PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG

GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES. Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN SISWA TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT SCABIES DI SMA PERSIAPAN STABAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERSEORANGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES DI RUTAN CABANG SIBUHUAN KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2013

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

GAMBARAN PENGETAHUAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA MASYARAKAT DI DUSUN NGEBEL, KASIHAN BANTUL

KUESIONER. A. Data Umum. No. : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Alamat : : Kasus/Kontrol **(coret yang tidak perlu) B.

TINGKAT PENGETAHUAN SISWI SMA NEGERI 6 MEDAN TENTANG SINDROMA PREMENSTRUASI (PMS) KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: SITI HAJAR BINTI RAMLI

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PENGURUS OSIS SMA X TENTANG MANFAAT PENGGUNAAN HAND SANITIZER KOTA BANDUNG 2012

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN USTADZAH TENTANG PENYAKIT SCABIES. Di Pondok Pesantren Putri AL-MAWADDAH Ponorogo

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK KEBERSIHAN DIRI DAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI PESANTREN KYAI GADING KABUPATEN DEMAK

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW MENINGKATKAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES PADA REMAJA

ABSTRAK. Kata kunci : ISPA, angka kejadian.

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA/ MAHASISWI TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

PENTINGNYA PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTRI DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PONDOK PESANTREN AL FALAH SIDOARJO.

PUBLICATION MANUSCRIPT NASKAH PUBLIKASI

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HEPATITIS B DAN IMUNISASI HEPATITIS B SERTA JADWAL PEMBERIAN VAKSINASINYA PADA BAYI DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN

Hubungan Antara Personal Hygiene Kulit Dengan Angka Kejadian Scabies Pada Remaja Di Pondok Pesantren Al-Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan

ABSTRAK GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

STUDI TUNGAU KUDIS Sarcoptes scabiei DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI WILAYAH KECAMATAN LEKOK, KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN Oleh : LASTRI DIYANI S

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY

STUDI KOMPARASI PHBS WARGA SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN DI DESA TAHUN 2015

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA NEONATUS DI PUSKESMAS II KARANGASEM BALI TAHUN 2013

PENDIDIKAN KESEHATAN SADARI PADA WUS DI MASYARAKAT PONDOK PESANTREN AL HIDAYAH KECAMATAN KENDAL KABUPATEN NGAWI

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

Lili Sarfiah Harahap 1, Indra Chahaya 2 dan wirsal Hasan 2

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian. ( Informed Concent ) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di

Transkripsi:

HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT Departemen Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Based on the environment of Pondok Pesantren addition to health behavior of the Santri, Pondok Pesatren is a place which has higher for transmission of some diseases. The population density in almost every Pondok Pesantren is very high, where every room with 15m 2 width is occupied up to 15 people. This is not the ideal standard for health which should be 3m 2 width per person (Depkes RI, 1995). There is high morbidity rate in Santri, especially in certain skin diseases including Scabies. There are some reports mentioned that 25,49% (Bapelkes Salaman, 1991), 24,42% (Puskesmas Salam, 1997), 59,24% (Setyowati, 1987) of Santri in Pondok Pesantren will suffer from Scabies Disease. Scabies disease is a skin disease which caused by a tick named Sarcoptes Scabiei var Hominis. Scabies is not a threatened life disease in human; however itchy symtom at night time will be the most disturbances for activity and productivity. Scabies disease will easily spread in some places which have; high population density, low health environment, lower socio economic level, and closed contact between persons. Scabies has tendency to spread and affect adults and school age (Bukhart, 1983). This study has been done at Pondok Pesantren Ulumu Qur an Stabat to know the behavior of the santri in prevention of spreading scabies disease. The results of study showed that the knowledge of prevention scabies disease, majority santri has moderate level of knowledge (56%), only 14 % of santri who has high knowledge on prevention of scabies disease. The attitude of the santri towards prevention of scabies disease, there is only 10 % of santri who has good attitude, and majority santri has moderate attitude. Majority santri (44 %) has bad practice in order to prevent spreading scabies disease in their community. Key words: scabies, pesantren, and behavior PENDAHULUAN Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh karena infestasi tungau yang disebut Sarkoptes scabiei var hominis. Skabies tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit scabies banyak berjangkit terutama di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang, (3) lingkungan sosial ekonomi rendah, dan (4) lingkungan pergaulan yang akrab. Skabies cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah dan remaja (Burkhart, 1983). Pondok Pesantren dilihat dari segi kondisi lingkungan pondok serta perilaku kesehatan santri mempunyai risiko yang cukup besar terhadap penularan penyakit. Menurut berbagai laporan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, yaitu 1 kamar tidur dengan luas kamar 15 m2 dihuni sampai 15 orang. Hal ini belum memenuhi standar hunian kamar, yaitu 3 m2/tempat tidur/orang (DepKes RI, 1995). Angka kesakitan para santri cukup tinggi khususnya jenis penyakit kulit tertentu, yaitu Skabies sebesar 25,49% (Bapelkes Salaman, 172

1991), 24,42% (Puskesmas Salam, 1997), 59,24% (Setyowati, 1987). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang berkaitan dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren adalah sebagai berikut: (1) penyakit scabies merupakan penyakit kulit yang banyak diderita oleh santri, (2) kasus terjadi pada daerah padat penghuni dan jumlah kasus banyak pada anak usia sekolah, (3) banyaknya kasus karena perilaku pencegahan terhadap penyakit scabies masih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui Perilaku santri dalam upaya pencegahan scabies di pondok pesantren. Dengan pencegahan scabies, berarti seseorang akan berdaya upaya secara pribadi untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan sendiri. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Untuk mengetahui Perilaku Santri dalam upaya pencegahan penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Qur an Stabat. Tujuan Khusus: 1. Untuk mengetahui pengetahuan santri dalam upaya pencegahan penyakit scabies. 2. Untuk mengetahui sikap santri dalam upaya pencegahan penyakit scabies. 3. Untuk mengetahui tindakan santri dalam upaya pencegahan penyakit scabies. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan untuk mengetahui perilaku santri dalam upaya pencegahan penyakit Skabies di pondok pesantren. Populasi dalam penelitian ini adalah para santri yang tinggal di Pesantren Ulumu Qur an Stabat. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah santri yang tinggal di Pondok Pesantren sebanyak 50 orang, dengan kriteria: a. Umur dibatasi 10-15 tahun b. Tinggal di Pondok Pesantren minimal 1 tahun. Data diambil melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner & pengamatan langsung. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden ditinjau berdasarkan umur, dan jenis kelamin. Ditinjau dari umur responden terbanyak berumur 13 tahun, yaitu sebanyak 50 %. Dan yang terendah yaitu berumur 12 tahun sebanyak 6 %. Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur No. Umur Responden n % 1. 12 Tahun 3 6 2. 13 Tahun 25 50 3. 14 Tahun 7 14 4. 15 Tahun 15 30 Karakteristik responden ditinjau dari jenis kelamin. ternyata 74% perempuan dan 26% lakilaki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin No. Jenis Kelamin n % 1. Pria 13 26 2. Wanita 37 74 Pengetahuan Responden Yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah segala sesuatu yang diketahui responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies. Meliputi pengertian penyakit scabies, cara penularan baik langsung maupun tidak langsung, masa inkubasi kuman scabies, gejalagejala penyakit scabies, daerah yang paling sering terkena, dan cara-cara pencegahan agar tidak tertular. Tingkat pengetahuan responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 7 responden (14%) berpengetahuan baik, 28 responden (56%) berpengetahuan sedang dan 15 responden (30%) yang berpengetahuan jelek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan No. Pengetahuan Responden n % 1. Baik 7 14 2. Sedang 28 56 3. Kurang 15 30 Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan (172-177) 173

Tingkatan atau kualitas pengetahuan menurut Notoatmodjo (1993), dapat dikelompokkan atas 6 (enam) tingkatan, di mana setiap tingkatan merupakan urutan proses dari tingkat paling rendah sampai tertinggi. Dengan kemampuan mengetahui mulai dari tingkatan paling rendah sampai tertinggi akan memberikan kontribusi yang positif dalam menentukan kualitas pengetahuan santri dalam upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren. Tingkatan pertama adalah tahu (know), diartikan sebagai kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau didengar sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall). Dalam kaitannya pengetahuan santri dalam upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren, rata-rata santri pernah mendengar, namun tidak mempelajari secara khusus apa dan bagaimana penyakit scabies secara lebih mendalam. Dalam penelitian ini 56% responden berpengetahuan sedang karena pernah mendengar dan sedikit mengetahui tentang upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren, kerena sudah pernah mendengar di bangku sekolah. Tingkatan kedua dalam konsep pengetahuan adalah memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Setelah santri mengetahui tentang upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren, maka akan berlanjut ke tahap memahami. Kemampuan santri dalam memahami upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren, ditentukan oleh seberapa banyak materi tentang upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren yang diingatnya, serta seberapa tinggi kemampuan santri dalam mengartikan dan memberikan makna terhadap materi upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren tersebut. Tingkatan ketiga pada konsep pengetahuan adalah aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah diketahuinya pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Kemampuan seseorang dalam mengaplikasikan suatu konsep ke dalam bentuk yang nyata di lapangan dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan. Dalam tingkatan pengetahuan ini, hampir semua responden tidak mampu, artinya santi belum punya kemampuan untuk mengaplikasikan dalam kehidupannya dalam hal upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren. Pada tingkatan pengetahuan selanjutnya, yaitu analisis (analysis), mengsintesis (synthesis), maupun mengevaluasi (evaluation), hampir tidak ada informan yang mencapai pengetahuan sampai pada tingkatan tersebut. Secara umum pengetahuan sebagian besar responden pada tahap mengetahui, dan sebagian kecil pada tahap memahami. Sikap Responden Sikap di sini merupakan pandangan, pendapat responden dalam upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren, meliputi sikap responden tentang pentingnya kebersihan diri, sikap responden memutus cara penularan baik langsung maupun tidak langsung dengan meminjamkan pakaian, perlengkapan tidur kepada teman, dan sikap responden agar tidak tertular. Tingkat sikap responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 5 responden (10%) bersikap baik, 36 responden (72%) bersikap sedang, dan 9 responden (18%) yang bersikap jelek. Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan sikap No. Sikap Responden n % 1. Baik 5 10 2. Sedang 36 72 3. Kurang 9 18 Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (1993), terdiri dari 4 (empat) tingkatan, di mana setiap tingkatan merupakan tahapan yang menunjukkan kualitas dari kemampuan seseorang dalam memandang permasalahan secara luas. Dalam hal ini bagaimana santri memandang upaya pencegahan penyakit scabies di pondok pesantren. Tingkatan pertama dari konsep sikap yang disebutkan adalah tahap menerima (receiving), tahap ini diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Apabila santri dalam menerima stimulus yang diberikan dalam upaya pencegahan penyakit scabies di pondok 174 Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan (172-177)

pesantren, maka kemampuan mereka untuk menentukan sikap yang benar akan semakin baik dan tinggi, sebaliknya apabila kemampuan menerima stimulus kurang baik, maka dalam menentukan sikap juga akan kurang baik. Pembentukan sikap pada seseorang merupakan proses yang dipengaruhi oleh aspek emosional, pengalaman di masa lalu, pengetahuan serta kondisi lingkungan di mana orang tersebut berada. Sesuai konsep Perilaku Kesehatan yang dikembangkan ilmu Kesehatan masyarakat, bahwa sikap merupakan bentuk respons terhadap suatu stimulus yang dapat dikategorikan sebagai tindakan tersembunyi (belum nyata). Sikap yang terbentuk akan menunjukkan bagaimana tingkat kemampuan seseorang dalam menanggapi/merespons stimulus yang terjadi. Peneliti berasumsi bahwa responden bersikap sedang dengan jumlah terbanyak, karena setelah mereka mendapat pengetahuan yang cukup maka responden belum bisa bersikap baik karena keterbatasan yang responden hadapi di pesantren, yaitu mereka memang harus tidur dalam kamar yang sudah ditentukan, dengan jumlah orang yang banyak dalam 1 kamar (melebihi batas normal). Santri juga tidak dapat menolak untuk tidak saling meminjamkan peralatan tidur (bantal, guling, selimut) dan perlengkapan mandi (handuk), hal ini mungkin disebabkan keterbatasan perlengkapan yang responden miliki. Tindakan Responden Tingkat tindakan responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 15 responden (30%) bertindakan baik, 13 responden (26%) bertindakan sedang, dan 22 responden (44 %) yang bertindakan jelek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tindakan No. Tindakan Responden n % 1. Baik 15 30 2. Sedang 13 26 3. Kurang 22 44 Pada aspek tindakan responden, peneliti mengajukan pertanyaan terbuka dan observasi langsung. Sehingga didapat hasil sebagai berikut, secara umum pada pertanyaan berapa x responden mandi dalam sehari sebagian besar mandi lebih dari 2 x sehari. malahan ada yang mandi 3x sehari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tindakan berapa kali mandi dalam sehari No. Berapa Kali Mandi n % 1. 2 kali 42 84,0 2. 3 kali 8 16,0 Demikian juga pada pertanyaan berapa kali ganti baju dalam sehari. Sebagian besar menajwab 2-3 x sehari berganti baju. Hal ini sudah cukup baik berarti responden sudah mengerti dan bertindak baik yaitu mengganti bajunya ketika mandi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan tindakan berapa kali ganti baju dalam sehari No. Berapa Kali Ganti n % Baju 1. 1 kali 8 16 2. 2 kali 27 54 3. 3 kali 15 30 Untuk pertanyaan menjemur handuk, hanya 46% yang menjawab ya menjemur handuk, 30% menjawab kadang-kadang, dan 24% menjawab tidak menjemur handuk. Dan dari mereka yang menjawab menjemur handuk, semua responden (100%) menjawab menjemur di jemuran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tindakan menjemur handuk No. Menjemur Handuk n % 1. Ya 23 46 2. Kadang-kadang 15 30 3. Tidak 12 24 Untuk pertanyaan berapa kali responden mengganti sprei dalam 1 bulan. 36% menjawab 2 kali sebulan, 16% menjawab 3 kali sebulan, dan 40% menjawab 4 kali sebulan. Dalam hal ini memang sudah menjadi peraturan pondok pesantren untuk siswanya harus mencuci dan Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan (172-177) 175

mengganti sprai 1 x dalam seminggu (4 x dalam sebulan). Namun dengan alasan sering hujan beberapa siswa pesantren tidak dapat melakukannya 4 kali dalam sebulan. Mengganti sprai 1 kali dalam seminggu memang salah satu upaya pencegahan yang baik agar kuman scabies tidak dapat berkembang biak. Karena kuman scabies akan mati bila kena deterjen dan dijemur di panas matahari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan tindakan berapa kali ganti sprei No. Berapa Kali Ganti n % Sprei 1. 2 kali 18 36 2. 3 kali 8 16 3. 4 kali 20 40 4. 5 kali 4 8 Pada pertanyaan berapa kali menjemur tilam, bantal dalam sebulan, hasil penelitian menunjukan 38% responden yang menjawab 2 kali dalam sebulan, dan hanya 24% yang menjawab 4 kali dalam sebulan. Seharusnya nilai yang terbaik adalah 4 kali dalam sebulan responden harus menjemur tilam, bantal (perlengkapan tidur). Karena kuman scabies paling senang hidup dan berkembang biak di perlengkapan tidur. Dengan menjemur perlengkapan tidur seminggu 1 kali (4 kali dalam sebulan) diharapkan kuman scabies akan mati terkena sinar matahari dan dapat mengurangi perkembangbiakannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan tindakan berapa kali menjemur tilam, bantal dalam sebulan No. Menjemur tilam, bantal dalam sebulan n % 1. 2 kali 19 38 2. 3 kali 8 16 3. 4 kali 12 24 4. 5 kali 10 20 5. 7 kali 1 2 Pada pertanyaan pernah meminjamkan pakaian, 94% responden menjawab pernah meminjamkan pakaian pada teman responden. Dan ini merupakan hasil yang tidak diharapkan peneliti, karena dengan meminjamkan pakaian pada teman berarti memudahkan penularan kuman scabies. Dan di sini terlihat, bahwa belum tentu pengetahuan baik, sikap sedang maka tindakan akan baik. Dari hasil penelitian ini sudah terlihat bahwa walaupun responden berpengetahuan baik, sikap sedang, ternyata tindakan jelek, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan tindakan meminjamkan pakaian No. Pernah Meminjamkan Pakaian n % 1. Pernah 47 94 2. Tidak Pernah 3 6 Pada pertanyaaan pernah meminjam perlengkapan tidur (bantal, guling, selimut) pada teman sesama penghuni pondok pesantren, menunjukkan hasil 60% tidak perah meminjamkan dan hanya 40% yang pernah meminjamkannya. Sebaiknya memang tidak meminjamkan bantal, guling dan selimut, karena barang-barang tersebut dapat menularkan kuman scabies dari penderita kepada orang lain. Apalagi bila perlengkapan tidur tersebut tidak pernah di jemur ataupun di cuci dalam jangka waktu yang lama. Maka kemungkinan jumlah kuman scabies yang ada di perlengkapan tidur itu banyak sekali dan sangat besar risiko untuk menularkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan tindakan meminjam bantal, guling, selimut Pernah Meminjam No. Bantal, Guling, Jumlah Persen Selimut 1. Pernah 20 40 2. Tidak Pernah 30 60 Selanjutnya pada pertanyaan di mana responden akan pergi berobat bila terkena penyakit scabies. Sebanyak 64% menjawab akan pergi ke dokter, 24% menjawab akan pergi ke puskesmas, dan 12% berobat ke rumah sakit. Dalam hal ini tindakan responden sudah cukup baik. Artinya responden akan pergi mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. 176 Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan (172-177)

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan tindakan kemana berobat bila terkena scabies No Tempat Berobat Skabies n % 1. Rumah Sakit 6 12 2. Dokter 32 60 3. Puskesmas 12 24 KESIMPULAN 1. Tingkat pengetahuan responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 7 responden (14%) berpengetahuan baik, 28 responden (56%) berpengetahuan sedang, dan 15 responden (30%) yang berpengetahuan jelek. 2. Tingkat sikap responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 5 responden (10%) bersikap baik, 36 responden (72%) bersikap sedang, dan 9 responden (18%) yang bersikap jelek. 3. Tingkat tindakan responden dalam usaha pencegahan penyakit Scabies menunjukkan 15 responden (30%) bertindakan baik, 13 responden (26%) bertindakan sedang, dan 22 responden (44%) yang bertindakan jelek. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Liberty, Yogyakarta. Notoatmodjo, S., 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Andi Offset, Yogyakarta. Notoatmodjo, S., 1993, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Siregar, R.S., 1992, Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta Ramli A, 1987, Kamus Kedokteran, Djambatan, Jakarta. WHO, 1992, Pendidikan Kesehatan Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar, Penerbit ITB & Udayana, Bandung. Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan (172-177) 177