II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pasandaran (2006) menjelaskan paling tidak ada tiga faktor, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang merupakan determinan alih fungsi lahan sawah, yaitu: kelangkaan sumberdaya lahan dan air, dinamika pembangunan, peningkatan jumlah penduduk. Hasil temuan Rusastra et al. (1997) di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan alih fungsi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan akibat rendahnya harga padi sawah, rendahnya produktivitas tanaman padi sawah. Akibat rendahnya harga padi sawah di pasaran maka petani lebih memilih untuk mengalihkan lahan padi sawahnya menjadi lahan pertanian non padi sawah. xv
Pakpahan, et.al (1993) dalam Munir (2008) membagi faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dalam kaitannya dengan petani, yakni faktor tidak langsung dan faktor langsung. A. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, petumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. B. Faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai telah membuka wawasan penduduk pedesaan terhadap dunia baru di luar lingkungannnya. Menurut Witjaksono (1996) ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Dengan asumsi pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat, seharusnya dapat bertindak sebagai pengendali terjadinya alih fungsi lahan. Penelitian Syafa at et al. (2001) pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menentukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : xvi
(1) nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat. Akibat pilihan petani melakukan alih fungsi lahan adalah produksi padi akan menurun. Dari penelitian penelitian yang telah disebutkan di atas dapat diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengalihkan tanaman padi sawah ke tanaman non padi sawah. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang menyebabkan petani melakukan alih fungsi lahan meliputi luas lahan yang dimiliki petani di daerah penelitian, kecukupan air irigasi lahan padi sawah, perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit, dan kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit. Upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah diperlukan agar kawasan pertanian produktif tersebut dapat dipertahankan eksistensinya dalam jangka panjang. Dalam kaitan ini terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengendalikan proses alih fungsi yaitu pendekatan kelembagaan dan pendekatan ekonomi. Pendekatan kelembagaan dapat dilakukan dengan menerbitkan larangan alih fungsi lahan untuk jenis lahan tertentu, sedangkan pendekatan ekonomi ditempuh dengan memberikan insentif kepada petani agar tidak menjual lahannya untuk investor ( Sudaryono, 2001). xvii
Sihaloho (2004) membedakan penggunaan tanah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil. 2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani. 3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas. Ada beberapa penyebab tingginya alih fungsi lahan diantaranya rendahnya tingkat keuntungan bertani padi sawah, tidak dipatuhinya peraturan tata ruang (lemahnya penegakkan hukum tentang tata ruang), keinginan mendapatkan keuntungan jangka pendek dari pengalihfungsian lahan sawah, dan rendahnya koordinasi antara lembaga dan departemen terkait dengan perencanaan penggunaan lahan (Agus et al., 2001). Menurut Ilham, dkk (2003) dampak alih fungsi lahan dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya alih fungsi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah menjadi pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi. Sementara itu volume produksi yang hilang akibat dari alih fungsi lahan ditentukan oleh pola tanam yang diterapkan pada lahan sawah yang belum dialihkan, produktivitas usahatani dari masing- xviii
masing komoditi dari pola tanam yang diterapkan, dan luas lahan sawah yang beralih fungsi. 2.2 Landasan Teori Alih fungsi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Lahan sawah yang terletak dekat dengan sumber ekonomi akan mengalami pergeseran penggunaan kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena Land Rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah (Prayudho, 2009). Menurut Prayudho (2009) suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu: 1. Ricardian Rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan. 2. Locational Rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan. 3. Ecological Rent, menyangkut fungsi ekologi lahan. 4. Sosiological Rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan. xix
Umumnya Land Rent yang mencerminkan mekanisme pasar hanya mencakup Ricardian Rent dan Locational Rent. Ecological Rent dan Sosiological Rent tidak sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar (Prayudho, 2009). Hal tersebut sesuai dengan teori lokasi neo klasik yang menyatakan bahwa substitusi diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan agar dicapai keuntungan maksimum. Artinya alih fungsi lahan sawah terjadi akibat penggantian faktor produksi sedemikian rupa semata-mata untuk memperoleh keuntungan maksimum (Prayudho, 2009). Dalam model Ricardiant Rent dijelaskan bahwa adanya alokasi penggunaan lahan ke penggunaan lain dikarenakan perbedaan Land Rent yang memberikan penggunaan yang lebih menguntungkan. Oleh karena itu adanya alih fungsi komoditi disebabkan oleh perbedaan land rent komoditi pengganti yang secara ekonomis dianggap lebih menguntungkan. Kondisi ini diilustrasikan seperti pada Gambar 1. xx
Gambar 1. Land Rent Ricardian A. Lahan Biaya Rendah Rp P * Land Rent MC AC Biaya Produksi Q* Jumlah Output B. Lahan Biaya Menengah Rp P* MC AC Q* Jumlah Output C. Lahan Marginal MC P* AC Q* Jumlah Output xxi
D. Pasar S P* E D B Q* Q per periode Gambar 1 menjelaskan misalkan ada banyak petak lahan yang dapat ditanami padi. Lahan-lahan tersebut bervariasi dari sangat subur (biaya produksi rendah) sampai sangat jelek dan kering (biaya produksi tinggi). Kurva penawaran jangka panjang untuk padi dibangun sebagai berikut: ketika harga rendah, hanya lahan yang sangat subur digunakan untuk memproduksi padi, dan jumlah yang diproduksi pun sedikit. Ketika output meningkat, lahan kering yang membutuhkan biaya yang lebih tinggi pun digunakan dalam proses produksi. Karena, dengan harga yang sekarang lebih tinggi, menanam padi pada tanah jenis ini akan menguntungkan. Karena peningkatan biaya berhubungan dengan penggunaan tanah yang kurang subur, kurva penawaran jangka panjang untuk padi slopenya positif (Nicholson, 2000) Ekuilibrium pasar dalam situasi ini digambarkan pada kurva D. Pada harga ekuilibrium p*, baik lahan yang berbiaya produksi rendah maupun tinggi menerima keuntungan (jangka panjang). Lahan marjinal menerima keuntungan ekonomi sama dengan nol. Lahan-lahan dengan biaya produksi yang lebih tinggi berada di luar pasar karena mereka akan rugi jika berproduksi pada harga p*. xxii
Sebaliknya, keuntungan yang dihasilkan oleh lahan intra-marjinal dapat bertahan dalam jangka panjang, karena masih memiliki sumber daya yang langka yaitu lahan pertanian yang rendah biaya. Penjumlahan dari keuntungan jangka panjang ini menghasilkan total surplus produsen seperti yang digambarkan pada bidang P*EB. Keuntungan jangka panjang yang diiustrasikan pada Gambar 1 sering disebut sebagai sewa Ricardian (Ricardian rent). Keuntungan ini merupakan penerimaan yang diperoleh pemilik sumber daya yang langka (lahan yang subur). xxiii
2.3. Kerangka Pemikiran Tanah merupakan sumberdaya yang strategis dan memiliki nilai ekonomis. Luas lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami penurunan khususnya lahan persawahan. Lahan padi sawah yang luas sangat penting untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Namun seiring dengan alih fungsi lahan yang terjadi maka luas lahan padi sawah semakin menurun. Selain itu terdapat beberapa kerugian yang harus diperhitungkan sebagai dampak negatif alih fungsi sawah, seperti hilangnya potensi produksi beras, hilangnya kesempatan kerja, dan semakin rusaknya lingkungan hidup. Daerah irigasi Namu Sira-sira adalah daerah yang produktif untuk usaha tani padi sawah tetapi saat ini pertanian padi sawah mengalami alih fungsi lahan menjadi komoditi pertanian non padi sawah. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan. Faktor-faktor tersebut adalah luas lahan yang dimiliki petani di daerah penelitian, kecukupan air irigasi, perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit, kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit. xxiv
Diagram Kerangka Pemikiran Luas Lahan Mendukung Kecukupan Air Irigasi Usaha Tani Tidak Padi Sawah Alih Fungsi Perbedaan Penerimaan Tidak mendukung Alih Padi Sawah, Kakao, Sawit Usaha tani Padi Fungsi Sawah Kecenderungan Perkembangan Harga Padi Sawah, Kakao, dan Sawit Menyatakan Hubungan xxv
2.4. Hipotesis Penelitian 1. Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi sawah melakukan alih fungsi lahan padi sawahnya yaitu luas lahan yang dimiliki petani di daerah penelitian, kecukupan air irigasi, perbedaan penerimaan usaha tani padi sawah dengan kakao dan sawit, kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit. xxvi