POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini dalam menunjang kemajuan masyarakat. Mudah

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN. maju dengan pesat. Disisi lain, ketidak tersediaan akan energi listrik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu perencanaan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dalam segala

Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik. Toha Ardi Nugraha

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

ENERGI DAN KESEJAHTERAAN

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

SUATU GAGASAN DALAM MEMACU PROGRAM KELISTRIKAN DESA DI SUMATERA UTARA BONGGAS L. TOBING

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengurusi politik yang akhirnya ekonominya sendiri menjadi kacau.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

MEMANFAATKAN BIOENERGI UNTUK PEMBANGUNAN PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menikmati listrik. Akibat sulitnya lokasi yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN. Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Sumber energi di Indonesia (Overview Industri Hulu Migas, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

Transportasi Sungai. Institut Pertanian Bogor. Potensi Sungai vs Krisis Energi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penambangan batu kapur di Desa Citatah telah dilakukan sejak abad ke-19 yang

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Banyak masyarakat yang sangat bergantung akan keberadaan energi listrik.

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan alam Indonesia yang memiliki iklim tropis dan beridentitaskan sebagai

KEPPRES 37/1992, USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK OLEH SWASTA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK OLEH SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL

PROWATER SEBAGAI SOLUSI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK. Johny Ivan, ST. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Perorangan

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI

I. PENDAHULUAN. atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan akan energi listrik terus bertambah dengan bertambahnya

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. listrik. Dimanapun kita tinggal, listrik sudah menjadi kebutuhan primer yang

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Good Governance. Etika Bisnis

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan maupun pengembangan suatu wilayah. Besarnya peranan tersebut mengharuskan

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

MENGATASI TINGKAT KEMISKINAN DESA DENGAN AIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama Badan. Pasal 32

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. angin mekanik untuk pemompaan air dan penggilingan biji-bijian sudah

Alang-alang dan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting pada kehidupan manusia saat ini. Hampir semua derivasi atau hasil

I. PENDAHULUAN. minyak bumi memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi alternatif.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. a. Sikap partisipasi aktif berpengaruh signifikan terhadap intensi

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Transkripsi:

Latar Belakang POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT 1. Sekitar 60 70 % penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan, maka Pembangunan Perdesaan harus mendapat prioritas yang tinggi dalam Pembangunan Nasional. Dalam pembangunan perdesaan, masyarakat perdesaan diharapkan mampu tumbuh sebagai kekuatan ekonomi yang tidak menggantungkan hanya pada sektor pertanian tetapi juga pada sektor-sektor lainnya, khususnya industri. 2. Salah satu factor penting untuk mendukung pembangunan perdesaan adalah ketersediaan energi. Oleh karena itu pengembangan energi perdesaan memegang peranan penting. Mengingat kondisi perdesaan Indonesia sangat beragam, maka penyediaan energi perdesaan harus disesuaikan dengan keadaan perdesaan tersebut. 3. Dalam pengembangan energi perdesaan haruslah dapat memanfaatkan segala potensi sumber daya setempat secara maksimal. Potensi sumber daya ini meliputi potensi sumber daya energi, sumber daya manusia dan sumber daya dana yang dalam pelaksanaan pengembangannya mendapat dukungan (partisipasi) sepenuhnya dari masyarakat setempat. Situasi Energi Perdesaan 4. Situasi energi perdesaan secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pola konsumsi energi di daerah perdesaan masih ditandai oleh besarnya pemakaian energi non-komersial (terutama kayu bakar), sedangkan pemakaian energi komersial relatif belum berkembang. b. Jumlah rumah tangga yang sudah menikmati aliran listrik (PLN) relatif masih kecil. Sampai dengan akhir mei tahun 2001 jumlah desa yang sudah terjangkau jaringan listrik PLN adalah 49.362 (82,20%). Mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dan banyak yang terpencil, diperkirakan sekitar 6.200 desa tidak mungkin atau sangat sulit dilistriki dengan cara perluasan jaringan system PLN.

Dasar Pemikiran Pengembangan Energi Perdesaan 5. Dengan situasi energi perdesaan seperti tersebut di atas, maka untuk memenuhi kebutuhan energi di perdesaan dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi sumber daya setempat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. 6. Pengembangan energi perdesaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan perdesaan dan pembangunan nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu pengembangan energi perdesaan harus terpadu dengan program pembangunan perdesaan dan pembangunan nasional lainnya. Pengembangan Potensi Setempat 7. Yang dimaksud potensi setempat dalam pengembangan energi perdesaan di sini adalah potensi sumber daya energi, swadaya masyarakat, pendanaan dan sistem kelembagaan. a. Pengembangan Sumber Daya Energi 8. Keadaan perdesaan di Indonesia masih banyak yang letaknya terpencil dan terisolasi yang kebutuhan energinya sangat kecil sehingga kurang ekonomis jika penyediaan energinya dilakukan secara terpusat. Oleh karena itu untuk meningkatkan penyediaan energi guna memenuhi kebutuhan energi di perdesaan semacam ini tak dapat hanya bergantung pada penyediaan energi yang bersifat terpusat Untuk daerah-daerah perdesaan semacam ini hendaknya dapat dikembangkan penyediaan energi dengan sejauh mungkin memanfaatkan sumber-sumber setempat. 9. Pola penyediaan energi perdesaan di Indonesia berbeda dari tempat satu dengan tempat lainnya, tergantung pada kondisi alam setempat. Sumber-sumber energi yang biasanya terdapat di daerah perdesaan adalah biomassa (kayu bakar dan limbah pertanian), energi air skala kecil, energi matahari dan energi angin. 10. Dengan jalan pendekatan kepada masyarakat, diharapkan masyarakat setempat dapat melakukan identifikasi sumber-sumber energi setempat yang potensial untuk dapat dikembangkan guna memenuhi kebutuhan energinya.

b. Pengembangan Swadaya Masyarakat 11. Dewasa ini usaha-usaha pengembangan energi perdesaan masih banyak dilakukan yang dilakukan melalui pendekatan top-down Berdasarkan beberapa pengalaman cara semacam itu kurang mencapai sasaran, karena hal-hal berikut : a. Dari awal proses pelaksanaannya masyarakat kurang diikutsertakan sehingga masyarakat merasa tidak ikut memiliki. b. Walaupun proyek tersebut bermanfaat bagi masyarakat, tetapi mereka cenderung mengharapkan pengembangan energi perdesaan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah. c. Mengingat proyek ini tidak dikelola dengan baik, maka umur teknis proyek tidak sesuai dengan yang diharapkan Oleh karena itu pengembangan energi perdesaan harus melibatkan peranserta masyarakat dari awal sampai akhir. 12. Partisipasi masyarakat tersebut sekurang-kurangnya mencerminkan dua unsur yaitu keterlibatan fisik dan mental atau rasa ikut bertanggung jawab. Dengan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan energi perdesaan, maka peran pemerintah hanya bersifat fasilitator yang berfungsi untuk mendorong proses pelaksanaan perencanaan, pembangunan dan pengoperasiannya. Proses pembangunan proyek dari mulai perencanaan sampai dengan pengoperasiannya dilakukan sendiri oleh masyarakat sendiri. 13. Untuk menumbuhkan partisipasi masyaratak dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan terhadap pemimpin formal (kepala desa, pamong desa dan sebagainya), pemimpin non-formal (tokoh masyarakat) dan pendekatan langsung kepada masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh Pemda setempat, instansi yang dalam tugasnya berkaitan erat dengan pengembangan perdesaan dan energi serta oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 14. Dengan adanya partisipasi masyarakat tersebut hasil-hasil yang diharapkan di antaranya adalah : a. Masyarakat mampu mengadakan identifikasi permasalahan mereka di bidang energi.

b. Masyarakat mampu mengadakan evaluasi sumber daya energi yang ada di daerah bersangkutan. c. Masyarakat mampu melaksanakan pengkajian kebutuhan energi, baik untuk kini maupun masa mendatang. d. Masyarakat mampu membuat semacam perencanaan bersama untuk menentukan pengembangan energi yang mereka butuhkan. e. Masyarakat mampu melakukan pilihan teknologi. Pilihan ini didasarkan pada hasil evaluasi sumber daya energi yang tersedia di daerah tersebut. f. Masyarakat mampu menghimpun dana, baik yang berasal dari masyarakat itu sendiri maupun dari sumber dana setempat lainnya. Dalam pelaksanaannya apabila diperlukan dapat dibantu oleh Pemerintah Daerah setempat bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. c. Pengembangan Dana 15. Pendanaan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam pengembangan energi perdesaan. Langkah yang ditempuh yaitu dengan jalan meningkatkan peranserta masyarakat dan meningkatkan pemanfaatan potensi pendanaan setempat, sehingga tidak terlalu tergantung pada sumber dana dari pusat. 16. Beberapa alternatif yang dapat ditempuh dalam hubungannya dengan sistem pendanaan ini adalah : a. Dana diperoleh sepenuhnya (100 %) dari masyarakat setempat. Dana tersebut dapat dikumpulkan melalui KUD, Koperasi non KUD dan sebagainya. Sistem pendanaan semacam ini merupakan sistem yang sangat ideal karena tidak diperlukan lagi dana dari pemerintah pusat serta masyarakat akan memeliharanya dengan penuh rasa tanggung jawab (masyarakat merasa memiliki akan unit yang telah dibangunannya). b. Dana diperoleh dari swadaya masyarakat, Pemerintah Daerah dan pemerintah Pusat.

d. Pembentukan Kelembagaan 17. Faktor kelembagaan memegang peranan yang menentukan tingkat keberhasilan pengembangan energi perdesaan. Banyak terjadi kasus bahwa proyek energi perdesaan gagal karena tidak adanya lembaga pengelola yang baik. 18. Pembentukan kelembagaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memanfaatkan lembaga yang sudah ada atau membentuk lembaga yang baru. Hal ini sangat ditentukan oleh dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaiknya, pembentukan kelembagaan dilakukan dengan cara memanfaatkan lembaga yang sudah ada, namun apabila lembaga yang sudah ada tidak dapat melakukan fungsinya, maka perlu pembentukan lembaga yang baru.