II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori tujuan sebagai Theological Theory dan teori gabungan sebagai pandangan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana dapat. berbentuk punishmet (pidana) atau treatment (tindakan).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman dan Undang-Undang

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB III PIDANA BERSYARAT

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II TINJAUAN PIDANA, RECIDIVIST, LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RESOSIALISASI. 2.1 Tinjauan Pidana, Sanksi Pidana dan Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Vol. XVI/No. /Oktober-Desember/2008 ISSN : TINJAUAN HUKUM PENGADILAN ANAK MENURUT UU NOMOR 3 TAHUN Oleh: Hans C.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

I. PENDAHULUAN. Pidana adalah suatu reaksi atas delik, dan berwujud suatu nestapa yang dengan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. SISTEM SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Evan Tjiang 2

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pemidanaan Teori tujuan sebagai Theological Theory dan teori gabungan sebagai pandangan integratif di dalam tujuan pemidanaan beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan pliural, di mana kedua teori tersebut menggabungkan pandangan Utilitarian dengan pandangan Retributivist. Pandangan Utilitarians yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa keadilan dapat dicapai apabula tujuan yang Theological tersebut dilakukan dengan menggunakan ukuran prinsip-prinsip keadilan. 11 Beberapa teori yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut : 1. Teori Absolut / Retribusi Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan. Imamanuel Kant memandang pidana sebagai Kategorische Imperatif yakni seseorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah melakukan kejahatan sehingga pidana menunjukan suatu tuntutan keadilan. Tuntutan 11 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung.

15 keadilan yang sifatnya absolute ini terlihat pada pendapat Imamanuel Kant di dalam bukunya Philosophy of Law sebagai berikut : Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi sipelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat tapi dalam semua hal harus dikenakan karena orang yang bersangkutan telah melakukan sesuatu kejahatan. 12 Mengenai teori pembalasan tersebut, Andi Hamzah juga memberikan pendapat sebagai berikut : Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur dijatuhkan pidana. Pidana secara mutlak, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan manfaat penjatuhan pidana. 13 Artinya teori pembalasan tidak memikirkan bagaimana membina sipelaku kejahatan, padahal sipelaku kejahatan mempunyai hak untuk dibina dan untuk menjadi manusia yang berguna sesuai dengan harkat dan martabatnya. 2. Teori Tujuan / Relatif Pada penganut teori ini memandang sebagaimana sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai pemanfaatan, baik yang berkaitan dengan orang yang bersalah maupun yang berkaitan dengan dunia luar, misalnya dengan mengisolasi dan memperbaiki penjahat atau mencegah penjahat potensial, akan menjadikan dunia tempat yang lebih baik. 14 Dasar pembenaran dari adanya pidana menurut teori ini terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang membuat kesalahan) 12 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. 13 Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta. Bandung. 14 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung

16 melakukan ne peccetur (supaya orang jangan melakukan kejahatan), maka cukup jelas bahwa teori tujuan ini berusaha mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. 15 Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa dibedakan menjadi dua istilah, yaitu : a. Prevensi special (speciale preventie) atau Pencegahan Khusus Bahwa pengaruh pidana ditunjukan terhadap terpidana, dimana prevensi khusus ini menekankan tujuan pidana agar terpidana tidak mengulangi perbuatannya lagi. Pidana berfungsi untuk mendidik dan memperbaiki terpidana untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, sesuai dengan harkat dan martabatnya. b. Prevensi General (Generale Prevenie) atau Pencegahan Umum Prevensi General menekankan bahwa tujuan pidana adalaha untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Pengaruh pidana ditunjukan terhadap masyarakat pada umumnya dengan maksud untuk menakut-nakuti. Artinya pencegahan kejahatan yang ingin dicapai oleh pidana adalah dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukuan tindak pidana. Menurut Johan Andenaes terdapat tiga bentuk pengaruh dalam pengertiannya prevensi general yaitu : a. Pengaruh pencegahan. b. Pengaruh untuk memperkuat larangan-larangan moral. c. Pengaruh untuk mendorong suatu kebiasaan pembuatan patuh pada hukum. 15 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

17 Sehubungan yang dikemukakan oleh Johan Andenaes, maka Van Veen berpendapat bahwa prevensi general mempunya tiga fungsi, 16 yaitu : 1. Menegakan Kewibawaan 2. Menegakan Norma 3. Membentuk Norma. 3. Teori Gabungan Teori gabungan adalah kombinasi dari teori relatif. Menurut teori gabungan, tujuan pidana selalu membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dengan mewujudkan ketertiban dengan ketentuan beratnya pidana tidak boleh melampaui batas pembalasan yang adil. 17 Menurut Pellegrino Rossi dalam bukunya Traite de Droit Penal yang ditulis pada tahun 1828 menyatakan : Sekalipun pembalasan sebagai asas dari pidana bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun pidana mempunya berbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general 18 Terhadap teori gabungan ini terdapat tiga aliran yang mempengaruh, yaitu : a. Teori gabungan yang menitikberatkan unsur pembalasan, tetapi sifatnya yang berguna bagi masyarakat. Pompe menyebutkan dalam bukunya Hand boek van het Ned.Strafrecht bahwa pidana adalah suatu sanksi yang memiliki ciriciri tersendiri dari sanksi lain dan terikat dengan tujuan dengan sanksi-sanksi 16 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. 17 Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta. Bandung 18 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung

18 tersebut karenanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidahkaidah yang berguna bagi kepentingan umum. b. Teori gabungan yang menitikberatkan pertahan tatatertib masyarakat. Pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi tujuannya adalah melindungi kesejahteraan masyarakat. c. Teori gabungan yang memandang sama pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat. 19 Begitu pula Roeslan Saleh mengemukakan, bahwa pidana hakekatnya terdapat dua poros yang menentukan garis-garis hukum pidana yaitu : a. Segi Prevensi, yaitu bahwa hukum pidana adalah hukum sanksi, suatu upaya untuk dapat mempertahankan kelestarian hidup bersama dengan melakukan pencegahan kejahatan. b. Segi Pembalasan, yaitu bahwa hukum pidana sekaligus merupakan pula penentu hukum, merupakan koreksi dan reaksi atas sesuatu yang bersifat tidak hukum. 20 Pada hakekatnya pidana selalu melindungi masyarakat dan pembalasan atas perbuatan tidak hukum. Selain itu Roeslan Saleh juga mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana diharapkan sebagai suatu yang akan membawa kerukunan serta sebagai suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembalidalam masyarakat. Jadi memang sudah seharusnyalah tujuan pidana adalah membentuk kesejahteraan negara dan masyarakat yang tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan perikamanusiaan sesuai dengan Pancasila. 19 Hamzah, Andi. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi. Pradya Paramita. Jakarta. 20 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.

19 4. Teori Integratif Teori Itegratif ini diperkenalkan oleh Muladi, guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro: Dewasa ini masalah pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari usaha untuk leboh memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak-hak asasi manusia, serta menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional. Untuk ini diperlukan pendekatan multi dimensional yang bersifat mendasar terhadap dampak pemidanaan, baik yang menyangkut dampak yang bersifat individual maupun dampak yang bersifat sosial. 21 Pendekatan semacam ini mengakibatkan adanya keharusan untuk memilih teori integratif tentang tujuan pemidanaan, yang dapat memenuhi fungsinya dalam rangka mengatasi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana (individual and social damages). Pemilihan teori integratif tentang tujuan pemidanaan ini didasarkan atyas alasanalasan, baik yang bersifat sosiologis, ideologis, maupun yuridis. Alasan secara sosiologis dapat diruk pada pendapat yang dikemukakan oleh Stanley Grupp, bahwa kelayakan suatu teori pemidanaan tergantung pada anggapan-anggapan seseorang terhadapa hakekat manusia, informasi yang diterima seseorang sebagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat, macam dan luas pengetahuan yang mungkin dicapai dan penilaian terhadap persyaratan-persyaratan untuk menerapkan teoriteori tertentu serta kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menemukan persyaratan-persyaratan tersebut. Alasan secara ideologis, dengan mengutip pendapat Notonagoro, menyatakan : Berdasarkan Pancasila, maka manusia ditempatkan pada keseluruhan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dengan 21 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung

20 kesadaran untuk mengembangkan kodratnya sebagai mahluk pribadi dan sekaligus sosial. Pancasial yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia dengan alam, dalam hubungannya dengan bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahirlah dan kebahagiaan rohani. Selanjutnya alasan yang bersifat yuridis Muladi menyetujui pendapat Herbert L. Packer sebagai berikut : Hanya ada dua tujuan untama dari pemidanaan, yakni pengenaan penderitaan yang setimpal terhadap penjahat dan pencegahan kejahatan. Teori pemidanaan yang integratif mensyaratkan pendekatan yang integral tujuan-tujuan pemidanaan, berdasarkan pengakuan bahwa keteganganketegangan yang terjadi diantara tujuan-tujuan pemidanaan tidak dapat dipecahkan secara menyeluruh. Didasarkan atas pengakuan bahwa tidak satupun tujuan pemidanaan bersifat definitif, maka teori pemidanaan yang bersifat integratif ini meninjau tujuan pemidanaan tersebut dari segala perspektif. Pidana merupaka suatu kebutuhan, tetapi merupakan bentuk kontrol sosial yang diselesaikan, karena mengenakan penderitaan atas nama tujuan-tujuan yang pencapaiannya merupakan sesuatu kemungkinan. Berdasarkan alasan-alasan sosiologis, ideologi dan yuridis diatas, Muladi menyimpulkan sebagai berikut : Dengan demikian, maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial ( individual and social damages) yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal ini terdiri dari seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi, dengan catatan bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat sifatnya kasuitis. Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksud diatas adalah : 1. Pencegahan (umum dan khusus); 2. Perlindungan Masyarakat; 3. Memelihara Solidaritas Masyarakat dan 4. Pengimbalan/Pengimbangan.

21 B. Dasar Pertimbangan Hakim Tujuan pemidanaan bukan merupakan suatu hal yang baru, tetapi dampak dari pemidanaan yang berkenaan dengan kelanjutan kehidupan terpidana, khususnya dampak stigmatisasi terhadap terpidana dan keluarganya, menumbuhkan aliranaliran dalam hukum pidana yang lebih baru yang mengkreasi jenis-jenis pidana lain yang dianggap lebih menghormati harkat dan martabat manusia, di samping ingin mencapai tujuan pemidanaan itu sendiri. Penjatuhan sanksi pidana harus merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan hakim, karena menyangkut kepentingan-kepentingan tersebut. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa hakim bebas dalam menjatuhkan putusan, namun Pasal 50 Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan hakim dalam memberikan putusan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Hakim sebelum menjatuhkan putusan, terlebih dahulu harus mempertimbangkan mengenai salah tidaknya seseorang atau benar atau tidaknya suatu peristiwa dan kemudian memberikan atau menentukan hukumannya. Menurut Sudarto hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Keputusan mengenai peristiwa, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya; b. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana;

22 c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana. Hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam proses peradilan pidana berperan sebagai pihak yang memberikan pemidanaan dengan tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 sebagai berikut: Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dan berkembangan dalam masyarakat. Masalah penjatuhan pidana sepenuhnya merupakan kekuasaan dari hakim. Hakim dalam menjatuhkan pidana wajib berpegangan pada alat bukti yang mendukung pembuktian dan keyakinannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 183 KUHAP tersebut menentukan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana harus memenuhi dua persyaratan yaitu dua alat bukti sah yang ditentukan secara limitatif di dalam undang-undang dan apakah atas dasar dua alat bukti tersebut timbul keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 menegaskan tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan

23 keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Pasal 24 ayat (1) Undang -Undang Dasar Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Alat bukti yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa menjadi dasar jaksa dalam membuat tuntutannya. Alat bukti yang cukup dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dapat mempermudah jaksa dalam membuat surat tuntutan. Setelah alat bukti terpenuhi, maka dipertimbangkan pula pemeriksaan dan pembuktian di persidangan. Hal yang yang berikutnya dipertimbangkan oleh jaksa adalah hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Atas dasar hal-hal tersebut penuntut umum berdasarkan persetujuan pimpinan menentukan tuntutan pidana terhadap terdakwa. C. Tujuan Pemidanaan di Indonesia Pandangan Utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan kosekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan. Keadilan tidak boleh melalui pembebanan penderitaan itu sendiri, selain itu pandangan Retibutivist menyatakan bahwa keadilan dapat dicapai apabila tujaun yang theological tersebut dilakukan dengan menggunakan ukuran prinsip-prinsip keadilan, misalnya penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran yang selayaknya diperoleh pelaku tindak pidana tersebut oleh karena itu suatu tujuan

24 pemidanaan sangatlah penting sebagai pedoman dalam emberikan dan menjatuhkan pidana. 22 Didalam rancangan KUHP baru yang dibuat oleh Tim RUU KUHP BPHN Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI Tahun 2000 dalam Pasal 50, tujuan pemidanaan dirumuskan sebagai berikut : 1) Pemidanaan bertujuan untuk : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum dan pengayom masyarakat. b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang lebih berguna. c. Menyelesaikan langkah yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa pemidanaan merupakan suatu proses dimana agar proses ini dapat berjalan dan peranan hakim penting sekali. Pasal tersebut mengkongkritkan danksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu serta memuat tujuan ganda yang hendak dicapai melalui pemidanaan. Mengenai tujuan pemidanaan yang tercantum dalam Pasal 47 Konsep Rancangan KUHP (Baru) tersebut, J.E. Sahetapy menuliskan sebagai berikut : 22 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung

25 Tujuan pemidanaan ini sangatlah penting. Ia tidak sanja menyangkut dan dalam aspek tertentu mempertanyakan raison d etre dari teori-teori pidana. Pemidanaan yang ada, terutama yang lahi dari kandungan budaya pemikiran barat, melainkan seharusnya Hakim setelah mengkaji segala ratifikasi tindak pidan dan faktor pertanggungjawaban/pemidanaan dalam kerangka tujuan pemidanaan tadi dengan memperhatikan buka saja rasa keadilan dalam kalbu masyarakat, melainkan harus mampu menganalisis relasi timbal balik antara si pelaku dengan si korban 23 Dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut meliputi usaha prevensi, koreksi kedamaian dalam masyarakat, dan pembebasan rasa bersalah para terpidana sehingga tujuan pemidanaan seharusnya adalah pembinaan sedemikian rupa sehingga terbebas dalam alam pikiran jahat maupun dari kenyataan sosial yang membelenggu serta membentuk kesejahteraan negara dan masyarakat selama tidak bertentangan dengan norma kesusilaan dan prikemanusiaan yang sesuai dengan falsafah dan dasar negara kita, yakni Pancasila. Konsesus tujuan pemidanaan merupakan tanggung jawab bersama bagi kita untuk memikirkan dan merealisasikan khususnya bagi aparat pelaksana dan penegak hukum. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana merupakan suatu proses dinamis yang meliputi penilaian secara terus menerus dan seksama terhadapa sasaran yang hendak dicapai dan konsekuesi yang dapat dipilih dari keputusan tertentu terhadap hal-hal tertentu yang berhubungan dengan tujuan pemidanaan. 24 D. Pengertian Anak Berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak antara lain telah menetapkan apa yang dimaksud anak, yaitu orang yang dalam 23 Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta. Bandung. 24 Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung

26 perkaranya anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pa sal 1 butir 1). Yang dimaksud anak nakal adalah : a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Simandjutak menyatakan bahwa kenakalan anak adalah perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma, baik norma sosial, norma hukum, norma kelompok, mengganggu ketentraman masyarakat sehingga yang wajib mengambil tindakan pengasingan. 25 Konsep mengenai apa yang dimaksud dengan anak nakal erat hubungannya dengan pengertian kenakalan anak. Menurut Zakiah Daradjat bahwa : Kenakalan anak dipandang sebagai perbuatan yang tidak baik, perbuatan dosa, maupun sebagai manifestasi dari rasa tidak puas, kegelisahan ialah perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain, kadang dirinya sendiri Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kenakalan anak mempunyai sifat yang terkelompok menjadi dua bagian besar yaitu : 1. Kenakalan yang bersifat amoral dan anti sosial. Kenakalan ini tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum. 2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum, misalnya mencuri atau dengan kekerasan, penipuan serta pembunuhan atau penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang. 25 Prakoso, Djoko. Hukum Penintesier di Indonesia. 1988. Liberty. Yogyakarta.

27 Djoko Prakoso juga menyatakan bahwa istilah anak nakal dirasa kurang tepat dan kurang mendukung sanksi terhadap penindakan terhadap anak-anak, sehingga kiranya istilah anak nakal tersebut diganti dengan istilah petindak anak-anak, sedangkan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak digunakan istilah tindak pidana anak-anak. Pengguna istilah tersebut kiranya sudah tepat sebab hanya seseorang anak yang melakukan suatu tindak pidana yang dapat dipidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. E. Sanksi Pidana Bagi Anak yang Melakukan Tindak Pidana Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dikatakan bahwa semua anak, asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggungjawab dan dapat dituntut. Secara yuridis formal, ketentuan pidana yang berlaku bagi anak-anak telah mendapatkan jaminan atas kapasitas hukum, terutama Hukum Pidana terdapat beberapa Pasal didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang secara langsung mengatur dan menunjuk. Pasal 45 Dalam hal penentuan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan sesuatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, Hakim dapa menentukan : Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaanya, tanpa pidana apapun. Ataupun memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489,

28 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536 dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. Pasal 46 ( 1 ) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan pada pemerintah, maka iah dimasukan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dan pemerintah atau kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seseorang tertentu yang bertempat tuingga di Indonesia atau kepada suatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya atau kemudian hari atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain dalam kedua hal diatas a\paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur 18 (delapanbelas) tahun. ( 2 ) Aturan untuk melaksanakan ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan Undangundang. Pasal 47 ( 1 ) Jika hakim menjatuhkan pidana meka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga. ( 2 ) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama limabelas tahun. ( 3 ) Pidana tambahan didalam Pasal 10 butir b nomor 1 dan 3 tidak diterapkan.

29 Ketentuan yang diatur dalam Pasal 45, 46 dan 47 ini dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Pasal 67 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, dan yang isinya menyatakan : Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Pasal 45, 46, dan 47 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, ketentuan yang mengatur tentan anak yang melakukan tindak Pidana harus mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur sankisanksi yang dapat dikenakan terhadapa anak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 sebagai berikut: ( 1 ) Pidana yang dapat dijatuhkan pada anak nakal ialah pidana pokok dan piana tambahan. ( 2 ) Pidana Pokok yang dapa ditunjuka pada anak nakal ialah : a. Pidana Penjara b. Pidana Kurungan c. Pidana Denda d. Pidana Pengawasan ( 3 ) Selain Pidana Pokok sebagaimana dimaksud ayat (2) maka terdapat anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barangbarang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

30 Selanjutnya terdapat pula beberapa jenis tindakan yang dapat dikenakan pada anak yang diatur dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, sebagai berikut : ( 1 ) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah : a. Mengembalikan kepada orangtua, wali atau orangtua asuh b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. ( 2 ) Tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim. Dalam Konsep KUHP (baru) Tahun 2012 mengenai Pidana dan tindakan bagi anak diatur dalam Pasal 106 sampai dengan Pasal 123 Konsep KUHP. Ketentuan tentang Pidana bagi anak diatur dalam Pasal 109 Konsep KUHP sebagai berikut : ( 1 ) Pidana Pokok bagi anak terdiri atas : a. Pidana Nominal : 1. Pidana Peringatan, atau 2. Pidana Teguran Keras b. Pidana dengan syarat : 1. Pidana Pembinaan diluar lembaga, 2. Pidana Kerja Sosial, atau 3. Pidana Pengawasan,

31 c. Pidana Denda, atau d. Pidana Pembatasan Pembebasan : 1. Pidana Pembinaan didalam lembaga. 2. Pidana Penjara, atau 3. Pidana Tuntutan. ( 2 ) Pidana Tambahan terdiri atas : a. Perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan, b. Pembayaran ganti kerugian, atau c. Pemenuhan kewajiban adat. Sedangkan mengenai tindakan diatur Pasal 122, yang isinya sebagai berikut : ( 1 ) Setiap anak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan 35 dapat dikenakan tindakan : a. Perawatan dirumah sakit jiwa, b. Penyerahan kepada pemerintah, atau c. Penyerahan kepada seseorang. ( 2 ) Tidanakan yang dapat dikenakan terhadap anak tanpa menjatuhkan Pidana Pokok adalah : a. Pengembalian kepada orang tua, wali, atau pengasuhannya; b. Penyerahan kepada pemerintah; c. Penyerahan kepada seseorang; d. Keharusan meliputi suatu pelatihan yang diadakan oleh pemerintah ayau badan swasta; e. Pencabutan surat izin mengemudi;

32 f. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; g. Perbaikan akibat tindak pidana; h. Rehabilitas; dan i. Perawatan di lembaga. Dalam Konsep KUHP ini, ada hal-hal baru yang menarik untuk dikemukakan berkenaan dengan pemidanaan, yang tidak akan ditemui pada hukum positif kita, antara lain : 1. Anak pelaku yang belum mencapai umur 12 tahun tidak dapat di pertanggungjawabkan Pasal 106 ayat (1), serta pidana dan tindakan hanya berlaku pada anak berusia antara 12 tahun sampai dengan 18 tahun (ayat (2)) 2. Penerapan pidana pembatasan kebebasan dalam merupakan upaya terakhir, khususnya terhadap tindak pidana berat atau yang disertai dengan kekerasan Pasal 117 ayat (1). 3. Maksimum pidana pembatasan/perampasan kebebasan yang dikenakan adalah selama-lamanya ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa Pasal 121 ayat (2). 4. Apabila tindak pidana diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dapat dijatuhkan pada anak adalah Pidana Penjara selama-lamanya sepuluh tahun Pasal 119 ayat (2).