Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

BAB II ANAK ANGKAT DALAM UNDANG-UNDANG N0 4/1979

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan pengaturan pengangkatan anak di Indonesia

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

PENGATURAN MENGENAI PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK KAWIN

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi adanya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang juga merupakan tahapan dalam proses hidup adalah adanya suatu. perkawinan yang bahagia. Dengan melakukan perkawinan manusia

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ANGKAT 1 Oleh : Mukmin 2

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus citacita

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

DAFTAR PUSTAKA. Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Restu Agung, Jakarta, 2007.

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

BAB IV 4. ANALISIS TERHADAP PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGANGKATAN ANAK MELALUI PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN OLEH ORANG TUA ANGKAT

dalam pembagian harta warisan apabila ada anak kandung menurut hukum waris adat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEKUATAN MENGIKAT SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK No. : 12/Pdt.P/2010/PN.Kdl. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Kendal)

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

BAB I PENDAHULUAN. perceraian. Dalam kenyataannya di masyarakat mereka lebih memilih bercerai karena

PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya, Bandung, 1994

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

Transkripsi:

KAJIAN YURIDIS PENGANGKATAN ANAK DALAM UPAYA PERLINDUNGAN ANAK 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan dan tujuan pengangkatan anak dalam masyarakat di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif maka dapat disimpulkan: 1. alasan dan tujuan pengangkatan anak pada umumnya adalah rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya, atau karena tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memeliharanya di hari tua. 2. Perlindungan hukum terhadap anak angkat merupakan salah satu usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak agar kelak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, rohani dan sosial. Kata kunci : pengangkatan, perlindungan, anak PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengangkat anak adalah merupakan suatu perbuatan yang mulia, karena hal tersebut dapat membantu sesama yang kurang beruntung dalam kehidupannya. Ketidakberuntungan seseorang seringkali berdampak pula pada keturunannya, yaitu anak-anaknya. Hal tersebut tentunya sangat tidak diingingkan karena tidak ada orang yang akan memilih lahir serba tidak berkecukupan. Namun disisi lain ada yang memiliki harta dan serba berkecukupan, akan tetapi tidak dikaruniai keturunan, dimana ini menjadi pertanda bahwa tidak ada yang mewarisi nama/marga serta harta bendanya kelak. Hal ini kemudian mendorong adanya praktek mengangkat anak demi tercapainya tujuan tersebut. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadangkadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga 1 Artikel. 2 Dosen pada Fakultas Hukum Unsrat, Manado. S1 Fakultas Hukum Unsrat, S2 Pascasarjana Unsrat. berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal pemilikan anak, usaha yang sering dilakukan adalah mengangkat anak atau adopsi. 3 Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai keturunan bagi keluarga yang tidak memiliki anak, maupun yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan di dalam keluarganya. Pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarkat sesuai dengan adat istiadat yang berbeda di masing-masing daerah. 4 Pengangkatan anak di Indonesia dilakukan dengan motif yang berbeda-beda antara lain dapat disebutkan karena keinginan untuk mempunyai anak oleh pasangan yang tidak atau belum mempunyai anak, adanya harapan atau kepercayaan akan mendapat anak setelah mengangkat anak atau sebagai pancingan, masih ingin menambah anak dengan yang lain jenis dari anak yang telah dipunyai, untuk dipakai sebagai teman bagi anak tunggal yang sudah ada, sebagai rasa belas kasihan terhadap anak terlantar, miskin, atau yatim piatu, dan sebagainya. 5 Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menentukan bahwa pada prinsipnya pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Pengangkatan anak dilakukan bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan orang tua angkat saja, tetapi lebih memfokuskan pada kepentingan dan kebutuhan si anak angkat. Anak berhak mendapatkan jaminan keadilan dan kehidupan yang layak dan orang tua angkat bertanggung jawab dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan si anak. Peralihan tanggung jawab tersebut memerlukan kepastian hukum, karena pengangkatan anak memberikan status hukum dan tanggung jawab 3 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hlm. 1. 4 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. Kencana, Jakarta, hlm. 2. 5 M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1999, hlm. 1. 164

tertentu bagi orang tua angkat dan anak angkat. Pasal 40 ayat (1) UU Perlindungan Anak mewajibkan orang tua angkat untuk memberitahukan tentang asal usul si ana dan orang tua kandungnya. Selain itu di dalam Pasal 39 ayat (2) dinyatakan pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Berdasarkan ketentuan di atas maka pengangkatan anak tidak boleh dijadikan sebagai anak kandung dengan alasan apapun karena dengan menjadikan anak angkat sebagai anak kandung sendiri berarti secara tidak langsung dapat menyebabkan putusnya hubungan antar anak dengan orang tua kandungnya sehingga hubungan hukum antara anak dengan orang tua kandungnya juga putus. Namun demikian dalam kenyataannya masih banyak terjadi dalam masyarakat terutama bagi keluarga yang belum mempunyai anak, mengangkat anak untuk dijadikan sebagai anak kandung dengan menggunakan marga mereka dan memutuskan hubungan anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah alasan dan tujuan pengangkatan anak dalam masyarakat di Indonesia? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak angkat di Indonesia? C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu dengan melihat hukum sebagai kaidah (norma). Untuk menghimpun bahan digunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan, himpunan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel hukum dan berbagai sumber tulis lainnya. Bahan-bahan yang telah dihimpin selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisa kualitatif, dimana hasilnya disusun dalam bentuk karya tulis. PEMBAHASAN A. Alasan dan Tujuan Pengangkatan Anak Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinasaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang dan anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. 6 Anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan keluarga, sehingga bagi keluarga yang tidak dikaruniakan anak melakukan pengangkatan anak yang biasa disebut anak angkat. Kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anak angkat adalah anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri. 7 Mahmud Syaltut mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian anak angkat. 8 Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung kepadanya, cuma ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai anak kandung, sehingga ia berhak memakai nama keturunan (marga) orang tua angkatnya dan dapat mewarisi harta peninggalan, serta hakhak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Pengangkatan anak sering diistilahkan dengan adopsi yang berasal dari kata adoptie bahasa Belanda, atau adopt (adoption) bahasa Inggris yang berarti pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of child. 9 Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (9) menjelaskan bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan di lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas 6 Lihat Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 7 Poerwadarminta, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm. 120. 8 A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm. 29-30. 9 John M. Ecnols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia An English-Indonesia Dictionary, PT. Gramedia, Jakarta, 2000, hlm. 13. 165

perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Pada mulanya pengangkatan anak (adopsi) dilakukan sematamata untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan perkawinan sehingga tidak timbul perceraian. Dan dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai perlindungan anak dan kesejahteraan anak, sedikit demi sedikit terjadi perubahan mengenai tujuan pengangkatan anak. Walaupun keinginan untuk mendapatkan keturunan masih merupakan faktor utama, namun faktor lain yaitu pengangkatan anak demi kepentingan anak itu sendiri makin lama makin memegangan peranan yang besar pula. 10 Pada perkembangan selanjutnya yang sejalan dengan perkembangan masyarakat, tujuan pengangkatan anak (adopsi) telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercanum pula dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak yang menyatakan pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. 11 Arief Gosita menyebutkan bahwa pengangkatan anak akan mempunyai dampak terhadap perlindungan anak, syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu: 12 a. Diutamakan pengangkatan anak yatim piatu; b. Anak yang cacat mental, fisik, sosial; c. Orang tua anak tersebut memang sudah benar-benar tidak mampu mengelola keuangan; d. Bersedia memupuk dan memelihara ikatan keluarga antara anak dan orang tua kandung sepanjang hayat; e. Hal-hal yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya. 10 Sri Widowati, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta, 1982, hlm. 38. 11 Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982, hlm. 4. 12 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hlm. 38. Muderis Zaini mengemukakan dasar dan tujuan pengangkatan anak sebagai berikut: 13 1) Karena tidak mempunyai anak; 2) Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan karena orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya; 3) Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua (yatim piatu); 4) Karena hanya mempunyai anak lakilaki, maka diangkatlah anak perempuan dan sebaliknya; 5) Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung; 6) Untuk menambah tenaga dalam keluarga; 7) Dengan maksud anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak; 8) Karena unsur kepercayaan; 9) Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung; 10) Adanya hubungan keluarga, lagi pula tidak mempunyai anak, maka diminta oleh orang tua kandung si anak kepada suatu keluarga tersebut, supaya anaknya dijadikan anak angkat; 11) Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak; 12) Ada juga karena merasa belas kasihan atas nasib si anak yang seperti tak terurus; 13) Anak dahulu sering penyakitan atau selalu meninggal, maka anak yang baru lahir diserahkan kepada keluarga atau orang lain untuk di adopsi, dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur. Pada umumnya alasan yang mendorong pengangkatan anak adalah rasa belas kasihan terhadap anak terlantar aau anak yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya, atau karena tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memeliharanya di hari tua. Walau demikian tentu saja ada juga penyimpangan- 13 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 15. 166

penyimpangan seperti misalnya ingin mendapatkan atau menambah tenaga kerja yang murah. Adakalanya keluarga yang telah mempunyai anak kandung, merasa perlu lagi untuk mengangkat anak, yang bertujuan untuk menambah tenaga kerja di kalangan keluara atau karena merasa kasihan terhadap anak yang terlantar itu. Dalam keadaan demikian anak yang hendak diangkat dari lingkungan keluarga yang dekat, jika tidak ada baru dari lingkungan keluarga yang jauh dan kalau pun tidak ada baru mengangkat anak orang lain. Tujuan pengangkatan anak selain untuk memperoleh anak, mendapatkan anak yang berjenis kelamin berbeda dengan anak yang dimiliki, menolong anak yang yatim piatu dan ada juga tujuan lain yaitu mensejahterakan anak dan melindunginya dari kekerasan dan diskriminasi serta memberikan kehidupan yang layak bagi seorang anak dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Sejalan dengan perkembangan waktu dan masyarakat alasan dan tujuan pengangkatan anak mengalami pergerseran. Pada mulanya pengangkaan anak terutama ditujukan untuk kepentingan orang yang mengangkat anak (adoptant), tetapi untuk saat ini masalah pengangkatan anak ditujukan untuk kepentingan anak yang diangkat (adoptandus) yakni untuk kesejahteraan si anak. Pengangkatan anak yang ditujukan untuk kesejahteraan anak tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang menyatakan sebagai berikut: a. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan (Pasal 2 ayat 3); b. Anak berhak aas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar (Pasal 2 ayat 4); c. Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak (Pasal 12 ayat 1); d. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundangundangan (Pasal 12 ayat 3). Dari ketentuan diatas dapat dipahami bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menghendaki agar alasan dan tujuan pengangkatan anak terutama untuk kepentingan kesejahteraan anak, sehingga pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum adat dan kebiasaan di daerah-daerah harus dilakukan secara terang, artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat. Pengangkatan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat Suatu kenyataan bahwa dalam kehidupan sosial, tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian itu mengakibatkan anak menjadi tidak terlindungi baik secara fisik, mental/rohani maupun sosial. Perlindungan anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak adalah merupakan salah satu usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak agar kelak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental/rohani, maupun sosial. Oleh karena itu negara dalam hal ini pemerintah wajib menyediakan prasarana seperti sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, fasilitas pelayanan kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, pemberian pendidikan gratis, serta pelayanan kesehatan cuma-cuma termasuk optimalisasi dari unit pelaksanaan teknis penyelenggaraan perlindungan anak yang ada di daerah-daerah. Kewajiban negara melindungi anak-anak demi kesejahteraan anak sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 yang menyatakan: (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak 167

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif. Undangundang Perlindungan Anak telah meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masingmasing daerah. Pengangkatan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Indonesia sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda dari orang tua angkat. Ada yang mengangkat anak dari keluarga sendiri, yakni keponakan-keponakan, ada juga mengangkat anak bukan dari keluarga sendiri. Mengangkat anak dari keluarga sendiri, anak lazimnya diambil dari salah satu klan yang ada hubunganan tradisionalnya, yaitu yang disebut purusa, tetapi akhir-akhir ini dapat pula anak diambil dari luar itu. Bahkan beberapa desa dapat pula diambil anak dari lingkungan keluarga isteri (pradana). 14 Dalam keluarga dengan selir-selir (gundik), maka apabila isteri tidak mempunyai anak, biasanya anak-anak dari selir-selir itu diangkat menjadi anak-anak isterinya. Prosedur pengamblan anak di Bali adalah sebagai berikut: 15 1. Orang (laki-laki) yang ingin mengangkat anak itu lebih dahulu wajib membicarakan kehendaknya dengan keluarganya secara matang. 2. Anak yang akan diangkat hubungan kekeluargaan dengan ibunya dan dengan 14 Surojo Wigdyodipuro, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Djakarta, 1983, hlm. 117. 15 Ibid, hlm. 119. keluarganya secara adat harus diputuskan, yaitu dengan jalan membakar benang (hubungan anak dengan keluarganya putus) dan membayar menurut adat seribu kepeng disertai pakaian wanita lengkap (hubungan anak dengan ibu menjadi putus). 3. Anak kemudian dimasukkan dalam hubungan kekeluargaan dari keluarganya yang memungutnya; istilahnya diperas. 4. Pengumuman kepada warga desa (siar); untuk siar ini pada jaman kerajaan dahulu dibutuhkan izin raja, sebab pegawai kerajaan untuk keperluan adopsi ini membuat surat peras (akta). Praktek pengangkatan anak yang dilakukan kepada keponakan-keponakan sendiri banyak terdapat di Jawa, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya. Mengangkat keponakan menjadi anak itu sendiri sesungguhnya merupakan pergeseran hubungan kekeluargaan (dalam pengertian yang luas) dalam lingkungan keluarga. Lazimnya mengangkat keponakan itu tanpa disertai dengan pembayaranpembayaran uang ataupun penyerahanpenyerahan sesuatu barang kepada orang tua anak yang bersangkutan yang pada hakikatnya masih saudara sendiri dari orang yang memungut anak. Tetapi di Jawa Timur sekedar sebagai tanda kelihatan, bahwa hubungan antara anak dengan orang tuanya telah diputuskan, kepada orang tua kandung anak yang bersangkutan diserahkan sebagai syarat; (magis) uang sejumlah rongwang segobang (=17 ½ sen). Kalau di daerah Minahasa ada kebiasaan kepada anak yang diangkat diberikan tanda kelihatan yang disebut parade sebagai pengakuan telah memungut keponakan yang bersangkutan sebagai anak. Sebab-sebab untuk mengangkat keponakan sebagai anak angkat ini adalah: 16 1) Karena tidak mempunyai anak sendiri, sehingga memungut keponakan tersebut, merupakan jalan untuk mendapat keturunan. 2) Karena belum dikaruniai anak, sehingga dengan memungut keponakan ini diharapkan akan mempecepat kemungkinan mendapat anak. 16 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 88-90. 168

3) Terdorong oleh rasa kasihan terhadap keponakan yang bersangkutan, misalnya karena hidupnya kurang terurus dan sebagainya. Selain daripada pengangkatanpengangkatan anak seperti tersebut diatas, maka dikenal juga pemungutan-pemungutan anak yang dimaksud serta tujuannya bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan, melainkan lebih dimaksudkan untuk memberikan kedudukan hukum kepada anak yang dipungut itu yang lebih baik dan menguntungkan daripada yang dimiliki semula. Perbuatan-perbuatan yang demikian ini adalah misalnya: 17 a. Mengangkat anak laki-laki dari seorang selir menjadi anak laki-laki isterinya. Perbuatan hukum ini sangat menguntungkan anak yang bersangkutan sebab anak tersebut dengan pengangkatan itu menjadi memperoleh hak untuk menggantikan kedudukan ayahnya (Lampung, Bali). b. Mengangkat anak tiri (anak isterinya) menjadi anak sendiri karena tidak mempunyai anak sendiri. Adapun motiviasi untuk mengangkat anak, perbuatan pengangkatan anak orang lain masuk ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut tersebut timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti lazimnya antara orang tua dan anak kandung sendiri, untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang diangkat demi untuk kesejahteraan anak. Pengangkatan anak sebenarnya telah ada semenjak masa Jahiliyah. Dan anak angkat pada masa itu mempunyai derajat yang sama dengan anak kandung. Anak angkat di dunia Arab pada waktu itu dinasabkan dengan orang yang mengangkatnya. 18 Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW, kita tidak menemukan satu ketentuan yang mengatur masalah adopsi anak angkat ini, yang ada hanyalah ketentuan tentang pengakuan anak di luar kawin, yaitu seperti yang diatur dalam buku I BW Bab XII bagian ketiga Pasal 280 sampai 289, tentang 17 Surojo Wignyodipuro, Op-Cit. Hlm. 118-120. 18 Zakariya Ahmad Al-Bary, Hukum Anak-anak dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, hlm. 31. pengakuan anak-anak di luar kawin. Ketentuan ini boleh dikatakan tidak ada sama sekali hubungannya dengan masalah adopsi ini, maka bagi orang-orang Belanda sendiri yaitu di Nederland baru-baru ini telah diterima baik oleh satu General Nederland sebuah Undang- Undang Adopsi. 19 Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termasuk perbuatan perdata yang merupakan bagian hukum kekeluargaan, dengan demikian ia melibakan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Bagaimanapun juga lembaga adopsi ini akan mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang terus beranjak kearah kemajuan. Pemerintah Hindia-Belanda dahulu berusaha untuk membuat suatu aturan tersendiri tentang adopsi. Maka dikeluarkan Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 khusus Pasal 5 sampai Pasal 12 yang mengatur masalah adopsi/anak angkat ini untuk golongan masyarakat Tionghoa yang biasa dikenal dengan golongan Timur Asing. Dalam peraturan tersebut pada pokoknya ditetapkan bahwa pengangkatan anak adalah pengangkatan seorang anak laki-laki sebagai anak oleh seorang laki-laki yang telah beristeri atau pernah beristeri yang tidak mempunyai keturunan laki-laki. Jadi, hanya anak laki-laki saja yang dapat diangkat. Dan menurut yurisprudensi dinyatakan bahwa anak perempuan hanya dapat diangkat sebagai anak oleh seorang ibu yang tidak mempunyai anak. Pengangkatan anak adalah suatu usaha untuk melindungi anak sehingga dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Pengangkatan anak dalam hal ini perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dan kepedulian dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, maka perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Tetapi dalam hal pengangkatan anak ini, kita harus waspada akan akibat-akibat yang justru akan membawa kerugian bagi anak apabila hal ini disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sudah barang tentu akan menimbulkan berbagai penyimpangan, salah satunya seperti perdagangan anak. Dalam perkembangan sekarang menurut pengamatan 19 Muderis Zaini, Op-Cit, hlm. 4. 169

para ahli, pengangkatan anak antar negara mulai dilakukan setelah perang dunia kedua. Ketika itu mulai tampak keinginan orang dari negara maju untuk mengangkat anak dari negara miskin, yang mereka sebut dari dunia ketiga. Alasannya tak lain adalahr asa sosial dan kemanusiaan, keinginan memberi bantuan kepada yang lebih miskin adan adanya fakta bahwa banyak orang di negara maju tak dapat mempunyai anak sendiri. Sejak itu jumlahnya terus meningkat. Pengangkatan anak ini, walaupun pada dasarnya hanyalah masalah keluarga, namun akhirnya menjelma menjadi problematika di masyarakat, bahkan hubungan antar negara yang sudah barang tentu akan merembet pula kepada soal-soal politik apabila disalahgunakan. Masalah perlindungan anak yang salah satu upayanya diwujudkan dalam bentuk pengangkatan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan lebih lanjut yang tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama agar hak-hak anak terlindungi. Pasal 2 Undang-undang Perlindungan Anak menentukan penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak meliputi: a. Non diskriminatif b. Kepentingan yang terbaik bagi anak c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan d. Penghargaan terhadap pendapat anak Berdasarkan ketentuan di atas maka anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dengan tidak membedakan agama, suku, ras serta status sosial. Dalam setiap tindakan yang dilakukan negara, pemerintah dan masyarakat maka kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama. Hak yang paling mendasar bagi anak yang harus dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat dan terutama orang tua adalah hak untuk hidup, tumbuh dan juga berkembang. Dan menghormati hak-hak anak untuk berpartisipasi dalam menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Alasan dan tujuan pengangkatan anak pada umumnya adalah rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu memeliharanya, atau karena tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memeliharanya di hari tua. 2. Perlindungan hukum terhadap anak angkat merupakan salah satu usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak agar kelak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, rohani dan sosial. B. Saran 1. Seyogyanya tujuan dan alasan pengangkatan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia semata-mata untuk kesejahteraan anak dan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak angkat maka seyogyanya pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak agar anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. DAFTAR PUSTAKA Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. Kencana, Jakarta, 2008. A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Alumni, Bandung, 1980. Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990. John M. Ecnols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia An English- Indonesia Dictionary, PT. Gramedia, Jakarta, 2000. Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 170

Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999 M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1999 Sri Widowati, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta, 1982. Surojo Wigdyodipuro, Pengantar dan Asasasas Hukum Adat, Gunung Agung, Djakarta, 1983 Poerwadarminta, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976. Zakariya Ahmad Al-Bary, Hukum Anak-anak dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1977 Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 171