FAKTOR KETUBAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR SOEDIRMAN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO TAHUN 2016

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

HUBUNGAN KEHAMILAN POST TERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

Prevalensi Kejadian Asfiksia Neonatorum Ditinjau Dari Faktor Risiko Intrapartum Di PONEK RSUD Jombang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

HUBUNGAN INDUKSI PERSALINAN DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU KLATEN TAHUN Sri Wahyuni 1), Titin Riyanti 2)

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui derajat kesehatan disuatu negara seluruh dunia. AKB di

BAB I PENDAHULUAN. relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh

HUBUNGAN KEJADIAN PRE EKLAMSIA DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA PERIODE NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Maolinda et al.,persalinan Tindakan...

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. rentan terjadi, hal ini sering banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR (STUDI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEYER DAN PUSKESMAS TOROH TAHUN 2011)

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ARJAWINANGUN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Aribul Maftuhah

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR. Nofi Yuliyati & Novita Nurhidayati Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN : HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD R.A KARTINI JEPARA INTISARI

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

Hubungan Antara Partus Lama Dan Kondisi Air Ketuban Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir (Stady Kasus Di Rsud Kota Salatiga Tahun 2012)

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

PENELITIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TERHADAP HASIL LUARAN JANIN. Idawati*, Mugiati*

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam program

HUBUNGAN PERSALINAN KALA II LAMA DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU. LAHIR DI RSUD.Dr.H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN Husin :: Eka Dewi Susanti

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan. untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2009).

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI RSIA NORFA HUSADA BANGKINANG TAHUN 2013

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

FAKTOR MATERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN BBLR

HUBUNGAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL MOELOEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SISTEM RUJUKAN BIDAN DENGAN KASUS PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : HUBUNGAN RIWAYAT PERSALINAN PADA IBU MULTIPARA DENGAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PARITAS DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. memperlihatkan bahwa kelahiran caesar darurat menyebabkan risiko kematian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN PRETERM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PRABUMULIH TAHUN 2014

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT MUHAMADIYAH PALEMBANGTAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD. PROF. DR. HI. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN Tri Rahyani Turede NIM

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY K GIII P2101 DENGAN POST DATE DI POLI OBGYNE RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

HUBUNGAN INDUKSI PERSALINAN PERVAGINAM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARULAHIR

KETUBAN PECAH DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. asfiksia, hampir 1 juta bayi meninggal (WHO, 2002). Di Indonesia, dari

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DAN PERDARAHAN POSTPARTUM

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PARITAS DAN RIWAYAT SC DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN DI RSUD ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan.

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

KARAKTERISTIK BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN. pula 1 lahir mati. Penyebab kematian bayi adalah asfiksia, trauma kelahiran,

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN NASKAH PUBLIKASI

KEHAMILAN LETAK SUNGSANG DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DENGAN JUMLAH PERSALINAN DI WILAYAH PUSKESMAS MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RSU MEURAXA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii

Transkripsi:

FAKTOR KETUBAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Elsha Fitria 201510104308 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

FAKTOR KETUBAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2015 1 Elsha Fitria 2, Widaryati 3 Fitria.elsha@yahoo.com Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta INTISARI Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir didunia, secara global 4 juta (33 per 0) bayi lahir mati dan 4 juta (33 per 0) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Sekitar 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia neonaturum. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan faktor ketuban dengan kejadian asfiksia, diketahuinya kondisi ketuban, diketahuinya waktu pecah ketuban, diketahuinya volume air ketuban, diketahuinya kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati. Rancangan penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan case control yang ditelusuri secara retrospektif. Populasi berjumlah 2178 responden. Sampel penelitian ini sebanyak 96 kasus dan 96 kontrol. Uji statistik menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kondisi ketuban (p-value= 0,000, OR= 5,788), waktu pecah ketuban (p-value =0,04, OR= 1,840), volume air ketuban (p-value= 0,036, OR=1,889) dengan kejadian asfiksia. Bagi tenaga kesehatan diharapkan untuk memberikan KIE terkait pencegahan masalah pada ibu bersalin khususnya masalah pada ketuban ibu sehingga tidak beresiko melahirkan bayi yang asfiksia. Kata Kunci : Ketuban, Asfiksia, Bayi PENDAHULUAN Secara global 23 % dari kematian neonatal dikaitkan dengan asfiksia neonaturum. Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 4 juta (33 per 0) bayi lahir mati dan 4 juta (33 per 0) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Sekitar 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia neoaturum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal (Sari dkk, 2011. dalam Tahir dkk, 2012) Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menemukan bahwa sekitar lebih dari 80.000 bayi baru lahir meninggal dunia saat berusia kurang dari sebulan. Hampir 43% kematian bayi dibawah usia 1 tahun terjadi pada 28 hari pertama kehidupan. Angka kematian bayi di Indonesia saat ini berkisar hingga 32 per 0 kelahiran hidup. Di angka ini, 19 per 0 terjadi pada masa neonatal sejak lahir sampai usia 28 hari. Penyebab kematian terbanyak disebabkan oleh masalah neonatal seperti asfiksia (27%), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (29%), serta infeksi neonatus (SDKI, 2012). Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur, sehingga dengan adanya keadaan ini dapat menurunkan O 2 dan makin meningkatkan CO 2 yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, yang merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterine (Syafrudin, 2010).

Penyebab asfiksia dapat dilihat melalui beberapa faktor risiko, yaitu faktor ibu, janin, dan faktor plasenta. Faktor ibu diantaranya adalah air ketuban ibu yang beresiko seperti ketuban pecah dini, oligohidramnion, polihidramnion dan air ketuban yang bercampur darah dan mekonium juga menjadi faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi (Kosim, 2014). Pemerintah dalam Kepmenkes NOMOR 1051/MENKES/SK/XI/2008 berupaya menurunkan kematian ibu dan bayi dengan cara menyelenggarakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) yang berfungsi sebagai sistem rujukan yang digunakan dalam pelayanan kedaruratan ibu dan bayi (Depkes, 2008). Diharapkan dengan adanya pelayanan PONEK dapat menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir melalui program rujukan berencana dan dapat memberikan pelayanan dalam penanganan kegawatdaruratan termasuk bayi baru lahir yang beresiko. Selain itu upaya terobosan terbaru oleh pemerintah yang mampu meningkatkan indikator proteksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan AKI dan AKB yaitu Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) (Kemenkes RI, 2011). Sesuai dengan standar 24 kebidanan tentang penanganan asfiksia neonaturum yang menyatakan bahwa peran bidan adalah mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan tindakan secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan, merujuk bayi baru lahir dengan tepat dan memberikan perawatan lanjutan yang tepat sehingga bidan dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi akibat asfiksia neonaturum (Yanti & Eko, 2010). Dalam Q.S Asy-syuuraa ayat 30 Yang artinya : dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (Q.S Asy-syuuraa: 30) Maksud dari ayat diatas, komplikasi yang mengakibatkan suatu kejadian asfiksia tergantung usaha penanganan dan pencegahannya. Apabila dapat melakukan penanganan secara dini maka musibah dapat diatasi secara baik, cepat dan tepat. Studi pendahuluan dilakukan peneliti di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan didapati data 3 tahun terakhir bayi yang mengalami asfiksia mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 berjumlah 339 kasus. Pada tahun 2014 kejadian asfiksia meningkat menjadi 503 kasus dan kembali meningkat di tahun 2015 menjadi 908 kasus. Pada tahun 2015 terdapat data ketuban yang beresiko berjumlah 258 kasus. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor ketuban yang berhubungan dengan kejadian asfiksia di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Panembahan Senopati Bantul DIY. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena ada peningkatan penderita asfiksia neonaturum dari tahun 2013 sampai tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif korelasi dengan rancangan case control dan menggunakan desain survey analitik yang berjenis retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang melahirkan di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2015. Sampel penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok control. Sampel kasus adalah ibu bersalin yang melahirkan bayi asfiksia dan kelompok control adalah ibu bersalin yang melahirkan bayi tidak asfiksia. sampel penelitian ini sebanyak 192 responden dengan perbandingan kasus dan control 1:1. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling yaitu memilih secara acak responden yang ada. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang didapat dari rekam medic RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2015. Informasi yang dicatat sesuai dengan keterangan yang diperlukan pada variabel independent. Data yang diperoleh diolah dan dianalisa dengan menggunakan system komputerisasi secara bivariat dan menggunakan uji statistic uji chi square. Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd s Ratio (OR) untuk melihat besar resiko variabel independent terhadap variabel dependent. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Responden dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang melahirkan bayi asfiksia dan tidak asfiksia yang memenuhi Kriteria. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang berusia 20 35 tahun dan ibu bersalin yang melahirkan bayi > 2500 gram. Dari Tabel 1 dapat diketahui distribusi karakteristik responden yang meliputi : paritas, usia gestasi, jenis persalinan, penyakit bawaan ibu. Dilihat dari karakteristik paritas, sebagian besar responden adalah ibu dengan paritas 2-3 kali melahirkan yaitu 96 orang (%). Dilihat dari usia gestasi ibu sebagian besar adalah usia gestasi yang aterm sebanyak 109 orang (%). Dilihat dari jenis persalinan sebagian besar responden adalah dengan persalinan spontan sebanyak 86 orang (%). Dan dilihat dari penyakit bawaan ibu sebagian besar adalah responden dengan keadaan tidak beresiko yaitu tidak mempunyai penyakit bawaan sebanyak 157 orang (%).

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 No Karakteristik Asfiksia Tidak afiksia Total F % F % F % 1 Paritas - 1-2 3 - > 4 2 Usia gestasi - Premature - Aterm - Postmature 3 Jenis persalinan - Partus spontan - Induksi - Sectio caesarea 50 46 0 24 37 35 21 43 32 53,7 48,0 0 85,7 34,0 63,6 24,4 76,7 64,0 43 50 3 4 72 20 65 13 18 46,2 52,0 14,3 66,0 36,4 75,6 23,3 36,0 93 96 3 28 109 55 86 56 50 4 Penyakit bawaan ibu - Beresiko - Tidak beresiko Sumber : Data sekunder 2015 34 62 97,1 39,4 1 95 2,9 60,6 35 157 Analisis Univariat Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kondisi Air Ketuban pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kategori F % Tidak Beresiko 107 55,7 Beresiko 85 44,3 Total 192.0 Sumber : data sekunder di olah 2015 Hasil analisis data univariabel menunjukkan bahwa kondisi ketuban ibu yang tidak beresiko yaitu air ketuban yang jernih sebanyak 107 responden (55,7%) dan responden dengan kondisi ketuban beresiko yaitu kondisi air ketuban yang keruh atau hijau sebanyak 85 responden (44,3%) dari total responden sebanyak 192 responden. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Waktu Pecah Ketuban Ibu Bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kategori F % Tidak Beresiko 114 59,4 Beresiko 78 40,6 Total 192.0 Sumber : Data sekunder di olah 2015 Hasil analisis data univariabel menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami waktu pecah ketuban yang tidak beresiko yaitu ketuban yang pecah pada saat persalinan berjumlah 114 responden (59,4%) dan responden yang mengalami

waktu pecah ketuban yang beresiko yaitu ketuban pecah dini berjumlah 78 responden (40,6%) dari total responden sebanyak 192 responden. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Volume Air Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kategori F % Tidak Beresiko 122 63,5 Beresiko 70 36,5 Total 192.0 Sumber : Data sekunder di olah 2015 Ketuban ibu bersalin di RSUD Hasil analisis data univariabel menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mempunyai riwayat volume air ketuban tidak beresiko yaitu dengan volume ketuban normal berjumlah 122 responden (63,5%) dan ibu bersalin yang mempunyai riwayat volume air ketuban beresiko berjumlah 70 responden (36,5%) dari total responden sebanyak 192 responden. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kondisi Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kategori F % Asfiksia 96 50.0 Tidak Asfiksia 96 50.0 Total 192.0 Sumber : Data sekunder di olah 2015 Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan Kondisi Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015, masing masing responden adalah termasuk kategori asfiksia dan tidak asfiksia yaitu sebanyak 96 responden (50,0%). Analisis Bivariat Tabel 6 Hubungan Kondisi Air Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kejadian Asfiksia Total Kondisi Tidak Ya x 2 p OR CI Ketuban F % F % F % Tidak 73 68,2 34 31,8 107 Beresiko 3,088 Beresiko 23 27,0 62 73,0 85 32,109 0,000 5,788 s/d 10,847 Total 96 50,0 96 50,0 192 Sumber: Data Sekunder 2015 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 107 responden (%) dengan kondisi ketuban yang tidak beresiko yaitu kondisi air ketuban yang jernih, terdapat 34 responden (31,8%) yang mengalami asfiksia dan 73 responden (68,2%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan kondisi ketuban yang beresiko yaitu ketuban yang keruh atau hijau berjumlah 85 responden (%), terdapat 23

responden (27,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 62 responden (73,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji statistic diperoleh nilai x 2 32,109 dengan nila p-value sebesar 0,000 (p<0,05). Yang berarti secara statistik bahwa terdapat hubungan kondisi ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 3,088 s/d 10,847 dan nilai OR didapatkan 5,788. Tabel 7 Hubungan Waktu Pecah Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Waktu Kejadian Asfiksia Total Pecah Tidak Ya x 2 p OR CI Ketuban F % F % F % Tidak 64 56,1 50 43,9 114 Beresiko 1,027 Beresiko 32 41,0 46 59,0 78 4,232 0,04 1,840 s/d 3,298 Total 96 50,0 96 50,0 192 Sumber: Data Sekunder 2015 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat 114 responden (%) dengan waktu pecah ketuban yang tidak beresiko yaitu ketuban yang pecah pada waktunya, terdapat 50 responden (43,9%) yang mengalami asfiksia dan 64 responden (56,1%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan waktu pecah ketuban yang beresiko yaitu ketuban pecah dini berjumlah 78 responden (%), terdapat 32 responden (41,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 46 responden (59,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji Chi Square x 2 sebesar 4,232 dengan p-value sebesar 0,040 (p<0,05). Yang berarti secara statistik bahwa terdapat hubungan waktu pecah ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 1,027 s/d 3,298 dan nilai OR didapatkan 1,840. Tabel 8 Hubungan Volume Air Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Volume Kejadian Asfiksia Total Air Tidak Ya x 2 p OR CI Ketuban F % F % F % Tidak 68 55,7 54 44,3 122 Beresiko 1,040 Beresiko 28 40,0 42 60,0 70 4,407 0,036 1,889 s/d 3,431 Total 96 50,0 96 50,0 192 Sumber: Data sekunder 2015 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat 122 responden (%) dengan volume air ketuban yang tidak beresiko yaitu jumlah air ketuban normal, terdapat 54 responden (44,3%) yang mengalami asfiksia dan 68 responden (55,7%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan volume air ketuban yang beresiko yaitu oligohidramnion atau hidramnion berjumlah 70 responden (%),

terdapat 28 responden (40,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 42 responden (60,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji Chi Square x 2 sebesar 4,407 dengan p-value sebesar 0,036 (p > 0,05). Yang berarti secara statistik bahwa ada hubungan volume air ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 1,040 s/d 3,431 dan nilai OR didapatkan 1,889. Pembahasan Hubungan Kondisi Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Kondisi ketuban yang beresiko pada saat ibu bersalin merupakan salah satu faktor terjadinya asfiksia. Menurut Prawirohardjo (2011) Apabila kondisi ketuban bermasalah, maka pertumbuhan paru juga akan bermasalah dan berdampak pada asfiksia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Septiana (2015), menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi ketuban bercampur mekonium dengan kejadian asfiksia ada bayi baru lahir. Bayi yang lahir dengan kondisi ketuban yang bercampur mekonium beresiko sebanyak 2,6 kali terjadi asfiksia pada bayi baru lahir dibandingkan bayi yang lahir tidak dengan ketuban yang bercampur mekonium. Mekonium yang kental merupakan penanda hipoksia pada janin, hipotesis ini ditarik dari anggapan bahwa dalam rahim, hipoksia meningkatkan persitalsis usus dan relaksasi tonus sfingter ani. Aspirasi kemungkinan besar terjadi inutero akibat megap-megap janin yang anoksia. Akibatnya timbul kontroversi mengenai seberapa besar manfaat pengisapan agresif pada jalan nafas atas (Woodward dkk, 2012). Pada kondisi ketuban yang mengandung mekonium komplikasi yang paling sering terjadi adalah Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM) yaitu janin menghirup atau mengaspirasi mekonium. Mekonium yang terhirup ini dapat menutup sebagian atau seluruh jalan nafas neonatus, sehingga mekonium yang terhirup ini dapat mengiritasi jalan nafas neonatus dan menyebabkan kesulitan bernafas dalam rahim ataupun pada saat lahir yang menyebabkan bayi mengalami asfiksia (Kosim, 2013). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Widaryati dkk (2011) yang menunjukkan bahwa kondisi air ketuban berhubungan secara signifikan (r: 0,834 ; p: 0,000). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat 107 responden (%) dengan kondisi ketuban yang tidak beresiko yaitu kondisi air ketuban yang jernih, terdapat 34 responden (31,8%) yang mengalami asfiksia dan 73 responden (68,2%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan kondisi ketuban yang beresiko yaitu ketuban yang keruh atau hijau berjumlah 85 responden (%), terdapat 23 responden (27,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 62 responden (73,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji Chi Square (x 2 ) antara kondisi ketuban yang beresiko dan tidak beresiko terhadap kejadian asfiksia sebesar 32,109 dengan nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,000 (p<0,05). Yang berarti secara statistik bahwa terdapat hubungan kondisi ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 3,088 s/d 10,847. Berdasarkan besar nilai OR didapatkan 5,788 yang lebih besar dari 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi ketuban yang beresiko (bercampur mekonium) 5,788 kali lebih beresiko mengalami asfiksia dibandingkan bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi ketuban yang tidak beresiko.

Hubungan Waktu Pecah Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Menurut Manuaba (2008) Pada kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) yaitu pecahnya ketuban sebelum waktunya, sering terjadi komplikasi sindrom distress pernafasan yang terjadi pada bayi baru lahir. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonaturum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O 2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan dalam menghilangkan CO 2. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tahir dkk (2012) yang menunjukkan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini beresiko 2,47 kali melahirkan bayi dengan asfiksia neonaturum dibanding ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Pada kasus KPD jumlah ketuban akan menjadi sedikit atau habis sehingga akan menyebabkan tekanan pada bayi didalam rahim karena tidak adanya ketuban sebagai bantalan janin. Apabila Hal ini berlangsung lama dapat menyebabkan terjadianya kompresi tali pusat. Penekanan pada bayi yang terlalu lama akan semakin menekan dada janin sehingga saat lahir terjadi kesulitan bernafas karena paru mengalami hipoplasia. Akibat adanya gangguan sirkulasi pada janin ini akan menyebabkan gangguan pernafasan pada janin didalam lahir dan seterusnya bayi akan mengalami asfiksia pada saat lahir (Kosim, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Gilang dkk (2010) juga menyebutkan bahwa ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonaturum dengan p=0,004 dan OR = 9,560 yang artinya risiko kejadian asfiksia neonaturum pada ibu yang mengalami KPD sebesar 9,5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Bahaya paling besar dari ketuban pecah dini adalah bahaya infeksi intrauterine yang mengancam keselamatan ibu dan janinnya, terjadi persalinan premature bila usia kehamilannya kurang dari 36 minggu. Kematian janin akibat prematuritas dan infeksi akan meningkat tajam (Manuaba dkk, 2008). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat 114 responden (%) dengan waktu pecah ketuban yang tidak beresiko yaitu ketuban yang pecah pada waktunya, terdapat 50 responden (43,9%) yang mengalami asfiksia dan 64 responden (56,1%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan waktu pecah ketuban yang beresiko yaitu ketuban pecah dini berjumlah 78 responden (%), terdapat 32 responden (41,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 46 responden (59,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji Chi Square (x 2 ) antara waktu pecah ketuban yang beresiko dan tidak beresiko terhadap kejadian asfiksia sebesar 4,232 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,040 (p<0,05). Yang berarti secara statistik bahwa terdapat hubungan waktu pecah ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 1,027 s/d 3,298. Berdasarkan besar nilai OR didapatkan 1,840 yang lebih besar dari 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan waktu pecah ketuban yang beresiko (KPD) 1,840 kali lebih beresiko mengalami asfiksia dibandingkan bayi yang lahir dari ibu dengan waktu pecah ketuban yang tidak beresiko (Tidak KPD).

Hubungan Volume Air Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015 Menurut Rukiyah & Yulianti, (2010) hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal yaitu biasanya >2000 cc. Produksi air ketuban bertambah yang berasal dari epitel amnion namun juga bisa bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruang amnion, sehingga pengaliran air ketuban terganggu karena janin tidak menelan cairan ketuban Pada kasus hidramnion sering terjadi komplikasi seperti malpresentasi, ketuban pecah, prolaps tali pusat, persalinan preterm dan gangguan pernafasan pada ibu (Prawirohardjo, 2011). Pada prolaps tali pusat sangat membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan antara bagian depan janin dan dinding panggul yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada janin (Dewi, 2014). Menurut Kosim (2010). Pada kasus oligohidramnion yang merupakan kondisi sedikitnya air ketuban. Kondisi ini akan mempengaruhi janin karena sedikitnya volume air ketuban akan menyebabkan tali pusat tertekan oleh bagian tubuh janin akibatnya aliran darah dari ibu ke janin berkurang sehingga bayi mengalami hipoksia atau gangguan pertukaran O 2 hingga fetal distress dan berlanjut menjadi asfiksia neonaturum. Menurut Adimerta (2014) oligohidramnion menyebabkan terhentinya perkembangan fungsi paru-paru sehingga pada saat lahir paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oligohidramnion mempengaruhi umbilicus sehingga menimbulkan gangguan aliran aliran darah menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterine. Air ketuban yang kental akan diaspirasi sehingga menambah kejadian asfiksia neonaturum. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat 122 responden (%) dengan volume air ketuban yang tidak beresiko yaitu jumlah air ketuban normal, terdapat 54 responden (44,3%) yang mengalami asfiksia dan 68 responden (55,7%) tidak mengalami asfiksia. sedangkan responden dengan volume air ketuban yang beresiko yaitu oligohidramnion atau hidramnion berjumlah 70 responden (%), terdapat 28 responden (40,0%) yang tidak mengalami asfiksia dan 42 responden (60,0%) mengalami asfiksia. Hasil uji Chi Square (x 2 ) antara volume air ketuban yang beresiko dan tidak beresiko terhadap kejadian asfiksia sebesar 4,407 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,036 (p > 0,05). Yang berarti secara statistik bahwa ada hubungan volume air ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan nilai confident interval 1,040 s/d 3,431. Berdasarkan besar nilai OR didapatkan 1,889 yang lebih besar dari 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan volume air ketuban yang beresiko (oligohidramnion atau hidramnion) 1,889 kali lebih beresiko mengalami asfiksia dibandingkan bayi yang lahir dari ibu dengan volume air ketuban yang tidak beresiko (volume air ketuban normal). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada hubungan kondisi air ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2015, dengan nilai significancy pada hasil menunjukan (p = 0,000 < 0,05). Ada hubungan waktu pecah ketuban dengan

kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2015, dengan nilai significancy pada hasil menunjukan (p = 0,040 < 0,05). Ada hubungan volume air ketuban dengan kejadian asfiksia pada bayi di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2015, dengan nilai significancy pada hasil menunjukan (p = 0,036 < 0,05). Saran Diharapkan petugas kesehatan tidak melakukan amniotomi secara dini pada saat persalinan agar janin didalam rahim tetap terlindungi dengan baik oleh air ketuban sampai saatnya bayi lahir sehingga tidak beresiko asfiksia pada saat lahir. Untuk institusi kesehatan diharapkan untuk meningkatkan kualitas diri dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam melakukan pertolongan kegawatdaruratan pada ibu bersalin. Serta memberikan KIE terkait pencegahan masalah pada ibu bersalin khususnya masalah pada ketuban ibu dengan melakukan penyuluhan masalah gizi seimbang dan pola aktvitas yang aman bagi ibu hamil serta menghimbau ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin minimal 4 kali kunjungan, agar masalah pada ibu dapat terdeteksi dan tertangani dengan cepat dan tepat sehingga tidak beresiko melahirkan bayi yang asfiksia.

DAFTAR PUSTAKA Adimerta, Made Purnama. 2014. Hidrasi Mternal pada Kasus Oligohidramnion. Artikel FK Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar. Dalam http://download.portalgaruda.org/article.php?article=326252&val=7676&tit le=hidrasi%20maternal%20pada%20kasus%20oligohidra MNION diakses tanggal 10 agustus 2016. Dewi, Vvian NL. 2014. Resusitasi Neonatus. Jakarta : Salemba Medika Kemenkes RI. 2011. Kinerja Dua Tahun Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses dari : http//www.depkes.go.id Kosim, Muhammad S. 2013. Bayiku Hanya Bertahan 1 Minggu. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban. Artikel. Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Dalam : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-5-12.pdf diakses tanggal 10 Agustus 2016 Kosim, Muhammad S dkk. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : IDAI Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Dan Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi S osial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan Untuk Kebidanan dan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Rukiyah, Ai Yeyen., Lia Yulianti.2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta : PT. Trans Info Media SDKI 2012. Dalam http://chnrl.org/pelatihan-demografi/sdki-2012.pdf. diakses tanggal 10 desember 2015 Septiani. 2012. Hubungan Antara Partus Lama Dan Kondisi Air Ketuban Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir. Dalam http://akbid.adila.ac.id/images/volume%207.%20eka%20ayu.pdf diakses tanggal 2 januari 2016 Syafrudin dkk. 2010. Penyuluhan KIA. Jakarta: Trans Info Media. Tahir, dkk. 2012. Risiko factor persalinan dengan kejadian asfiksia neonaturum di rumah sakit umum daerah sawerigading kota palopo tahun 2012. dalam http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4278/rahmah %20TAHIR_K11109011.pdf. diakses tanggal 10 desember 2015 Widaryati, dkk. 2011. The coherence factors of asphyxia happen to the neonaturum in the peryntologhy rooms in RSUD Dr. Moewardi od Surakarta. Dalam http://jurnal.usahidsolo.ac.id/index.php/jiki/article/view/49. diakses taggal 10 desembar 2015

Woodward, Vivien, dkk. 2012. Kedaruratan Persalinan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Yanti dan Eko, Nurul. 2010. Etika Profesi dan Hukum Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka Rihama Yuniwati dan Ismiati. 2013. Pengaruh Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Kesejahteraan Bayi Baru Lahir di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2013. Dalam http://akkes.saptabakti.ac.id diakses tanggal 10 desember 2015