BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Proteksi Radiasi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

Bab 2. Nilai Batas Dosis

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PROTEKSI RADIASI PADA PEKERJA BIDANG RADIOLOGI DAN PENERAPANNYA DI RSUD TARUTUNG TAHUN 2017


PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Repu

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang : Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia karena terpapari sinar-x dan gamma segera teramati. beberapa saat setelah penemuan kedua jenis radiasi tersebut.

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PENENTUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL PADA PEKERJA RADIASI DI RUANG PENYINARAN UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN IRADIATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dengan pendekatan observasional, check list, dan wawancara untuk

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI

Data Responden. I. Mohon diisi dengan huruf cetak Umur: Lama bekerja:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENELITIAN DAN NUKLIR ABSTRAK PEKERJA BKTPB 1,27. msv. BEM. merupakan. tahun. ABSTRACTT. for radiation. carried out. on radiation.

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran gigi yang telah lebih dari satu abad meggunakan radiografi sebagai sarana untuk menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan menilai keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. Unit pelayanan radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang medik yang menggunakan sumber radiasi pengion dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang ditampilkan dalam film radiografi. Selain memiliki banyak manfaat, radiasi pengion tersebut juga dapat berpotensi mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Oleh karena itu, prosedur penggunaannya harus dikelola dengan baik dan hati-hati yang dilakukan dengan cara proteksi radiasi terhadap pasien, operator, dokter gigi, dan masyarakat di lingkungan sekitar. 1,2 Hasil penelitian Anne pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD adalah sebesar 92% responden mengetahui mengenai bahaya yang mungkin timbul akibat foto ronsen, 99% responden mengetahui mengenai resiko pasien terkena dampak bahaya foto ronsen tersebut, 99% responden mengetahui prinsip proteksi radiasi dan 84% responden mengetahui tentang pentingnya penggunaan apron. 3 Hasil penelitian Emilia pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas Kedokteran Gigi USU adalah sebesar 88,8% responden mengetahui bahaya yang timbul akibat radiasi foto ronsen. 4 Hasil penelitian Mahdila yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia adalah sebesar 100% responden mengetahui bahaya akibat radiasi foto ronsen. 5 Hasil yang beragam diperoleh pada penelitian tersebut di setiap fakultas kedokteran gigi yang berbeda dan semua penelitian dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik. Belum adanya penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa

non klinik menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut terhadap mahasiswa non klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik tersebut mengenai keselamatan kerja di lintasan radiasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada seluruh mahasiswa dan staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Gigi khususnya di Fakultas Kedokteran Gigi USU tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi terutama pada saat melakukan radiografi kedokteran gigi. Secara aplikatif diharapkan agar seluruh mahasiswa dan klinisi pada Fakultas Kedokteran Gigi khususnya di Fakultas Kedokteran Gigi USU dapat mengikuti garis panduan tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi kedokteran gigi yang telah ditetapkan oleh BAPETEN.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi. 6 Keselamatan radiasi adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan. Terminologi keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis radiasi sedangkan keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi kecelakaan radiasi. 7 Menurut PP No.33 Tahun 2007, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi, sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. 8 2.1 Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut International Commission Radiological Protection (ICRP) ICRP adalah organisasi ilmiah non pemerintah yang dibentuk tahun 1928 dan yang kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi radiasi. ICRP pertama kali menerbitkan publikasinya pada tahun 1928 yang awalnya hanya memberikan perhatian pada penggunaan radiasi dalam bidang medik dan selanjutnya berkembang mencakup kegiatan nuklir lainnya. Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP bukan suatu badan pengawas maupun bukan standar nasional dan internasional. 7,9 2.1.1 Tujuan Proteksi Radiasi Proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima atau terkena dosis radiasi sekecil mungkin. Falsafah baru tentang proteksi radiasi muncul dengan

diterbitkannya Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977. Adapun tujuan utama dari proteksi radiasi adalah: 7,9,10 a. Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang membahayakan. b. Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya. Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan akibat dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang, sedangkan efek deterministik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang. Efek negatif ini disebut efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya. 11 2.1.2 Asas Proteksi Radiasi ICRP sudah sejak awal memberikan pemahaman mengenai asas proteksi radiasi untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, sesuai dengan rekomendasi ICRP No.60 Tahun 1990, yaitu: 7,9-14 a. Asas Justifikasi Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat yang diterima harus lebih besar dari risiko yang ditimbulkannya. b. Asas Limitasi Asas limitasi diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan masyarakat melalui penerapan nilai batas dosis. Harus diingat bahwa nilai batas dosis tidak berlaku untuk paparan medik dan paparan yang berasal dari alam. Dosis yang diterima pekerja radiasi maupun masyarakat tidak boleh melampaui nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui.

c. Asas Optimasi Semua penyinaran harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima serendah-rendahnya sesuai prinsip ALARA (as low as reasonably achieveable) dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Kegiatan pemanfaatan radiasi harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang serta dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi radiasi dikatakan memenuhi asas optimasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi. 2.1.3 Acuan Dasar Proteksi Radiasi Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi, baik untuk pekerja radiasi maupun masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi radiasi harus sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi radiasi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Nilai batas terdiri dari nilai batas dasar, nilai batas turunan, dan nilai batas ditetapkan. Sedangkan tingkat acuan terdiri dari tingkat pencatatan, tingkat penyelidikan, dan tingkat intervensi. 10 Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan program proteksi radiasi, rencana program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat menunjukkan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan batas dosis. Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukkan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran. Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas dasar menggunakan suatu model. Dengan demikian, hasil pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai dengan nilai batas dasar.

sama. 10 Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas tetapi dapat digunakan untuk yaitu: 6,10 a. Tingkat Pencatatan Sedangkan nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instansi. Nilai batas ditetapkan biasanya lebih rendah dari nilai batas turunan, ada juga kemungkinan keduanya menentukan suatu tindakan dalam hal suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan dapat melampai tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi radiasi memerlukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika suatu besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini akan sangat membantu penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan, Tingkat pencatatan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut. b. Tingkat Penyelidikan Tingkat penyelidikan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. c. Tingkat Intervensi Tingkat intervensi yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasional normal. 2.1.4 Nilai Batas Dosis (NBD) Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi NBD yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Semua kegiatan yang mengandung risiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani

sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun dan dikelola secara baik sehingga NBD yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui. ICRP mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan diterima seseorang sebagai dosis yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran intensif seketika, yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini memberikan kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik. 16 Sejarah perkembangan NBD tidak lepas dari munculnya kesadaran akan pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an. Dari waktu ke waktu, ICRP selalu memperbaiki dan menyempurnakan rekomendasinya mengenai perlindungan terhadap bahaya radiasi. 16,17 Konsep terbaru mengenai prisip-prinsip dasar proteksi radiasi telah diperkenalkan dalam publikasi ICRP No. 60 tahun 1990 dan terjadi penurunan NBD efektif tahunan. Penurunan ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari resiko yang lebih besar akibat paparan radiasi pengion dan semata-mata bukan disebabkan oleh penurunan batas resiko yang dapat diterima, melainkan disebabkan oleh perubahan cara menghitung atau mengestimasi peluang terjadinya resiko yang dapat diterima. Dosis 1 msv/tahun ini mengakibatkan timbulnya peluang kematian karena kanker sebesar 4 x 10-3. Angka ini sama dengan peluang kematian karena kanker oleh sebab-sebab lain (karsinogenik kimia) pada semua orang dengan masa usia kerja. Radiasi 1 msv/tahun untuk masyarakat tidak termasuk radiasi alam yang mau tidak mau harus diterima oleh setiap orang. 10,16,17 NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 ini belum digunakan di Indonesia karena penentuan ini tidak diperhitungkan dengan dosis yang diperoleh dari kegiatan medik. 16,17 Adapun ketentuan NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 adalah sebagai berikut. a. Pekerja Radiasi NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran kerja, adalah: 18,19 1. Dosis efektif 20 msv/tahun dirata-ratakan selama 5 tahun berturut-turut.

2. Dosis efektif maksimum 50 msv selama setahun. 3. Dosis ekuivalen 150 msv/tahun untuk lensa mata. 4. Dosis ekuivalen 500 msv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki. b. Siswa dan Magang (Usia 16 18 Tahun) Siswa dan magang yang menggunakan penyinaran radiasi dan menggunakan sumber radiasi dalam studinya harus diawasi sehingga NBD-nya adalah: 18,19 1. Dosis efektif 6 msv/tahun. 2. Dosis ekuivalen 50 msv/tahun untuk lensa mata. 3. Dosis ekuivalen 150 msv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki. c. Keadaan Khusus Walaupun sudah berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja, namun untuk sementara perubahan nilai batas dosis masih diperlukan dan telah disetujui, maka: 18,19 1. Masa rata-rata dapat diperpanjang menjadi 10 tahun berturut-turut. 2. Perubahan sementara ditentukan oleh instansi berwenang tetapi tidak boleh lebih dari 50 msv selama setahun dan perubahan sementara ini tidak boleh lebih dari lima tahun. d. Masyarakat Umum Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh masyarakat umum tidak boleh lebih besar dari NBD berikut: 18,19 1. Dosis efektif 1 msv/tahun. 2. Dalam kondisi khusus, dosis efektif 5 msv selama setahun dan rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 msv/tahun. 3. Dosis ekuivalen 15 msv/tahun untuk lensa mata. 4. Dosis ekuivalen 50 msv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki. NBD antara pekerja radiasi berbeda dengan masyarakat umum. Adapun alasan yang membedakan hal ini adalah: 10,17 a. Jumlah anggota masyarakat jauh lebih besar dibandingkan jumlah pekerja radiasi sehingga efek kelainan per sievert dosis radiasi yang diterima tubuh akan menimpa lebih banyak kepada masyarakat dibanding pekerja radiasi.

b. Hubungan kerja yang melibatkan resiko penyinaran dalam pekerjaan bersifat sukarela dan bahaya radiasi yang dihadapi dapat diketahui sebelumnya. c. Pekerja radiasi telah dipilih sedemikian rupa sehingga mereka yang dianggap tidak mampu menghadapi setiap bahaya tertentu akan disalurkan untuk kegiatan yang lain. d. Dalam suatu instalasi nuklir, bahaya radiasi dapat dievaluasi dan diawasi melalui pemantauan radiasi. e. Anggota masyarakat adalah bukan pekerja radiasi yang kemungkinan besar terdiri dari anak-anak dan janin yang lebih peka terhadap kerusakan radiasi dan mungkin juga terdiri dari orang lanjut usia yang mungkin lebih mudah terpengaruh oleh kerusakan radiasi. f. Jangka waktu penyinaran pekerja radiasi lebih pendek dibandingkan jangka waktu penyinaran oleh lingkungan luar. g. Setiap instalasi tidak dibenarkan untuk mengenakan ukuran penuh dari bahaya pekerjaan yang khusus untuk sekitarnya. 2.2 Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. 16 BAPETEN merupakan Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang dibentuk berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 dan dilaksanakan melalui Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja, yang beberapa kali telah diubah dan terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 64 Tahun 2005. 18 Di dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut disebutkan bahwa tugas pokok BAPETEN ialah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan tenaga nuklir melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia didasarkan pada Pasal 14 Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa pengawasan terhadap tenaga nuklir dilaksanakan oleh Badan Pengawas melalui peraturan, perizinan dan inspeksi meliputi aspek keselamatan (safety), keamanan (security) dan safeguards. Untuk itu diharapkan dalam melaksanakan tugasnya BAPETEN memberikan rasa aman dan tenteram bagi pekerja dan masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. 18 Menurut BAPETEN, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Paparan radiasi merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna. 16 Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi: 8 a. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif. b. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang diterima organ/jaringan. c. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan. d. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan. Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: 8 a. Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja. b. Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan pekerja radiasi. c. Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan individu, anggota masyarakat dan penduduk secara keseluruhan. Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi adalah: 7 a. Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan peraturan proteksi radiasi.

b. Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang tempat kerja dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik serta penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman. c. Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya. 2.2.1 Prinsip Proteksi Radiasi Sumber radiasi memancarkan radiasi pengion yang berbahaya. Untuk memproteksi diri dari sumber radiasi, maka diterapkan tiga strategi dasar yang dikenal sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu: 9,19 a. Waktu Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi. Sedapat mungkin diupayakan untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat proses radiografi untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima secara proporsional. Semakin minimal waktu bekerja maka akan semakin minimal dosis yang diterima. b. Jarak Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi. Besarnya paparan radiasi akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak terhadap sumber. Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua maka akan menurunkan intensitasnya menjadi seperempatnya dan menjauhkan jarak sumber radiasi dengan faktor tiga maka akan menurunkan intensitas radiasi menjadi sepersembilannya. c. Perisai (Shielding) Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan pekerjaan dengan sumber radiasi. Perisai yang tepat dapat menurunkan secara eksponensial paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir semua sinar radiasi beta. Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan penelitian atau pekerjaan dengan sumber radiasi. Gunakan pelindung berupa apron, sarung tangan dan kaca mata berlapis timbal (Pb) yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi lingkungan terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi menggunakan Pb untuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses radiografi.

Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu topik diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan praktisi medik. 2.2.2 Nilai Batas Dosis (NBD) Dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Dosis ekuivalen adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi untuk menyatakan besarnya tingkat kerusakan pada jaringan tubuh akibat terserapnya sejumlah energi radiasi dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya (dosis dan jenis radiasi serta faktor lain). Sedangkan dosis efektif adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi yang nilainya adalah jumlah perkalian dosis ekuivalen yang diterima jaringan dengan faktor skor jaringan. 16 Menurut BAPETEN, NBD adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. NBD tidak tergantung pada laju dosis baik untuk radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan alam. Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dengan resiko kontaminasi tinggi. 16 Berikut ini adalah NBD yang ditetapkan sesuai SK Kepala Bapeten No. 1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi: 16 a. Pekerja Radiasi NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran kerja adalah: 18,19 1. Dosis penyinaran seluruh tubuh adalah 50 msv/tahun.

2. Dosis untuk wanita dalam usia subur adalah 13 msv dalam jangka 13 minggu pada abdomen dan wanita hamil adalah 10 msv pada janin terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat bayi lahir. 3. Dosis penyinaran lokal adalah 500 msv/tahun. Khusus untuk lensa mata adalah 150 msv/tahun dan 500 msv/tahun untuk kulit, tangan, lengan serta kaki. b. Keadaan Khusus Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan hanya boleh dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat izin dari Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada cara lain, usia dan kesehatan. Penyinaran khusus tersebut tidak boleh diberikan kepada pekerja radiasi, apabila: 1. Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada NBD seluruh tubuh (dan usia subur). 2. Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan sehingga jumlah dosis melebihi 5 kali NBD untuk seluruh tubuh (lokal). 3. Wanita usia subur dan menolak. c. Masyarakat Umum NBD yang tidak boleh dilampaui masyarakat umum adalah: 18,19 1. Dosis penyinaran seluruh tubuh adalah 1/10 dari NBD pekerja radiasi yaitu sebesar 5 msv/tahun. 2. Dosis penyinaran lokal adalah 50 msv/tahun. Setiap penguasa instalasi nuklir harus menjamin kontribusi penyinaran yang berasal dari instalasinya kepada anggota masyarakat serendah mungkin dan harus dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi yang berwenang, khususnya harus diperkirakan dosis genetik. d. Siswa dan Magang NBD dalam satu tahun untuk siswa dan magang yang harus menggunakan sumber radiasi adalah: 1. Usia di atas 18 tahun sama dengan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi. 2. Usia antara 16 dan 18 tahun adalah 0,3 dari NBD untuk pekerja radiasi.

3. Usia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk masyarakat umum dan tidak boleh menerima dosis sebesar 0,01 dari NBD masyarakat umum dalam sekali penyinaran. 2.2.3 Alat Proteksi Radiasi Berikut ini adalah beberapa alat proteksi radiasi yang biasa digunakan dalam radiologi medik terutama radiologi kedokteran gigi sesuai yang direkomendasikan oleh BAPETEN. 16,19 a. Baju Pelindung Pakaian pelindung untuk pekerja radiasi berbeda dengan yang digunakan di bengkel mekanik atau elektrik. Pakaian kerja yang digunakan di daerah instalasi nuklir tidak boleh dibawa pulang dan harus dibersihkan/dicuci dan didekontaminasi oleh masing-masing instalasi. Pakaian yang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif dikelola oleh bidang keselamatan satuan kerja. Berbagai jenis pakaian pelindung diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Berbagai jenis pakaian pelindung. 16 Untuk melindungi tubuh atau bagian tubuh dari kemungkinan terkena paparan radiasi berlebih, digunakan pakaian pelindung radiasi yang disebut apron. Pakaian

pelindung radiasi ini digunakan oleh pekerja radiasi yang menangani sumber radiasi tinggi pada jarak jangkau tertentu. Pakaian ini bahannya mengandung timah hitam atau timbal (Pb). Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar X radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-x radiologi intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. b. Pelindung Gonad Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar X Radiologi Diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar X Radiologi Intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama. c. Pelindung Tiroid Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb. d. Tabir Tabir yang digunakan oleh pekerja harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah dengan tinggi 2 m dan lebar 1 m yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb. 2.2.4 Alat Monitoring Dosis Perorangan Alat monitoring yang digunakan untuk memantau dosis perorangan sesuai rekomendasi BATAN adalah: 16 a. Film Badge b. Termoluminisensi Dosimeter (TLD) c. Dosimeter perorangan pembacaan langsung secara analog atau digital.

2.2.5 Alat Monitoring Paparan Radiasi Peralatan pemantau paparan radiasi seperti surveymeter tidak dipersyaratkan untuk penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostiktetapi, sedangkan untuk penggunaan pesawat sinar-x radiologi intervensional sebaiknya tersedia surveymeter. 16