I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

dokumen-dokumen yang mirip
Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University

PADA TENAGA MEDIS DAN PARAMEDIS DI RUANG INTENSIVECARE UNIT (ICU) DAN RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI BAKTERI OXACILLIN RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (ORSA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

SASARAN, STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, SERTA ELEMEN PENILAIAN SASARAN I: PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI

Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi karena perubahan genetik yang disebabkan oleh paparan terapi antibiotik yang tidak rasional. Transmisi bakteri berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya melalui alat medis yang tidak diperhatikan sterilitasnya. Transmisinya dapat pula melalui udara maupun fasilitas ruangan, misalnya selimut atau kain tempat tidur (Nurkusuma, 2009). Faktor-faktor resiko terjadinya MRSA antara lain lingkungan, populasi, kontak olahraga, kebersihan individu, riwayat perawatan, riwayat operasi, riwayat infeksi dan penyakit, riwayat pengobatan, serta kondisi medis (Biantoro, 2008). MRSA diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Healthcare Associated Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (HA-MRSA) dan Community Aquired Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (CA- MRSA).

2 Data terbaru tahun 2005 dari Pusat Kontrol Penyakit dan Pencegahan Penyakit menunjukkan bahwa 59,9% dari infeksi terkait Staphylococcus aureus di pusat-pusat kesehatan disebabkan oleh MRSA. Data dari Pusat Program Surveilans Antimikroba juga menunjukkan terjadinya peningkatan MRSA di antara Staphylococcus aureus yang diisolasikan dari pasien Intensive Care Unit (ICU) di seluruh dunia. Ditemukan adanya kejadian MRSA maupun infeksi luka operasi karena bakteri lainnya di rumah sakit besar di Indonesia termasuk di bangsal perawatan pasien bedah. Beberapa studi juga telah dilakukan yang menghubungkan antara kejadian MRSA dengan asuhan keperawatan dan terapi antibiotik (Nurkusuma, 2009). Royal College of Nursing (RCN) membagi area resiko klinis transmisi MRSA menjadi 4 kategori. Unit luka bakar Neonatal Kardio-torak Ginekologi Ortopedi Obsetrik Trauma Dermatologi Vaskular Sumber: Biantoro, 2008 Tabel 1. Area Resiko Klinis Transmisi MRSA. Kategori Resiko Tinggi Sedang Rendah Minimal ICU Ruang operasi umum Ruang perawatan geriatri Unit perawatan Ruang perawatan khusus bayi Urologi medis umum Psikiatrik Ruang perawatan anak-anak non neonatal Ruang perawatan geriatri jangka lama Psiko-geriatri

3 Ruang Intensive Care Unit (ICU) menjadi ruangan yang memiliki resiko tinggi terjadinya MRSA karena peralatan yang dipakai oleh pasien terutama ventilator tidak steril akibat saat pemasangan ventilator tidak sesuai dengan prosedur, sehingga menyebabkan koloni bakteri dapat menyebar kepada orang-orang yang berada di dalam ruangan tersebut (Gordon et al, 2008). Pada beberapa tahun terakhir juga ditemukan peningkatan angka kejadian MRSA yang terjadi di ruang perawatan bedah akibat luka dan pemakaian antibiotik. Perbedaan kondisi antara rumah sakit di Indonesia, khususnya Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek di Bandar Lampung dengan rumah sakit di negara-negara lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain iklim, konstruksi gedung, kondisi ruangan, fasilitas ruangan, standar prosedur operasional dan kebersihan. Selain itu juga terdapat perbedaan pada tenaga medis dan paramedis di Indonesia dengan negara-negara lain, seperti lamanya bekerja di rumah sakit. Beberapa hal di atas menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kejadian MRSA di suatu negara dengan negara lainnya. Adanya MRSA meningkatkan kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit. Persentase infeksi nosokomial oleh Staphylococcus aureus sebesar 21, 7%. Sekitar 40% bakteri S. aureus yang dapat diisolasi di rumah sakit, diketahui resisten terhadap beberapa jenis antibiotik turunan β-laktam dan

4 sefalosporin, tetapi masih sensitif terhadap antibiotik vankomisin dan klindamisin. Pada beberapa dekade belakangan, insiden infeksi MRSA terus meningkat di berbagai belahan dunia. Di Asia, prevalensi infeksi MRSA kini mencapai 70%, sementara di Indonesia pada tahun 2006 prevalensinya berada pada angka 23,5% (Sulistyaningsih, 2010). Suffoletto dan rekannya melakukan survei sampel dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2006 antara bagian gawat darurat di lima rumah sakit pendidikan di Pittsburgh. Di antara 255 peserta, 81 peserta (31,8%) memiliki kolonisasi Staphylococcus aureus pada hidung mereka, termasuk 11 peserta (4,3%) dengan MRSA. MRSA mengenai semua pekerja perawat, asisten perawat, atau teknisi pemeliharaan pasien. Hal ini disebabkan oleh penyebaran MRSA dari pasien kepada perawat atau asisten perawat saat melakukan penanganan atau perawatan terhadap pasien (Ellison, 2008). Pada 50 bahan pemeriksaan dari fasilitas atau lingkungan di ruang perawatan intensif ditemukan 26 galur MRSA (52%). Pada pemeriksaaan terhadap 70 personil (cuping hidung dan tangan) ditemukan 43 galur MRSA (61.4%), dan dari 30 penderita dengan bakteremia yang dirawat di ruang perawatan intensif ditemukan 17 galur MRSA (56,6%). Faktor yang memberikan kontribusi sangat besar dalam meningkatkan

5 kejadian MRSA adalah pengaruh dari penetapan dosis (90.4%), ketepatan pengobatan (90,2%), penyediaan antiseptik (84,9%), protap pemasangan kanula infus (74,6%) dan fasilitas cuci tangan (66.3%) (Wahyono, 2005). Penularan MRSA dapat melalui pemasangan alat kesehatan, petugas kesehatan, ataupun melalui kontak dengan udara. Pasien yang beresiko tinggi terkena infeksi MRSA yaitu pasien yang menjalani pembedahan dan rawat inap lama, pasien dengan kateter dalam, pasien yang dirawat di pusat perawatan trauma dan unit luka bakar (Sulistyaningsih, 2010). Diagnosis MRSA dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode biomolekuler. Identifikasi isolat dengan metode konvensional antara lain dengan pewarnaan Gram, uji katalase, kultur dan uji sensitivitas antibiotik, dan produksi DNase). Uji diagnosis secara konvensional juga dilakukan dengan menggunakan kultur pada media agar serta digunakan media agar darah yang dapat dikonfirmasi secara biomolekuler dengan teknik PCR (Biantoro, 2008). Selain itu juga dapat dilakukan tes konfirmasi dengan melihat adanya pembentukan faktor penggumpal dan antibody IgG poliklonal terhadap protein A dan kapsul polisakarida (Adaleti et al, 2007). Diagnosis MRSA secara biomolekuler dilakukan dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) atau kultur dengan CHROM agar MRSA (Nurkusuma, 2009).

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalahnya adalah Apakah terdapat Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada tenaga medis dan paramedis di Ruang Intensive Care Unit (ICU) dan Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui adanya Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada tenaga medis dan paramedis di Ruang Intensive Care Unit (ICU) dan Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui persentase Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang terdapat pada tenaga medis dan paramedis di Ruang Intensive Care Unit (ICU) dan ruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai identifikasi Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada tenaga medis dan paramedis di Ruang Intensive Care Unit (ICU) dan ruang perawatan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek, diharapkan memberikan mafaat kepada berbagai pihak, antara lain:

7 1.4.1 Bagi peneliti, dapat menerapkan ilmu yang sudah didapatkan selama perkuliahan di kampus dan menambah pengetahuan mengenai penggunaan antibiotik yang dapat meningkatkan kejadian Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 1.4.2 Bagi instansi terkait, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai penggunaan antibiotik yang menyebabkan MRSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kejadian Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada tenaga medis sehingga dapat membantu menekan tingkat kejadian Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di Indonesia. 1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi suatu acuan dan sumber informasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai tingkat kejadian Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 1.5 Kerangka Teori MRSA atau Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin (Nurkusuma, 2009). Staphylococcus aureus biasanya hidup di daerah yang memiliki suasana lembab terutama pada epitel skuamosa nares anterior yang akan menginduksi sistem imunitas (Crossley et al, 2009).

8 Ditemukan adanya kejadian MRSA maupun infeksi luka operasi karena bakteri lainnya di rumah sakit besar di Indonesia termasuk di bangsal perawatan pasien bedah (Nurkusuma, 2009). Selain itu juga ditemukan adanya peningkatan kejadian MRSA di ruang Intensive Care Unit (ICU) di seluruh dunia berdasarkan data dari Pusat Kontrol Penyakit dan Pencegahan Penyakit di tahun 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan MRSA nosokomial adalah masa tinggal di rumah sakit yang lama, penggunaan antibiotika spektrum luas dengan jumlah besar dan dalam waktu yang lama. MRSA paling banyak ditemukan di tangan, hidung, dan perineum (Nurkusuma, 2009). S. aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat memproduksi enzim β- laktamase. Enzim ini akan menghilangkan daya antibakteri terutama golongan penisilin seperti metisilin, oksasilin, penisilin G dan ampisilin. Mekanisme resistensi S. aureus terhadap metisilin juga dapat terjadi melalui pembentukan Penicillin-Binding Protein (PBP) yang sudah dimodifikasi, yaitu PBP2a yang mengakibatkan penurunan afinitas antimikroba golongan β-laktam (Salmenlina, 2002). Diagnosis MRSA dapat dilakukan dengan metode konvensional (pewarnaan Gram, uji katalase, kultur dan uji sensitivitas antibiotik, dan produksi Dnase, media agar darah) dan secara biomolekuler (Polymerase Chain Reaction (PCR) atau kultur dengan CHROM agar MRSA). Kultur

9 yang berasal dari drainase cairan atau jaringan adalah gold standard untuk mendiagnosis dan mempertimbangkan pemberian pengobatan MRSA (Nurkusuma, 2009). Staphylococcus aureus Memproduksi β- laktamase dan membentuk Penicillin- Binding Protein (PBP) Diagnosis secara konvensional Resisten Sensitif Metichillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Gambar 1. Kerangka Teori

10 1.6 Kerangka Konsep Uji Sensitivitas antibiotik (Cefoxitin 30 µg) Isolat Staphylococcus aureus (Variabel Bebas) Sensitif Resisten Metichillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Variabel Terikat) Gambar 2. Kerangka Konsep 1.7 Hipotesis Terdapat Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus pada tenaga medis dan paramedis di ruang Intensive Care Unit (ICU) dan Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek.