BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 14/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Kelapa Sawit. Pembelian Produksi Pekebun.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

I. U M U M. TATA CARA PANEN.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Rantauprapat. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN DI PROPINSI RIAU 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2013, No.217 8

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. efesien dan tangguh serta dapat menunjang sektor industri. Kemudian sektor

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Harga TBS Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia mengalami peningkatan harga yang signifikan. Harga minyak sawit secara historis terus meningkat. Peningkatan harga minyak sawit (CPO, crude palm oil) ini juga mendongkrak harga buah sawit (TBS, tnadan buah segar). Para petani kelapa sawit memperoleh manfaat dari hasil menjual buah sawit kepada pabrik-pabrik pengolah kelapa sawit menjadi CPO. Oleh karena, harga TBS merupakan salah satu indicator penting yang dapat mempengaruhi penawaran petani kelapa sawit (Arianto, 2008). Harga TBS yang diterima petani dihitung berdasarkan indeks proporsi K. Untuk komponen K yang biasanya disebut dengan ndeks proporsi K yang merujuk pada keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan maupun Peraturan Menteri Pertanian tersebut pada dasarnya merupakan persentase besarnya hak petani tersebut diatas terhadap harga TBS. Angka ini biasanya berada pada tingkat dibawah 100 persen karena sebagai factor pembilang untuk menentukan K lebih kecil dari jangka pada factor penyebut (Anonymous, dalam Mulyana 2008). Kebijakan mengenai harga, misalnya mengenai harga TBS, misalnya mengenai harga TBS, merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenag, seperti surat keputusan surat Menteri (PERMENTAN) atau pejabat (SK) yang diberi wewenang untuk itu.

9 Kebikajsanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian (Daniel, 2002). Harga penjualan yang dapat diperoleh petani atau pengusaha pertanian ditentukan oleh berbagai factor yaitu mutu, hasil, pengolahan hasil dan system pemasaran yang baik, sementara biaya produksi lebih mudah dikendalikan oleh petani dan salah satu factor yang paling menentukan adalah produktivitas petani. Faktro-faktor yang mempengaruhi biaya produksi adalah ketersediaan dan harga input, produktivitas dan tenaga kerja dan kemampuan pengelolaan usaha tani untuk meningkatkan efisiensi (Simanjuntak, 2004). Harga buah sawit (TBS) secara konsisten berkolerasi dengan harga CPO, hal ini dapat terjadi karena penetapan harga TBS memang mengacu pada harga CPO. Sementara itu korelasi antara minyak sawit dan minyak bumi tidak konsisten berkorelasi positif setiap tahun. Peningkatan harga CPO dan TBS menunjukkan harga bahwa nilai harga yang diterima oleh petani sawit (harga TBS) dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan nilai harga yang didapat para produsen CPO dan harga CPO (Rachman, 2005). Jumlah biaya dan pendapatan yang akan diperoleh sangat bergantung pada kondisi lahan, harga bahan dan alat serta upah tenaga kerja. Usaha tani merupakan suatu kegiatan produksi, dimana peran input (faktor produksi) dalam menghasilkan output (hasil produksi) menjadi perhatian utama. Peranan input bukan saja dilihat dari jenis dan ketersediaan dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga ditinjau dari jenis dan ketersediaan dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga ditinjau dari segi efisiensi penggunaan factor tersebut (Amang, 1995).

10 Berfluktuasi harga minyak sawit dunia yang berhimbas pada naik turunnya harga TBS yang diterima oleh petani adalah murni merupakan akibat sistem ekonomi nasional dan internasional yang sudah semakin bebas, alih - alih melindungi rakyatnya dari penjajahan ekonomi asing, pemerintah justru bekerja untuk melindungi kepentingan asing dan berfikir untuk kepentingan industrinya sendiri. Seluruh kebijakan ekonomi termasuk pangan dan perdagangannya telah dibebaskan oleh pemerintah sehingga harga komoditas pangan dan pertanian menjadi sangat tergantung oleh permainan pasar (Sugandi, 2008). Naik turunnya harga sawit yang berhimbas pada tidak menentunya petani penanam sawit telah mencerminkan betapa rentannya perekonomian dan kedaulatan pangan kita. Menjadi Negara hasil pengekspor pertanian bukan berarti rakyat bisa mencukupi kebutuhan pangannya sendiri. Fakta menunjukkan, saat ini indonesia menjadi pengimpor gandum, kedelai, susu, daging dan gula dalam jumlah yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negri (Sugandi, 2008). Usaha tani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan untuk kegiatan diluar kegiatan usaha tani. Dan memperoleh pendapatanyangdiinginkan maka petani seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya menentukan harga pokok hasil usaha taninya. Keadaan seperti ini dapat diilakukan petani sehingga tingkat efektivitas usaha tani menjadi rendah (Kasmir, 2004).

11 Pemasaran merupakan hal - hal penting setelah selesainya produk pertanian. Kondisi pemasaran menghasilkan suatu siklus atau lingkungan pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar, dan tidak memneri harga yang layak bagi petani, maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani, akibatnya penawaran akan berkurang, kurangnya penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan bangkit, mengakibatkan harga akan jatuh kembali (Daniel, 2002). 2.1.1 Rumus Harga Pembelian TBS 1. Harga pembelian TBS oleh perusahaan didasarkan pada rumus harga pembelian TBS. 2. Rumus harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud pada pernyataan diatas ditetapkan sebagai beritkut: H TBS = K (Hms x Rms + His x Ris) dengan pengertian: H TBS : Harga TBS yang diterima oleh pekebun ditingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/Kg. K : Indeks proporsi yang menunjukkan bagian yang diterima oleh pekebun, dinyatakan dalam persentase ( % ). Hms : Harga rata - rata minyak kasar (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan local masing - masing perusahaan pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam Rp / Kg. Rms : Remendemen minyak kasar (CPO), dinyatakan dalam persentase (%).

12 His : Harga rata - rata inti sawit (PK) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing - masing perusahaan pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg. Ris : Remendemen inti sawit (PK), dinyatakan dalam persentase(%). 3. Harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud pada pernyataan diatas ditetapkan paling kurang 1 (satu) kali setiap bulan berdasarkan harga riil rata-rata tertimbang minyak sawit kasar (CPO) dan inti sawit (PK) sesuai realisasi penjualan ekspor (FOB) dan local masing - masing perusahaan. 4. Harga pembelian TBS merupakan harga franko pabrik pengolahan kelapa sawit. 5. Harga pembelian TBS bukan merupakan harga dasar TBS. 2.1.2 Peraturan Perundang - undangan Terhadap Harga Tandan Buah Segar 1. Pekebun kelapa sawit yang selanjutnya disebut adalah perorangan warga Negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dan melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra. 2. Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan kelapa sawit dengan usaha skala tertentu. Dan melakukan kemitraan usaha dengan pekebun / kelembagaan pekebun. 3. Kemitraan usaha perkebunan adalah kerjasama usaha antara pekebun dengan perusahaan perkebunan.

13 4. Kelembagaan pekebun adalah suatu wadah kelompok pekebun atau koperasi yang memiliki pengurus dan struktur organisasi. 5. Kelompok pekebun adalah kumpulan pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan dan dalam suatu hamparan yang terikat secara non formal dengan bekerjasama atas dasar saling asah, asih dan saling asuh dengan memiliki ketua untuk keberhasilan usaha taninya. 6. Tandan Buah Segar Kelapa Sawit selanjutnya disebut TBS adalah tandan buah segar kelapa sawit yang dihasilkan oleh pekebun. 7. Indeks K adalah indeks proporsi yang dinyatakan dalam persentase (%) yang menunjukkan bagian yang diterima oleh pekebun. 8. Remendemen minyak sawit kasar (CPO) dan remendemen inti sawit (PK) adalah berat CPO / PK yang dapat dihasilkan pabrik dibagi dengan berat TBS yang diolah dan dikalikan dengan 100%. 9. Dinas adalah dinas yang bertanggung jawab dibidang perkebunan. 2.2. Teori Kesejahteraan dan Pendapatan 2.2.1 Teori Kesejahteraan Dalam istilah umum, sejahtera menunjukkan ke keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Dalam kebijakan social, kesejahteraan social menunjuk kejangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

14 Tingkat kepuasan dan kesejahteraan adalah dua pengertian yang salingberkaiatan. Tingkat kepuasan menunjuk kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan tingkat kesejahteraan mengacu pada keadaan komunitas atau masyarakat luas. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu individu. Menurut undang undang No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan social adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan social warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan social yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga Negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan social dari Negara. Akibatnya masih ada warga Negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi social sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari 4 (empat) indicator yaitu : 1. Rasa aman 2. Kesejahteraan 3. Kebebasan 4. Jati diri Biro Pusat Statistic Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indicator yang dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah :

15 1. Tingkat pendapatan keluarga 2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non pangan 3. Tingkat pendidikan keluarga 4. Tingkat kesejahteraan keluarga 5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan : 1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya 2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya 3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya 4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989) melihat konsep kesejahteraan dari 3 (tiga) aspek : 1. Dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik, seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagainya 2. Dengan melihat pada tingkat mentalnya, seperti pendidikan, pekerjaan dan sebagainya 3. Dengan melihat pada integrasi dan kedudukan social

16 Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarkat menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat. Hasil Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 yang dilakukan oleh BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. 2.2.2 Kesejahteraan Menurut Para Ahli 1. Arthur Dunham Kesejahteraan social dapat didefenisikan sebagai kegiatan kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi social melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak anak, kesehatan, penyesuaian social, waktu senggang, standar standar kehidupan dan hubungan social. 2. Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux Kesejahteraan social adalah suatu system yang terorganisir dari usaha usaha pelayanan social dan lembaga lembaga social, untuk membantu individu individu dan kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan.

17 Maksudnya agar individu dan relasi relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas luasnya untuk mengembangkan kemampuan kemampuan serta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 3. Walter A. Friendlander Kesejahteraan social adalah suatu system yang terorganisir dari usaha usaha pelayanan pelayanan social dan lembaga lembaga social yang bermaksud untuk membantu individu individu dan kelompok kelompok agar mencapai standard standard kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan hubungan perorangan dan social yang memungkinkan mereka memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan kebutuhan keluarga maupun masyarakat. 4. Perserikatan Bangsa Bangsa Kesejahteraan adalah suatu kegiatan yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu individu dengan lingkungan social mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui tekhnik dan metode dengan maksud agar memungkinkan individu, kelompok maupun komunitas memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah penyesuaian diri mereka terhadap pola pola masyarakat, serta melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan social. 5. Alferd J. Khan Kesejahteraan terdiri dari program program yang tersedia selain yang tercakup dalam kriteria pasar untuk menjamin suatu tindakan kebutuhan dasar

18 seperti kesehatan, pendidikan kesejahteraan, dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal dan berfungsinya individual, agar dapat mudah menggunakan pelayanan maupun lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka ( Sumarnonugruho, 1987:28-35 ). 2.2.3 Teori Pendapatan Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup, semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan. Adapun jenis jenis pendapatan sebagai berikut : a. Pendapatan Rumah Tangga Adalah pendapatan penghasilan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa factor produksi tenaga kerja / pekerja (upah dan gaji, keuntungan / untung, bonus dan lain lain), balas jasa capital (bunga, bagi hasil, dan lain lain) dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain. b. Pendapatan Marginal Adalah marginal revenue yaitu tambahan pendapatan yang diperoleh dengan tambahan satu unit penjualan dalam jangka pendek pada kondisi persaingan, hal ini merupakan harga pasar.

19 c. Pendapatan Nasional Adalah nasional income yaitu nilai seluruh barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pendapatan dalam menghasilkan barang dan jasa selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. d. Pendapatan Asli Daerah Adalah pendapatan atau penerimaan yang berasal dari sumber sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dari dinas dinas, dan penerimaan lain lain. 2.3 Kesejahteraan Petani Sawit di Kabupaten Labuhan Batu. Kabupaten Labuhan Batu adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Rantau Prapat. Kabupaten Labuhan Batu terkenal dengan hasil perkebunan Sawit dan karet. Wilayah kabupaten yang dilalui tiga sungai besar yaitu sungai bilah, sungai barumun, sungai kualuh merupakan daerah yang subur. Hal ini dapat dilihat dari 58 persen wilayahnya, dimanafaatkan sebagai lahan pertanian dimana didalamnya didominasi subsector perkebunan. Perkebunan sendiri menyita lahan 424.180 hektar atau 46% wilayah kabupaten Labuhan Batu. Hasil utama dari perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Kelapa sawit misalnya pada tahun 2000 dapat memproduksi 4,3 juta ton dari lahan seluas 292.649 hektar. Dari lahan seluas 118.779 hektar kebun karet, pada tahun 2000 dapat diproduksi 109,3 ribu ton karet. Sebagian besar industry di kabupaten ini merupakan hasil pengolahan hasil pertanian, khususnya perkebunan. Produk yang dihasilkan dari sekitar 39 industri besar dan sedang, 77 persen

20 berupa minyak sawit mentah dan inti sawit yang menggunakan bahan baku kelapa sawit. A. Potensi Kelapa Sawit Di Sumatera Utara Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat 2009 sebesar 1.119.490 ton, Perkebunan Negara 2009 sebesar 1.027.143 ton, Perkebunan Swasta 2009 sebesar 1.011.511 ton, Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat sebesar 1.411.880 ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Negara sebesar 1.052.821 ton (Angka Sementara 2010), Perkebunan Swasta sebesar 1.035.787 ton (Angka Sementara 2010). Tabel 2.2 Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat Di Sumatera Utara PRODUKSI 2010 (TON) 3.230.448 PRODUKSI 2009 (TON) 3.158.144 PRODUKSI 2008 (TON) 1.115.699 PRODUKSI 2007 (TON) 1.022.472 PRODUKSI 2006 (TON) 3.244.922 Updated : 16-4-2012 LAHAN YANG SUDAH DIGUNAKAN (HA) STATUS LAHAN Sumber Data : Perkebunan 2009-2011 1.017.570 Luas Areal Perkebunan Rakyat sebesar 392.726 ha, Perkebunan Swasta sebesar 352.657 ha, dan Perkebunan Negara sebesar 299.471 B. Potensi Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhan Batu Tabel 2.3 Jumlah Produksi Perkebunan Rakyat PRODUKSI 2009 (TON) 94.314 PRODUKSI 2008 (TON) 773.404 PRODUKSI 2007 (TON) 349.411

21 Updated : 23-8-2013 LAHAN YANG SUDAH DIGUNAKAN (HA) STATUS LAHAN Sumber Data : Statistik Perkebunan 2009-2011 33.117 Perkebunan Rakyat Luas perkebunan rakyat di Sumatera Utara menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut menunjukkan betapa berpengaruhnya keberadaan Perkebunan Rakyat di Sumatera Utara. Demikian halnya dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, secara fisik terkesan menunjukkan adanya kemajuan yang menggembirakan. Hal ini ditandai dengan produksi kelapa sawit yang meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Namun demikian luas areal dan produksi yang meningkat belum diikuti oleh kekuatan posisi petani perkebunan rakyat dalam mempengaruhi harga Tandan Buah Segar ( TBS ). Salah satu masalah yang belum dapat diatasi secara tuntas adalah penetapan harga (TBS) Tandan Buah Segar (Willson P.A Pasaribu). Kehidupan ekonomi petani perkebunan kelapa sawit rakyat berada pada posisi yang tidak menentu karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh keadaan harga pasar global. Terkadang harga kelapa sawit mengalami kenaikan harga dan dalam saat tertentu pula bisa mengalami penurunan. Dengan pendapatan yang semakin menurun bagaimana mereka dapat mampu mengimbangi tingginya kebutuhan ekonomi sosial keluarga yang harus dipenuhi. Situasi ini menyebabkan mereka melakukan kegiatan - kegiatan dalam rangka untuk dapat bertahan hidup dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi.

22 Kegiatan ekonomis yang mereka lakukan ternyata merupakan suatu bentuk strategi bagi mereka untuk dapat beradaptasi ditengah - tengah tekanan ekonomi yang mereka hadapi. Upaya yang mereka lakukan adalah meliputi strategi aktif yaitu pemanfaatan sumber daya tenaga keluarga, strategi pasif yaitu penekanan pola subsistensi yang melakukan berbagai macam kegiatan lain dengan memanfaatkan relasi sosial. Pembangunan perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan khususnya di daerah pedesaan, disamping itu juga memperhatikan pemerataan perekonomian antara golongan dan antar wilayah. Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga terjadi suatu perubahan dalam pola hidup masyarakat sekitarnya. Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi relative besar, diperkirakan secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi di pedesaan, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menhasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan perkebunan kelapa sawit akan mempunyai keterkaitan kebelakang (backward linkages). Dari segi penanaman investasi sektor perkebunan yang dilaksanakan, hampir semua daerah kabupaten/kota memanfaatkan investasi. Jika dilihat dari segi dampak ekonominya menunjukkan hasil yang menggembirakan yakni terjadi jumlah uang beredar dipedesaan. Hal ini berdamapak terhadap meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, yang pada akhirnya meningkatnya mobilitas barang dan jasa.

23 Ada dua kemungkinan penyebab fenomena ini terjadi. Pertama, investasi sektor perkebunan dan produk turunannya di daerah menyebabkan disparitas spasial antar daerah semakin mengecil. Hal ini lebih disebabkan investasi subsektor perkebunan lebih banyak menggunakan tenaga manual dibandingkan tenaga modern ( peralatan ), sehingga akan menambah pendapatan masyarakat di daerah sekitarnya. Kedua, kemungkinan pembangunan industri turunan kelapa sawit (PKS) di masingmasing daerah perkebunan juga menciptakan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat tempatan, sehingga ini juga akan menambah daya beli masyarakat. 2.4 Penelitian Terdahulu Mulyana (2002) melakukan analisa terhadap harga tandan buah segar kelapa sawit TBS di daerah Sumatera Selatan dengan judul Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di Sumatera Selatan dari Perspektif Pasar Monopoli Bilateral. Penelitian dilakukan posisi harga tandan buah segar TBS kelapa sawit yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rentang harga hasil pendekatan pasar monopoli bilateral, dalam pengertian apakah telah memberikan perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli. Tiga pola perusahaan inti rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian ini yaitu PIR- Transmigrasi manajemen swasta, BUMN dan PIR-KUK. Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS ketetapan pemerintah daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan

24 penerapan harga pasar monopsonis. Hal ini mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia. Budiyanto, dkk (2005) melakukan penelitian mengenai kelapa sawit dengan judul kajian Perbedaan Tandan Buah Segar yang Dihasilkan Oleh Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Penelitian dilakukan menggunakan data primer yaitu dipabrik pengolahan kelapa sawit dengan menggunakan dua varietas yang diambil dari petani di tiga lokasi/desa berbeda. Dilakukan analisis rendemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budidaya tanaman kelapa sawit pada lokasi yang berbeda tidak terlihat dampaknya pada rendemen CPO tandan buah segar yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena sampel yang digunakan dipilih berdasarkan berat yang relative sama. Handewi (2005) penelitian yang berjudul Metode Analisis Harga Pangan. Yang membahas tentang metode analisis harga pangan dan alternative teknis analisis harga pangan dan pemanfaatan analisis harga pangan. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif yang didasarkan pada pola perilaku yang terjadi pada deret waktu, pendekatan neraca dan pendekatan kuantitatif dengan memperhatikan keterkaitan antar variable ( fungsi permintaan dan fungsi penawaran ). Dan juga menggunakan teknik riset operasi linear programming. Hutabarat (2006) melakukan penelitian mengenai analisa harga kopi dengan judul Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perkembangan dan keragaman harga di dua lokasi konsumen di luar negri, menganalisis perubahan nilai tukar dollar AS serta

25 kecenderungan orientasi dan dampaknya dalam menuju hubungan sesamanya dan dampaknya dalam jangka panjang. Alat analisis digunakan yaitu metode kointegrasi. Data yang digunakan adalah data skunder meliputi harga kopi dalam negri ditingkat produsen, pedagang dan ekspor dan harga eceran konsumen Negara pengimpor utama dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga eceran di Jepang selalu lebih tinggi dari harga harga di Negara Negara konsumen seperti AS, Jerman, Italia dan Belanda dan trend perkembangan harga cenderung positive sampai tahun 1995 dan negative sesudahnya. Penelitian mengenai kointegrasi dilakukan oleh munadi (2007) dengan judul Penurunan Pajak Ekspor dan Dampaknya Terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Ke India. Dalam pendekatan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku industry minyak goring dalam negri, pajak ekspor terhadap minyak kelapa sawit digunakan sebagai instrument untuk memonitor keluar masuknya minyak kelapa sawit ke pasar ekspor yang relative lebih menguntungkan setiap saat.

26 2.5 Kerangka Konseptual Modal Sendiri Modal Pinjaman Pendapatan/Kesejahteraan Luas Lahan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.6 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas maka hipotesis yang disimpulkan dalam penelitian ini : 1. Terdapat pengaruh positif harga TBS terhadap tingkat kesejahteraan petani sawit di Kabupaten Labuhan Batu. 2. Terdapat pengaruh positif modal sendiri terhadap tingkat kesejahteraan petani sawit di Kabupaten Labuhan Batu. 3. Terdapat pengaruh positif modal pinjaman terhadap tingkat kesejahteraan petani sawit di Kabupaten Labuhan Batu. 4. Terdapat pengaruh positif luas lahan kelapa sawit terhadap tingkat kesejahteraan petani sawit di Kabupaten Labuhan Batu.