BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Humor merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan kita. Humor sangat berperan penting sebagai sarana hiburan atau sarana penghilang stres setelah letihnya menjalani rutinitas sehari-hari. Semua orang dapat membuat humor sendiri, dan juga dapat terhibur dengan humor orang lain. Menurut Wijana (2004: 37) humor adalah rangsangan yang menyebabkan seseorang tertawa atau tersenyum dalam kebahagiaan. Efek tersenyum dan bahagia itulah tujuan yang ingin dicapai oleh humor. Terdapat berbagai macam bentuk dan cara dalam penciptaan humor, salah satunya adalah memanfaatkan sisi pragmatik dalam tuturan. Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasisituasi ujar (Leech, 1993: 8). Dalam pragmatik terdapat prinsip-prinsip, salah satunya adalah prinsip kerja sama. Penutur dan petutur yang terlibat dalam percakapan pada umumnya saling bekerja sama. Bentuk kerja sama yang dimaksud dalam hal ini adalah kerja sama sederhana pada setiap orang-orang yang berbicara tidak diasumsikan untuk berusaha saling membingungkan, mempermainkan atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain (Yule, 2006: 60). Dalam prinsip kerja sama ini terdapat sub-prinsip atau yang sering disebut dengan maksim. Maksim-maksim tersebut adalah, maksim kuantitas (kesesuaian informasi yang
diberikan dengan informasi yang diharapkan), maksim kualitas (benar, tidak mengada-ada), maksim hubungan (relevan) dan maksim tindakan (tidak mengandung makna jamak, jelas, singkat dan teratur). Dari pemahaman tentang pragmatik di atas, penutur yang akan membuat suatu humor terkadang sengaja melanggar prinsip kerja sama dan maksim-maksim di dalamnya. Seperti contoh pelanggaran prinsip kerja sama berikut, seorang wanita yang sedang duduk di taman, seekor anjing yang sedang tidur di bawahnya, dan seorang pria. Pria : Apa anjingmu galak? Wanita : Tidak (Kemudian pria itu membelai anjing tersebut. Anjing itu terbangun dan menggigit tangan si pria.) Pria : Oh! Hei! Kamu bilang anjingmu tidak galak! Wanita : Memang tidak, tapi anjing ini bukan anjingku (Yule, 2006: 62) Pada contoh di atas, dapat ditarik dua spekulasi jika ditinjau dari dua asumsi yang berbeda. Yang pertama, jika diasumsikan bahwa wanita tersebut tidak sadar jika ada seekor anjing yang sedang tidur di bawahnya, kemudian ketika ditanya apa anjingmu galak? pada tuturan pria yang pertama, informasi anjing yang diterima si wanita adalah benar-benar anjing yang ia miliki dan bukan anjing yang berada
dibawahnya, maka jawaban tidak pada tuturan wanita tersebut tidak melanggar prinsip kerja sama bagi si wanita. Yang kedua, jika diasumsikan bahwa wanita tersebut memahami informasi yang diinginkan oleh pria, bahwa si pria bertanya apakah anjingnya menggigit, dalam konteks ini anjing yang dimaksud adalah anjing yang sedang tidur di bawahnya, maka seharusnya si wanita memberi informasi bahwa anjing tersebut bukan anjingnya, dan si wanita tidak tahu anjing di bawahnya ini galak atau tidak dan bukannya hanya berkata tidak. Pada asumsi yang kedua ini si wanita telah melanggar prinsip kerja sama. Pada contoh di atas jika dilihat dari asumsi kedua, maka wanita tersebut telah melanggar maksim kualitas karena tidak memberikan informasi yang benar dan kurang jelas kepada si pria. Jika saja wanita tersebut memberikan informasi pada tuturannya yang kedua, mungkin kejadiannya tidak akan menjadi selucu ini. Pelanggaran inilah yang kemudian menimbulkan humor. Humor tidak hanya terjadi pada percakapan langsung seperti contoh di atas, namun juga dapat terjadi pada media-media lainnya, seperti acara di televisi, radio, dan pada media cetak. Tidak terkecuali pada media cetak komik. Komik merupakan salah satu media hiburan karena gambar dan dialognya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga efek humor yang ditimbulkan lebih terasa. Sekarang sudah banyak komik-komik dengan genre humor yang lucu dan jenaka. Salah satunya adalah komik humor berbahasa Jepang berjudul Hirameki Hatsume-chan (selanjutnya ditulis HH)karya Daioki. Komik ini bercerita tentang tokoh anak kecil
bernama Hirameki Hatsume yang dengan ajaibnya berhasil membuat suatu mesin kotak yang dapat melakukan berbagai hal hanya dengan memasukan sekrup ke dalamnya. Usia Hatsume yang masih kecil terkadang membuat komunikasi dengan orang lain menjadi tidak lancar dan menimbulkan efek humor. Berikut contoh adegan pada komik HH : Gambar 1 (1) Ayah : O. Okaeri Hatsume. Kyou no gakkou wa Int.-oh selamat datang N-Hatsume. hari ini PKLN.-sekolah PKL dou datta? bagaimana KOP.lmp Oh. Selamat datang Hatsume. Bagaimana sekolah hari ini?
Hatsume : Dekakatta. Adj.lmp-besar Besar. Ayah : Iya... Katachi ja nakute sono... tidak N.-bentuk Adv.-bukan itu Tidak... Bukan bentuknya, itu... Hatsume : Aa, Katakatta. Int.-aah Adj.lmp-keras Aah, Keras Pada contoh di atas, terdapat tuturan ayahyang bertanya kepada Hatsume tentang sekolah. Maksud ayah dengan bagaimana pada tuturan tersebut merujuk kepada keadaan atau situasi. Kata gakkou di atas tidak semata-mata berarti sekolah namun lebih kepada situasi di sekolah atau pelajaran di sekolah. Ayah mengharapkan informasi dari jawaban Hatsume berupa gambaran situasi keadaan saat di sekolah. Namun, Hatsume tidak memberikan informasi berupa gambaran situasi keadaan sekolah, melainkan informasi gambaran bentuk dari sekolahnya. Informasi yang diharapkan oleh ayah adalah Hatsume memberikan gambaran keadaan sekolah persis seperti yang diharapkan Ayah. Namun, kali ini Hatsume masih tidak memberikan informasi tentang gambaran situasi keadaan sekolah, dengan memberi informasi berupa keterangan sifat yaitu keras.
Tuturan Hatsume yang pertama dan kedua merupakan tuturan yang melanggar prinsip kerja sama. Terjadi kekeliruan presuposisi oleh Hatsume yang berasumsi bahwa maksud dari kata gakkou pada tuturan Ayah yang pertama adalah merujuk kepada gambaran bentuk sekolah atau gambaran sifat gedung sekolahnya. Informasi yang dikatakan oleh Hatsume bukanlah informasi yang diharapkan oleh ayah, maka tuturan Hatsume ini dapat dikatakan melanggar maksim hubungan atau maksim relevansi. Di sisi lain tuturan Ayah yang pertama pun merupakan pelanggaran maksim cara. Kata gakkou yang bisa memiliki makna lebih dari satu tersebut menimbulkan ketaksaan. Makna gakkou yang ayah maksud adalah situasi sekolah atau pelajaran di sekolah, tetapi makna gakkou yang dipahami oleh Hatsume adalah makna harfiah sekolah.namun, terlepas dari pelanggaran itu, kekeliruan jawaban inilah yang menjadi poin humor pada adegan ini. Humor dalam komik sering kali lahir dari pelanggaran prinsip kerja sama oleh salah satu atau lebih karakter yang terlibat pada percakapan. Namun, terkadang pelanggaran prinsip kerja sama yang sengaja diatur oleh pengarang ini sulit ditangkap oleh pembaca yang kurang memahami konteks percakapan di dalamnya. Dalam studi pragmatik, konteks dalam bentuk apapun tidak dapat dilepaskan. Konteks sangat penting dalam menafsirkan maksud yang terkandung dalam suatu tuturan. Pemahaman konteks ini dapat diperoleh dengan memahami fungsi pada setiap tindak tuturannya. Searle (1979: 39) membagi tindak tutur berdasarkan
fungsinya menjadi lima jenis. Pertama, komisif, yaitu tindak tutur yang menyatakan bahwa penuturakan melakukan sesuatu di masa akan datang, seperti janji atau ancaman. Kedua, deklaratif, yaitu tindak tutur yang dapat mengubah keadaan. Ketiga, direktif, yaitu tindak tutur yang berfungsi meminta pendengar untuk melakukan sesuatu seperti saran, permintaan, dan perintah. Keempat, ekspresif, yaitu tindak tutur yang digunakan oleh pembicara untuk mengungkapkan perasaan dan sikap terhadap sesuatu. Kelima, asertif, yaitu tindak tutur yang menggambarkan keadaan atau kejadian, seperti laporan, tuntutan, dan pernyataan. Berlatar belakang dari hal di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti seperti apa pelanggaran maksim pada prinsip kerja sama yang terjadi di dalam komik HH demi mendapatkan humor di dalamnya, serta fungsi tindak tutur apa saja yang terdapat pada pelanggaran maksim tersebut. Penelitian pragmatik dalam komik sangat diperlukan. Secara kebahasaan, bahasa tuturan dalam komik dibuat senatural mungkin dengan tuturan dalam kehidupan sehari-hari.dalam komik HH ini ragam bahasa yang dipakai adalah ragam bahasa informal. Ragam bahasa seperti ini mengandung fenomena bahasa yang kaya karena ia merupakan bahasa dalam pemakaiannya yang sesungguhnya (Fadhilah, 2009: 20). Perpaduan antara gambar dan balon percakapan adalah salah satu keunggulan komik. Kedua unsur ini membuat semakin mudah dalam menafsirkan konteks yang ada pada setiap tuturan.
Konteks tidak hanya bisa dilihat dari kata-katanya saja, gambar juga semakin memperjelas konteks tersebut. 1.2 Rumusan Masalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapatdirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk pelanggaran-pelanggaran pada maksim dari prinsip kerja sama yang kemudian menimbulkan humor di dalam komik HH? 2. Fungsi tindak tutur apa saja yang terdapat pada pelanggaran maksim dari prinsip kerja sama di dalam komik HH? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikanbentuk pelanggaranpelanggaran pada maksim dari prinsip kerja sama yang kemudian menimbulkan humor serta untuk mendeskripsikan fungsi tindak tutur yang terkandung di dalam pelanggaran-pelanggaran pada komik HH.
1.4 Ruang Lingkup Permasalahan Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan hanya pada pelanggaran maksim pada prinsip kerja sama dan tindak tutur saja. Sedangkan untuk mencapai tujuan penelitian diatas, analisis dilakukan pada tuturan yang diucapkan oleh seluruh tokoh dalam komik HH jilid 1karya Daoki versi bahasa Jepang. Meskipun komik ini adalah komik berseri, pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan seri jilid 1 saja karena data yang ada pada jilid 1 ini dirasa telah cukup mewakili. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian yang menggunakan media cetak komik dalam penelitian pragmatik lainnya telah banyak dilakukan diantaranya yaitu, Fadhilah Rahmawati (2009), mahasiswa fakultas sastra dan ilmu rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitiannya yang berjudul Implikasi Komik Doraemon: Pendekatan Pragmatik ini menggunakan komik Doraemon edisi terjemahan bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini Fadhilah Rahmawati menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pendeskripsian data, klasifikasi, analisis dan evaluasi. Hasil dari penelitiannya adalah ditemukan banyak pengambangan maksim pada implikatur pada percakapan dalam komik Doraemon. Pengambangan di sini maksudnya tidak terjadi pelanggaran ataupun pentaatan pada maksim dalam dialog percakapan.
Selain itu,penelitian yang berjudul Penyimpangan terhadap Prinsip-prinsip Pragmatik di dalam Wacana Humor Komik Kureyon Shinchan yang ditulis oleh Rima Octaviana Yusmawati (2010). Permasalahan yang ditinjau didalam penelitian ini adalah adanya penyimpangan pada prinsip-prinsip pragmatik yang dilakukan oleh pengarang agar dapat melahirkan humor atau kelucuan. Adapun tiga tahap yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengadaan data, analisis dan menyajian data. Tahap penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan metode lanjutan berupa teknik catat dengan melakukan pencatatan secara langsung dari sumber data yang berupa komik Crayon Shinchan. Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode padan dan metode agih. Metode padan adalah metode penelitian yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Sedangkan metode agih adalah metode penelitian yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:15). Dari hasil penelitian diketahui bahwa kelucuan di dalam komik ini dibangun oleh pengarang komik di dalam sebuah konteks tertentu. Kelucuan di dalam konteks tersebut direalisasikanmelalui elemen gambar maupun elemen verbal. Melalui elemen verbal berupa tuturan-tuturan yang menyimpang dari kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan parameter pragmatik. Adapun prinsip-prinsip pragmatik tersebut meliputi prinsip kerja sama, prinsip sopan santun serta parameter pragmatik.
Penelitian lain yang menggunakan komik Crayon Shinchan lainnya adalah penelitian berjudul Analisis Pelanggaran Prinsip Sopan Santun dalam Komik Crayon Shinchan Volume 2 Karya Yoshito Usui yang ditulis oleh Laoura Winda Franzischa (2012). Penelitian Laoura ini berlatar belakang dari adanya survei yang menunjukkan bahwa komik Crayon Shinchan membuat resah para orang tua yang takut adanya pengaruh buruk pada anak mereka dikarenakan isi yang konyol serta banyak tuturan yang dapat dibilang tidak sesuai dengan umurnya. Dalam penelitian ini Laoura memfokuskannya pada pelanggaran maksim pada prinsip sopan santun dalam tuturan Shinchan. Metode yang digunakan dalam meneliti komik ini adalah metode deskriptif kualitatif, kemudian mengumpulkan data yang diasumsikan merupakan pelanggaran terhadap maksim-maksim pada prinsip sopan santun. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat banyak pelanggaran maksim-maksim pada prinsip sopan santun. Dari semua maksim-maksim tersebut, maksim yang paling banyak mengalami pelanggaran adalah maksim pujian. Penelitian yang meneliti tentang pelanggaran prinsip pragmatik terkait konteks humor lainnya adalah penelitian mahasiswa program studi bahasa Korea Universitas Gadjah Mada bernama Anggi Mahasanghika (2014) yang berjudul Penyimpangan Prinsip-Prinsip Pragmatik dalam Wacana Humor Korea www.gae9.com. Penelitian ini meninjau penyimpangan prinsip pragmatik yang meliputi prinsip kerja sama, prinsip sopan santun serta parameter pragmatik di dalam wacana humor berbahasa Korea yang diunduh dari website gae9.com.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tiga tahapan, yaitu pengumpulan data, analisis data dan pemaparan hasil data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpangan prinsip-prinsip pragmatik yang meliputi prinsip kerja sama, prinsip sopan santun serta parameter pragmatik dapat menciptakan satu humor atau kelucuan. Adapun maksim-maksim yang mengalami penyimpangan adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi serta maksim cara pada prinsip kerja sama, kemudian maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian pada prinsip sopan santun. Sedangkan penyimpangan terhadap parameter pragmatik meliputi penyimpangan terhadap parameter status sosial dan parameter kedudukan tindak ucap. Pada penelitian pertama dan kedua semua membahas tentang pragmatik pada komik. Namun, Penelitian Fadhilah Rahmawati meskipun menggunakan komik Jepang yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, peneliti sama sekali tidak membahas bentuk kalimat dalam bahasa Jepang sebelum diterjemahkan. Sedangkan pada penelitian Laoura Winda Franzischa, fokus permasalahannya adalah tuturan tokoh utama Shinchan ditinjau dari prinsip sopan santun. Maksimmaksim yang diteliti adalah maksim-maksim pada prinsip sopan santun dan sama sekali tidak dibahas maksim-maksim pada prinsip kerja sama.penelitian yang dilakukan oleh Rima Octaviana Yusmawati meninjau tentang penyimpangan yang terjadi pada komik agar dapat melahirkan unsur humor, namun objek yang
digunakan adalah komik Crayon Shinchan. Pada penelitian keempat yang dilakukan oleh Anggi Mahasanghika, meskipun meneliti tentang humor yang terdapat pada website yang di dalamnya terdapat gambar dan komik lucu, namun bahasa yang digunakan sebagai objek penelitian adalah bahasa Korea. Perbedaan dengan penelitian yang sebelumnya adalah komik HH yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah komik berbahasa Jepang dan bukan komik yang sudah ditranslasikan ke dalam bahasa Indonesia serta komik ini jugabergenre humor. Selain itu pembahasan dalam penelitian ini hanya terfokus kepada maksim kerja sama saja.penelitian ini membahas adanya pelanggaran maksim kerja sama pada komik humor. Sampai dengan penelitian ini ditulis, peneliti belum menemukan adanya penelitian yang membahas tentang penyimpangan maksim-maksim pada prinsip kerja sama di dalam komik humor Hirameki Hatsume-chan. Alasan menggunakan komik HH ini karena komik ini juga merupakan kategori jenis komik yonkoma atau komik empat panel yaitu jenis komik yang setiap judul cerita hanya digambar dalam empat panel yang berukuran sama dan menurun (dibaca dari atas ke bawah). Setiap halaman terdapat dua judul dan delapan panel yang setiap panel keempatnya merupakan panel humornya.selain itu, tokoh-tokoh dalam komik ini, terutama tokoh utama Hatsume, cenderung melanggar prinsip kerja sama dalam percakapannya. Komik HH ini memiliki rating
SU (semua umur), oleh karena itu, humor di dalamnya pun mudah dicerna oleh semua kalangan. 1.6 Landasan Teori Dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kerangka teori, yaitu pragmatik, prinsip kerja sama serta teori mengenai tindak tutur, jenis dan fungsinya.pada bagian ini hanya akan dibahas sekilas saja dan akan dibahas lebih terperinci pada Bab 2. Pragmatik adalah studi yang mengkaji tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh petutur serta berhubungan dengan faktor dan aspek aspek kontekstual. Pragmatik lebih banyak meneliti tentang apa yang dimaksudkan orang dalam tuturannya tersebut daripada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturannya. Dalam setiap tuturan, penutur harus selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan, benar, singkat, padat dan mudah dipahami. Inilah yang disebut dengan prinsip kerja sama.grice (1975: 49) membagi maksim kerja sama ke dalam empat kategori. Maksim kuantitas (kesesuaian informasi yang diberikan dengan informasi yang diharapkan), maksim kualitas (benar, tidak mengada-ada), maksim hubungan (relevan) dan maksim cara (tidak mengandung makna jamak, jelas, singkat dan teratur). Tindak tutur adalah kajian yang lebih terfokus pragmatik dan hubungannya dengan tindakan-tindakan manusia. Dalam bukunya (1996: 17-22) Wijana
menuliskan pendapat Searle tentang jenis-jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur. Jenis-jenis tindakan itu ialah tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang bersifat informatif tanpa ada maksud atau pengaruh apapun.tindak ilokusi adalah tindak tutur yang didalamnya terdapat maksud untuk melakukan sesuatu. Sedangkan tindak perlokusi adalah tindak tutur yang memiliki efek atau daya pengaruh kepada lawan tuturnya. Seorang murid Austin, Searle mengkritik klasifikasi tindak tutur yang dibuat oleh Austin ini.menurutnya terdapat hal yang membingungkan dan saling tumpang tindih antara verba dan tindakan. Selain itu, Searle juga merasa terlalu banyak heterogenitas dalam kategori, serta tidak adanya prinsip klasifikasi yang konsisten. Kemudian Searle mengeluarkan taksonomi baru. Searle membagi tindak tutur ke dalam klasifikasi yang berbeda berdasarkan fungsinya, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif dan deklarasi. Penjelasan lebih detail tentang pragmatik, prinsip kerja sama serta teori mengenai tindak tutur, jenis dan fungsinya ini selanjutnya akan dijelaskan di bagian BAB 2. 1.7 Metode Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang diasumsikan melanggar maksim pada prinsip kerja sama. Dalam pengumpulan
data ini digunakan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan dialog-dialog yang terdapat pada komik berbahasa Jepang Hirameki Hatsume-chan jilid 1. Data yang terkumpul berupa potongan dialog-dialog tersebut berjumlah 68 buah kemudian dipisahkan berdasarkan pelanggaran maksimnya. Kemudian dilakukan teknik lanjutan yaitu teknik subtitusi yang berfungsi untuk mengetahui kadar kelucuan sebuah humor bila salah satu unsur dalam wacana humor tersebut diganti oleh unsur yang lain, seperti terlihat berikut ini: (1a) Ayah : O. Okaeri Hatsume. Kyou no gakkou wa oh selamat datang N-Hatsume. hari ini PKL sekolah PT dou datta? bagaimana KOP.lmp Oh. Selamat datang Hatsume. Bagaimana sekolah hari ini? Hatsume : Tanoshikatta. Adj.lmp-besar Menyenangkan. Setelah data dianalisis dilakukan salinan atas data-data yang terkumpul. Salinan tersebut berisi isi dialog dalam bahasa Jepang, terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, konteks situasi dalam dialog, kategori maksim yang mengalami pelanggaran, kategori jenis tindak tutur yang digunakan (asertif, direktrif, ekspresif,
komisi atau deklaratif) serta bagian keterangan guna menjelaskan hal-hal khusus pada data. Tahap terakhir adalah penyajian hasil analisis yang disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penerapan metode deskriptif dilakukan dengan memerikan gejala-gejala kebahasaan secara cermat berdasarkan fakta-fakta kebahasaan yang sebenarnya (Utami, N.N. 2011: 68). Metode deskriptif kualitatif ini berupaya untuk memahami atau menelusuri alasan-alasan maknawi sebuah fenomena yang sedang terjadi, dalam penelitian ini adalah fenomena pelanggaran maksim-maksim pada prinsip kerja sama dalam menciptakan suatu humor. 1.8 Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini akan ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tujuan penelitian, ruang lingkup permasalahan, tinjauan pustaka, sumber dan metode penelitian dan sistematika penulisan. Sedangkan BAB II berisi tentang landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III berisi tentang hasil dari analisis data yang sudah dilakukan. Terakhir BAB IV berisi kesimpulan peneliti.