belajar. Untuk itu diperlukan keserasian dalam aktivitas pembelajaran. 8 Berdasarkan hal tersebut, Paul B. Dierich dalam Rohani (2004:9) membagi aktivitas pembelajaran siswa sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, dan member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, music, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mreparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup. Siswa dikatakan aktif belajar jika melakukan aktivitas yang relevan dan sesuai dengan tujuan belajar selama pembelajaran berlangsung. Pendapat Hobri (2013:35) menyatakan bahwa: Untuk menentukan pencapaian tujuan pembelajaran ditinjau dari aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran, apabila banyaknya siswa yang melakukan aktivitas on task lebih besar atau sama dengan 85% dari jumlah subjek yang diteliti, terutama pada kelas besar dengan jumlah siswa 30-50 orang. Guru bertindak sebagai inisiator, motivator dan fasilitator agar siswa aktif selama proses pembelajaran.

9 Holt (1994:7) menjelaskan bahawa: aktivitas atau kegiatan yang bersifat tindakan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar, maka semakin baik proses pembelajaran yang terjadi. Berdasarkan uraian diatas, aktivitas belajar siswa dapat disimpulkan sebagai rangkaian kegiatan fisik dan mental yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran yang mengakibatkan terdapat perubahan pada dirinya baik yang tampak maupun yang tidak tampak diamati. Untuk mengukur adanya pengaruh kinerja belajar maka disediakan lembar observasi yang disaring menjadi beberapa aspek penilaian seperti: aktivitas siswa dalam memperhatikan video (visual activities), aktivitas siswa dalam bertanya (oral activities), aktivitas siswa dalam diskusi (listening activities), aktivitas siswa dalam menyalin catatan (writing activities) aktivitas siswa dalam memecahkan soal (mental activities), aktivitas siswa dalam menaruh minat (emotion activities), Sehingga mampu meningkatkan kinerja belajar siswa. Berikut Aspek kinerja belajar siswa dengan aktivitas dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Aspek aktivitas siswa No Kegiatan Aktivitas Siswa yang Diamati Skor 1 Memperhatikan video pembelajaran 2 Bertanya 3 Diskusi 4 Memecahkan soal 5 Menaruh minat

10 2. Creative Problem Solving (CPS) Problem Solving merupakan sebuah model pembelajaran yang integrartig. Menurut Smith dalam Lutfri (2004:36): Problem Solving (pemecahan masalah) merupakan pengajaran yang tidak hanya mengembangkan pemahaman mendalam terhadap materi tetapi juga meningkatkan kemampuan berfikir kritis. Memahami isi materi dan kemudian menerapkan pemahaman isi materi. Gagne (1987: 10) bahwa selama pembelajaran problem solving berlangsung terjadi 3 proses kognitif, yaitu : menggambarkan masalah, transfer pengetahuan, dan evaluasi. Ada sepuluh strategi problem solving menurut Wahyudin, (2003:A21-6). yang dapat dijadikan dasar pendekatan mengajar, yaitu sebagai berikut: 1. Bekerja mundur. 2. Menemukan suatu pola. 3. Mengambiul suatu sudut pandang yang berbeda. 4. Memecahkan suatu masalah yang beranalogi dengan masalah yang sedang dihadapi tetapi lebih sederhana (spesifikasi tanpa kehilangan generalitas). 5. Mempertimbangkan kasus-kasus ekstrim. 6. Membuat gambar (representasi visual). 7. Menduga dan menguji berdasarkan akal (termasuk aproksimasi). 8. Memperhitungkan semua kemungkinan (daftar/pencantuman yang menyeluruh). 9. Mengorganisasikan data. 10. Penalaran logis Pemecahan masalah atau problem solving sangat diharapkan dalam memecahkan tingkatan soal yang diberikan pada pelajaran fisika, tidak hanya kemampuan yang baik yang dibutuhkan dalam pemecahan soal fisika, tetapi juga utuk membantu siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam memecahkan masalah sehari-hari. Menurut polya (1957), solusi soal

11 pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan. Menurut johnson (2002: 219) ada lima langkah problem solving melalui kegiatan kelompok, yaitu: 1. Mendefinisikan masalah sehingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Pada tahap ini siswa diarah untuk membaca tujuan dilakukan untuk membaca tujuan dilakukan pengamatan agar siswa mengerti langkah pada saat pengamatan. 2. Mendiagnosa masalah, yaitu menentukan sebab terjadinya masalah. Pada tahap ini siswa melakukan pengamatan. 3. Merumuskan alternatif strategi yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. 4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan pengambilan keputusan tentang strategi mana yang akan dilakukan. Pada tahap ini siswa menetapkan kesimpulan hasil diskusi kelas. 5. Melakukan evaluasi baik evaluasi proses maupun hasil. Pembelajaran menggunakan problem solving ini melatih siswa untuk memahami masalah-masalah untuk mencari sendiri pemecahannya atau secara bersamaan. Namun model pembelajaran problem solving terus dikembangkan kembali menjadi model Creative Problem Solving (CPS) oleh Alex Osborn dan terus dikembangkan kemudian diterapkan pada dunia pendidikan yang merupakan penjabaran dari problem solving. Menurut Pepkin (2004 :1) : Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara

12 menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Obson dalam Rosalin (2008:58) mengatakan bahwa CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu : 1. Menemukan fakta, melibatkan penggambaran masalah, mengumpulkan dan meneliti data atau informasi yang bersangkutan. 2. Menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang strategi masalah. 3. Menentukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah. Adapun tahap pembelajaran dalam model Creative Problem Solving (CPS), terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap Awal Guru menanyakan kesiapan siswa selama pelajaran fisika berlangsung, guru mengulas kembali materi sebelumnya mengenai materi yang dijadikan sebagai prasyarat pada materi saat ini kemudian guru menjelaskan aturan main ketika model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berlangsung serta guru memberi motivasi kepada siswa akan pentingnya pembahasan materi melalui pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). 2. Tahap Inti Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang yang ditentukan oleh guru dan kelompok ini bersifat permanen. Tiap-tiap kelompok mendapatkan Bahan Ajar Siswa untuk dibahas bersama. Secara berkelompok, siswa memecahkan permasalahan yang terdapat dalam Bahan Ajar Siswa sesuai

13 dengan petunjuk yang tersedia didalamnya. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan permasalahan (peranan guru dalam hal ini menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brainstorming serta menumbuhkan situasi dan kondisi lingkungan yang dihasilkan atas dasar interest siswa). Adapun penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan permasalahan sebagai berikut: a. Klarifikasi masalah Klarifikasi masalah meliputi penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan. b. Brainstorming (pengungkapan pendapat) Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah, tidak ada sanggahan dalam mengungkapan ide gagasan satu sama lain. c. Evaluasi dan seleksi Pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah. d. Implementasi (penguatan) Pada tahap ini, siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

14 3. Tahap Penutup Perwakilan seorang siswa dari kelompoknya mempresentasikan hasil yang telah didiskusikan kedepan kelas dan peserta lain menanggapinya. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi. Pepkin (2004:2) Adapun kelebihan problem solving mendorong siswa untuk berpikir secara ilmiah, praktis intuitif, bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbukan sikap objektif, jujur dan terbuka. Sedangkan Kelebihan dari creative problem solving dengan berlandaskan potensi kreatif yang terus menggali kecerdasan dan perilaku kreatif setiap siswa juga baik untuk guru untuk meyakinkan kepada setiap siswa yang kreatif dan lebih mendukung lagi kepada setiap siswa untuk melatih potensi bawaan siswa. Dan menurut rowe (2005: 76) pada tingkat individu, instrumen ini akan membantu siswa mencapai prestasi yang lebih memuaskan. Sedangkan pada tingkat kelompok, instrumen ini punya potensi untuk dapat melepaskan potensi-potensi yang terpendam dan menyediakan dasar untuk mendukung siswa yang memiliki kemampuan mencipta. Sering, jika tidak digunakan, hal ini akan menyebabkan hilangnya individu-individu kreatif dan kontribusi potensial siswa. 4. Hasil belajar Hasil belajar merupakan tercapainya usaha dalam belajar seorang siswa melalui kinerja belajar dalam aktivitas pembelajaran sehingga terlihat tingkat

15 keberhasilan pemahaman siswa melalui penilaian akhir dari kegiatan pembelajaran setelah dilakukan evaluasi. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyatakan bahwa: Hasil belajar merupaka hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar adalah hasil dari proses pembelajaran yang didapat dari kegiatan pembelajaran, berdasarkan kemampuan dari masing-masing individu. Hasil belajar dapat dilihat dari sukses atau tidaknya suatu kegiatan pembelajaran melalui nilai-nilai tes maupun non tes untuk evaluasi hasil belajar. Tabel 2. Kriteria hasil belajar Nilai Siswa Kategori 80,1-100 Sangat Tinggi 60,1-80 Tinggi 40,1-60 Sedang 20,1-40 Rendah 0,0-20 Sangat Rendah Hasil belajar adalah tingkat kemampuan dalam menguasai materi yang dipelajari mencakup tiga kemampuan seperti yang diungkapkan oleh Bloom di dalam Sudjana (2007:22) bahwa ada tiga ranah hasil belajar, yaitu: a. Kemampuan kognitif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bisa diukur dengan pikiran: knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), analysis (menguraikan, menetukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application (menerapkan). b. Kemampuan afektif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, sikap, patuh terhadap moral: Receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), Valuing (menilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

c. Kemampuan psikomotor adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem saraf dan otot dan fungsi psikis: perception (persepsi), ready (kesiapan), guidance response (gerakan terbimbing), mechanical response (gerakan yang terbiasa), complexs response (gerakan respon), adjustment (penyesuaian pola gerak), creativity (kreatifitas). 16 Dari berbagai ranah tujuan pendidikan menurut Sudjana (2000:127) menyatakan bahwa : Hasil belajar dalam ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Alat yang bisa digunakan untuk menilai hasil belajar adalah tes. Dari beberapa uraian di atas hasil belajar adalah tingkat kemampuan siswa setelah proses pembelajaran selama beberapa waktu tertentu meliputi ranah aspek proses berfikir (cognitive domain), nilai atau sikap (affective domain) dan keterampilan (psychomotor domain). Hasil belajar dapat berbentuk pengetahuan, keterlampilan dan sikap yang terus meningkat setelah dilakukannya evaluasi, maka seorang siswa itu dikatakan telah belajar. Hasil belajar yang akan diamati adalah hasil belajar siswa dalam menguasai konsep dalam ranah kognitif. Menurut Sudijono (2008:49): Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir mulai dari jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah: pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan penilaian (evaluation).

17 Secara tidak langsung kemampuan kognitif pasti ada pada setiap siswa dikarenakan berkaitan dengan kemampuan dalam keterlampilan dan pengetahuan seorang siswa. Akan muncul tingkatan apa bila setiap siswa mengasah kemampuannya. Berikut pengertian dari enam tahap dari ranah kognitif. Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumusrumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapakan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antar bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan lainnya. sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Penilaian (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut taksonomi bloom. Maka dapat dilihat tumpang tindih enam jenjang dalam ranah kognitif seperti pada Gambar 2.1.

18 6 5 4 3 2 1 Gambar 2.1 Tumpang tindih antara enam jenjang dalam ranah kognitif Keterangan: Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar. Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1). Aplikasi atau penerapan (3) mencakup pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Analisis (4) mencakup aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5), analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2) dan pengetahuan (1). (Sudijono, 2008: 50-53) Sehingga keenam jenjang berfikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan tumpang tindih, di mana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. B. Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini menggunakan dua bentuk variable yaitu satu variable bebas, satu variable moderator dan satu variable terikat. Variable bebas adalah kinerja belajar siswa (X), lalu variable moderatornya adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) (r) dan variable terikatnya adalah hasil belajara siswa (Y).

19 Agar memperoleh gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan terikat, maka dapat dilihat hubungan antara variabel penelitian pada Gambar 2.2. X r Y Z Gambar 2.2 Bagan Paradigma Penelitian Keterangan: X = Kinerja belajar siswa Y = Hasil belajar siswa Z = Model Creative Problem Solving (CPS) R = pengaruh Kinerja belajar terhadap Hasil belajar siswa Gelombang Elektromagnetik siswa MA Setiap siswa memiliki aktivitas yang berbeda, misalnya dalam menyatakan pendapat, bertanya, menjawab, dan berdiskusi dengan adanya aktivitas belajar yang aktif dapat membantu siswa lebih baik lagi mencapai dimensi kinerja belajar. Dimensi kinerja belajar siswa seperti kualitas belajar, ketepatan dalam belajar, inisiatif dalam belajar, kemampuan belajar dan komunikasi akan dapat digunakan sesuai dengan materi dalam pembelajaran. Pada kenyataannya pembelajaran IPA fisika terlihat sulit oleh siswa, tidak hanya dari faktor materi-materi dalam fisika yang selalu dilihat dari rumitnya rumus-rumus fisika serta penyelesaiannya, tetapi cara mengajar dari guru juga sangat mempengaruhi. Seharusnya pembelajaran fisika dibutuhkan penjelasan secara mendalam konsep dan pemberian contoh secara langsung dalam

20 kehidupan sehari-hari. Sehingga terciptalah suasana aktif dalam pembelajaran. Perlu adanya timabal balik antara guru dengan siswa. Selama ada interaksi siswa akan memahami masalah melalui serangkaian pengamatan dan pertanyaan. Siswa akan terbiasa dalam bertukar informasi dan pengetahuannya pada temannya selama diskusi berlangsung dan melakukan evaluasi dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat meningkatkan kinerja aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa dengan terbiasanya siswa menyelesaikan soal selama pembelajaran dan tidak kaget lagi jika dilakukan tes formatif. Diperlukan model pembelajaran yang cocok dan tepat untuk dapat membuat suasana belajar mengajar menjadi aktif. Model pembelajaran yang datar teacher center dapat membuat siswa bosan dan mengakibatkan siswa pasif dalam belajar sehingga kecerdasan tidak dapat berkembang justru semakin sempit. Upaya untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa dapat digunakan model Creative Problem Solving (CPS) karena siswa akan mengalami proses kognitif, yaitu : menggambarkan masalah, transfer pengetahuan dan evaluasi.siswa terlatih untuk berfikir ilmiah dan memahami konsep, pembelajaran ditujukan untuk menyelesaikan masalah berupa soal. Siswa dilatih untuk memahami materi dan dapat menerapkan materi tersebut terhadap kehidupan sehari-hari. C. Hipotesis Hipotesis penelitian yang akan diajukan adalah:

21 1. Terdapat pengaruh kinerja belajar siswa pada model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap hasil belajar gelombang elektromagnetik siswa MAN 1 Bandar Lampung 2. Terdapat peningkatan hasil belajar gelombang elektromagnetik siswa MAN I Bandar Lampung dengan menggunanakan model Creative Problem Solving (CPS) kinerja belajar siswa.