BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

III. METODE PENELITIAN. Dalam analisa penelitian ini, penulis memilih jenis penelitian normatif, 47 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

III. METODE PENELITIAN

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB II PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

BAB III METODE PENELITIAN

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul. 1 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk, membuat kebutuhan akan tanah atau lahan. meningkat membuat harga tanah juga menjadi tinggi.

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Tanah merupakan faktor penting bagi keberlangsungan kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Indonesia adalah negara hukum, artinya segala aspek kehidupan baik berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Upik Hamidah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wiwit Khairunisa Pratiwi, 2015

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

Transkripsi:

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk umum dimana pemenuhan tuntutan tersebut berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. Tanah merupakan sesuatu yang sangat hakiki dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan sumber penghidupan dan kehidupan, sebagai tempat tinggal maupun sebagai faktor produksi yang dapat dimiliki, sehingga mempunyai kedudukan sentral dan strategis dalam masyarakat. Hubungan penguasaan tanah bukan saja menyangkut hubungan antara manusia dengan tanahnya, yang di negara negara agraris umumnya lebih dilihat sebagai sifat religio magis yang artinya kekayaan alam itu bukan hanya merupakan kekayaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada masyarakat hukum adat, melainkan juga menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia. 1 Pemerintah sebagai aparatur negara harus benar-benar mengimplementasikan segala peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan pertanahan untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat akan tanah yang tumpang tindih dan juga demi tertibnya administrasi di kegiatan 1 Soediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah, PT. Gramedia, Jakarta, 1984, hlm. 287. 1

2 pemerintahan agar bisa menyelesaikan segala sengketa, dan konflik pada tiap kepentingan masyarakat. Setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk dapat memiliki tanah lengkap dengan perlindungan hukumnya. Perlindungan itu diwujudkan dengan pemberian berbagai macam hak atas tanah oleh negara sebagai petugas pengatur. Untuk dapat mewujudkan keteraturan dan ketertiban, perlu dibentuk perundangundangan yang jelas dan tegas. 2 Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat maka, demi mewujudkan segala kebutuhan masyarakat akan tanah dan juga perlindungan hukumnya maka timbullah hak menguasai tanah dari Negara. Hak- hak atas tanah yang dikenal dalam sistem hukum tanah nasional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) adalah : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak sewa; f. hak membuka tanah; g. hak memungut hasil hutan; 2 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan 1., Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hlm. 45.

3 h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas. yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan Pasal 53. Hak milik merupakan hak yang paling kuat dan penuh dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya karena tidak berjangka waktu selama pemiliknya masih hidup dan dapat dilanjutkan pada ahli warisnya apabila pemiliknya meninggal dunia. Sedangkan HGU, HGB, dan Hak Pakai merupakan perolehan hak atas tanah untuk mengusahakan (guna usaha pertanian, perikanan atau peternakan), untuk mendirikan bangunan, dan untuk menggunakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Meningkatnya kebutuhan akan tanah menimbulkan keterbatasan tanah yang menyebabkan perbenturan kepentingan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah dalam melakukan pembangunan oleh Instansi Pemerintah yakni Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Kebutuhan akan tempat tinggal meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut telah banyak dilakukan pembangunan rumah dinas / rumah negara oleh berbagai instansi pemerintahan yang salah satunya adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I dibawah Kementrian Keuangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara Pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa rumah negara adalah suatu bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal

4 atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri. Dalam kepentingannya untuk membangun rumah dinas sebagai kebutuhan Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) akan tempat tinggal, penyelenggara pembangunan memerlukan tanah yang dilakukan dengan cara pengadaan tanah. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara menentukan bahwa pengadaan rumah negara dapat dilakukan dengan cara: a. pembangunan; b. pembelian; c. tukar menukar atau tukar bangun; atau d. hibah. Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan segala pengaturan yang terkait di Indonesia telah mengalami proses perkembangan sejak unifikasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam perkembangan hukum pertanahan di Indonesia dilakukan dengan cara dan menggunakan lembaga hukum yang pertama, pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Akan tetapi, dalam praktik ketentuan undang-undang ini tidak dapat berjalan. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai pembebasan hak atas tanah. Namun ketentuan ini dalam praktiknya banyak menimbulkan masalah sehingga tidak dapat berjalan secara efektif. Berdasarkan kenyataan ini pemerintah kemudian mengeluarkan keputusan presiden mengenai pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. 3 Perolehan tanah dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk 3 Ibid, hlm. 46

5 Kepentingan Umum dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Sedangkan pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum yang berskala kecil yaitu yang luas tanahnya tidak lebih dari 5 hektar dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. Perkembangan pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan peraturan peraturan lainnya yang berkaitan pada peraturan perundang- undangan tentang pertanahan, antara lain : - Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; - Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah; - Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan- Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan tanah; - Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah; - Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

6 - Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Peraturan Presiden RI No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; - Peraturan Kepala BPN RI No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah; - Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 juncto Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2012, yang termasuk instansi adalah Lembaga Negara, Kementrian, Lembaga Pemerintah Non Kementrian, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara. Dalam peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan ditetapkan bahwa hak penguasaan atas tanah dapat dikuasai

7 oleh instansi adalah ada yang berupa Hak Pakai (HP), atau ada yang berupa Hak Pakai dan Hak Pengelolaan (HPL). Hak penguasaan atas tanah yang dapat dikuasai oleh Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Hak Pakai dan hak Pengelolaan, sedangkan hak penguasaan atas tanah yang dapat dikuasai oleh Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah Hak Pakai. 4 Pengadaan Tanah yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Timur I guna pembangunan rumah dinas diperoleh melalui pembebasan hak atas tanah oleh Hj. Chodijah pada tahun 1987 diakui memiliki alas hak yaitu, Hak Pakai. Hak Pakai atas pembangunan rumah dinas ini merupakan Hak Pakai yang tidak mempunyai batas jangka waktu tertentu selama tanahnya dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugas instansi yakni bangunan rumah dinas. Hak Pakai yang tidak berjangka waktu tersebut sesuai dengan Pasal 41 ayat (2) huruf a UUPA. Namun dalam pelaksanaan pembangunan rumah dinas tersebut, pihak DJBC yakni pimpinan instansi, tidak menuntaskan prosedur permohonan tanah dengan benar dimana pimpinan instansi tidak segera menindak lanjuti kapan SKPH (Surat Keputusan Pemberian Hak) dapat diterima untuk kemudian mendaftarkan Hak Pakai tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Kelalaian pihak bea cukai tersebut menimbulkan sengketa ketika tanah persil yang telah dilepaskan kepada DJBC tersebut diterbitkan sertifikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya II yang kemudian dijual kembali oleh Hj. Nafisah kepada Penggugat pada tahun 2012. Tindakan Kepala kantor Pertanahan 4 Urip Santoso, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan 1, Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR, Surabaya, 2013, hlm. 190.

8 yang telah menerbitkan sertifikat hak milik atas nama Hj. Nafisah tersebut mengandung cacat hukum adiministrasi yakni cacat prosedur dan cacat substansi karena Sertifikat Hak Atas Tanah merupakan salah satu produk hukum Kantor Pertanahan yang merupakan KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) berupa penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Tindakan yang dilakukan Hj. Nafisah merupakan tindakan jual berkali kali karena telah memohonkan sertifikat hak milik atas tanah persil yang sebelumnya sudah pernah dilepaskan kepada DJBC dan telah memperoleh ganti kerugian untuk kemudian dijual kembali kepada penggugat. Pihak penggugat yang hendak memohon Sertifikat Hak Milik atas nama Hj. Nafisah untuk dibalik nama ditolak oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya II dengan alasan bahwa tanah tersebut sebagian adalah tanah Hak Pakai bangunan rumah dinas oleh DJBC yang diperoleh dari pelepasan hak atas tanah.

9 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah : a. Apakah perolehan Hak Pakai Atas Tanah oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai sebagai instansi pemerintah untuk pembangunan rumah dinas telah sesuai dengan ketentuan hukum agraria di Indonesia pada saat itu? b. Siapakah yang berhak atas tanah obyek sengketa? 1.3. Tujuan Penulisan ini berjudul Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Rumah Dinas oleh Instansi Pemerintah, adapun penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang pertama, sebagai tujuan teoretis karena pokok perbincangan menyangkut mengenai beberapa teori yang seharusnya digunakan oleh hakim dalam memberi putusan dan juga guna memberikan masukan terhadap ilmu pengetahuan hukum yaitu Hukum Pengadaan Tanah, khususnya oleh Instansi Pemerintah. Tujuan yang kedua, sebagai tujuan praktis yakni untuk menjawab permasalahan yang terjadi dengan mendasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku sehingga mendapatkan kejelasan mengenai bagaimana seharusnya pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka pembangunan rumah dinas yang dilakukan DJBC sebagai instansi pemerintah. Serta untuk menambah perbendaharaan kepustakaan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

10 1.4. Metode Penulisan 1.4.1. Pendekatan Masalah Pembahasan permasalahan dalam penulisan skripsi ini menggunakan bentuk pendekatan kasus ( case study ), pendekatan perundang undangan ( statute approach ), dan pendekatan konseptual ( conceptual approach ) Pendekatan kasus ( case study ) merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek hukum. 5 Dimana penulisan ini berdasarkan pada kasus tentang pengadaan tanah yang kemudian akan di analisis melalui berbagai peraturan perundang undangan yang berlaku dan juga aspek hukum. Pendekatan perundang undangan ( statute approach ) merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang berkaitan yakni mengenai pembebasan tanah sebagai perolehan tanah untuk pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka pembangunan rumah dinas yang dilakukan pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai instansi pemerintah. 6 Pendekatan konsep ( conceptual approach ) merupakan pendekatan untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsepkonsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi khususnya yang berkaitan mengenai kedudukan hukum rumah dinas diatas hak pakai atas tanah. 7 5 Ibid, hlm. 94 6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 93. 7 Ibid, hlm. 95

11 1.4.2. Sumber Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum penulisan skripsi ini diperoleh dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Pada bahan hukum primer yang digunakan adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembebasan hak atas tanah, pengadaan tanah, pengaturan hak pakai atas tanah, maupun rumah dinas dan juga dari kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas dan menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Sedangkan bahan hukum sekunder meliputi bahan hukum yang diperoleh dari berbagai buku-buku hukum termasuk skripsi, jurnal-jurnal, artikel hukum maupun berbagai website yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. 1.4.3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Pada bahan hukum sekunder, dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami bahan bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Sumber bahan hukum primer terdiri dari contoh kasus, berbagai data/ surat-surat yang diajukan DJBC dan peraturan perundang undangan yang ada yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang dibahas dan dihubungkan satu sama lain untuk dapat menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini. 1.4.4. Analisis Bahan Hukum Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa penafsiran / interpretasi hukum yaitu interpretasi gramatikal, dan sistematis. Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi yang lebih menekankan pada metode

12 interpretasi gramatikal. 8 Interpretasi gramatikal / tata bahasa, merupakan penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. 9 Selain itu digunakan pula metode penulisan sistematis, interpretasi sistematis merupakan penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang yang satu maupun undangundang yang lain. 10 Maka dengan metode interpretasi sistematis atau logis ini penulis berusaha menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundangundangan dengan jalan menghubungkannya dengan undang-undang lain. 1.5. Pertanggungjawaban Sistematika Secara keseluruhan materi penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab pokok pembahasan yang sistematika penulisannya sebagai berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan gambaran atau keseluruhan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang (sebagai penjabaran yang mendasari timbulnya beberapa 8 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab Bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 58. 9 Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 67 10 Ibid, hlm. 68

13 isu hukum untuk dibahas pada bab-bab selanjutnya), rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan pertanggungjawaban sistematika atau susunan skripsi secara keseluruhan. Bab II akan membahas mengenai peraturan peraturan dalam hukum agraria di Indonesia yang berlaku dan bagaimana perolehan hak atas tanah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I, dimana dalam sub bab pertama berisi tentang pengaturan pembebasan hak atas tanah, dimana perolehan hak atas tanah sebagai cara perolehan tanah untuk pembangunan rumah dinas itu terjadi pada tahun 1987 yang masih menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan tanah. Pada sub bab kedua akan dibahas tentang pengaturan Perolehan Hak Pakai menurut UUPA 1960, PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai, dan Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dan pada subab kedua ini juga membahas pengaturan mengenai pendaftaran tanah berdasarkan UUPA 1960, PP No. 10 Tahun 1961, dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selanjutnya pada subab ketiga akan membahas mengenai praktek perolehan hak atas tanah dengan memaparkan secara rinci kronologis perolehan hak atas tanah untuk pembangunan rumah dinas. Bab III akan membahas kedudukan hukum dan siapa yang berhak atas tanah obyek sengketa. Dalam subab pertama akan terlebih dahulu membahas mengenai sengketa yang timbul akibat kelalaian dalam proses permohonan

14 sertifikat hak pakai. Pada subab kedua akan membahas hasil analisis mengenai siapa yang berhak atas tanah obyek sengketa. Bab IV merupakan bab penutup dari penulisan skripsi ini, dalam bab ini akan disimpulkan tentang apa yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan berpijak dari kesimpulan ini saya akan memberikan saran-saran atas permasalahan dalam skripsi ini.