PENERAPAN SIMBIOSIS RUANG PADA TEMPAT TINGGAL DULU DAN KINI SEBAGAI KONSEP RANCANG RUMAH SUSUN DI KEDIRI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

PENCITRAAN ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL PADA RUMAH SUSUN DI KEDIRI

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

Solusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa

Bentuk Analogi Seni Pertunjukan dalam Arsitektur

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

BAB VII KESIMPULAN 7.1. Ringkasan Temuan

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

contoh rumah minimalis sederhana

EVALUASI BENTUK LAY OUT UNIT HUNIAN PADA RUSUN HARUM TEBET JAKARTA

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

Penerapan Metafora Paramadiwa pada Perancangan Pusat Kesenian Jawa Timur Paramadiwa Surabaya

BAB III METODE PERANCANGAN. ingin dibuat sebelum kita membuatnya, berkali-kali sehingga memungkinkan kita

Architecture. Modern Aesthetic. Neoclassic Style Teks: Widya Prawira Foto: Bambang Purwanto. Home Diary #009 / 2015

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metafora Akselerasi dalam Objek Rancang Sirkuit Balap Drag Nasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

Konsep Panopticon dan Persepsi Ruang pada Rumah Bina Nusa Barong

b e r n u a n s a h i jau

Contoh Penerapan Riset Desain Interior dalam Menghasilkan Konsep Desain

Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi

Hunian Vertikal Sewa dengan Konsep Eko-modular Arsitektur

BAB III ANALISIS. RINI SUGIARTI, S.Ars Gambar 10. Denah Dan Ukuran Bangunan Eksisting (Sumber : Data Penulis, 2017)

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG

Desain Apartemen Dengan Pendekatan Edible Landscape

PENATAAN INTERIOR UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN SEWA SURABAYA SEBAGAI HASIL DARI PROSES ADAPTASI BERDASARKAN PERILAKU PENGHUNI

APARTEMEN DI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

Ruang Rehumanisasi: Proses Pembauran Manusia Melalui Perjalanan Ruang

IDENTIFIKASI POLA TATA RUANG RUMAH PRODUKTIF BATIK DI LASEM, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan

Pola Perubahan Rumah Subsidi dan Dampaknya bagi Kenyamanan Penghuni

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI.

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapan Konsep Tumpang Tindih Pada Rancangan Pasar Ikan Mayangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. lingkungan maupun keadaan lingkungan saat ini menjadi penting untuk

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Rusun Rancacili: Rumah Produksi Kolektif

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

Nama Matakuliah STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN - 1

Perancangan Perpustakaan Umum dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Trilogi Simbiosis: Seni Rupa, Arsitektur dan Ruang Publik

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

Konsep Arsitektur Hijau Sebagai Penerapan Hunian Susun di Kawasan Segi Empat Tunjungan Surabaya

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-179

Pengantar Daftar Tabel Daftar Gambar Rancangan Kegiatan Pembelajaran

TIPOLOGI GEREJA IMMANUEL DI DESA MANDOMAI. Abstraksi

Desain Hunian Terapung di Jakarta Utara

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

KARYA RANCANGAN GEDUNG ASRAMA SISWA PUTRA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 1 SALAM KABUPATEN MAGELANG

PENYEDIAAN LAHAN DALAM MASALAH PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Adi Sasmito*)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Adapun pengelompokkan jenis kegiatan berdasarkan sifat, yang ada di dalam asrama

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA TIMUR

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

BAB I PENDAHULUAN. Studio gambar adalah merupakan salah satu sarana ilmu pendidikan yang

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

BAB VII KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. 1. Pengembangan pemukiman nelayan di Segara Anakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

Struktur Arsitektur dalam Objek Rancang Pusat Komunitas Berperilaku Hijau Surabaya

RUMAH TINGGAL. Eko Sri Haryanto, S.Sn, M.Sn

BAB IV: KONSEP. c) Fasilitas pendukung di hotel (event-event pendukung/pengisi kegiatan kesenian di hotel)

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

Pengaruh Penataan Bangunan dan Lingkungan Terhadap Resiko Bencana Kebakaran Di Kelurahan Nyamplungan Kota Surabaya

DESAIN WISATA EDUKASI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SURABAYA

Transkripsi:

PENERAPAN SIMBIOSIS RUANG PADA TEMPAT TINGGAL DULU DAN KINI SEBAGAI KONSEP RANCANG RUMAH SUSUN DI KEDIRI Vijar Galax Putra Jagat P. 1), Murni Rachmawati 2), dan Bambang Soemardiono 3) 1) Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail: vijar_galax@yahoo.co.id 2) Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3) Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pengembangan rumah susun sebagai usaha pemenuhan kebutuhan tempat tinggal saat ini menimbulkan reduksi kehidupan sosial penghuninya, termasuk berkurangnya kualitas interaksi sosial dan kesempatan mewujudkan aktualisasi diri. Berbagai teori memaparkan bahwa masalah tersebut dapat diselesaikan melalui rancangan ruang tempat tinggal dulu dan kini. Oleh karena itu, dilakukan penelitian kualitatif untuk menemukan makna dan perwujudan ruang pada kedua jenis tempat tinggal tersebut yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai solusi permasalahan sosial saat ini. Solusi-solusi digabungkan dalam rancangan baru melalui pendekatan arsitektur simbiosis agar makna dan konsep di balik solusi tersebut tidak melebur akibat penggabungan. Kemudahan penghuni dan huniannya ditangkap secara visual oleh lingkungannya adalah solusi umum kedua masalah sosial, dapat diterapkan melalui pola massa berkesinambungan dan terpusat, deret hunian kurva linier yang terpusat pada void, serta pembatas hunian yang terbuka. Kualitas interaksi sosial ditingkatkan dengan menyediakan berbagai ruang bersama dan menerapkan hirarki ruang. Aktualisasi penghuni diwadahi melalui rancangan tampilan bangunan yang menggunakan gaya arsitektur kontemporer dan tampang hunian yang fleksibel. Kata kunci: Rumah Susun, Simbiosis Dulu dan Kini. PENDAHULUAN Peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal yang tinggi pada perkotaan mengharuskan pengembangan permukiman secara vertikal, seperti rumah susun. Keterbatasan lahan pada perkotaan terbentuk oleh kebutuhan mewujudkan kota berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan UU RI Nomor 26 Tahun 2007, setiap kota harus menyediakan 30% dari luas wilayahnya untuk ruang terbuka hijau (RTH). Terlupakannya aspek sosial dalam pengembangan rumah susun mengakibatkan berbagai permasalahan sosial yang mengakibatkan reduksi kualitas kehidupan sosial masyarakat penghuninya. Penurunan kualitas interaksi sosial dalam rumah susun dapat mengakibatkan konflik antar penghuni karena buruknya komunikasi yang terjadi. Penelitian ruang bersama oleh Amal (2010) terhadap tiga rumah susun menunjukkan bahwa kegiatan interaksi sosial dengan intensitas tinggi tidak terjadi di ruang bersama yang disediakan, melainkan di koridor, tangga, atau bordes. Hal ini disebabkan karena kognisi penghuni terpengaruh oleh kebiasaan interaksi sosial di permukiman tapak, yakni di halaman rumah atau jalan-jalan (Purwanto & Wijayanti, 2012). Permasalahan sosial ini pada dasarnya telah dipikirkan dan dituangkan oleh masyarakat tradisional dalam perancangan tempat tinggal mereka (Murbaintoro dkk, 2009). B-27-1

Kurangnya kesempatan penghuni mewujudakan aktualisasi diri melalui huniannya merupakan masalah sosial yang juga muncul akibat pengembangan hunian yang seragam satu sama lain dan tampang hunian yang sempit akibat pemampatan luas bangunan dalam rumah susun. Penghuni rumah susun kemudian banyak melakukan perubahan fisik huniannya untuk membedakannya dengan hunian orang lain (Puspitasari, 2011), sebagai wujud aktualisasi dirinya. Kebutuhan ini memang sesuatu yang lazim muncul pada masyarakat sekarang, sesuai dengan teori Maslow bahwa tingkatan kebutuhan manusia akan rumah dari tingkat terbawah ke atas adalah: kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri, merupakan jenis kebutuhan yang perlu disediakan oleh suatu rumah (Budiharjo, 1994). Kedua masalah sosial tersebut berkaitan dengan ruang pada tempat tinggal saat ini. Ruang tidak hanya terbentuk dari elemen fisik, melainkan juga elemen non-fisik, termasuk fungsi dan makna berdasarkan persepsi penggunanya (Ven, 1980). Perancangan ruang di nusantara saat ini banyak terpengaruh oleh budaya barat mengakibatkan terlupakannya konsep ruang lokal (Kartono, 2005). Padahal pembangunan tempat tinggal merupakan suatu gejala budaya yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan dimana bangunan tersebut berada (Rapoport, 1969). Oleh karena itu, perancangan ruang rumah susun pun seharusnya memperhatikan aspek sosial yang sangat bergantung pada kehidupan masyarakat setempat. Penelitian dan perancangan ini merupakan usaha untuk menghasilkan konsep rancang yang menggabungkan ruang-ruang pada tempat tinggal dulu dan kini agar dapat memecahkan kedua masalah sosial tersebut sekaligus. Untuk dapat menggabungkan kelebihan dari masingmasing tempat tinggal tanpa kehilangan makna dan konsep di baliknya, digunakan pendekatan simbiosis dulu dan kini yang telah dipaparkan oleh Kurokawa (1991). Istilah dulu didefinisikan sesuai dengan pendapat Kurokawa, yakni sesuatu yang tradisional yang telah ada sejak lampau, sebelum era sekarang, yakni era arsitektur Post-Modern. Sedangkan kini didefinisikan berada pada era sekarang. Dalam kaitan memanfaatkan wilayah Jawa, yakni Kediri, sebagai lokasi studi, hasil yang diperoleh menambah keaneka-ragaman arsitektur Jawa dengan cara pemasa-kinian arsitektur Jawa dimana wujud arsitektur Jawa menjadi sumber penggubahan baru sehingga masih mampu dikenali ke-jawa-an dan sekaligus ke-kini-annya. METODE Pendekatan simbiosis mempengaruhi metodologi penelitian dan perancangan yang dilakukan. Pendekatan ini mencari nilai antara budaya yang berbeda, faktor yang saling berlawanan, atau elemen yang berbeda (zona suci), kemudian mengolahnya dengan menciptakan ruang perantara, agar konflik tersebut menjadi hal yang positif bagi rancangan yang akan dibuat. Secara lebih khusus, teknik simbiosis dulu dan kini dari Kurokawa (1991) yang digunakan adalah memanipulasi bentuk atau pola dari masa lalu berdasarkan wawasan mengenai konsep atau estetika yang tidak kasat mata di balik bentuk atau pola tersebut. Perancangan ini secara umum mengikuti proses pengambilan keputusan perancangan dari Jones (1970), terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1. Divergensi: eksplorasi situasi perancangan; 2. Transformasi: merumusakan kembali persoalan dengan cara baru; 3. Konvergensi: memutuskan solusi yang digunakan. Divergensi dalam perancangan ini diawali dengan perumusan tujuan dan tahap awal penelitian kualitatif, yakni pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan zona suci (sacred zone) tempat tinggal dulu dan kini, khususnya makna dan perwujudan ruang yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah interaksi sosial dan aktualisasi diri. Penelitian kualitatif merupakan penelitian multi-taktik dalam fokus, menggunakan pendekatan B-27-2

naturalistik terhadap pokok bahasan yang diteliti (Groat & Wang, 2002). Terdapat beberapa taktik pengumpulan data yang digunakan terhadap beberapa obyek penelitian, sebagai berikut: 1. Permukiman dulu, diteliti melalui penelitian lapangan dengan taktik wawancara dan observasi terhadap Dusun Bulupasar di Kabupaten Kediri; 2. Rumah dulu, diteliti melalui penelitian kepustakaan tentang rumah tradisonal Jawa karena rumah dulu di Kediri serupa dengan rumah tradisional Jawa, kemudian diperdalam konteks lokalnya dengan meneliti salah satu rumah dulu yang ada di Dusun Bulupasar dengan taktik wawancara dan observasi; 3. Permukiman kini, diteliti melalui penelitian lapangan dengan taktik observasi terhadap rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Kota Kediri, serta diperdalam melalui penelitian kepustakaan terhadap rumah susun yang telah ada dan telah beroperasi meskipun berada di luar wilayah Kediri karena rusunawa Kota Kediri belum beroperasi; 4. Rumah kini, cukup diteliti melalui penelitian kepustakaan terhadap rumah-rumah kontemporer di Kediri karena pengembangan rumah saat ini telah banyak dipublikasikan. Pemilahan obyek penelitian ini adalah hasil pertimbangan bahwa rumah susun secara umum relevan dengan permukiman, sedangkan satuan huniannya relevan dengan satuan rumah. Transformasi mencakup tahap analisis hingga sintesis penelitian. Konvergensi meliputi proses penyususnan konsep rancangan melalui metoda pemrograman arsitektur dari Duerk (1993). Kegiatan diawali dengan memilah dan menentukan misi umum berdasarkan isu masalah sosial yang dibahas, kemudian diturunkan ke dalam tujuan-tujuan yang lebih khusus, hingga akhirnya dihasilkan konsep berdasarkan kriteria yang dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Kriteria yang dimaksud adalah sintesis penelitian, sebagai zona suci. Pada tahap penyusunan konsep ini lah kriteria-kriteria dari tempat tinggal dulu dan kini yang merupakan zona suci masing-masing tempat tinggal digabungkan untuk menghasilkan konsep simbiosis. HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui analisis penelitian, ditemukan bahwa kemudahan penghuni dan huniannya untuk dapat ditangkap secara visual oleh orang lain merupakan sebuah solusi yang saling melingkupi (overlap) antara solusi untuk masalah interaksi sosial dan aktualisasi diri. Terjadinya interaksi sosial diawali oleh kontak sosial. Aktualisasi diri dapat diapresiasi jika terlihat atau dapat diamati orang lain. Oleh karena itu, konsep utama perancangan rumah susun disusun berdasarkan daya tangkap visual tersebut. Lay Out Hunian Gambar 1. Simbiosis antara Interaksi Sosial dan Aktualisasi Diri Permukiman dulu menata rumah-rumah di dalamnya secara berhadapan dan paralel dengan jarak hadap yang jauh sehingga setiap rumah memiliki sudut pandang yang luas terhadap beberapa rumah di hadapannya. Pada permukiman kini, keterbatasan lahan rumah susun hanya mampu menciptakan jarak hadap yang pendek mengakibatkan keterbatasan sudut B-27-3

pandang. Namun demikian, void lantai di tengah bangunan rumah susun dihadirkan sebagai usaha untuk memperluas sudut pandang ke hunian di tingkat lantai yang berbeda. Oleh karena itu. Oleh karena itu, disusun konsep untuk mempertahankan jarak hadap yang jauh dan hubungan visual ke beda tingkat lain pula, yakni menyusun deretan hunian membentuk pola kurva linier yang terpusat pada void lantai di tengah. Gambar 2. Lay Out Hunian Kurva Linier yang Terpusat pada Void Tata Massa Bangunan Pada permukiman dulu, terbentuk jalur sirkulasi berkesinambungan yang menghubungkan seluruh rumah sehingga memudahkan interaksi antar masyarakat. Permukiman kini, yakni rumah susun, membentuk pola terpusat ke ruang terbuka di tengah agar setiap bangunan rumah susun dapat terhubung secara visual melalui ruang terbuka tersebut. Namun, hubungan antar penghuni antar bangunan terhambat karena pemilahan bangunan. Oleh karena itu, disusun konsep massa bangunan rumah susun berkesinambungan dalam tapak, serta dibentuk di sepanjang sisi tapak untuk memperoleh pusat orientasi berupa ruang terbuka di tengah sebagai penghubung visual. Ruang Bersama Gambar 3. Massa Bangunan Berkesinambungan dan Terpusat Konsep ruang bersama disusun dari kriteria pada tempat tinggal dulu, sehingga diperoleh empat macam ruang bersama yang dihadirkan. Yang pertama, sebuah ruang bersama berkapasitas besar serbaguna yang dapat digabung dengan lapangan di depannya, mencakup seluruh penghuni rumah susun. Ruang ini dapat digunakan untuk bersantai bersama seharihari, pertemuan, acara adat, dan bersama lain. Konsep ini berasal dari keberadaan pendhapa serbaguna dan lapangan milik balai desa di lokasi studi yang dimanfaatkan untuk kegiatan bersama lingkup dusun dan desa. Untuk memudahkan terjadinya kontak sosial antara orang di ruang bersama dengan yang di luarnya, ruang ini diposisikan di dekat ruang kedatangan dan tangga sirkulasi di lantai dasar. Untuk menerapkan kriteria kedekatan tempat tinggal dengan B-27-4

lahan pekerjaan pada permukiman dulu, agar dapat segera pulang dan berinteraksi dengan lingkungan setelah bekerja, disediakan petak-petak ruang di sekeliling ruang bersama ini yang dapat digunakan untuk toko, kios, warung, dan semacamnya. Gambar 4. Lay Out dan Kegiatan dalam Ruang Bersama Besar Ruang bersama lebih kecil disediakan di beberapa lokasi pada tiap tingkat lantai. Sasaran ruang ini adalah lingkup kelompok bertetangga, disediakan satu ruang setiap sepuluh rumah. Ruang bersama ini diposisikan di dekat tangga sirkulasi dan merupakan perluasan dari koridor rumah susun pada titik tertentu. Konsep sesuai dengan kriteria pada permukiman dulu, dimana kegiatan bersama juga dilakukan di tempat-tempat ibadah bersama dalam lingkup RT, baik kegiatan formal, maupun sekedar berinteraksi. Konsep ini sesuai juga beberapa penelitian lain pada rumah susun yang menyimpulkan ruang bersama pada rumah susun secara informal terbentuk di koridor, tangga, dan bordes. Gambar 5. Lay Out dan Kegiatan dalam Ruang Bersama Kecil Konsep ruang bersama yang lebih sempit, yakni lingkup tetangga dekat, adalah mengadakan teras di depan satuan hunian. Teras ini merupakan bagian bersama, bukan termasuk satuan hunian, sehingga tidak dapat diklaim dan dibangun oleh penghuni sebagai miliknya. Keberadaan teras sesuai dengan pendhapa atau emper pada rumah dulu. Namun, arsitektur yang digunakan adalah gaya dan teknik kontemporer karena teras pada rumah kini menjadi salah satu elemen untuk penekanan estetika arsitektur rumah secara keseluruhan. Ruang bersama yang paling sempit lingkupnya adalah ruang bersama dalam satuan hunian yang hanya digunakan oleh anggota keluarga atau penghuni satuan hunian. Sesuai dengan kriteria ruang bersama dalam di rumah dulu, ruang bersama ini dirancang dalam bentuk yang sederhana, luas, dan bebas sekat sehingga fleksibel digunakan untuk berbagai kegiatan bersama. Luasnya ruang ini diperoleh dari pemampatan kamar tidur, seperti yang B-27-5

terdapat pada rumah dulu dimana kamar tidur hanya digunakan untuk tidur dan berganti pakaian. Kegiatan selain itu dilakukan di ruang bersama. Hirarki Ruang Organisasi ruang pada rumah dulu membentuk pola linier dimana ruang paling publik berada di depan, sedangkan ruang paling privat di belakang. Ruang publik untuk interaksi dengan lingkungan memiliki batas yang terbuka terhadap lingkungan, namun tertutup terhadap ruang di belakangnya. Ruang di belakangnya untuk interaksi dengan keluarga atau orang lain yang sangat akrab. Ruang bersama paling belakang digunakan untuk interaksi antar anggota keluarga. Kamar tidur berada di ujung belakang rumah. Sedangkan kamar mandi, dapur, dan fungsi lain memiliki akses di luar rumah utama. Ruang-ruang bersama yang fleksibel untuk berbagai kegiatan bersama dapat meningkatkan kesempatan interaksi sosial penghuni. Organisasi ruang rumah kini membentuk pola terpusat, yakni ruang bersama di tengah dikelilingi oleh ruang-ruang berfungsi tunggal, seperti: kamar tidur, kamar mandi, dapur, dan ruang dengan fungsi tunggal lainnya. Organisasi ini membentuk rumah yang melebar ke samping sehingga memperluas tampang hunian yang dapat dikembangkan sebagai wujud aktualisasi penghuninya. Gambar 6. Skema Denah Satuan Hunian Konsep rancang organisasi ruang satuan hunian dalam rumah susun adalah penggabungan organisasi ruang rumah dulu dan kini. Hirarki ruang dipertahankan dengan gaya arsitektur kontemporer, namun tidak hanya linier ke belakang, namun juga ke samping. Dengan demikian, keleluasaan berinteraksi dalam ruang bersama terjaga, sekaligus kesempatan beraktualisasi tetap banyak tersedia. Tampilan Bangunan Tampilan bangunan terbentuk melalui elemen-elemen fisik pembatas ruang. Masyarakat saat ini menginginkan langgam arsitektur kontemporer digunakan untuk tampilan tempat tinggal mereka, merupakan wujud pemenuhan kebutuhan penghargaan diri. Langgam arsitektur yang sedang banyak diminati di lokasi studi adalah tampilan dari arsitektur minimalis. Oleh karena itu, konsep tampilan rumah susun yang menggabungkan tampilan arsitektur Jawa dan minimalis akan membantu mewujudkan aktualisasi sebagai masyarakat penghuni rumah susun yang berada di Kediri. Fasade arsitektur minimalis digabungkan dengan saka (tiang) dan atap rumah tradisional Jawa. B-27-6

Gambar 7. Arsitektur Minimalis dan Jawa pada Tampilan Bangunan Tampang Satuan Hunian Luas tampang hunian yang dapat dikembangkan sangat berpengaruh terhadap kesempatan pemenuhan kebutuhan aktualisasi masing-masing penghuninya. Oleh karena itu, seluruh tampang dengan satuan hunian, yakni yang menghadap koridor rumah susun, dikonsepkan menggunakan arsitektur yang sederhana dan terbuka secara visual. Keterbukaan ini berupa dinding yang memiliki jendela dan bukaan lain yang luas agar terbentuk sebagai wajah depan satuan hunian. Keberadaan teras sepanjang sisi depan hunian ini juga memudahkan pengembangan wajah hunian tersebut. Gambar 8. Fleksibilitas Pengembangan Tampang Satuan Hunian KESIMPULAN DAN SARAN Makna dan perwujudan ruang tempat tinggal dulu, yakni permukiman dan rumah tradisional Jawa, dibentuk berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan interaksi antar penghuni maupun dengan lingkungannya. Ruang pada tempat tinggal sekarang lebih banyak mempertimbangkan faktor fisiologis dan ekonomi agar hunian juga menjadi sesuatu yang menggambarkan kemampuan penghuninya sehingga tampilan menjadi perhatian. Oleh karena itu, simbiosis antara solusi-solusi kedua jenis tempat tinggal tersebut dapat menekan permasalahan interaksi sosial dan aktualisasi diri pada rumah susun sebagai jenis tempat tinggal kontemporer. Kajian berbagai solusi dari tempat tinggal dulu dan kini menunjukkan pentingnya kemudahan penangkapan penghuni maupun huniannya oleh orang lain secara visual. Daya tangkap visual menjadi suatu zona overlap antara solusi masalah interaksi sosial dan aktualisasi diri sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ruang perantara untuk menciptakan simbiosis antara keduanya. Hal ini meningkatkan kesempatan terjadinya kontak sosial dan usaha pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri melalui hunian akan lebih mudah dilihat dan diapresiasi orang lain. B-27-7

Kemudahan penangkapan visual dapat ditingkatkan melalui: Penataan deret hunian menggunakan pola kurva linier yang terpusat pada void lantai di tengah, dan Tata massa bangunan rumah susun yang berkesinambungan dan terpusat pada ruang terbuka di tengah tapak. Khusus masalah interaksi sosial, dapat diatasi melalui: Pengadaan berbagai ruang bersama yang disesuaikan dengan pola kehidupan sosial masyarakat di permukiman tradisional, dan Menggunakan hirarki ruang yang jelas dalam menyusun organisasi ruang. Keleluasaan memnuhi kebutuhan aktualisasi penghuni dapat diwadahi melalui: Tampilan bangunan yang menggabungkan arsitektur tradisional Jawa dan kontemporer, yakni minimalis, serta Merancang fleksibel untuk dikembangkan arsitekturnya sesuai dengan kemampuan masing-masing pemilik satuan hunian. Perancangan rumah susun seharusnya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial ini agar kualitas kehidupan sosial masyarakat penghuninya tidak banyak terdegradasi dibandingkan ketika hidup di permukiman tapak. Oleh karena itu, perancangan rumah susun harus diawali dengan pengkajian kehidupan sosial masyarakat yang menjadi sasaran sebagai calon penghuni rumah susun yang dirancang. Hal ini berlaku untuk perancangan di lokasi yang berbeda karena arsitektur tradisional merupakan buah pikiran yang diwariskan secara turun-temurun dalam konteks lokasi suatu lingkungan tertentu. Dengan demikian, aspek sosial dan budaya masyarakat setempat dapat dilestarikan meskipun tinggal pada permukiman yang modern. Diharapkan metode dan konsep berdasarkan penelitian dan perancangan ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam perancangan rumah susun di kemudian hari. DAFTAR PUSTAKA Amal, C. A., Sampebulu, V., & Wunas, S. (2010). Efektifitas Ruang Publik dalam Rumah Susun di Kota Makasar. Makassar. Budiharjo, E. (1994). Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Duerk, D. P. (1993). Architectural Programming. New York: Van Nostrand Reinhold. Groat, L., & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Jones, J. C. (1970). Design Methods: Seeds of Human Futures. New York: John Wiley & Sons Kartono, J. L. (2005). Konsep Ruang Tradisional Jawa Dalam Konteks Budaya. Dimensi Interior, Vol. 3, No. 2, 124-136. Kurokawa, K. (1991). The Philosophy of Symbiosis. London: Academy Group Ltd and Kisho Kurokawa. B-27-8

Murbaintoro, T., Ma arif, M. S., Sutjahjo, S. H., & Saleh, I. (2009). Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan Perumahan Berkelanjutan. Jurnal Permukiman Vol. 4 No. 2, 72-87. Purwanto, E., & Wijayanti. (2012). Pola Ruang Komunal di Rumah Susun Bandarharjo Semarang. DIMENSI, Vol. 39, No. 1, July, 23-30. Puspitasari, R. (2011). Penataan Interior Rumah Susun Sewa Surabaya dalam Korelasi dengan Karakteristik Sosial-Budaya dan Perilaku Penghuni, Tesis. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. B-27-9