BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

dokumen-dokumen yang mirip
Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

Khutbah Jum'at. Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba. Bersama Dakwah 1

SHAKINA DEARASSATI PA07

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Dan kemarahan itu sering menimbulkan perkara-perkara negatif, berupa perkataan maupun perbuatan yang haram.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

FORGIVENESS PADA ANAK YANG MENGALAMI KDRT OLEH AYAH TIRINYA. Nama : Noveria Yamita Eka Putri Npm :

BAB I PENDAHULUAN. menewaskan 4 orang napi kini sudah divonis. Setelah diusut, motif dari tindak

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. antara satu dengan yang lainnya. Manusia bertinteraksi sosial untuk dapat saling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. diberi muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. talak sebanyak kasus dan cerai gugat sejumlah perkara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

7 Sikap Agar Mudah Memaafkan

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan kuantitatif yang data-datanya

Ma'had al Jamiáh dan Pembinaan Karakter Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. yang sifatnya menembangkan pola hidup yang menyimpang dari norma. perikehidupan dan perkembangan remaja.

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku

BAB I PENDAHULUAN. dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka.

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Urgensi Menjaga Lisan

LAMPIRAN A. Data Kasar A-1 DATA KASAR SIKAP TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN A-2 DATA KASAR STEREOTIP GENDER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

Seni Menata Hati Dalam Bergaul

INFORMED CONSENT. Pernyataan Pemberian Izin Oleh Responden. : Resiliensi Remaja Putri Korban Eksploitasi Seksual. Komersil (Prostitusi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga merupakan

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

Apa respons masyarakat terhadap individu yang sukses atau gagal dalam hidup?

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat MA Muhammadiyah 2 Kedungkandang Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN MEMAAFKAN PADA REMAJA AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya laki-laki maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi sosialnya pun anak di usia remaja akan mencari teman dan menjalin sebuah persahabatan. Dalam kehidupan sosial saat ini masih banyak sekali konflik yang terjadi terutama didunia remaja, tentunya mulai dari konflik yang ringan hingga konflik yang berat baik konflik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Tidak mungkin dalam kehidupan kita akan hidup sendiri tidak pernah berbuat kesalahan terhadap orang lain. Salah satu kehidupan sosial tersebut yaitu kehidupan di lingkungan pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan lembaga pendidikan lain. Dalam pesantren santri hidup jauh dengan orang tua, mereka harus hidup dengan orang lain, mereka juga dituntut harus mampu untuk beradaptasi dan juga berinteraksi dengan yang lain. Sehingga dari kehidupan di sekeliling santri memungkinkan banyak hal yang 1

2 menjadikan santri tidak luput dari suatu kesalahan, baik secara individu maupun kelompok. Dari hal tersebut akhirnya menjadikan sebuah konflik dan menimbulkan sebuah permasalahan. Begitu pula dengan santri tahfidzul qur an dan juga santri non tahfidzil qur an, dalam kehidupan mereka tentunya banyak permasalahan yang menimbulkan konflik dalam diri mereka. Baik itu konflik secara pribadi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Santri tahfidzul qur an adalah santri yang telah tinggal di Ma had Sunan Ampel Al- aly, selain belajar dalam pendidikan formal dan mengkaji ilmu agama, mereka juga menghafalkan al-qur an dengan mengikuti program hai ah tahfidzil qur an (HTQ) dan wajib setoran kepada senior. Sedangkan santri yang tidak hafal alqur an adalah santri yang tinggal di Ma had Sunan Ampel Al- aly yang hanya belajar dan mengkaji ilmu agama serta mengikuti pendidikan formal di bangku perkuliahan (Wawancara 15 mei 2015). Konflik yang mereka alami mengakibatkan munculnya rasa sakit hati, bahkan hingga dendam yang mengakibatkan mereka tidak mampu memaafkan satu sama lain. Konflik pada santri tersebut banyak terjadi dalam hal hubungan pertemanan dan persahabatan antar santri, baik perbuatan maupun perkataan. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan santri diantaranya yaitu konflik yang terjadi pengkhianatan sahabat, saling menjelekjelekkan satu sama lain, mendholimi teman dalam sebuah kepengurusan dan sebagainya (Wawancara februari-mei 2015). Konflik merupakan kondisi yang

3 diakibatkan oleh adanya kekuatan yang bertentangan. konflik ini terjadi akibat banyak hal perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada enam santri non tahfidzil qur an dan dua santri tahfidzil qur an mengatakan bahwa banyak sekali hal-hal yang membuat santri sakit hati dan tidak dapat memaafkan dikarenakan telah dikhianati oleh temannya sendiri seperti memberitahukan rahasia pribadi kepada pengurus pondok, oleh sebab itu santri ini merasa dikhianati oleh sahabatnya, hal ini menyebabkan dia sakit hati merasa dikhianati dan tidak mempercayainya lagi, menjauh dari sahabatnya dan berpura-pura bersikap baik saat di sekolah saja. Dari subyek yang berbeda menyatakan konflik yang terjadi antara dirinya dan temannya ketika saat itu santri ini dituduh mengambil baju orang lain kepada pengurus pondok sehingga temannya di adili, sejak saat itu santri ini dicaci maki, di cemooh dan di kucilkan oleh teman-teman seangkatan. Hal ini menjadikan dia merasa di khianati dan di dholimi oleh teman-temannya karena dia tidak melakukan hal itu kepada pengurus, namun santri ini hanya bisa diam dan menangis tidak bisa berbuat apa-apa, dan memendam rasa sakit hati itu. Selain itu konflik lain juga terjadi dengan santri yang lain, hal ini disebabkan hal yang tidak terlalu serius. Dari subyek ini menyatakan bahwa saat terjadi kesalah pahaman pendapat dengan sahabatnya, sehingga pada saat itu mengucapkan perkataan kasar. Hal ini mengakibatkan santri ini bertengkar dengan sahabatnya dan saling menjauh (Wawancara 23 Februari 2015). Berbeda dengan konflik sebelumnya, masih ada konflik yang terjadi pada kehidupan

4 santri yang sehari-hari tinggal bersama tidak luput dari sebuah kesalahan antar sesama santri, konflik ini terjadi saat seorang santri dijelek-jelekkan dan di bicarakan di belakang tanpa ada alasan, hanya baik saat di depan santri tersebut. Dampaknya santri ini menjadi merasa di khianati, dan santri ini mendiamkan orang tersebut serta menganggap tidak ada di sekitarnya. Bahkan santri ini merasa ada keinginan untuk membalas dendam perlakuan temannya tersebut (Wawancara 9 Februari 2015). Selain konflik yang terjadi pada santri yang tidak menghafalkan alqur an, konflik juga terjadi pada santri penghafal al-qur an. Berdasarkan hasil wawancara konflik tersebut meliputi konflik terhadap orang lain dan juga teman, namun tidak sampai terjadi konflik terhadap orang tua. Konflik ini terjadi dengan teman kamar yang awalnya sangat baik dengan semua orang akan tetapi tanpa disadari oleh mereka, salah satu teman ini mencuri satu per satu barang dari anggota kamar mereka, dengan wajah polosnya menjadikan semua orang tidak percaya dengan apa yang dia lakukan. Dampak dari konflik ini mengakibatkan, saling menyalahkan, saling menuduh namun akhirnya setelah beberapa bulan semua terungkap siapa yang mencuri barang-barang teman-teman sekamar dan menjadi sebuah pengkhianatan besar, sehingga berdampak munculnya perasaan sakit hati yang sangat mendalam, dan menimbulkan hilangnya sebuah kepercayaan dari santri tersebut terhadap temannya. Selain konflik ini para santri merasakan sakit hati yang disebabkan karena tiba-tiba diacuhkan oleh teman tanpa alasan yang jelas. Hal ini menjadikan santri ini balik membalas dengan bersikap acuh, mendiamkan orang tersebut dan tidak dapat

5 memaafkan serta bersikap baik kembali sebelum orang tersebut memulai untuk meminta maaf (Wawancara 18 mei 2015). Namun tidak semua santri penghafal alqur an merasakan sakit hati yang mendalam dan hanya menjadikan masalah tersebut berlalu begitu saja, seperti yang di ungkapkan salah satu santri yang menyatakan bahwa konflik terjadi saat terjadi perbedaan pendapat, berbeda dengan yang lain dampak dari konflik ini santri lebih mengarah ke perilaku yang positif yaitu mencari tahu akar permasalahan, meluruskan masalah agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berlangsung lama dan kembali menjalin hubungan seperti semula. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi diatas mengakibatkan munculnya dampak pada lingkungan santri diantaranya yaitu munculnya sakit hati, terjadinya pertengkaran, hilangnya kepercayaan antar individu, membalas dendam, saling mendiamkan, dan menjaga jarak dengan orang yang menyakiti. Menurut fakta-fakta yang terjadi di atas menunjukkan bahwa kurang adanya sikap forgiveness dalam diri seorang santri baik yang tahfidzil qur an maupun non tahfidzil qur an. Untuk mengatasi masalah masalah yang terjadi dengan orang sekeliling kita dan dapat menjalin hubungan seperti yang sebelumnya maka di perlukan perilaku memaafkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mc Cullough dan Worthingthon (1995) di lingkungan masyarakat modern, banyak terjadi konflik, banyaknya tingkat stress, perselisihan, kekerasan, kemarahan, namun hal ini bisa dicegah dengan memaafkan. Dari penelitian ini dibuktikan bahwa memaafkan dapat mencegah

6 terjadinya masalah dan meningkatkan kesejahteraan. (dalam Paramitasari dan Alfian, 2012: 3). Oleh sebab itu memaafkan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Snyder dan Thompson (2002) juga menambahkan bahwa forgiveness sebagai perubahan hal yang dirasakan oleh seseorang dari pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelanggar, dari hal yang negatif menjadi lebih positif. Perubahan tersebut meliputi perubahan kognisi, emosi dan juga perilaku. Selain itu individu yang tidak bisa memaafkan bisa bersumber dari tiga hal diantaranya yaitu, berasal dari sendiri, orang lain maupun situasi yang tidak dapat dikontrol. Forgiveness ini dinamakan dengan pengampunan disposisional (Lopez dan Snyder, 2004: 289). Sedangkan menurut Mc Cullough (1997) memaafkan (forgiveness) merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk menjalin hubungan dengan pihak yang menyakiti (Mc Cullough, Whorthington, & Rachal, 1997 :321). Selanjutnya aspek-aspek yang digunakan untuk melihat tingkat memaafkan seseorang dapat dilihat dari dua aspek yang diungkapkan oleh Thompson (2002) yaitu a) perubahan hal yang negative menjadi netral atau positif. perubahan ini meliputi adanya perubahan secara kognitif, emosi serta perilaku. b) melemahnya hubungan dengan pelanggar serta berkurangnya rasa sakit hati yang tidak sekuat saat terjadi konflik. hal ini menjadikan tingkat kelukaan pada korban tidak sedalam saat terjadinya konflik sehingga muncul kekuatan untuk berbuat baik kepada pelanggar

7 (Lopez dan Snyder, 2004: 302). Dari kedua aspek tersebut diharapkan seseorang mampu memaafkan orang lain dan menjadikan diri sebagai orang yang lebih pemaaf. Memaafkan memiliki banyak manfaat baik secara fisik maupun psikis. Menurut Worthington dan Wade (1999), mereka sepakat dengan sebuah pendapat yang menyatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memiliki keuntungan psikologis, serta menjadi sebuah terapi yang efektif dalam intervensi untuk membebaskan seseorang dari kemarahan dan rasa bersalah (Wardhati dan Fathurrachman, [n.d]: 3). Menurut Whorthington dan Wade (1999) Forgiveness (memaafkan) pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu empati, kualitas hubungan, respon pelaku, kepribadian, kecerdasan emosi, rumination, komitmen agama, dan faktor personal (dalam Rohana, 2013: 38). Faktor-faktor tersebut menjadikan masing-masing orang memiliki cara berbeda untuk memaafkan. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Arif tentang hubungan komitmen dengan pemaafan menyatakan bahwa kualitas hubungan dengan komitmen yang tinggi akan menjadikan semakin tinggi pula pemaafan yang diberikan kepada orang lain dan hubungan tersebut. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa pengaruh komitmen terhadap pemaafan adalah 12,6% sedangkan 87,4% lainnya di pengaruhi oleh faktorfaktor yang lain (Arif : 2013 : 414-429). Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa memaafkan sangatlah berpengaruh dalam interaksi sosial dalam kehidupan seseorang.

8 Al-Qur an pun sudah menjelaskan dan menganjurkan kepada seluruh umat manusia untuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain yaitu pada surat Ali Imron ayat 133-134 yang berbunyi: Artinya : dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Departemen Agama, 2005). Berdasarkan ayat tersebut telah dijelaskan bahwa Allah telah menyediakan ganjaran (pahala) yang sangat besar utuk orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain. Namun setiap orang memiliki kelapangan hati yang berbeda-beda, sehingga dalam memafkan seseorang yang telah menyakitinya, ada yang memaafkan melalui lisannya saja, lisan dan juga ditunjukkan dengan perilaku dan ada pula yang hanya diam tapi sudah memaafkan orang yang menyakitinya. Dari beberapa teori dan penelitian telah menunjukkan bahwa memaafkan memiliki banyak pengaruh pada diri seseorang. Adapun fenomena-fenomena tersebut di atas didukung oleh beberapa penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut :

9 No Peneliti Judul Penelitian 1. Nuran Faktorfaktor psikologis yang mempengar uhi forgiveness pada korban istri kekerasan dalam rumah tangga 2. Radhitia Paramitasa ri dan Ilham Nur Alfian Hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderun gan memaafkan pada remaja akhir. Hasil Persamaan Perbedaan Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi forgiveness diantaranya yaitu komitmen dalam hubungan,kepriba dian, religiusitas Dalam penelitian ini diketahui terdapat korelasi antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan. Variabel X menggunakan forgiveness dan menggunakan pendekatan kuantitatif Variabel yang digunakan menggunakan memaafkan Dalam penelitian psikologi tersebut mencari faktorfaktor forgiveness sedangkan dalam penelitian ini lebih untuk mengetahui perbedaan memaafkan yang dlihat dari kelompok santri penghafal alqur an dengan santri yang tidak memiliki hafalan al-qur an. Pada penelitian ini mencari hubungan memaafkan dengan kematangan emosi sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mencari perbedaan memaafkan pada santri yang hafal al-qur an dan tidak hafal alqur an.

10 Berdasarkan paparan latar belakang diatas membuat peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian Perbedaan Tingkat Memaafkan (Forgiveness) antara Santri yang Hafal Al-Qur an dengan Santri yang tidak Hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang. B. Rumusan Masalah Dari Latar belakang diatas ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana Tingkat Memaafkan Santri yang hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang? 2) Bagaimana Tingkat Memaafkan Santri yang tidak hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang? 3) Adakah Perbedaan Tingkat Memaafkan antara Santri yang hafal Al-Qur an dengan Santri yang tidak Hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang? C. Tujuan 1) Untuk Mengetahui Tingkat Memaafkan Santri yang hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang. 2) Untuk Mengetahui Tingkat Memaafkan Santri yang tidak hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang.

11 3) Untuk Mengetahui Perbedaan Tingkat Memaafkan antara Santri yang hafal Al-Qur an dengan Santri yang tidak hafal Al-Qur an di Ma had Sunan Ampel Al- Aly Malang. D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini di harapkan mampu memberikan pengetahuan yang lebih luas terhadap kajian ilmu psikologi dan islam dalam penerapan kehidupan seharihari, dan juga mampu memberikan kontribusi pada pengetahuan tentang teori psikologi. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu untuk mengetahui tingkat memaafkan pada santri dan juga perilaku untuk melihat perbedaan memaafkan santri tahfidzul qur an dan santri yang bukan tahfidzul qur an. Sehingga dari penelitian ini mampu dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran selama di pesantren terhadap tingkah laku santri dalam kehidupan sehari-hari dengan pembelajaran yang telah dilakukan dan juga internalisasi nilai-nilai yang telah didapatkan selama memahami dan menghafalkan alqur an serta kehidupan dalam lingkungan pesantren itu sendiri.