BAB II KERANGKA TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
Pelaksanaan pemeriksaan baik yang dilakukan oleh auditor eksternal dan auditor internal dikalangan pemerintah terdapat persamaan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 1 Tingkat Penggunaan Kuesioner Keterangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kuesioner Penelitian. Kepada Yth. Bapak/Ibu Di tempat

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. digariskan. Audit internal modern menyediakan jasa- jasa yang mencakup

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan sesuai dengan kode etik auditor. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan serta untuk menjamin bahwa tujuan akan tercapai secara hemat,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemerintah yang baik menuju pada terwujudnya good. governance, karena good governance telah menjadi suatu paradigm baru

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Auditor pemerintah terdiri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan ( SAP ) yang telah diterima secara umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. atas Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun Hal ini menjadi suatu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pasal 1 ayat 2 Kode Etik Akuntan Indonesia menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. aparatur pemerintah yang berkompeten dalam menjalankan tugas sebagai fungsi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. Governance yang menjadi salah satu agenda reformasi sektor publik di

BAB I PENDAHULUAN. kunci dalam perkembangan dan kemajuan dunia bisnis. Profesi akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di penghujung abad ke-20, dunia dilanda arus globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II AUDIT INTERNAL PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN. memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan oleh objek

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya memberikan pelayanan yang responsif, transparan dan

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pemahaman Good Governance Menutur pandangan United National Development Program (UNDP) karakteristik governance yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokrasi keuangan (finansial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya (Sedermayanti, 2012). Menurut pandangan Wold Bank (Bank Dunia) good governance yaitu masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, esksekutif yang bertangung jawab, birokrasi yang profesional, dan aturan hukum (Sedermayanti, 2012). Sementara menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) good governance mensyaratkan empat asas yaitu transparansi (trasnparency), pertanggungjawaban (accountability), kewajaran atau kesetaraan (fairness), dan kesinambungan (sustainability) (Sedermayanti, 2012). Menurut Budjuri et al., 2004 (dalam Wati et al., 2010) pemerintahan yang baik atau good governance di tandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkait. Ketiga elemen tersebut adalah transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Perwujudan ketiga elemen good governance akan membuat setiap aktivitas pada organisasi publik dapat dipertanggungjawabkan, tercermin di dalam penganggaran, 6

pelaporan keuangan, pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (Wati et al., 2010). Hal yang sama juga disampaikan oleh Mardiasmo (2005) Good governance pada esensinya merupakan pemeritahan yang efektif dan modern yaitu suatu pemeritahan yang demokratis (democratic governance) yang elemen utamanya adalah masyarakat dengan karakteristik yang terdiri dari transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Good governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi dengan etika profesional dalam berusaha/berkarya (Wati et al., 2010). Mewujudkan good goveranance yang didalamnya terdapat independensi auditor internal merupakan hal yang sangat penting, dengan tujuan utama adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan operasional telah dikendalikan dengan baik, telah dikelola secara efektif dan transparan, yang ditunjang dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh auditor dalam menjalankan tugas (Adel, 2013). Maka dari itu teori atribusi dapat menjelaskan perilaku auditor internal dalam mempertahankan sikap independensi yang dapat disebabkan oleh abbility, effort, task difficulty dan luck, sehingga dapat mencapai good governance. 2.2 Tugas Auditor Internal Menurut Johnson (1996) dalam Angus, et al., (2011) tugastugas umum auditor internal sektor publik meliputi: (1) Salinan audit tentang laporan dari akun yang disampaian dalam tata cara penulisan yang ditentukan bersama-sama dalam laporan kepada menteri atau sekertaris negara. (2) Para auditor harus menyatakan apakah akun 7

menurut mereka dapat memberikan padangan yang benar dan adil sesuai dengan urusan operasi. (3) Auditor harus menyatakan apakah akun tersebut telah memberikan semua informasi yang diperlukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (4) Para auditor biasanya akan melaporkan jika mereka tidak puas dengan aspek dalam laporan keuangan. Lembaga pengawasan internal pada tingkat daerah, adalah inspektorat propinsi dan inspektorat kabupaten/kota, yang pembentukannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Permendagri 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota adalah aparat pengawas fungsional yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada kepala daerah (gubernur, bupati/walikota), yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah propinsi kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota dan desa, serta pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota dan desa. Untuk melaksanakan tugasnya, inspektorat propinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi: perencanaan program pengawasan, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan serta pemeriksaan, pengutusan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah dalam ruang lingkup pengawasan sebagai diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 meliputi administrasi umum pemerintahan 8

terdiri dari kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah, serta urusan pemerintahan terdiri dari pengawasan terhadap urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi tugas pembantuan dan kebijakan pimjaman hibah luar negeri. Pengawasan internal dilaksanakan oleh pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No 51 Tahun 2012 mengatur tentang seorang auditor dinilai mampu melaksankan tugas pengawasan apabila telah dinyatakan lulus dari ujian sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), sesuai jenjangnya sehingga menduduki: Pengendali Mutu (PM), Pengendali Teknis (PT), Ketua Tim (KT) dan Anggota Tim (AT). 2.3 Independensi Auditor Internal Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokonya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajmen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisisensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi (Mulyadi, 2010). Fungsi audit internal menurut 9

Boynton (2003) adalah melakukan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Pertimbangan auditor penting dalam proses audit karena mencakup kompetensi auditor, efektivitas arsitektur sistem informasi bagi auditor, dan signifikansi (matrealitas) dari unsur laporan keuangan (Prachsriphun et al., 2001 dalam Kristiani 2012). Arens et al., (2000) mendefenisikan independensi dalam pengauditan sebagai pengaruh cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Dengan demikian independensi dapat menghindarkan hubungan yang mungkin menggangu objektivitas seorang auditor (Hutami, 2011). Selain itu independensi merupakan suatu tindakan baik sikap, perbuatan, atau mental auditor sepanjang melaksanakan audit, dimana seorang auditor harus bisa memposisikan dirinya untuk tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil audit (Christiawan, 2003). Terdapat indikator independensi menurut Sowyer (2006) antara lain: a. Independensi dalam program audit: bebas dari intervensi menejerial atas program audit, bebas dari segala intervensi atas program audit, bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah program audit. b. Independensi dalam verifikasi: bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan 10

dengan audit yang dilaksanakan, mendapat kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama melakukan verifikasi audit, bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit, bebas dari usaha menejerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa, bebas dari usaha menejerial yang membatasi perolehan barang bukti. c. Independensi dalam pelaporan: bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hasil audit, bebas dari tekanan untuk melaporkan bukti-bukti yang signifikan, menghindari penggunan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan opini, fakta, dan rekomendasi dalam intepretasi audit, bebas dari usaha meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta/opini dalam laporan audit internal, bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak/signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan. 2.4 Teori Atribusi (Attributions Theory) Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan perilaku orang lain atau diri sendiri tentang pemahaman terhadap peristiwa disekitar, dengan mengetahui alasan-alasan mereka terhadap kejadian yang dialami. Heider (1958) dan Kelly (1967) adalah tokoh pencetus teori atribusi. Menurut kedua tokoh tersebut, penyebab suatu kejadian dapat berasal dari faktor internal meliputi kemampuan dan usaha, sedangkan faktor eksternal meliputi keberuntungan dan kesulitan tugas. 11

Teori atribusi mengemukakan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka hanya dengan melihat perilaku dapat diketahui sikap atau karakteristik seseorang, serta dapat memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu apakah dari internal atau eksternal, selain itu dapat melihat pengaruhnya terhadap perilaku individu (Edward et al dalam, Carolita 2012). Weiner mengkategorikan teori atribusi ke dalam dimensi kausalitas, dimensi stabilitas, serta dimensi kontrol (Weiner, 1992). Pada dimensi kausalitas (internal-eksternal), suatu kejadian disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Pada dimensi stabilitas (menetap-berubah) seseorang menentukan apakah ia mempersepsikan penyebab sebagai sesuatu yang menetap (tidak berubah sepanjang waktu) atau dapat berubah. Dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol) seseorang menentukan apakah ia memiliki kontrol terhadap suatu kejadian atau faktor lain diluar dirinya yang memegang kontrol tersebut (Weiner, 1992). Gambar 1 Elemen dari Teori Atribusi Weiner Causal Locus Internal External Causal Stabilly Stable Abillity Task difficulty Expectancy Unstable Effort Luck Sumber: Weiner, 1992 Value (pride) Berdasarkan teori atribusi Weiner (1992), keberhasilan dan kegagalan terdapat dua penyebab yaitu penyebab internal atau eksternal (causal locus). Penyebab eksternal merupakan dimensi 12

yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, sedangkan ada penyebab internal, merupakan dimensi yang mana sesorang dapat mengendalikannya (misalnya: usaha), tetapi ada juga yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang (misalnya: kemampun). 2.5 Teori Atribusi Dalam Pembentukan Independensi Teori atribusi digunakan untuk menjelaskan independensi auditor internal, dengan memperhatikan karakteristik personal yang menjadi penentu utama dan faktor internal dalam menjalankan tugas audit. Teori atribusi (Weiner, 1992) menjelaskan bahwa perilaku seorang auditor internal dapat disebabkan dari kombinasi antara dimensi kausalitas (internal-eksternal), dimensi stabilitas (menetapberubah), dan dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol). Independensi auditor internal dapat dipertahankan dengan kemampuan (abillity) yang dimiliki, dimana bersumber dari dalam diri auditor, bersifat menetap, tetapi auditor tidak dapat mengendalikanya. Kemampuan yang dimiliki auditor internal berhubungan dengan tingkat kecerdasan (sifat bawaan), auditor mampu dalam merancang dan melaksanakan proses audit serta mampu menyelesaikan persoalan audit yang dihadapi dalam pemeriksaan tanpa adanya tekanan. Auditor internal dapat mempertahankan sikap independensi dengan usaha (effort) yaitu bersumber dari dalam diri auditor, bersifat tidak menetap dan auditor dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Dalam menjalankan pemeriksaan auditor internal berusaha untuk mencari, menemukan, dan melaporkan semua fakta- 13

fakta yang akan diangkat menjadi temuan audit, tanpa harus dikendalikan dan ditekan oleh pihak lain. Kesulitan tugas (task difficulty) dapat mempengaruhi independensi seorang auditor internal sebab hal tersebut bersumber dari luar diri auditor, bersifat menetap dan dapat dikendalikan oleh auditor (Weiner, 1992). Laporan keuangan daerah yang berkualitas, dapat dilihat dengan sikap independensi seorang auditor internal. Dimana dengan pengetahuan serta kecerdasan yang dimiliki oleh seorang auditor internal, auditor dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tanpa dipengaruh oleh pihak manapun. Independensi auditor internal dapat juga dipengaruhi oleh keberuntungan (luck) keadaan ini berasal dari luar auditor, dapat berubah dan auditor tidak dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Pada saat melakukan pemeriksaan auditor dapat mempersingkat waktu, tenaga, dan menghemat biaya yang digunakan, sebab auditee telah mempersiapkan semua dokumen dan informasi yang dibutuhkan oleh auditor sesuai dengan waktu yang ditetapkan. 14

15