BAB II FATWA DSN-MUI NO: 75/DSN-MUI/VII/2009 TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH (PLBS)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II FATWA DSN-MUI NO: 75/DSN-MUI/VII/2009 TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH (PLBS)

BAB II. dipraktikkan oleh masyarakat. Selain itu, praktik penjualan barang dan

KEDUDUKAN HUKUM MLM. SHARIA COMPLIANCE By Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

BAB III SEJARAH SINGKAT MAJELIS ULAMA INDOSESIA. pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL No : 75/DSN MUI/VII/2009 Tentang PEDOMAN PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH (PLBS)

BAB IV ANALISIS PRAKTEK PELAKSANAAN SISTEM PASSIVE INCOME PADA MULTI LEVEL MARKETING SYARIAH DI PT. K-LINK INTERNATIONAL

BAB IV ANALISIS BISNIS BIRO PERJALANAN HAJI DAN UMROH PT ARMINAREKA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN NO:83/DSN-MUI/VI/2012

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

(Prespektif Fatwa DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009 Tentang Penjualan. Langsung Berjenjang Syariah)

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PEMBAHASAN. A. Sistem Pemasaran Umrah dan Haji Plus PT. Arminareka Perdana. pemasaran yang dijalankan oleh PT. Armina Utama sukses yang kemudian

BAB II. No. 83/DSN-MUI/VI/2012. A. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 83/DSN-MUI/VI/2012 Tentang

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

APA SIH MLM..??? Pemasaran yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, biasanya menggunakan mata rantai Up Line- Down Line.

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGUATAN EKONOMI SYARIAH DAN

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB IV. IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI No 52/DSN-MUI/III/2006 TENTANG AKAD WAKALAH BIL UJRAH PADA ASURANSI MOBIL

BAB I PENDAHULUAN. konsumen agar setia dengan produk yang dijual.caranya sangat beragam di antaranya

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pedoman kepada manusia yang berhubungan dengan pencipta-nya dan. hubungan manusia dengan sesamanya. Yang bertujuan agar kehidupan

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti

Halal Network atau Multi Level Marketing Berbasis

BAB II FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN. 1. Latar Belakang Pembentukan DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

MAPPING PERBANDINGAN KHES FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI DERIVATIF SYARIAH PERDAGANGAN BERJANGKA DAN KOMODITI DI PT BURSA BERJANGKA JAKARTA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Mekanisme penjualan yang dijalankan oleh PT. Arminareka Perdana

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

Dan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. muncul lembaga-lembaga keuangan syariah sebagai solusi atas kegelisahan tersebut.

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV. A. Persamaan dan Perbedaan Aplikasi Produk Talangan Haji di PT Tabung Haji Umrah Hanan NUsantara Surabaya dan BMT Sidogiri Sepanjang Sidoarjo

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB IV ANALISIS DATA

PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD KAFA<LAH BI AL-UJRAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN KAFA<LAH HAJI DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

Barang siapa mengamalkan sesuatu yang tidak ada contohnya dari kami maka akan tertolak (Riwayat Muslim)

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA IKLAN PERSEROAN TERBATAS RADIO SWARA PONOROGO

BAB 1V REASURANSI PADA TABUNGAN INVESTASI DI BANK SYARIAH BUKOPIN SIDOARJO DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. lebih lagi menyangkut lembaga perekonomian umat Islam. Hal ini karena agama

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB IV ANALISA TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP OBLIGASI TANPA BUNGA (ZERO COUPON BOND) DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pola bisnis yang saat ini sangat marak dilakukan adalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE KONSEP SYARIAH

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Sharing (berbagi resiko). Cara pembayarannya sesuai dengan kebutuhan

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

BAB I PENDAHULUAN. alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB IV MULTI AKAD MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM. Apabila ijab dan qabul telah memenuhi persyaratannya, terwujudlah perizinan

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Konsep anjak piutang ( factoring) yang berdasarkan prinsip syariah sering dikatakan

BAB III PEMBAHASAN A. PENGERTIAN DAN LANDASAN SYARI AH BAI BITSAMAN AJIL. sebagai pembelian barang dengan pembayaran cicilan atau angsuran.

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Landasan Syariah Deposito ib Mudhrabah. penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut

Pedoman Pelaksanaan Reksadana Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan sebagai salah satu pemutar roda ekonomi di Indonesia. MLM

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PENETAPAN TARIF JASA ANGKUTAN UMUM BIS ANTAR KOTA/PROVINSI SURABAYA-SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai berikut : Produk Pendanaan ( Funding Product), Produk Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK SISTEM MARKETING HAJI DAN UMRAH DI KBIHRAUDHLATUSY SYARIFAH AL- MUFTI

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

1. Analisis Hukum Islam Terhadap Bentuk Dan Tata Cara Akad Ija>rah Sale. menghadapi resiko-resiko yang disebabkan karena suatu musibah yang

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Transkripsi:

22 BAB II FATWA DSN-MUI NO: 75/DSN-MUI/VII/2009 TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH (PLBS) A. Gambaran Singkat Profil Lembaga MUI MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu'ama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia. 26 MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah Piagam Berdirinya MUI, 26 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI dalam http://www.mui.or.id.html, diakses pada tanggal 18 juni 2015 22

23 yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia berusaha untuk : 1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT. 2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antarumat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; 3. Menjadi penghubung antara ulama dan pemerintah dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. 27 Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zu ama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis 27 Ibid, 22.

24 Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi. Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam. Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya adalah wadah silaturrahmiulama, zu ama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti menghalanginya untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup berdampingan dan bekerjasama antar komponen bangsa untuk kebaikan dan

25 kemajuan bangsa. Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rah matan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam). 28 Kepengurusan Majlis Ulama Indonesia 29 dari periode awal hingga sekarang adalah : Tabel 2.1 Periode Ketua MUI No. Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan 1. Prof. Dr. Hamka 1977 1981 2. KH. Syukri Ghozali 1981 1983 3. KH. Hasan Basri 1983 1990 4. Prof. KH. Ali Yafie 1990 2000 5. KH. M. Sahal Mahfudz 2000 2014 6. Prof. Dr. Din Syamsuddin 2014 Sampai sekarang B. Tugas Pokok DSN (Dewan Syariah Nasional) Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas Lembaga Keuangan Syariah, mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura dan sebagainya. 30 Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan 28 Ibid, 22. 29 Ibid. 30 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 32.

26 syari ah. Melalui Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS). 31 1. Tugas dan Fungsi DSN MUI a. Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadika pedoman bagi praktisi dan regulator. b. Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagilembaga keuangan dan bisnis syariah. c. Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah. 2. Wewenang DSN MUI a. Fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah. 31 Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI Lembaga-Lembaga MUI DSN MUI, http://www.mui.or.id diakses pada 20 juni 2015

27 d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 32 C. Mekanisme Dan Kedudukan Fatwa Mekanisme dan kedudukan fatwa sangat di perlukan dimasyarakan sebagai acuan yang dijadikan dasar salah satu hukum Islam. 1. Mekanisme Fatwa Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian (peristiwa), sedangkan fatwa menurut syara adalah menerangkan hukum syara dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun kolektif. 33 Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum. Menurut Ensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau 32 Majelis Ulama Indonesia Tentang tugas fungsi dan wewenang DSN MUI dalam http://www.dsnmui.or.id//html,di akses pada 21 juni 2015. 33 Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat wat-tasayyub, penerjemah As ad Yasin (Jakarta : Gema Insani Press, Cet. I, 1997), 5.

28 jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Fatwa biasanya cenderung dinamis, karena merupakan tanggapan terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi masyarakat peminta fatwa. Isi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif. 34 Fatwa merupakan salah satu metode dalam al-qur an dan as-sunnah dalam menerangkan hukum-hukum syara, ajaran-ajarannya, dan arahan arahanya. Kadang-kadang penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan atau perintah fatwa, terkadang penjelasan itu datang setelah adanya pertanyaan dan permintaan fatwa terlebih dahulu, misalnya di dalam alqur an, dengan menggunakan perkataan يسئلونك (mereka bertanya kepadamu), dan kepadamu). 35 mereka )يستفتونك meminta fatwa Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa perseorangan, lembaga ataupun siapa saja yang membutuhkannya. 36 Kedudukan fatwa sangat penting, karena mufti (pemberi fatwa) merupakan penerus tugas Nabi, sehingga berkedudukan sebagai khalifah dan ahli waris Nabi Muhammad saw. 34 Seinona fatwa dalam http://dariislam.blogspot.com/searchfatwa.html, di akses pada 20 juni 2015. 35 Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, 6 36 Seinona fatwa dalam http://dariislam.blogspot.com/searchfatwa.html, di akses pada 20 juni 2015.

29 Seorang mufti menggantikan kedudukan Nabi Muhammad saw, dalam menyampaikan hukum-hukum Islam, mengajar manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar dan berhati-hati. Di samping menyampaikan apa yang diriwayatkan Nabi Muhammad saw, Mufti juga menggantikan kedudukan Beliau dalam memutuskan hukum-hukum yang digali dari dalil-dalil, hukum-hukum melalui analisis dan ijtihadnya. Sehingga seorang Mufti, juga sebagai pencetus hukum yang wajib diikuti dan dilaksanakan keputusannya. 37 2. Kedudukan fatwa Para ulama salaf mengetahui bahwa fatwa sangatlah mulia, agung, dan berpengaruh dalam agama Allah dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, mereka mengemukakan beberapa hal diantaranya: Pertama, Takut memberi fatwa. Para ulama sangat takut dan berhatihati dalam memberikan fatwa, bahkan kadang-kadang mereka berdiam diri dan tidak menfatwakan sesuatu. Mereka menghormati orang yang mengatakan aku tidak tahu mengenai sesuatu yang tidak diketahuinya, dan marah kepada orang-orang yang lancang dalam berfatwa, mereka bersikap demikian karena untuk mengagungkan fatwa. Kedua, Mengingkari orang yang berfatwa tanpa berdasarkan ilmu. Para ulama salaf sangat mengingkari orang yang terjun dalam bidang fatwa sementara dia tidak pantas untuk melakukan hal itu. Mereka menganggap sikap yang demikian itu sebagai suatu celah kerusakan dalam Islam, bahkan 37 Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara, 13.

30 kemungkaran besar yang wajib dicegah. Para ulama menetapakan bahwa barang siapa memberikan fatwa sedangkan dia tidak berkelayakan untuk berfatwa, maka dia berdosa dan berbuat maksiat. Demikian pula, barang siapa dari kalangan penguasa yang mengakuinya, maka ia juga berarti telah berbuat maksiat. Ketiga, ilmu dan pengetahuan. Mufti (ahli fatwa) yang menggantikan tugas Nabi Muhammad saw, bahkan sebagai penerima mandat dari Allah (untuk menyampaikan agamanya) sudah selayaknya memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam, menguasai dalil-dalil hukum Islam, mengerti ilmu bahasa arab, paham terhadap kehidupan dan manusia dan mengerti fikih serta mempunyai kemampuan melakukan istimbath (menggali dan mencetuskan hukum dari dalil-dalil dan kaidah-kaidahnya). 38 Fatwa selayaknya disebut sebagai ensiklopedia ilmiah modern yang sudah tentu dibutuhkan oleh setiap ilmuan muslim yang menaruh perhatian terhadap zamannya beserta segala permasalahannya. Namun demikian tidak berarti bahwa semua yang tertulis dalam kitab fatwa benar seluruhnya, kekeliruan yang ada didalamnya dimaafkan, bahkan akan memperoleh pahala selama hal itu dilakukan sebagai upaya ijtihad. 39 38 Ibid, 14. 39 Ibid, 12.

31 D. Fatwa DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai pedoman penjualan langsung berjenjang syariah atau yang biasa disebut dengan Muti Level Marketing (MLM) dengan nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 pada tanggal 25 Juli di Jakarta. Menurut MUI, penjualan langsung berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dikakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usahanya secara berturut-turut. Penjualan yang dimaksudkan dipenjelasan tersebut adalah penjualan yang berbasis syariah. Tidak mengandung kegiatan money game. Money game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktek memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan atau pendaftaran mitra usaha yang baru atau bergabung dan bukan dari hasil penjualan produk, namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan fatwa tersebut sebuah perusahaan MLM dianggap halal dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, baik dalam produk yang dijual maupun operasionalnya, apabila memenuhi 12 poin seperti yang ditetapkan dalam fatwa tersebut. 1. Ketentuan Umun a) Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan

32 usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut. b) Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. c) Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen. d) Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. e) Konsumen adalah pihak pemakai barang dan atau jasa, dan tidak untuk diperdagangkan. f) Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata, yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau produk jasa. g) Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.

33 h) Ighra adalah daya tari luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan halal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan. i) Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yangdapat dipertanggung jawabkan. j) Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang berlebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biayak) Member get member adalah strategi perekrutan keanggotaan baru PLBS yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya. k) Mitra usahastockist adalah pengecer retailer yang menjual memasarkan produk-produk penjualan langsung. 40 2. Ketentuan Hukum Belakangan ini di Indonesia semakin banyak muncul perusahaanperusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari ah Islam. 41 Semakin banyaknya perusahaan Multi Level Marketing (MLM) yang berkembang Untuk itu, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia 40 Fatwa DSN-MUI No: 75/DSN-MUI/VII/2009, 5-6. 41 Agistianto Fiqh Muamalah dalam http://www.agustiantocentre.com.html, diakses pada tanggal 18 juni 2015.

34 (DSN-MUI) pada tahun 2009 mengeluarkan fatwa No: 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Dalam fatwa tersebut, MUI memutuskan beberapa ketentuan yang harus terpenuhi oleh perusahaan MLM, agar dalam sistemnya dapat berjalan sesuai Syariah. Ketentuan-ketentuan dalam fatwa No: 75/DSNMUI/VII/2009 yang wajib dilakukan oleh PLBS ( Penjualan Langsung Berjenjang Syariah) adalah sebagai berikut: a. Adanya obyek transaksi riil yang diperjual belikan berupa barang atau produk jasa. b. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram. c. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur garar, maysir, dharar, dzulm, maksiat, riba. d. Tidak ada kenaikan harga atau biaya yang berlebihan (excessive markup), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh. e. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS. Dalam hal menetapkan nilai-nilai insentif haruslah adil dan sesuai dengan kemampuan kerjanya. Bonus seorang Up-line tidak boleh mengurangi hak Down-linenya, sehingga tidak ada yang didhzalimi.

35 f. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan. g. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. h. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan igra. i. Tidak ada eksploitasi atau ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya. j. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan secara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan Aqidah, Syariah, dan Akhlak Mulia, seperti Syirik, Kultus, Maksiat. k. Setiap mitrausaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut. l. Tidak melakukan kegiatan money game. 42 3. Ketentuan Akad Akad-akad yang digunakan dalam PLBS (Penjualan Langsung Berjenjang Syariah) 43 adalah: 42 Fatwa DSN-MUI, 6-7 43 Ibid

36 a) Akad Bai Murabahah yang merujuk pada substansi Fatwa No: 4/DSNMUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa No: 16/DSNMUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah. Jual beli Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam jual beli Murabahah penjual harus memberi tahu harga produk yang jual belikan dan menentukan suatu tingkatan keuntungan sebagai tambahannya. 44 Syarat dan rukun Murabahah. 1. Syarat murabahah yaitu sebagai berikut : a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan c. Kontrak harus bebas dari riba d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli apabila ada barang yang rusak atas barang sesudah pembelian e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian. 45 2. Rukun murabahah yaitu sebagai berikut : a. Pelaku akad, yaitu penjual dan pembeli b. Objek akad c. Sigat 46 44 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 101. 45 Ibid, 102

37 b) Akad Wakalah bil Ujrah merujuk pada sustansi Fatwa No: 52/DSNMUI/ 2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. Akad Wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). 47 Akad wakalah bisa dilaksanakan dengan upah atau tanpa upah. Ketika akad wakalah bil ujr telah sempurna, maka akad tersebut bersifat mengikat. Dalam artian orang yang disewa tenaganya yang memiliki kewajiban untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, kecuali ada halangan yang bersifat syar i. Dalam akad wakalah bil ujrah ini dapat diterapkan pada produk asuransi Syariah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru (non saving). 48 c) Akad Ju alah merujuk kepada substansi Fatwa No: 62/DSNMUI/ XII/2007. Akad Ju alah adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. 49 Rukun dan syarat Ju alah: 1) Rukun Ju alah a. Aqidain (dua orang yang berakad). b. shighat 46 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 82 47 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 240. 48 Fatwa Dewan Syariah MUI: Tentang Akad Wakalah Bil Ujroh pada asuransi syariah dan reasuransi syariah No: 52/DSN MUI/2006. 49 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), 314.

38 c. Pekerjaan mencari barang d. Upah atau hadiah 2) Syarat Ju alah a. Pekerjaan yang dimint dikerjakan adalah mubah. b. Upah dalam jualah berupa harta yang diketahui jenis dan ukurannya karena upah yang tidak diketahui tidak sesuai dengan tujuan transaksi jualah. c. Upah dalam jualah harus suci, dapat diserahkan, dan dimiliki oleh peminta jualah d. Pekerja menyelesikan pekerjaan yang diminta dalam jualah dan menyerahkannya kepada yang menyuruhnya.50 d) Akad ijarah merujuk kepada substansi Fatwa No: 9/DSNMUI/ IV/2000 tentang pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran sewa upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. 51 Rukun dan syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut: 1) Mu jir dan mustajir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan, mustajir adalah orang yang menerima upah. Syaratnya harus baligh, berakal, cakap, melakukan tasharruf, dan saling meridhai. 2) Shighat, ijab qabul antara mu jir dan musta jir 50 Ibid, 315. 51 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keungan Syari ah (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 66.

39 3) Ujroh, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa aupun dalam upah mengupah. 4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah, di syaratkanpada barang-barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut: a. Barang yang menjadi objek sewa menyewa dapat di manfaatkan kegunaannya. b. Hendalah benda yang menjadi objek sewa menyewa dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa menyewa). c. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah. d. Benda yang disewa disyaratkan kekal. 52 E. Multi Level Marketing (MLM) Multi level marketing (MLM) adalah strategi pemasaran di mana tenaga penjual (sales) tidak hanya mendapatkan kompensasi atas penjualan yang mereka hasilkan, tetapi juga atas hasil penjualan sales lain yang mereka rekrut. Tenaga penjual yang direkrut tersebut dikenal dengan anggota "downline. Pada umumnya, tenaga penjual menjual produk perusahaan secara langsung kepada konsumen yang merupakan orang terdekat atau melalui pemasaran dari mulut-ke-mulut. Beberapa pihak menggunakan istilah penjualan 52 Hendi suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawalipers, 2011), 117-118.

40 langsung sebagai sinonim untuk Multi Level Marketing (MLM), meskipun pada kenyataanya MLM hanyalah salah satu bentuk dari penjualan langsung. 53 F. Penjualan Langsung atau Penjualan Berjenjang Penjualan langsung atau penjualan berjenjang merupakan penjualan yang tanpa perantara tanpa melalui toko. 1. Penjualan langsung satu jenjang Perusahaan yang menjual produk kepada konsumen secara langsung tanpa melalui toko pengecer atau outlet cara semacam ini dinamakan penjualan langsung (Direct Selling/DS). Penjualan langsung satu jenjang seringkali dijumpai di acara iklan televisi yang bersifat khusus. Masyarakat konsumen yang ingin membeli produk tersebut dapat langsung menghubungi nomor telepon yang tertera di televisi dan kemudian membayar harga produk melalui transfer bank. Dengan cara penjualan semacam ini, perusahaan DS/SLM tidak perlu menjual produk melalui jaringan tokok pengecer/supermarket. Distributor perusahaan juga tidak perlu merekrut pihak lain untuk menjual produk. 54 2. Penjualan berjenjang Multi Level Marketing (MLM) Multi Level Marketing (MLM) dapat diartikan sebagai suatu cara atau metode penjualan secara berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh perorangan atau badan usaha yang 53 Wikipedia Pemasaran Berjenjang, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/html, di akses pada 28 06 1015. 54 Laila Fitria Perbedaan MLM asli dan Palsu, dalam http://lailabizmoney.blogspot.com/html, pada tanggal 18 januari 2015.

41 memperkenalkan barang/jasa tertentu kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar. 55 G. Perbedaan pokok antara MLM asli dan MLM palsu Diantaranya yaitu: 1. MLM asli berfokus kepada penjualan produk (barang, jasa), sedangkan MLM palsu berfokus pada perekrutan anggota jaringan. 2. Produk yang dijual MLM asli adalah barang/jasa yang memang dibutuhkan oleh masyarakat konsumen, sedangkan produk dalam MLM palsu hanyalah kedok untuk menutupi niat jahat mengumpulkan dana masyarakat secara ilegal. 3. MLM asli menetapkan komisi dan iuran keanggotaan yang wajar, sedangkan MLM palsu menetapkan komisi dan iuran keanggotaan yang mahal. 4. Penghasilan para mitra usaha dalam MLM asli terutama didapatkan dari hasil kerja kerasnya menjual produk kepada konsumen, sedangkan mitra usaha dan MLM palsu mendapatkan penghasilan utama dari bonus merekrut orang. 5. MLM asli memerlukan proses kerja kerasdan kerja cerdas sebelum menuai hasil, sedangkan MLM palsu senang menawarkan janji keuntungan besar dalam waktu singkat tanpa kerja. 6. MLM asli memberikan keuntungan kepada semua anggota jaringan sesuai prestasi kerja, sedangkan MLM palsu hanya memberikan keuntungan besar 55 Ibid.

42 kepada anggota jaringan yang lebih dahulu bergabung sementara sebagian besar anggota yang lainnya pasti akan dirugikan. 56 H. Skema piramid atau jaringan terlarang MLM Memiliki cara kerja yang berbeda dengan money game. Skema piramida dapat dianggap sebagai jaringan penjualan berjenjang Multi Level Marketing palsu. Sedangkan money game umumnya dipraktikan oleh perusahaan yang berkedok perusahaan penjualan langsung satu jenjang (direct selling/single level marketing). Dalam skema piramida, para investor diwajibkan untuk merekrut anggota baru sebanyak mungkin. Jika tidak mampu merekrut anggota baru sesuai ketentuan, maka uang investor yang diuntungkan dalam bisnis skema piramida hanyalah investor yang bergabung paling awal, sementara sebagian investor lainnya hanya akan gigit jari karena kehilangan uang. 57 I. Money Game. Money Game (penggandaan uang/permainan uang) secara sederhana dapat diartikan sebagai cara berbisnis yang tidak wajar dan cenderung menipu yang dilakukan oleh perusahaan investasi palsu. 58 56 Ibid, 40. 57 Ibid. 58 Ibid.