2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widya Nurfebriani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dini Rusfita Sari, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

I. PENDAHULUAN. Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan menjadi semakin ketat, dan ini harus diimbangi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. keterampilan, dan nilai-nilai serta norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa salah satunya bergantung pada sumber daya

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan,

2015 DESAIN DIDAKTIS KONSEP ASAS BLACK DAN PERPINDAHAN KALOR BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR SISWA PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS X

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. daya manusianya (SDM) dan kualitas pendidikannya. Tingkat pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Belajar IPA (sains) merupakan cara ideal untuk memperoleh kompetensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasna Nuraeni, 2014

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI TRAJEKTORI BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LITERASI MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran yang berumpun pada sains. Literasi sains didefinisikan oleh PISA (Programme for International Student Assesment) sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan untuk mengidentifikasi isu-isu ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah dalam rangka proses untuk memahami alam (OECD, 2009). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun (BALITBANG KEMDIKBUD, 2011). Banyak negara yang ikut berpartisipasi dalam studi yang dilakukan oleh PISA tersebut, salah satunya adalah Indonesia. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi sains siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi sains siswa di negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (BALITBANG KEMDIKBUD, 2011). Indonesia ikut berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2000 hingga tahun 2012. Hasil studi PISA mengenai prestasi literasi sains siswa pada tahun 2012 menempatkan Indonesia pada ranking 64 dari 65 negara partisipan. Hasil tersebut menunjukan bahwa prestasi literasi sains siswa di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara partisipan yang lain. Berdasarkan hasil survei PISA mengenai prestasi literasi sains tahun 2012, menandakan bahwa siswa di Indonesia masih belum mampu mengkaitkan pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain siswa Indonesia belum mampu mengkaitkan konten yang mereka pelajari dengan konteks yang berkaitan dengan konten tersebut. Tingkat literasi sains siswa di Indonesia yang rendah,

2 menurut PISA diduga karena kurikulum, pembelajaran dan assesmen di Indonesia masih menitikberatkan pada dimensi konten seraya melupakan dimensi proses dan konteks sains (Firman, 2007). Dalam pembelajaran sains yang diterapkan di sekolah selama ini, siswa beranggapan bahwa sains merupakan pelajaran yang terpisah dari tempat mereka berada. Hal ini menyebabkan siswa tidak mampu mengaitkan dan menggunakan konsep-konsep sains yang dipelajari untuk menyikapi permasalahan dalam kehidupan mereka. (Hoolbrook, 2005). Berdasarkan uraian di atas, harus ada upaya untuk membangun literasi sains siswa. Jika tidak segera dibenahi, maka dikhawatirkan beberapa tahun ke depan Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam bidang sains dan teknologi yang bisa berdampak pada bidang ekonomi dan pembangunan. Kurikulum 2013 adalah langkah besar Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satu landasan empiris diterbitkannya kurikulum 2013 adalah hasil dari PISA yang menunjukkan peringkat Indonesia masih menduduki peringkat 5 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada di ranking yang rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang kompleks, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah, dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani siswa dengan konten namun lebih berorientasi pada aspek kemampuan essensial yang diperlukan semua warga untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang (KEMENDIKBUD, 2012). Prinsip tersebut sesuai dengan prinsip literasi sains bahwa konten yang diterima siswa harus sesuai dengan kehidupannya di masa kini dan mendatang. Selain pembenahan kurikulum, berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk menunjang upaya membangun literasi sains siswa di Indonesia. Salah satunya adalah perbaikan bahan ajar. Bahan ajar adalah elemen penting dalam proses pembelajaran. Perbaikan bahan ajar merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan, karena pengetahuan yang siswa peroleh bersumber dari

3 bahan ajar. Bahan ajar ada banyak jenisnya, salah satunya adalah buku ajar. Buku ajar merupakan bahan ajar yang memiliki peranan yang dominan dan essensial dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan informasi dapat dituangkan secara terperinci dalam sebuah buku. Namun demikian, buku-buku ajar yang ada selama ini lebih menitikberatkan pada konten daripada proses dan konteks, hal ini berlawanan dengan yang disarankan oleh PISA untuk meningkatkan literasi sains siswa. (Firman, 2007). Untuk membangun literasi sains siswa, maka buku ajar yang dikembangkan harus dapat mendukungnya. Salah satu cara untuk membangun literasi sains siswa adalah mengkaitkan konten yang siswa pelajari di sekolah dengan konteks yang berhubungan dengan konten tersebut. Menurut Show Yu (2009), pembelajaran sains termasuk mata pelajaran kimia di sekolah seharusnya diarahkan pada penggunaan konteks aplikasi sebagai wahana untuk meningkatkan literasi sains siswa. Jika siswa hanya diajarkan konsep saja, maka kemampuan yang siswa dapatkan hanya kemampuan menghafal dan memahami saja. Seharusnya siswa tidak diarahkan kepada kedua kemampuan tersebut saja. De Jong (2006), mengemukakan bahwa konteks merupakan situasi/kejadian yang membantu siswa untuk dapat memperoleh konsep, prinsip, hukum dan sebagainya. Berdasarkan kurikulum 2013, protein adalah salah satu materi pokok yang diajarkan pada siswa SMA kelas XII semester genap. Seperti yang diketahui, pada semester genap siswa SMA kelas XII akan dihadapkan pada Ujian Nasional. Hal ini mengakibatkan porsi pemberian materi pada siswa SMA kelas XII akan lebih sedikit karena sebagian besar jam belajar efektif digunakan untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional. Dengan porsi belajar yang lebih sedikit, otomatis siswa dituntut lebih banyak untuk belajar mandiri dengan sumber belajar yang ada. Literasi sains siswa terhadap materi protein tidak akan tercapai jika porsi jam pelajaran yang sedikit didukung oleh buku ajar yang hanya menitikberatkan konten saja. Berdasarkan permasalahan tersebut, dirasakan perlunya

4 dikembangkan buku ajar yang dapat membangun literasi sains siswa pada sub topik protein. Selain dikarenakan masalah yang ada, pemilihan materi pokok protein juga didasarkan pada empat prinsip pemilihan konten sains dalam PISA. Pertama, konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan keseharian yang nyata. Kedua, konsep itu diperkirakan masih akan relevan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan. Ketiga, konsep yang dipilih didasarkan pada situasi dimana literasi sains itu dapat didemonstrasikan. Keempat, konsep harus berkaitan dengan kompetensi proses, yaitu pengetahuan yang tidak hanya mengandalkan daya ingat siswa dan berkaitan hanya dengan informasi tertentu. (OECD, 1999) Menurut Show Yu (2009), pembelajaran sains termasuk mata pelajaran kimia di sekolah seharusnya diarahkan pada penggunaan konteks aplikasi sebagai wahana untuk meningkatkan literasi sains siswa. Telur adalah salah satu konteks yang dapat dikaitkan dengan sub topik protein pada pengembangan buku ajar kimia dengan tujuan untuk membangun literasi sains. Telur dikenal sebagai bahan makanan yang mengandung protein dengan mutu yang tinggi. Protein menempati posisi pertama sebagai nutrisi dengan jumlah tertinggi yang dikandung dalam sebutir telur. Telur digunakan sebagai standar acuan kandungan protein untuk bahan makanan sumber protein yang lain. Kandungan asam amino telur juga sangat lengkap. Telur mengandung 18 dari 20 jenis asam amino pembentuk protein, dimana semua asam amino essensial termasuk di dalamnya. Melihat kandungan protein yang tinggi dan kelengkapan asam amino dalam sebutir telur menunjukkan bahwa telur dan protein mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Adanya hubungan ini, bisa dijadikan dasar untuk menghubungkan konten protein dengan telur sebagai konteksnya pada pengembangan buku ajar kimia yang tujuannya adalah untuk membangun literasi sains siswa. Pemilihan konteks yang digunakan juga didasarkan pada beberapa kriteria yang dirumuskan oleh De Jong (2006) yaitu: 1. Konteks harus benar-benar dikenal oleh siswa.

5 2. Konteks tidak boleh mengalihkan perhatian siswa terhadap konsep. 3. Konteks tidak boleh terlalu rumit untuk siswa. 4. Konteks tidak membingungkan siswa. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Hasil penelitian PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa prestasi literasi sains siswa di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Tingkat literasi sains siswa di Indonesia yang rendah, menurut PISA diduga karena kurikulum, pembelajaran dan assesmen di Indonesia masih menitikberatkan pada dimensi konten seraya melupakan dimensi proses dan konteks sains. Buku-buku ajar yang ada selama ini juga lebih menitikberatkan pada konten daripada konteks, hal ini berlawanan dengan yang disarankan oleh PISA untuk meningkatkan literasi sains siswa (Firman, 2007). Perbaikan buku ajar merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan, karena pengetahuan yang siswa peroleh bersumber dari buku ajar. Salah satu cara untuk membangun literasi sains siswa adalah mengkaitkan konten yang siswa pelajari di sekolah dengan konteks yang berhubungan dengan konten tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan buku ajar yang tidak hanya menitikberatkan pada dimensi konten saja, tetapi juga harus mengkaitkan konten yang siswa pelajari di sekolah dengan konteks yang berhubungan dengan konten tersebut sebagai upaya untuk membangun literasi sains siswa. Konten untuk buku ajar yang dikembangkan adalah protein dan konteksnya adalah telur. Berdasarkan uraian masalah yang di atas, dibuat rumusan masalah yang terdiri dari rumusan umum dan rumusan khusus. Rumusan umum menggambarkan masalah umum yang ingin dipecahkan peneliti. Rumusan khusus merupakan uraian dari rumusan umum yang menggambarkan masalah-masalah khusus yang ingin dipecahkan untuk menjawab rumusan umum. Adapun rumusan umum dan rumusan khusus tersebut adalah sebagai berikut.

6 1. Rumusan Umum Bagaimana buku ajar kimia pada sub topik protein yang menggunakan konteks telur untuk membangun literasi sains siswa SMA? 2. Rumusan Khusus a. Bagaimana karakteristik dari buku ajar kimia pada sub topik protein yang menggunakan konteks telur untuk membangun literasi sains siswa SMA? b. Bagaimana kelayakan dari buku ajar kimia yang dikembangkan berdasarkan hasil validasi para ahli? C. Pembatasan Masalah Pengembangan buku ajar yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Model Rekonstruksi Pendidikan. Model Rekonstruksi Pendidikan terdiri atas tiga komponen yaitu, 1) klarifikasi dan analisis wacana, 2) penelitian mengajar dan belajar, dan 3) implementasi dan evaluasi serta hubungannya yang saling berkaitan. Penelitian ini dibatasi hanya pada komponen pertama, yaitu klarifikasi dan analisis wacana. Penelitian ini menghasilkan produk bahan ajar berupa buku ajar pada sub topik protein dan mengkaitkannya dengan konteks telur sebagai upaya untuk membangun literasi sains siswa SMA. D. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan buku ajar kimia sub topik protein yang mengandung konteks telur untuk membangun literasi sains siswa SMA. Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain: 1. Menunjukkan karakteristik buku ajar yang dikembangkan yang sesuai dengan tuntutan Kompetensi PISA dan Kurikulum 2013. 2. Mengetahui kelayakan buku ajar yang dikembangkan berdasarkan hasil validasi para ahli dalam bidang kimia dan guru kimia yang sudah berpengalaman.

7 E. Manfaat Penelitian Produk dari penelitian ini berupa buku ajar sub topik protein menggunakan konteks telur. Manfaat dari produk pada penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan buku ajar yang memberikan ketertarikan bagi siswa terhadap ilmu kimia sehingga memudahkannya dalam memahami dan mengaplikasikan ilmu kimia serta dapat membangun literasi sains siswa SMA. 2. Bagi Guru Tersedianya buku ajar yang inovatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. 3. Bagi Peneliti lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan, masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang selanjutnya, baik berupa pengembangan penelitian menggunakan Model Rekonstruksi Pendidikan sampai tahap selanjutnya, yakni tahap penelitian mengajar dan belajar dan atau tahap implementasi dan evaluasi serta hubungannya yang saling berkaitan. Penelitian ini juga dapat dikembangkan pada konten yang sama dengan konteks yang berbeda, atau pada konten yang berbeda dengan konteks yang sama. F. Penjelasan Istilah Sebagai upaya menghindari kesalahan dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan penjelasan terhadap istilah-istilah sebagai berikut: 1. Buku ajar merupakan buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis (Depdiknas, 2008). 2. Literasi sains atau scientific literacy adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan (OECD, 2009)

8 3. Konteks aplikasi sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang mengandung pengertian situasi dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan sains dan teknologi area aplikasi proses dan pemahaman konsep sains, misalnya kesehatan dan gizi dalam konteks pribadi serta iklim dalam konteks global (OECD, 2009). 4. Konten sains adalah salah satu dimensi literasi sains yang merujuk pada konsep dan teori fundamental untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (OECD, 2009). 5. Sikap sains adalah respon terhadap isu-isu sains (menunjukkan minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan terhadap penelitian ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara bertanggung jawab (OECD, 2009) G. Struktur Organisasi Skripsi Skripsi ini ditulis dalam lima bab yang saling berkaitan. Kelima bab tersebut secara berurutan adalah Pendahuluan (BAB I), Tinjauan Pustaka (BAB II), Metodologi Penelitian (BAB III), Hasil dan Pembahasan (BAB IV) serta Kesimpulan dan Saran (BAB V). Setelah kelima bab tersebut terdapat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas uraian latar belakang dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut dibuat rumusan masalah utama yang diangkat pada penelitian ini. Bab I juga memuat pembatasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bagian selanjutnya yaitu struktur organisasi skripsi yang berisi rincian urutan penulisan skripsi dari Bab I hingga Bab V, Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran. Bab II yaitu tinjauan pustaka merupakan tinjauan teoritis dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka ini digunakan sebagai dasar dalam menginterpretasikan hasil penelitian dan menjawab rumusan masalah yang ditetapkan. Bagaimana rumusan masalah akan dijawab melalui penelitian ini diuraikan pada Bab III yang berisi metodologi penelitian. Bab III ini terdiri atas

9 subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, dan alur penelitian yang menunjukkan kerangka kerja penelitian sesuai dengan metode yang dipilih. Bagian selanjutnya adalah langkah-langkah penelitian yang memaparkan alur penelitian secara lebih rinci. Untuk menyamakan persepsi, pada Bab III diuraikan istilah-istilah penting digunakan dalam penelitian ini. Beberapa bagian terakhir dari Bab III ini berkaitan dengan bagaimana tiap rumusan masalah akan dijawab. Bagian instrumen penelitian memaparkan jenis instrumen yang dipilih untuk tiap rumusan masalah dan justifikasinya. Bagaimana instrumen ini digunakan dalam penelitian dipaparkan pada bagian teknik pengumpulan data. Bagian selanjutnya berupa pemaparan cara mengolah data yang didapatkan melalui instrumen penelitian yang telah ditetapkan. Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan. Pembahasan dilakukan dengan mengacu pada landasan teori dan hasil validasi, yang berturutturut dicantumkan pada Bab II dan lampiran untuk menjawab tiap rumusan masalah. Bab V berisi kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah, dan berisi saran untuk pihak terkait dalam penelitian lebih lanjut.