BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia olahraga sangat erat kaitannya dengan pencapaian prestasi atlet. Prestasi yang diraih ditandai dengan keberhasilan atlet dalam mencapai suatu prestasi baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Saat ini, kondisi prestasi olahraga di Indonesia masih sangat memprihatinkan, khususnya di bidang sepak bola. Data FIFA pada 2013 lalu menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di peringkat ke-162 untuk tingkat internasional dan peringkat ke-33 untuk tingkat Asia (FIFA, 2013). Hingga sekarang, Indonesia belum mampu menembus ke dalam jajaran negara peserta Piala Dunia. Padahal, pertandingan tersebut merupakan suatu tolok ukur bagi keberhasilan tim sepak bola di suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa sepak bola di Indonesia masih tertinggal jauh dalam pencapaian prestasi. Sepak bola merupakan salah satu olahraga paling populer yang mempunyai banyak penggemar di dunia, termasuk di Indonesia (Depkes RI, 2002). Sering dijumpai perhatian masyarakat tertuju ke arah pertandingan sepak bola baik di layar kaca maupun di lapangan langsung. Sepak bola mempunyai nilai tersendiri di mata penggemarnya, terutama bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kelebihan dalam permainan ini (Faruq, 2008). Dengan demikian, prestasi dalam olahraga ini sangat penting karena hal tersebut yang menjadi sorotan. Untuk itu, sudah seharusnya upaya peningkatan prestasi di bidang sepak bola ini terus dilakukan. 1
2 Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan prestasi atlet. Adapun hal-hal yang mempengaruhi prestasi atlet yaitu: (1) genetik, potensi dan kemampuan dasar; (2) pelatihan dan program latihan; (3) keterampilan teknik dan skill atlet; (4) sosial, sarana, prasarana, cuaca atau iklim; (5) keadaan psikologis, percaya diri, motivasi dan penghargaan; serta (6) fungsi organ tubuh dan gizi (Bompa, 1994; Carter, 2002; Dorfman, 2008; Somaprawiro, 2009). Upaya peningkatan prestasi atlet tersebut dapat diawali dengan proses pembibitan atlet yang baik secara bertahap dari tingkat daerah dan juga pengkajian mengenai performa atlet. Performa atlet dapat ditingkatkan dengan penilaian status gizi secara berkala yaitu dengan pengukuran antropometri (Sport Medicine Manual, 2000; Supariasa, 2002; Irianto, 2007; Robbert et al., 2011). Hasil pengukuran antropometri yang akurat ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan somatotype atau bentuk tubuh atlet yang dapat mencerminkan performa atlet (Carter, 2002). Somatotype atlet pada cabang olahraga tertentu memiliki karakteristik yang berbeda dan spesifik. Somatotype atlet yang sesuai dengan cabang olahraga yang digeluti ternyata sangat mendukung performa atlet (Rahmawati, 1996; Fatmah & Ruhayati, 2010). Somatotype atlet sepak bola umumnya didominasi dengan somatotype jenis mesomorph (Orhan et al., 2013). Akan tetapi, jenis dari somatotype pada atlet sepak bola tersebut dapat diklasifikasikan lagi secara spesifik sesuai dengan setiap posisi atlet sepak bola ketika di lapangan. Hal tersebut dibutuhkan untuk mendukung performa para atlet sepak bola agar dapat
3 bermain secara efisien, cepat dan terampil dalam menguasai lapangan. Karakteristik atlet sepak bola untuk pemain belakang dan pemain tengah umumnya bertubuh tinggi dan memiliki kekuatan otot yang lebih. Somatotype untuk pemain belakang dan pemain tengah ialah endomorphic mesomorph (3-5-2½). Pada pemain penyerang umumnya tidak terlalu tinggi, postur tubuhnya kecil, tangkas dan memiliki ketahanan fisik yang baik ketika di lapangan. Somatotype untuk pemain penyerang ialah balanced mesomorph (3-4½-3). Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa kiper memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dengan somatotype endomorphic mesomorph (3½-5-2) (Bell & Rhodes, 1975). Tidak hanya untuk mendukung performa atlet, somatotype diketahui juga dapat memberikan gambaran performa pada atlet sepak bola. Menurut hasil penelitian Kapri (1988) di India, somatotype tipe endomorph dan ectomorph tidak memiliki hubungan dengan kemampuan atlet sepak bola. Sedangkan somatotype dengan tipe mesomorph memiliki hubungan yang bermakna dengan kemampuan atlet sepak bola. Diketahui bahwa semakin endomorphy atau semakin banyak persentase lemak tubuh seorang atlet, maka akan menyebabkan performa fisik atlet berkurang (Norton et al., 1996). Persentase lemak tubuh yang berlebihan dapat menurunkan kemampuan jantung untuk memompa darah saat melakukan aktivitas fisik (Chatterjee et al., 2005). Turunnya kemampuan jantung sangat berpengaruh pada ketahan jantung dalam menyediakan oksigen untuk kerja otot selama aktivitas fisik sehingga atlet menjadi mudah lelah. Padahal, ketahanan jantung yang dapat diketahui melaui VO 2 max merupakan salah satu unsur
4 kesegaran jasmani yang sangat penting pada jenis olahraga endurance, seperti sepak bola (Stolen et al., 2005). Pengukuran somatotype pada atlet sepak bola ini belum banyak diteliti. Selain itu, penelitian dan publikasi mengenai somatotype umumnya masih berdiri sendiri dan belum dihubungkan dengan performa fisik. Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk meneliti hubungan somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa. Penelitian tersebut dilakukan dengan harapan dapat memberikan gambaran hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola profesional dengan atlet sepak bola mahasiswa. Selain itu, peneilitian ini ditujukan agar atlet sepak bola dapat memiliki somatotype yang spesifik, sehingga dapat mendukung peningkatan performa fisik dan prestasi atlet. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah profil somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa? 2. Bagaimanakah hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19? 3. Bagaimanakah hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola mahasiswa? 4. Bagaimanakah perbedaan somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa?
5 C. Tujuan Peneitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa. b. Mengetahui hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19. c. Mengetahui hubungan antara somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola mahasiswa. d. Mengetahui perbedaan somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Memberikan informasi mengenai hubungan dan perbedaan somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 sebagai tim profesional dan atlet sepak bola mahasiswa. 2. Bagi Atlet Memberikan motivasi agar memiliki somatotype ideal sehingga dapat mencapai performa fisik yang optimal. 3. Bagi Pelatih a. Memberikan acuan pada skrining awal dalam proses penyeleksian atlet.
6 b. Memberikan informasi mengenai plotting atlet dengan mengacu pada somatotype atlet. 4. Bagi Masyarakat Memberikan informasi mengenai pemilihan cabang olahraga yang akan ditekuni. 5. Bagi Institusi a. Memberikan informasi mengenai salah satu acuan yang digunakan dalam pengambilan kebijakan pada pembibitan atlet junior. b. Memberikan informasi mengenai aspek yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan peningkatan performa fisik untuk mendukung prestasi atlet. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan somatotype dan performa fisik pada atlet sepak bola timnas U-19 dan atlet sepak bola mahasiswa. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan antara lain: 1. Penelitian dari Kapri (1988) dengan judul Study Somatotype in Relation to Soccer Playing Ability bertujuan untuk mengetahui hubungan antara somatotype dengan kemampuan bermain pada atlet sepak bola. Metode yang digunakan adalah cross sectional dan observasional. Hasil dari penelitian ini adalah somatotype jenis endomorph dan ectomorph tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kemampuan atlet, sedangkan somatotype jenis mesomorph memiliki hubungan yang bermakna dengan kemampuan atlet saat
7 bermain sepak bola. Persamaan dengan penelitian ini adalah: pengukuran somatotype dan subjek atlet sepak bola. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: (1) performa fisik tidak diukur; (2) level kompetisi hanya pada atlet mahasiswa saja, serta (3) populasi penelitian berada di India. 2. Penelitian dari Bale et al. (1994) dengan judul Anthropometric and Somatotype Variables Related to Strength in American Football Players. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan somatotype, persentase lemak tubuh, dan kekuatan fisik dengan berat badan pada dua kelompok pemain sepak bola Amerika. Metode yang digunakan adalah cross sectional dan observasional. Hasil yang diperoleh adalah: (1) mayoritas somatotype tipe mesomorph terdapat pada atlet sepak bola tingkat siswa sekolah lanjut tingkat atas, sedangkan tipe endomorph mayoritas terdapat pada atlet sepak bola tingkat mahasiswa; serta (2) terdapat perbedaan yang bermakna pada persentase lemak tubuh, somatotype, dan ukuran kekuatan fisik dengan kategori berat badan atlet. Persamaan penelitian ini adalah pengukuran somatotype pada atlet sepak bola. Perbedaan penelitian ini adalah: (1) level kompetisi atlet berbeda (mahasiswa dengan siswa sekolah lanjut tingkat atas); serta (2) populasi penelitian berada di Amerika. 3. Penelitian dari Rahmawati (1999) dengan judul Ciri-ciri Antropometrik dan Komposisi Badan pada Atlet Sepak Bola di Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan perbedaan ciri-ciri antropometrik dan komposisi badan antara pemain depan, tengah,
8 belakang dan kiper. Metode yang digunakan adalah cross sectional dan observasional. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) kiper mempunyai besar badan, lebar bahu, lebar panggul, panjang trunkus dan lemak badan yang paling besar dibanding pemain posisi lain; serta (2) ada perbedaan dalam besar dan lemak badan antar pemain. Secara keseluruhan, distribusi somatotype menunjukkan kesamaan dengan distribusi somatotype atlet sepak bola dunia. Rata-rata somatotype atlet sepak bola pada penelitian ini ialah mesomorph seimbang (2,6-4,9-2,9). Persamaan penelitian ini adalah pengukuran somatotype pada atlet sepak bola. Perbedaan penelitian ini adalah: (1) tingkat performa fisik tidak diukur; serta (2) level kompetisi atlet beragam (mahasiswa dan siswa sekolah lanjut tingkat atas). 4. Penelitian dari Orhan et al. (2013) dengan judul Comparison of Somatotype Values of Football Players in Two Professional League Football Teams According to the Positions. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) menentukan profil fisik pemain sepak bola; (2) dan untuk mengetahui hubungan antara somatotype dengan posisi pemain sepak bola dalam tim. Metode yang digunakan adalah cross sectional dan observasional. Hasil yang diperoleh adalah: (1) rata-rata somatotype pemain dari kedua tim ialah mesomorph; serta (2) terdapat perbedaan somatotype pada kiper di kedua tim sepak bola yang diteliti. Persamaan penelitian ini adalah pengukuran somatotype pada atlet sepak bola. Perbedaan penelitian ini adalah: (1) level kompetisi atlet adalah pemain profesional saja; (2) performa fisik atlet tidak diukur; serta (3) populasi penelitian berada di Turki.
9 5. Penelitian dari Helgerud et al. (2001) dengan judul Aerobic Endurance Training Improves Soccer Performance. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek dari latihan aerobik pada pertandingan sepak bola. Metode yang digunakan adalah cross sectional dan observasional. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan daya tahan aerobik pada pemain sepak bola dapat meningkatkan performa fisik atlet saat bertanding. Latihan daya tahan aerobik dapat meningkatkan jarak tempuh, meningkatkan intensitas kerja, dan meningkatkan jumlah sprint dan penguasaan bola selama pertandingan. Persamaan penelitian ini adalah pengukuran performa fisik pada atlet sepak bola. Perbedaan penelitian ini adalah: (1) level kompetisi atlet adalah pemain profesional saja; (2) somatotype tidak diukur; serta (3) populasi penelitian berada di Norwegia.