ANALISIS KELAYAKAN USAHATERNAK KAMBING LOKAL PADA BERBAGAI SKALA PEMILIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

PERANAN USAHATERNAK KAMBING LOKAL SEBAGAI PENUNJANG PEREKONOMIAN PETANI DI PEDESAAN

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

Intisari. Kajian Analisis Usaha Ternak Kambing di Desa Lubangsampang Kec. Butuh Kabupaten Purworejo. Zulfanita

KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan)

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN

K. Budiraharjo dan A. Setiadi Fakultas Peternakan Univesitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK

POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

EVALUASI FINANSIAL USAHA TERNAK KAMBING PERANAKAN ETTAWA PADA KELOMPOK PETERNAK DI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN. atau peternak kecil. Meskipun bukan sebagai sumber penghasilan utama, kambing

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

KOMPARATIF MORFOLOGIK KAMBING. Balai Penelitian Temak, P.O. Box 121, Bogor RINGKASAN

KAJIAN PROFIL SOSIAL EKONOMI USAHA KAMBING DI KECAMATAN KRADENAN KABUPATEN GROBOGAN

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PENDAHULUAN mencapai ekor, tahun 2015 bertambah menjadi ekor

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Grade Kambing Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah yang Berbeda

PENDAHULUAN Latar belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENAMPILAN MORTALITAS DAN PERILAKU PENJUALAN DOMBA SISTEM DIGEMBALAKAN PADA DUA KONDISI AGRO-EKOSISTEM

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI PENINGKATAN SKALA PEMELIHARAAN INDUK DI DAERAH LAHAN KERING : Analisis Ekonomik Usahaternak

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) TERNAK DOMBA DI DAERAH KANTONG PRODUKSI DI KABUPATEN CIANJUR

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang

Transkripsi:

ANALISIS KELAYAKAN USAHATERNAK KAMBING LOKAL PADA BERBAGAI SKALA PEMILIKAN (Feasibility Analysis of Local Goat Farming in Different Scale of Ownership) DWI PRIYANTO, M. MARTAWIJAYA dan B. SETIADI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16001 ABSTRACT Kabupaten Purworejo is a potential area for goat development, because it is supported by natural resources such as agroclimate condition which is suitable for growing goat fodder such as legume tree. Etawah crossed has been well developed in Kaligesing, while Kacang goat has been distributed in the most Kecamatan area in Kabupaten Purworejo. One of them is in Kecamatan Gebang. Survey conducted by economic analysis involving famers' houshold. Results showed that scale of goat ownership in Donorejo village (Kecamatan Kaligesing) was higher than in Redin village, Kecamatan Gebang (9.19 vs 3.73 head/farmer). The number of ownership was influenced by the number of goat sold peryear. In Donorejo village farmer could be able to sell 4.2 heads of goat/year which was higher than the farmer in Gebang (1.31 heads/year), with selling value of Rp. 1, 494,000 for Donorejo vs Rp. 423,000/farmer/year for Gebang villages. Net Cash Benefit calculation was Rp. 1,307,375 vs Rp. 265,600 farmer/year, the calculation was excluded labour cost for input production. The inclusion of high cost for labour in goat farming in those sites showed that goat enterprise was not beneficial. However, in goat farming enterprise was considered as a utilization of spare time of farmers after working for food crop farming, as their main job. This condition gave an opportunity to the sustainability of livestock farming in village, which generally was considered to be beneficial. Key word: Livestock farming, local goat ABSTRAK Kabupaten Purworejo merupakan wilayah potensial dalam pengembangan ternak kambing, karena didukung oleh daya dukung wilayah yakni kondisi agroklimat yang cocok sebagai pengembangan pakan ternak kambing (berbagai legium pohon). Kambing PE cukup berkembang di wilayah Kecamatan Kaligesing khususnya, sedangkan kambing Kacang tersebar yang salah satunya adalah di Kecamatan Gebang. Hasil inventarisasi skala pemilikan ternak terlihat bahwa di Desa Donorejo (Kecamatan Kaligesing), peternak cenderung memiliki jumlah ternak relatif lebih tinggi dibanding peternak Desa Redin, Kecamatan Gebang (9,19 vs 3,73 ekor/peternak). Skala pemilikan tersebut berpengaruh terhadap prospek penjualan ternak yang mencapai 4,2 ekor vs 1,31 ekor/peternak/tahun dengan rataan nilai penjualan sebesar Rp. 1.494.000 vs Rp. 423.000/peternak/tahun (peternak Desa Donorejo dan Desa Redin). Hasil perhitungan keuntungan usahaternak bahwa usahaternak pada kondisi peternakan rakyat cukup menguntungkan, dengan perhitungan Net Cash Benefit (NCB) sebesar Rp. 1.307.375 dan Rp. 265.600/peternak/tahun masingmasing di Desa Donorejo dan Desa Redin. Tingginya alokasi tenaga kerja dalam pengelolaan usahaternak kambing (bila dihitung) menunjukkan bahwa usahaternak tersebut cenderung tidak menguntungkan. Curahan tenaga kerja dalam usahaternak oleh petani dipandang sebagai pemanfaatan alokasi tenaga kerja yang tersisa disamping usaha pokoknya sebagai petani. Kondisi semacam itu yang memberikan peluang keberlanjutan usahaternak secara umum di pedesaan yang selalu dianggap menguntungkan. Kata kunci: Usahaternak, kambing lokal PENDAHULUAN Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 12.456.402 ekor yang tersebar berbagai di wilayah dan cenderung mengalami penurunan populasi sebesar 0,86% dibanding tahun 2002 (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2003), Populasi tersebut 433

sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa yang mencapai 6.802.631 ekor (54,61%) dari populasi nasional, yang cenderung meningkat sekitar 2% dibanding tahun sebelumnya. Total ekspor kambing tahun 2000 mencapai 497.900 ekor dimana 359.032 ekor (72,11%) kambing tersebut berasal dari Pulau Jawa. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ternak kambing memberikan prospek yang cukup bagus sebagai komoditas ekspor. Kendala yang terjadi di Indonesia adalah bahwa komposisi ternak kambing yang ada hampir seluruhnya merupakan ternak asli diantaranya adalah kambing Kacang, Peranakan Etawah (PE) dan masih banyak kambing lokal lainnya yang cenderung beragam tingkat produktivitasnya sehingga masih jauh mendukung kualitas ekspor. Dari populasi kambing di Indonesia, hampir seluruhnya barasal dari usaha peternakan rakyat dengan skala penguasaan relatif kecil yakni sekitar 25 ekor (SETIADI et al., 1995). Kambing lokal (Kacang dan Peranakan Etawah) yang ada pada saat sekarang ini masih memiliki tingkat produktivitas yang cenderung beragam. Khususnya kambing Kacang dilaporkan oleh beberapa peneliti (MERKENS dan SYARIF, 1932, SETIADI dan SITORUS, 9984) bahwa tingkat produktivitas relatif masih rendah, yang ditunjukkan jarak beranak yang masih panjang (lebih dari 9 bulan) serta bobot badan dewasa di bawah 30 kg. Pembangunan usaha peternakan saat ini diarahkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat serta pengembangan ekspor. Komoditas ternak yang umumnya diusahakan oleh petani kecil dalam upaya mendukung pendapatan di pedesaan salah satunya adalah usahaternak kambing termasuk kambing PE yang umumnya tersebar di wilayah dataran tinggi (SUBANDRIYO et al., 1995). Dalam rangka antisipasi program pengembangan kambing PE perlu dilakukan kajian tingkat penerimaan peternak tentang program pengembangan ternak kambing kaitannya dengan rekomendasi pengembangan kambing hasil persilangan untuk dilakukan uji multi lokasi pada kondisi peternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman ekomomik usahaternak kambing berdasarkan kondisi skala pemeliharaan dan bangsa kambing yang berbeda. MATERI DAN METODE Survai potensi kambing Kacang dan Peranakan Etawah (PE) dilakukan pada kondisi pemeliharaan yang berbeda yakni daerah potensi ternak kambing di Kabupaten Purworejo (Kecamatan Kaligesing dan Gebang), untuk mengetahui keragaan ekonomik usahaternak dan prospek pengembangannya. Parameter teknis dan ekonomik diperoleh dari hasil wawancara berstruktur terhadap masingmasing 20 peternak kambing. Untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomik usahaternak kambing tersebut dilakukan kajian ekonomik usahaternak, yakni seberapa jauh tingkat kontribusi usahaternak tersebut dalam menunjang ekonomi rumah tangga di pedesaan, sebagai acuan prioritas pengembangan ke depan. Keragaan ekonomik usahaternak diperhitungkan melalui pendekatan Cost and Return Analysis (CRA) dan Net Cash Benefit (NCB) sesuai petunjuk AMIR dan KNIPSCHEER (1989), pendekatan dilakukan dengan 2 katagori perhitungan yakni dengan memasukkan dan tidak memasukkan komponen tenaga kerja keluarga sebagai peubah input produksi dalam mekanisme usahaternak di pedesaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum struktur populasi kambing PE di Kabupaten Purworejo Kabupaten Purworejo adalah merupakan wilayah pengembangan ternak kambing yang cukup dominan disamping pengembangan ternak lainnya. Berdasarkan populasi ternak ruminansia kecil, ternak kambing jauh lebih banyak (124.868 ekor) dibanding ternak domba (44.648 ekor) (Tabel 1). Kondisi tersebut tidak terlepas dari potensi agroekosistem wilayah, khususnya potensi sumberdaya lahan yang cenderung berbukitbukit (proporsi dataran tinggi lebih luas), sehingga banyak berkembang potensi pakan ternak yang berasal dari daundaunan dan legium lainnya. Potensi sumber pakan tersebut akan membentuk pola 434

pikir petani khususnya dalam memutuskan pilihan dalam berusahaternak yang disesuaikan dengan potensi pakan yang ada disamping pertimbangan agroklimat yang disesuaikan dengan jenis ternak yang dikembangkan. Populasi ternak kambing, dibedakan antar wilayah kecamatan menunjukkan bahwa populasi kambing tertinggi adalah di wilayah Kecamatan Kaligesing yakni mencapai 43.662 ekor (34,96%) dari total populasi, yang kemudian disusul Kecamatan Kemiri sebesar 14.1367 ekor (11,32%). Kecamatan Kaligesing dan Kemiri merupakan wilayah dataran tinggi yang memiliki proporsi lahan kering cukup dominan dan ditunjang areal lahan kehutanan dengan komoditas tanaman pinus (milik kehutanan). Kondisi tersebut banyak berkembang tanaman hijauan pakan ternak yang berupa legium serta daundaunan yang cukup potensial dalam menunjang pakan ternak kambing. Ditinjau dari bangsa ternak kambing yang ada sebagian besar adalah Kambing Kacang dan sebagian kecil kambing Peranakan Etawah (PE). Penyebaran kambing PE hanya terdistribusi di 8 wilayah kecamatan dengan populasi kambing PE mencapai 27.846 ekor (22,30%) dari populasi kambing yang ada. Populasi kambing PE tertinggi terkonsentrasi di Kecamatan Kaligesing yang mencapai populasi sebanyak 26.823 ekor (sekitar 61,43%), disamping di wilayah lainnya yakni Kecamatan Kemiri 316 ekor, Gebang sebanyak 280 ekor dan Kecamatan Loano sekitar 212 ekor. Kondisi demikian membawa terkenalnya wilayah Kaligesing sebagai wilayah sumber bibit kambing PE yang mampu mensuplai wilayah lainnya dalam program pengembangan ternak kambing. Pemotongan ternak kambing/domba Tingkat pemotongan ternak kecil di Kabupaten Purworejo terlihat bahwa pemotongan ternak masih banyak dilakukan di luar Rumah Potong Hewan (RPH), baik ternak kambing maupun ternak domba, yang mencapai 10.199 ekor dan 9.468 ekor masingmasing ternak kambing dan domba (Tabel 2). Tabel 1. Populasi ternak ruminansia kecil di Kabupaten Purworejo (tahun 2002) Wilayah kecamatan Kambing (ekor) Kambing PE (ekor) Kambing PE (%) Domba (ekor) Grabag 1.899 465 Ngombol 464 632 Purwodadi 8.310 2.190 Bagelen 7.335 63 0.86 954 Kaligesing 43.662 26.823 61.43 3.037 Purworejo 3.115 54 1.73 2.184 Banyuurip 1.850 990 Bayan 1.384 3.866 Kutoarjo 4.852 9.185 Butuh 2.847 1.322 Pituruh 4.941 1.496 Kemiri 14.136 316 2.24 4.994 Bruno 2.018 18 0.89 572 Gebang 9.773 280 2.87 4.331 Loano 9.050 212 2.34 2.670 Bener 9.232 80 0.87 5.760 Total 124.868 27.846 22.30 44.648 Sumber: DINAS PETERNAKAN KABUPATEN PURWOREJO (2002) 435

Dilaporkan pula bahwa terjadi pemotongan ternak kambing/domba secara tidak tercatat yang frekuensinya cukup tinggi. Di lokasi tertentu misalnya di Kecamatan Kaligesing banyak terjadi pemotongan tidak tercatat yang jumlahnya relatif lebih tinggi dibanding pemotongan yang dilakukan di RPH maupun di luar RPH yakni sebanyak 5.951 ekor, sedangkan untuk ternak domba terjadi di Kecamatan Purworejo yang mencapai 1.586 ekor. Hal tersebut menunjukkan suatu potensi peternakan di Kabupaten Purworejo yang cukup mendukung dan perlu dilakukan pembenahan kedepan untuk antisipasi pengembangan ternak, khususnya sarana prasarana pendukung dan kebijakan yang tepat dalam pelestarian plasma nutfah kambing PE. Potensi usahaternak ternak kambing PE pada kondisi peternak Karakteristi peternak kambing. Lokasi pengamatan dalam analisis kelayakan usahaternak kambing tersebut dilakukan di Desa Donorejo (Kecamatan Kaligesing) yang merupakan potensi Kambing PE dan Desa Redin (Kecamatan Gebang) yang merupakan potensi kambing Kacang ( Darah (genetik) Kambing Etawah rendah ). Kedua wilayah tersebut adalah merupakan wilayah lahan kering yang merupakan wilayah dataran tinggi dengan potensi tanaman utama adalah tanaman keras (kehutanan) dan perkebunan kopi. Dilihat dari mata pencaharian peternak (Tabel 3), terlihat bahwa di Desa Donorejo 87% peternak adalah sebagai petani dengan mengusahakan tanaman palawija karena kondisi lahan sawah relatif kecil, dan sebagian besar wilayah merupakan lahan kering dengan pola tanam yang sangat tergantung curah hujan yang ada. Di Desa Redin peternak responden hanya 38% sebagai petani dan sekitar 15,4% adalah sebagai buruh tani. Kondisi demikian karena sebagain besar hanya memliki lahan tegalan yang relatif sempit sehingga cenderung sebagai buruh tani. Tabel 2. Pemotongan kambing/domba di Kabupaten Purworejo (tahun 2002) Kecamatan Kambing Domba RPH Luar Tak TCT Total RPH Luar Tak TCT Total Grabag Ngombol Purwodadi Bagelen Kaligesing Purworejo Banyuurip Bayan Kutoarjo Butuh Pituruh Kemiri Bruno Gebang Loano Bener 624 362 629 327 178 493 863 1.045 624 3.311 764 166 597 210 361 50 78 369 312 215 135 166 361 695 5.951 2.164 251 169 331 540 199 449 49 218 135 149 313 659 1.224 1.730 1.219 6.099 1.015 335 1.290 750 560 1.128 127 587 774 363 38 99 221 267 266 454 1.226 415 124 790 109 200 389 105 369 257 195 47 80 147 207 379 1.586 149 183 226 175 117 221 143 130 77 77 146 301 414 437 833 2.812 564 307 1.016 284 317 610 248 499 334 273 Total 327 10.199 6.596 17.122 38 5.486 3.944 9.468 Sumber: DINAS PETERNAKAN KABUPATEN PURWOREJO (2002) 436

Tabel 3. Mata pencaharian peternak di Desa Donorejo dan Desa Redin Jenis Pekerjaan Desa Donorejo Desa Redin N % N % Buruh tani 2 15,4 Petani 14 87,5 5 38,4 Lainnya 2 12,5 6 46,0 Total 16 100 13 100 Tabel 4. Skala pemilikan kambing di Desa Donorejo dan Redin berdasarkan status fisiologis Desa Donorejo Desa Redin Status fisiologis Milik (21) Gaduhan Milik (15) Gaduhan N Jumlah rataan N N Jumlah rataan N Jumlah rataan Jantan dewasa 4 5 0,23 0 2 2 0,13 0 0 0 Betina dewasa 21 86 4,10 0 14 23 1,53 1 1 0,06 Jantan muda 2 2 0,10 0 4 6 0,40 2 4 0,27 Betina muda 6 10 0,48 0 2 2 0,13 1 4 0,27 Jantan anak 17 40 1,90 0 9 13 0,87 2 4 0,27 Betina anak 16 50 2,38 0 8 10 0,67 0 0 0 Total/peternak 9,19 0 3,73 0,87 N = menunjukkan jumlah peternak yang memiliki Disamping itu terdapat variasi mata pencaharian pokok dalam menunjang pendapatan keluarga dengan bekerja di luar pertanian sebagai pedagang maupun usaha lainnya (sopir dan buruh bangunan). Potensi sumberdaya lahan yang ada dikedua lokasi merupakan potensi pengembangan tanaman perkebunan yakni perkebunan kopi serta tanaman obatobatan (kapulaga) yang dapat memberikan sumbangan pendapatan rutin harian bagi petani. Disamping itu penghasilan yang tidak kalah pentingnya adalah penyadapan tanaman kelapa yang diolah secara tradisional menjadi gula kelapa. Kondisi semacam ini memberikan kegiatan bagi ibu rumah tangga dalam pengalokasian tenaga kerja yang potensial membantu penghasilan keluarga. Potensi sumberdaya ternak. Dalam pengamatan (Desa Donorejo dan Desa Redin) terdapat perbedaan bangsa ternak, dimana di Desa Donorejo bangsa kambing adalah Kambing Peranakan Etawah (PE) yang memiliki proporsi darah kambing Etawah oleh pemerintah Belanda yang didistribusikan ke penduduk. Lain halnya di Desa Redin adalah kambing Kacang (proporsi darah Etawah rendah) tetapi masih memiliki ciri khas kambing Etawah yang ditunjukkan adanya tipe telinga yang masih menggantung tetapi cenderung pendek akibat persilangan dengan kambing lokal. Kondisi demikian sengaja dilakukan untuk mengetahui tingkat keragaman ekonomi usahaternak berdasarkan perbedaan bangsa kambing yang diamati. Dengan pertimbangan bangsa kambing yang berbeda, tetapi pada kondisi agroekosistem yang cenderung sama akan tercermin performan ekonomi usaha dan prospek pengembangan di masa mendatang. Berdasarkan performan usahaternak (skala pemeliharaan peternak), menunjukkan bahwa skala pemilikan kambing di Desa Donorejo relatif lebih tinggi dibanding pemilikan di Desa Redin (9,19 vs 3,73 ekor/peternak) yang terdistribusi dari berbagai status umur ternak (Tabel 4). Berdasarkan status pemilikan kambing yang dipelihara peternak menunjukkan bahwa di Desa Donorejo sudah tidak ada sistem gaduhan. Kondisi demikian 437

menunjukkan bahwa peternak di lokasi tersebut cukup makmur sehingga mampu membeli ternak bibit sebagai modal usaha tanpa bantuan pihak lain. Berbeda dengan kondisi peternak di Desa Redin, masih terdapat beberapa peternak yang memelihara kambing gaduhan dari orang lain (26%) peternak), karena tidak mampu untuk membeli ternak sendiri sebagai modal usaha Dilihat dari status fisiologis ternak yang dimiliki peternak menunjukkan bahwa hampir setiap peternak memiliki induk kambing, dan di Desa Redin terdapat sekitar 6% yang tidak memiliki induk. Potensi ternak induk dapat dinyatakan sebagai modal utama dalam sistem pemeliharaan sebagai usaha produksi bibit (penghasil anak). Dengan semakin banyak induk yang dimiliki peternak maka angka kelahiran anak cenderung berpeluang lebih besar sehingga siklus produksi usaha akan lebih menjanjikan dengan lebih tingginya frekuensi melakukan penjualan anak yang dihasilkan pada periode tertentu. Pemilikan ternak jantan hanya dimiliki oleh beberapa peternak sebagai pemacek. Ada pernyataan peternak bahwa pemeliharaan kambing jantan relatif rugi karena tidak memproduksi anak dan membutuhkan pakan yang cenderung lebih banyak dibanding kambing betina. Tetapi berbeda kondisi pemeliharaan pejantan di Desa Donorejo, dimana kambing jantan merupakan asset peternak untuk pemacek yang diperlukan peternak lain di lokasi desa sehingga menghasilkan tambahan uang dengan sistem sekali mengawini dibayar sekitar Rp.20.000,, yang kondisi demikian akan memberikan andil dalam mendapatkan uang tunai. Dari skala pemilikan tersebut telah tercermin bahwa usahaternak di Desa Donorejo sudah merupakan usahaternak yang sifatnya profesional (komersial) dengan mempertimbangkan sistem usaha untuk mendapatkan hasil produksi secara berkelanjutan. Potensi ekonomi usahaternak kambing Keberhasilan usahaternak dapat ditunjukkan adanya tingkat produktivitas ternak yang dipelihara peternak di suatu lokasi tertentu. Secara ekonomi usahaternak, tingkat keberhasilan usaha ditentukan adanya seberapa besar peternak dapat memperoleh keuntungan dari hasil usaha yang ditekuninya, dimana semakin besar hasil penjualan ternak secara berkelanjutan maka dapat dikatakan usaha tersebut cuckup berhasil dalam menyumbangkan pendapatan keluarga. Dalam penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana peranan usahaternak dalam menyumbangkan pendapatan peternak dilakukan inventarisasi penjualan kambing selama setahun terakhir pengamatan, yang diharapkan dapat menggambarkan sirkulasi penerimaan peternak dalam pengelolaan produski kambing dalam menunjang ekonomi rumah tangga. Penjualan kambing di tingkat peternak. Dari hasil inventarisasi penjualan ternak selama setahun terakhir (Tabel 5), menunjukkan bahwa peternak Desa Donorejo relatif terlihat secara kontinyu dapat melakukan penjualan kambing yang dipelihara, yang ditunjukkan penjualan ternak yang relatif tinggi yakni mencapai rataan 4,2 ekor/peternak /tahun. Hal tersebut jauh lebih tinggi dibanding penjualan yang dilakukan oleh peternak di Desa Redin yang hanya mencapai 1,31 ekor/peternak/tahun. Kondisi demikian tidak terlepas dari skala pemeliharaan kambing yang dikelola peternak di Desa Donorejo khususnya dalam hal pemilikan induk sebagai produksi anak. Frekuensi pejualan kambing di Desa Donorejo cenderung dominan ternak betina muda (22 ekor dari 15 peternak), karena dilokasi penjualan kambing dilakukan sebagai ternak bibit untuk dikembangkan ke daerah lain. Sesuai dengan sebutan bahwa lokasi Kecamatan Kaligesing adalah sebagai wilayah Sumber Bibit kambing PE. Penjualan ternak jantan muda (14 ekor dari 15 peternak). Tetapi sebaliknya di Desa Redin justru penjualan ternak jantan muda memiliki frekuensinya tinggi, karena potensi sebagai ternak potong. Rataan hasil penjualan kambing selama setahun menunjukkan bahwa peternak Desa Donorejo mendapatkan penghasilan dari penjualan kambing mencapai rataan Rp. 1.494.000/peternak/tahun yang jauh lebih tinggi dibanding peternak di Desa Redin yang hanya mencapai rataan sebesar Rp.423.000/ peternak/tahun. Lebih tingginya nilai penjualan kambing di Desa Donorejo disamping karena jumlah kambing yang dijual relatif lebih banyak, juga karena faktor harga/ekor kambing lebih tinggi 438

dibanding di Desa Redin karena faktor kualitas. Kriteria kualitas kambing di Desa Donorejo dibedakan atas grade A, B dan C, dengan ketentuan bahwa kualitas C yang dapat dikeluarkan berdasarkan rekomendasi ketua kelompok, sedangkan kualitas A dan B dibeli kelompok (peternak anggota kelompok) untuk menjaga kualitas di lokasi. Harga penjualan kambing di Desa Donorejo relatif lebih tinggi dibanding di Desa Redin, dimana harga kambing jantan dewasa mencapai rataan Rp. 570.000/ekor, sedangkan di Desa Redin hanya mencapai Rp. 450.000/ekor, sama halnya kecenderungan pada umur lainnya. Alokasi tenaga kerja dalam usahaternak kambing. Berdasarkan aktivitas dalam pemanfaatan tenaga kerja keluarga dalam pengelolaan usahaternak tampak cukup tinggi yakni mencapai 295,45 HOK dan 269.01 HOK masingmasing di Desa Donorejo dan Desa Redin yang cenderung tidak berbeda jauh (Tabel 6). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam alokasi tenaga kerja dengan skala usaha 9,19 ekor dan 3,73 ekor tidak jauh berbeda. Tabel 5. Tingkat penjualan kambing pada kondisi peternak selama tahun terakhir pengamatan di Desa Donorejo dan Desa Redin Status fisiologis Desa Donorejo (skala usaha 9,19 ekor) Desa Redin (rataan usaha 3,73 ekor) ekor Total Rataan harga ekor Total Rataan harga Jantan dewasa 7 3.990.000 570.000 2 900.000 450.000 Betina dewasa 6 2.700.000 450.000 0 0 0 Jantan muda 14 4.844.000 346.500 8 2.660.000 352.500 Betina muda 22 7.612.000 346.000 3 900.000 300.000 Jantan anak 5 1.200.000 240.000 2 540.000 270.000 Betina anak 9 2.070.000 230.000 2 500.000 250.000 Total 63 22.416.000 16 5.500.000 Rataan/peternak 4.2 1.494.000 1.31 423.000 Tabel 6. Alokasi tenaga kerja dalam usahaternak kambing oleh peternak di Desa Desa Donorejo dan Desa Redin Alokasi tenaga kerja usahaternak Desa Donorejo (skala usaha 9,19 ekor) Desa Redin (rataan usaha 3,73 ekor) Frekuensi Jam/hari HOK Frekuensi Jam/hari HOK Mengarit 1,3 2,01 190.75 1,4 1,46 149.21 Beri pakan 2 0,5 73.00 2 0,6 87.60 Beri minum 1 0,3 21.90 1 0,2 14.60 Bersihkan kandang (bulan) 1 2,5 6.00 2 3 14.40 Obati ternak (tahun) 1 2 0.40 1 2 0.40 Jual ternak (tahun) 1 2 0.40 1 2 0.40 Angkut kotoran (tahun) 6 2,5 3.00 6 2 2.40 Total/peternak 295.45 269.01 Total biaya (Rp.) (*) 1.477.250 1.345.050 HOK = Hari orang kerja (diperhitungkan total jam/tahun dibagi 5 jam, dengan asumsi 1 HOK = 5 jam kerja efektif/usaha pertanian) (*) = Diperhitungkan dengan Rp. 5.000 (dengan asumsi 1/3 dari nilai upah buruh tani/rp. 15.000/HOK) 439

Apabila alokasi tenaga tersebut di perhitungkan berdasarkan pertimbangan upah buruh tani dilokasi terlihat cukup tinggi yang mencapai Rp. 1.477.250 dan Rp. 1345.050/ peternak/tahun masingmasing di Desa Donorejo dan Desa Redin, yang menggambarkan biaya perawatan ternak cukup besar dalam proses usahaternak, akan tetapi petani beranggapan bahwa tenaga kerja tersebut merupakan tenaga kerja sambilan disamping usaha pokoknya di pedesaan yang cenderung tidak dinilai. Asset penunjang usahaternak. Inventarisasi asset peralatan yang disediakan petani dalam menunjang usahaternak, modal tersebut tidak begitu besar yang harus dibeli secara tunai. Asset tersebut diperhitungkan berdasarkan masa penyusutan/tahun yang kemudian dinilai dalam bentuk rupiah dalam rangka menggambarkan modal usaha yang dialokasikan oleh peternak. Total modal yang diinvestasikan peternak tampak tidak begitu besar yang hanya mencapai Rp. 186.625 vs Rp. 157.400 masingmasing di Desa Donorejo dan Desa Redin. Asset tertinggi yang harus dipersiapkan peternak kambing adalah berupa kandang, dan kondisi kandang tersebut di kedua lokasi cukup mahal karena dibuat secara permanen dengan sistem kayu dan atap genteng yang dibuat dengan sistem panggung sehingga membutuhkan nilai biaya diatas Rp. 700.000/kandang (walaupun bahan kayu didapatkan dengan tidak melalui pembelian) (Tabel 7). Perhitungan analisis keuntungan usaha Dalam alokasi usahaternak yang dilakukan di pedesaan, modal yang ditanamankan umumnya hanya berupa kandang dan peralatan usaha, yang ditunjang oleh tenaga kerja keluarga (Tabel 8). Hal tersebut karena usahaternak adalah merupakan usaha komplementer usaha pokok penduduk pedesaan yakni sebagai petani atau usaha lainnya. Analisis keuntungan usaha diperhitungkan berdasarkan kondisi aktual di tingkat peternak melalui perhitungan Revenue (penerimaan kotor) yang dikurangi dengan Tabel 7. Rataan inventarisasi asset penunjang usahaternak kambing di Desa Donorejo dan Desa Redin Jenis alat Desa Donorejo (skala usaha 9,19 ekor) N Rupiah Penyusutan/ tahun Desa Redin (rataan usaha 3,73 ekor) N Rupiah Penyusutan/ tahun Kandang 1(6) 734.000 122.300 1(6) 700.000 116.600 Cangkul 1(3) 50.000 16.600 1(3) 45.000 15.000 Sabit 1(3) 32.500 10.800 1(3) 30.000 10.000 Keranjang 1.25(1) 5.800 5.800 1.5(1) 5.000 5.000 Tempat minum 1.3(1) 6.750 6.750 1.6(1) 5.000 5.000 Tempat pakan 0.25(1) 20.000 20.000 0 0 0 Sekop 0.062(4) 17.500 4.375 1(4) 10.000 2.500 Golok 0 0 0 1(3) 10.000 3.300 Total/peternak/tahun 186.625 157.400 ( ) = menunjukkan penyusutan dalam tahun Tabel 8. Hasil perhitungan analisis usahaternak kambing di Desa Donorejo dan Desa Redin (Rp.) Peubah Desa Donorejo (skala usaha 9,19 ekor) Desa Redin (rataan usaha 3,73 ekor) Revenue 1.494.000 423.000 Tenaga kerja 1.477.250 1.345.050 Penyusutan asset 186.625 157.400 Cost and Return Analysis(CRA) 169.875 1.079.450 Net Cash Benefit (NCB) 1.307.375 265.600 440

alokasi tenaga kerja dan penyusutan aset yang direalisasikan. Analisis usahaternak dikelompokkan dalam dua sistem analisis: (1) dengan mamasukkan komponen biaya tenaga kerja yang kenyataan dianggap bukan merupakan beban biaya bagi umumnya peternak, dan (2) dengan mempertimbangkan hanya pengeluaran cash (tunai) yang dikeluarkan peternak. Hasil perhitungan prtama menunjukkan bahwa usahaternak di pedesaan umumnya adalah mengalami kerugian apabila faktor tenaga kerja diperhitungkan. Dalam pengamatan ini terlihat peternak mengalami kerugian sebesar Rp. 169.875 dan Rp. 1.079.450/peternak/tahun, masingmasing peternak Desa Donorejo dan Desa Redin (Cost and Return Analysis). Sedangkan diperhitungan atas biaya tunai (Net Cash Benefit) menunjukan bahwa usahaternak di kedua lokasi pengamatan cenderung mendapatkan keuntungan usaha sebesar Rp. 1.307.375 vs Rp. 265.600/peternak/tahun. Tingginya keuntungan di Desa Donorejo disamping karena sistem skala usaha yang cenderung lebih besar juga karena kualitas kambing PE yang dipersiapkan sebagai kambing bibit, yang berdampak terhadap sumbangan pendapatan peternak. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa proporsi sumbangan usahaternak kambing PE (SUBANDRIYO et al., 1995) di wilayah kantong ternak hanya mencapai 11 13% dari total pendapatan. Sedangkan pada kondisi lahan kering dataran rendah hasil penelitian SUDARYANTO et al. (1995), dalam penelitiannya di lahan kering, kontribusi pendapatan usahaternak domba hanya mencapai 3,4 6,9% dari total pendapatan petani. Kondisi demikian tidak terlepas dari potensi usaha lainnya dan tergantung pada spesifikasi lokasi dan potensial sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya. Hasil pengamatan (PRIYANTO et al., 2000), menunjukkan bahwa sampai dengan umur sapih, kambing persilangan memberikan prospek ekonomis yang cukup bagus dibandingkan dengan kambing Kacang. Di lain pihak, pada kondisi peternakan rakyat tingkat kelayakan usaha sangat ditentukan oleh kondisi sosioekomomik peternak sendiri. Pada kenyataannya menunjukkan bahwa tingkat sumbangan pendapatan usahaternak kambing di pedesaan masih beragam yang sangat tergantung pada motivasi usaha (manajemen pemeliharaan), tingkat ketersediaan tenaga kerja keluarga serta skala pemeliharaan ditingkat peternak khsusnya jumlah induk yang dipelihara. Peranan kambing PE memberikan prospek yang lebih bagus, sebagai maskot wilayah Kaligesing yang sampai saat ini sebagai kantong sumber bibit kambing PE di Kabupaten Pueworejo. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan efisiensi usahaternak Kambing pada kondisi usaha peternakan rakyat dapat disimpulkan bahwa: 1. Input produksi usahaternak yang paling besar adalah alokasi tenaga kerja keluarga dalam pemeliharaan ternak (efisiensi usaha), tetapi kondisi demikian tidak dipermasalahkan oleh peternak di pedesaan. 2. Bangsa ternak (kambing PE) memiliki prospek ekonomik yang lebih baik dibanding bangsa kambing lainnya, hal teresebut dalam upaya pengembangan perlu dipertimbangkan kondisi agroekosistem yang mendukung. 3. Analisis keuntungan ditingkat peternak dapat dinyatakan bahwa uasahaternak tersebut terlihat cukup menguntungkan apabila faktor tenaga kerja tidak dimasukkan dalam komponen input produksi. Sedangkan bila dimasukkan dalam komponen input berdasarkan rasio upah buruh tani di lokasi, maka usahaternak tersebut relatif tidak menguntungkan. 4. Dalam rangka untuk meningkatkan sistem usahaternak kambing di Kabupaten Purworejo, disarankan untuk melakukan pemeliharaan kambing PE karena lebih memberikan prospek yang lebih baik, karena kondisi agroekosistem yang sangat mendukung. DAFTAR PUSTAKA AMIR, P. dan KNIPSCHEER. 1989. Conducting Onfarm Animal Research Procedures and Economic Analysis. Winrock Intern. Inst. For Agric. Development Res. Centre. Singapore National Printers Ltd., Singapore. 441

ASTUTI, M., M. BELL, P. SITORUS and G.E BRADFORD. 1984. The impact of altitude on sheep and goat production. Working paper No. 30, SRCRSP/Balitnak, Bogor. DINAS PETERNAKAN KABUPATEN PURWOREJO. 2002. Laporan Tahun 2002. Dinas Peternakan Kabupaten Purworejo. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2002. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. KNIPSCHEER, H.C., J. DE BOER and T.D. SOEDJANA. 1983. The economic role of sheep and goat in West Java. Bul. of Indonesian Economics Studies. XIX(3): 74. MERKENS, J. dan SYARIF. 1932. Bijdfrage tot de kennis van de geitenfokkerij in Nederlandsh Oost Indie (Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Kambing di Indonesia). Dalam: Domba dan Kambing. UTOYO, R.P. (penterjemah) 1979. LIPI. PRIYANTO, D, B. SETIADI, D. YULISTIANI, M. MARTAWIDJAJA, M. SALEH, S. AMINAH, M SYAERI dan ROHYAT. 2000. Analisis sosioekonomik perbaikan mutu genetik kambing. Laporan Hasil Penelitian T.A. 2000. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. SETIADI, B. dan P. SITORUS. 1984. Penampilan reproduksi dan produksi kambing Peranakan Etawah. Proc. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. pp. 118 121. SETIADI, B. SUBANDRIYO, IK. SUTAMA, K. DIWYANTO, I. INOUNU, M. MARTAWIDJAJA. A. ANGGRAENI, A. WILSON dan NUGROHO. 1999. Peningkatan produktivitas kambing melalui metode persilangan. Laporan Hasil Penelitian APBN T.A. 1998/1999, Balai Penelitian Ternak. SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGGRAENI, RIA SARI, HASTONO dan O.S. BUTARBUTAR. 1995. Analisis potensi kambing Peranakan Etawah dan sumberdaya di daerah sumber bibit pedesaan. Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan. Bogor. SUDARYANTO, B., D. PRIYANTO, H.P. SALIEM, T. PRANAJI, E. JUARINI dan B. SETIADI. 1995. Introduksi sistem pengembangan model usahaternak domba di daerah lahan kering. Laporan Hasil Penelitian. Balitnak. Ciawi Bogor. DISKUSI Pertanyaan: Peternakan kambing menguntungkan dengan net 1,3 juta, tapi kalau dihitung (alokasi kerja) jadi tidak menguntungkan, bukankah ini menjadi hal yang bertentangan? Jawab: Perhitungan net (net cost benefit) yang pertama menguntungkan karena alokasi tenaga kerja tidak dihitung, tetapi kalau alokasi tenaga kerja ikut diperhitungkan, jadi tidak menguntungkan. Hal ini menggambarkan kepada kita bagaimana peternak kambing di pedesaan masih bertahan karena mereka tidak memperhitungkan tenaga kerja sebagai cost. 442