BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. permukaan air, terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

EVALUASI KINERJA JALAN TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JALAN DUA JALUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wikipedia (2011), ruas jalan adalah bagian jalan di antara dua

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

II.TINJAUAN PUSTAKA. dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

STUDY EFFECT OF THE PROPORTION OF MOTORCYCLES ON THE ROAD WITH A MEDIAN PERFORMANCE

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISA KERJA RUAS JALAN S. TUBUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

DERAJAT KEJENUHAN JALAN DUA ARAH DENGAN MAUPUN TANPA MEDIAN DI KOTA BOGOR. Syaiful 1, Budiman 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

komposisi lalu lintas, dan perilaku pengemudi di Indonesia. mengacu pada Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota 1990.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I LANGKAH D : PERILAKU LALU-LINTAS Derajat Kejenuhan Kecepatan Dan Waktu Tempuh Iringan (peleton)

Kata kunci : Kinerja ruas jalan, Derajat kejenuhan, On street parking

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.1, Januari 2014 (29-36) ISSN:

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas Fungsi dasar dari Jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai akses kerumah-rumah. (silvia Sukirman, 1994). Arus lalu lintas pada suatu lokasi tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kondisi daerah setempat. (Clark H. Oglesby ; R. Gary Hicks,1993). Penetapan lalu lintas merupakan bagian dari proses untuk meramalkan arus keseimbangan dalam jaringan transportasi perkotaan yang bersangkutan dengan langkah-langkah yang mengikuti distribusi dan pembagian mode dari lalu lintas. (Edward K. Morlok ; Johan K. Hainim, 1985). Cara pengaturan dan pengendalian lalu lintas telah berkembang sejalan dengan perkembangan angkutan beroda serta konsekuensi sosial dan komersial penggunaanya. Penggunaan tanah dan rencana distribusi spasialnya merupakan penentu dasar bagi kebutuhan lalu lintas. Jumlah dan jenis lalu lintas yang terbangkitkan oleh suatu guna tanah dapat diukur. Tiap guna tanah, baik sebagai sekolah, pabrik, perumahan atau taman adalah pembangkit lalu lintas. (F.D. Hobbs, 1995). 2.1.1. Volume Lalu Lintas Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan volume. Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu-satuan waktu (hari,jam,menit) satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan adalah : a. Lalu lintas harian rata- rata (LHR) b. Volume jam perencanaan (VJP) (Silvia Sukirman, 1994)

2.1.1.1. Lalu lintas harian rata-rata Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memeperoleh data tersebut dikenal dua jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu alu lintas harian rata-rata tahuanan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. LHRT = Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia jumlah data kedaraan yng terus menerus selama satu tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tidak semua tempat di indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama satu tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat dipergunaka satuan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengn lamanya pengamatan. (Silvia Sukirman, 1994). LHR = 2.1.1.2. Volume jam perencanaan LHR dan LHRT adalah volume lalu lintas dalam satu hari, merupakan volume harian, sehingga nilai LHR dan LHRT itu tidak dapat memberikan gambaran tentangfluktuasi arus lalu lintas lebih pendek dari 24 jam, arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam satu hari, maka sangat cocoklah jika volume lalu lintas dalam satu ja digunakan untuk perencanaan. volume dalam satu jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan volume perencanaan (VJP).

VJP= k x LHR...(2.3.) Dengan k merupakan faktor VJP yang dipengaruhi oleh jam sibuk. (Silvia Sukirman, 1994). 2.1.2. Komposisi lalu lintas Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kemdaraan ringan dan kendaraan tak bermotor. Dalam hubunganya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas, diperhitungkan dengan mebandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebgai satuan dan disebut satuan mobil penumpang atau disingkat smp. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 untuk jalan perkotaan menentukkan satuan mobil penumpang kedalam nilai emp (ekuivalen mobil penumpang) sepertu tercantum pada tabel berikut : Tabel 2.1. Nilai EMP untuk jalan perkotaan terbagi satu arah Tipe jalan : Jalan satu arah dan terbagi Dua lajur satu arah (2/1) dan empat lajur terbagi (4/2D) Arus lalu lintas per lajur (kend/jam) 0 1.050 1.050 Emp HV MC LV 1,3 0,4 1,0 1,2 0,25 1,0 Tiga lajur satu arah (3/1) dan enam lajur terbagi (6/2D) 0 1.100 1.100 1,3 1,2 0,4 0,25 1,0 1,0

Dengan : LV : Kendaraan ringan (Light Vehicle) : kendaraan bermotor dua as beroda empat dengan jarak as 2,0 3,0 m (Termasuk mobil penumpang, mikrobus, pik-up, dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina marga) HV : Kendaraan berat (Hight Vehicle) : kendaraan bermotor dengan jarak lebih dari 3,5 meter, biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bus, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sitem klasifikasi Bina Marga). MC : Kendaraan motor (Motor Cycle) : kendaraan bermotor beroda dua atau tiga roda ( termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) 2.1.3. Pertumbuhan Lalu lintas Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah perkembangan daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaraan dan sebagainya. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen (%) per tahun. (Silvia Sukirman, 1994). 2.2. Kapasitas jalan Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik dijalan per satuan jam dalam kondisi tertentu. Kapasitas untuk jalan dua lajur dua arah didefinisikan untuk arus dua arah ( kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak ajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur. (MKJI, 1997)

Faktor faktor yang mempengaruhi nilai kapasitas jalan adalah : 2.2.1. Faktor Geomterik jalan, yaitu : 1. Lebar jalur lalu lintas Pertambahan jalur lalu lintas akan menyebabakan peningkatan lalu lintas sehingga kapasitas jalanpun meningkat pula. Jalur lalu lintas (travelled way = carriage way) adalah bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian jalur lalu lintas yang khusus untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Lebar lajur lalu lintas adalah bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas atara kendaraan yang besarnya sangat ditentukkan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kecepatan tinggi, membutuhkan ruang bebas untuk menyalip dan bergerakn yang lebih besar dibandingkan dengan jalan untuk kecepatan rendah (Silvia Sukirman, 1994) 2. Lebar bahu jalan Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai berikut : a. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti. b. Ruangan untuk tempat menghindarkan diri dari saat saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.

c. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan. d. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasana dari arah samping. e. Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan atau untuk penempatan alat- alat, dan penimbunana bahan material. f. Ruangan untuk lintasan endaraan kendaraan patroli, ambulans yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaaan. 2.2.2. Faktor lalu lintas Faktor lalu lintas meliputi : distribusi arah dan komposisi lalu lintas. Komposisi lalu lintas terdiri dai jumlah kendaraan ringan ( misal jeep, pik-up, dan mikrobus), jumlah kendaraan berat ( misal Bus, truk kombinasi dan truk 2 as dan 3 as), jumlah sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor (misal sepeda, becak, kereta kuda dan lain-lain). (MKJI, 1997) 2.2.3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan : seperti daerah pasar, tempat pelayanan jasa, daerah industri, daerah pemukiman yang menyebabakan aktifitas hambatan samping segmen jalan. (MKJI, 1997) 2.2.4. Tingkat pelayanan jalan Tingkat pelayanan (Level Of Service) umumnya digunakan sebagai ukuran adanya pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Tolak ukur terbaik untuk melihat tingkat pelayanan pada suatu kondisi lalu lintas arus terganggu adalah kecepatan operasi atau kecepatan perjalanan dan perbandingan antara volume dan kecepatan, serta kepadatan lalu lintas (traffic destiny). (Clarkson H. Oglesby : R. Gary Hicks, 1993).

Menurut MKJI 1997, tingkat pelayanan ditentukan oleh kecepatan dan derajat kejenuhan yang digunakan sebagai indikator perilaku lalu lintas. Higway Caaciy Manual mendefinisikan tingkat pelayanan jalan atas enam keadaan, yaitu : 1. Tingkat pelayanan A Arus lalu lintas bebas hambatan, volume dan kepadatan lalu lintas rendah. 2. Tingkat pelayanan B Arus lalu lintas stabil, kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi. 3. Tingkat pelayanan C Arus lalu lintas stabil, kecepatand dan kemampuan bergerak dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas. 4. Tingkat pelayanan D Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan 5. Tingkat pelayanan E Arus lalu lintas sudah tidak stabil, volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan, sering terjadi kemacetan. 6. Tingkat pelayanan F Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah, seringkali terjadi kemacetan. (Silvia Sukirman, 1994)

Nilai nilai standar DS = Q/C untuk LOS (Level Of Service) adalah : Tabel 2.2. Tingkat pelayanan jalan Tigkat pelayanan jalan LOS A LOS B LOS C LOS D LOS E LOS F DS 0,35 0,35-0,54 0,54 0,77 0,77 0,93 0,93 1,0 1,0 2.2.5. Kinerja Ruas Jalan Kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya yang dapat diukur dan dibandingkan dengan standar tingkat pelayanan jalan. Nilai tingkat pelayanan jalan dijadikan sebagai parameter kinerja ruas jalan (Suwardi, Jurnal Teknik Sipil Vol. 7 No. 2, Juli 2010). 2.2.6. Parkir Badan Jalan (On street Parking) Parkir pada badan jalan sering disebut (curb parking). Pada dasarnya parkir ini memanfaatkan sebagian ruas jalan baik satu sisi maupun dua sisi sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan lebar efektif jalan yang akan mempengaruhi volume lalu lintas kendaraan yang dapat ditampung oleh ruas jalan tersebut. (Imam T, Jurnal Dampak Kegiatan Berparkir Pada Badan Jalan Terhadap Kinerja Ruas Jalan FSTPT 2011).

2.3. LANDASAN TEORI 2.3.1 Kinerja Jalan Tingkat kinerja jalan berdasarkan MKJI 1997 adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional. Nilai kuantitatif dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata dan waktu tempuh. Ukuran kualitatif yang menerangkan operasional dengan arus lalu lintas dan presepsi pengemudi tentang kualitas perkendaraan dinyatakan dengan tingkat pelayanan jalan. a. Kapasitas Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimal melalui suatu titik dijalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah ( kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas dipisahkan per lajur. Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas yaitu : C = Co x FCw x FCsp x FCsf...(2.4.) Dengan : C = kapasitas sesungguhnya ( smp/jam ) Co = kapasitas dasar ( smp/jam ) FCw = faktor penyesuaian akibat jalur lalu lintas FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah ( untuk jalan tak terbagi ) FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan tabel 2.3. sebagai berikut : Tabel 2.3. Kapasitas Dasar ( Co ) Jalan Luar Kota Tipe Jalan Kapasitas dasar ( smp/jam ) Catatan Empat lajur terbagi Empat lajur tak terbagi 1650 1500 Dua lajur tak terbagi - 2900 Sumber: MKJI 1997 Per lajur Per lajur Total kedua arah Faktor penyesuaian lebar jalan berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif yang dapat dilihat pada tabel 2.4. sebagai berikut : Tabel 2.4. Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas ( FCw ) Tipe Jalan Empat lajur terbagi Empat lajur terbagi Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi Lebar Jalur Lalu Lintas (Wc ) ( smp/jam ) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 Total kedua arah 5 6 7 8 9 10 11 FCw 0,91 0,96 1,00 1,03 0,91 0,96 1,00 1,03 0,69 0,91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27

Faktor penyesuaian pembagian arah jalan didasarkan pada kondisi dan distribusi lalu lintas dari kedua arah jalan atau untuk tipe jalan tanpapembatas median. Faktor penyesuaian pemisah jalan dapat dilihat pada tabel 2.5. sebagai berikut : Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Untuk Pemisah Arah ( FCsp ) Untuk Jalan Dua Arah (2/2) Dan Empat Lajur Dua Arah (4/2) Yang Tak Terbagi Pemisah Arah SP %-% 50 50 55 45 60-40 65 35 70-30 FCsp Dua lajur (2/2) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat lajur(4/2) 1,00 0,96 0,92 0,88 0,84 Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping untuk ruas jalan yang memiliki kereb didasarkan pada dua faktor yaitu lebar kereb (WK) dan kelas hambatan samping. Nilai faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping ini dapat dilihat pada tabel 2.6. sebagai berikut : Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan lebar bahu (FCsf) Tipe Jalan 4/2 D VL L M H VH 2/2 UD 4/2 UD Kelas Hambatan Samping VL L M H VH Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FCsf) Lebar Bahu Efektif Ws ( meter ) 0,5 meter 1,0 meter 1,5 meter 2,0 meter 0,99 0,96 0,93 0,90 0,88 0,97 0,93 0,88 0,84 0,80 1,00 0,97 0,95 0,92 0,90 0,99 0,95 0,91 0,87 0,83 1,01 0,99 0,96 0,95 0,93 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 1,03 1,01 0,99 0,97 0,96 1,02 1,00 0,98 0,95 0,93

b. Hambatan Samping Hambatan samping yaitu aktifitas samping jalan yang dapat menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan kinerja jalan. Adapun tipe kejadian hambatan samping, adalah : Pejalan kaki (PED) Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain (PSV) Kendaraan lambat Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan (EEV) Tingkat hambatan samping dikelompokan ke dalam lima kelas dari yang rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokan seperti yang ada pada tabel 2.7. sebagai berikut : Tabel 2.7. Kelas Hambatan Samping Kelas Hambatan Frekuensi berbobot dari Kondisi khusus Samping kejadian (kedua sisi) Sangat rendah VL <100 Daerah prmukiman ; jalan dengan jalan samping Rendah L 100 299 Daerah pemukiman ; beberapa kendaraan umum dan sebagainya. Sedang M 300 499 Daerah industri, beberapa toko disisi jalan. Tinggi H 500 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi. Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial degan aktivitas pasar samping jalan.

c. Volume lalu lintas Pengolahan data volume lalu lintas dilakukan dengan cara mengkonversikan setiap jenis kendaraan yang dicatat kedalam satuan mobil penumpang (smp) sesuai dengan nilai emp nya masing- masing berasarkan ketentuan MKJI 1997. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk grafis supaya dapat dilihat fluktuasinya setiap jam secara jelas. Adapun rumus Volume lalu lintas dengan persamaan berikut ini : Q =.(2.5.) Dimana : Q N T = Volume (smp/jam) =Jumlah Kendaraan (smp) =Waktu Pengamatan (jam) d. Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan ( DS ) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan drajat kejenuhan (DS) adalah sebagai berikut : DS =... (2.6.) DS = Derajat Kejenuhan Q = Volume lalu lintas ( smp/jam) C = Kapasitas jalan ( smp/jam ) Jika derajat kejenuhan (DS) > 0,75 berarti jalan tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan mengakibatkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak.

Kemungkinan untuk menambah kapasitas jalan bisa dilakukan dengan pelebaran jalan dan penambahan lebar bahu jalan. e. Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, sesuai kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan ( yaitu saat arus = 0). Dengan : FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs...(2.7.) FV Fvo : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam) : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam) FVw : Faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan yang diamati (km/jam) FFVsf : Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kerb penghalang. FFVcs : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota Tabel 2.8. Kecepatan Arus bebas dasar FVo untuk jalan perkotaan kecepatan arus bebas dasar Fvo (km/jam) tipe jalan Kendaraan ringan LV Kendaraan berat HV Sepeda motor MC semua kendaraan rata-rata Enam lajur terbagi (6/2D) atau tiga lajur satu arah (3/1) 61 52 48 57 Empat lajur terbagi (4/2D) atau dua lajur satu arah (2/1) 57 50 47 55 Empat lajur tak terbagi (4/2D) 53 46 43 51 Dua lajur tak terbagi 44 40 40 42

Tabel 2.9. Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas (FVw) Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (We) (meter) Empat lajur terbagi Per lajur atau jalan satu arah 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Empat lajur tak Per lajur terbagai 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Dua lajur tak Total terbagi 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 FVw (km/jam) -4-2 - 2 4-4 -2 0 2 4-9,5-3 0 3 4 6 7

Tabel 2.10. Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FFVsf) Tipe jalan Empat lajur terbagi 4/2D Empat lajur tak terbagi 4/2UD Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Kelas Hambatan samping (SFC) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws 0,5 m 1,0 m 1,5 m 2 m 1,02 1,03 1,03 1,04 0,98 1,00 1,02 1,03 0,94 0,97 1,00 1,02 0,89 0,93 0,96 0,99 0,84 0,88 0,92 0,96 1,02 1,03 1,03 1,04 0,98 1,00 1,02 1,03 0,93 0,96 0,99 1,02 0,87 0,91 0,94 0,98 0,80 0,86 0,90 0,95 1,00 1,01 1,01 1,01 0,96 0,98 0,99 1,00 0,90 0,93 0,96 0,99 0,82 0,86 0,90 0,95 0,73 0,79 0,85 0,91 Tabel 2.11. penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FFVcs), jalan perkotaan. Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 >3,0 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

2.3.2. Krakteristik parkir 2.3.2.1. Data Volume Parkir Volume parkir adalah jumlah kendaraan yang telah menggunakan ruang parkir pada suatu lokasi dalam satuan waktu tertentu. Volume parkir dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Vparkir = Ei + X.(2.5.) Dimana : Ei =Entry (Kendaraan yang masuk ke lokasi/ area on street parking) X =Kendaraan yang sudah ada.