BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan

ISKANDAR HASAN Pengawas Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Gorontalo

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh selama melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

MEMAHAMI STANDAR PENILAIAN BSNP

Struktur Kurikulum..

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. hlm Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Cet. 7,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. aspek-aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri siswa,

TUGAS EVALUASI PROSES & HASIL PEMBELAJARAN KIMIA

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI STANDAR PENILAIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah


PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

2015 PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK D ALAM RANGKA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PAD A MATA PELAJARAN TEKNOLOGI MEKANIK D I SMK

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kurikulum pada dasarnya adalah pelaksanaan kurikulum

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak

Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun tentang STANDAR PENILAIAN DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepita Ferazona, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Jurusan Pendidikan Biologi. Disusun Oleh : YULI WIDY ASTUTI A

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh.

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

EVALUASI HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN PENILAIAN AUTENTIK PADA MATA PELAJARAN KELISTRIKAN SISTEM REFRIGERASI

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pribadi bangsa yang berkualitas. Salah satu yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI STANDAR PENILAIAN DI PROVINSI LAMPUNG. Oleh: Dr. Pamuji Sukoco, M.Pd.

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 52

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan telah

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

PENILAIAN BERBASIS KURIKULUM 2013*)

BAB IV. IMPLEMENTASI KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) DI MTs AGUNG ALIM BLADO. A. Kriteria Ketuntasan Minimal di MTs Agung Alim Blado

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2010), Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 2.

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

DAFTAR ISI. Contents A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. RUANG LINGKUP KEGIATAN D. UNSUR YANG TERLIBAT E. REFERENSI...

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI

STANDAR PENILAIAN (Permen No. 20 Th. 2007)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. menengah.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN. Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas

Terima kasih telah mengunjungi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 57 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Selanjutnya undang-undang tersebut menyebutkan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan (Pasal 57 Ayat 2). Dalam evaluasi hasil belajar, pendidik memiliki kewenangan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang dimiliki peserta didik evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (Pasal 58 Ayat 1). Melalui PP. Nomor 19 Tahun 2005 pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan dan standar pembiayaan sebagai acuan bagi evaluasi kinerja satuan pendidikan dalam pencapain mutu pendidikan nasional. 1

2 Sebagai salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan, standar kompetensi lulusan ditentukan pemerintah melalui BSNP untuk melihat ketercapaian kompetensi siswa secara nasional. Sebagai realisasi terwujudnya standar kompetensi lulusan, pemerintah menyelenggarakan ujian nasional bagi siswa di akhir tahun pendidikan dasar dan menengah pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi (Pasal 63 ayat 1 butir c PP. No. 19 tahun 2005). Pendidik dan satuan pendidikan juga melakukan evaluasi internal atas kegiatan pendidikan yang telah mereka lakukan, evaluasi ini bisa berlaku sebagai bagian dari umpan balik bagi perbaikan pengajaran maupun sebagai penilaian prestasi siswa atas kegiatan pembelajaran yang telah mereka lakukan selama kurun waktu tertentu. Sebagai perwujudan dari pemenuhan standar proses dan standar kompetensi lulusan maka pendidik dan satuan pendidikan menyelenggarakan ujian sekolah bagi mata pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian nasional. Pemerintah melalui PP. Nomor 19 tahun 2005 mengamanatkan bahwa standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Kompetensi lulusan dimaksud mencakup seluruh potensi dasar siswa yang meliputi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sejalan dengan maksud peraturan pemerintah tersebut, Oliva (1992:447) menegaskan bahwa setiap pendidik harus melakukan evaluasi dalam tiga tahap.

3 Pertama; tahap preassessment yakni evaluasi yang dilakukan sebelum proses pembelajaran dimulai, kedua; tahap formative evaluation yakni evaluasi selama proses pembelajaran, dan ketiga; tahap summative evaluation yaitu evaluasi yang dilakukan setelah usai masa pembelajaran. Dengan demikian evaluasi tidak bisa hanya dilakukan dalam tahap sumatif saja dengan memberikan ulangan atau ujian di akhir semester dan akhir tahun ajaran. Oliva (1992:452) lebih lanjut mengingatkan bahwa pendidik memiliki tugas untuk menilai berbagai kompetensi siswa dalam tiga domain kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga domain ini memiliki tingkat kerumitan tersendiri sehingga para pendidik harus mampu menggunakan berbagai teknik penilaian. Pada kenyataannya, praktek evaluasi yang terjadi pada saat ini hanya terfokus pada hasil bukan pada proses belajar, selain itu penilaian hanya dilakukan pada aspek pengetahuan dengan mengesampingkan aspek sikap dan keterampilan. Kebijakan tentang syarat kelulusan berdasarkan hasil ujian nasional mata pelajaran tertentu adalah bukti bahwa pencapaian hasil belajar lebih penting dibandingkan dengan penilaian proses belajar, nilai-nilai luhur seperti kejujuran dan kepedulian sosial yang terkandung dalam pendidikan hanyalah slogan yang tidak pernah menjadi pusat perhatian evaluasi. Akibat lebih jauh adalah banyaknya kecurangan yang terjadi pada ujian nasional demi mencapai target 100% kelulusan, pembelajaran nilai-nilai spiritualitas dan sportifitas selama tiga tahun hancur hanya dalam tiga hari ujian nasional. Akhirnya pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan undang-undang menjadi jauh panggang dari api.

4 Praktek penilaian siswa yang terjadi di sekolah dilakukan dengan memberikan nilai tanpa ditindaklanjuti dengan pemberian komentar atau tanggapan atas hasil belajar siswa. Dengan sistem ini siswa tidak tahu pasti letak kelebihan dan kekurangannya sehingga ia tidak dapat meningkatkan kemampuan dan memperbaiki kelemahan yang selama ini dimilikinya. Padahal salah satu fungsi penilaian menurut Sax dan Newton (1997) adalah untuk mengetahui how each pupil s progress can be understood and explained most clearly and effectively. Penilaian pada hakekatnya bukanlah untuk menghakimi kesalahan siswa tapi untuk memberi penghargaan atas prestasi yang mereka capai. Penilaian pun merupakan tolak ukur atas sejauh mana program pendidikan yang dirancang dalam kurikulum berjalan sesuai rencana. Hasil pengamatan awal penulis di beberapa madrasah memperlihatkan bahwa penilaian hasil belajar lebih dominan daripada penilaian proses belajar. Masih sedikit guru yang memberikan tugas kepada siswa yang kemudian dikoreksi, dikomentari dan didokumentasikan. Alat penilaian yang digunakan adalah dengan soal tes terutama tes tulis pada akhir semester atau akhir tahun ajaran. Fenomena ini amat kontras apabila dibandingkan dengan esensi penilaian yang merupakan rangkaian kegiatan dalam usaha untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga dapat menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian,

5 mengamanatkan bahwa penentuan jenis penilaian harus mencakup penilaian dengan menggunakan tes dan non tes. Jenis penilaian dapat berupa tes tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Permendiknas tersebut memberi gambaran bahwa sistem penilaian harus menyeluruh, berkesinambungan, menggunakan multi strategi dan diarahkan pada ragam pengalaman belajar siswa dalam proses pembelajaran. Jika setiap siswa diberi tugas untuk observasi lapangan dengan menggunakan teknik wawancara misalnya, maka evaluasi harus diberikan baik pada proses maupun hasil kerja siswa. Evaluasi proses ditujukan untuk menilai kinerja siswa selama mengerjakan tugas dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, sedangkan evaluasi hasil berfungsi untuk menilai produk hasil kerja siswa. Evaluasi terhadap hasil dan proses belajar ditujukan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya pengalaman belajar, karena semakin banyak pengalaman yang dimiliki siswa dalam ragam aktivitas pembelajaran maka akan semakin meningkatkan pemahaman mereka atas materi pelajaran yang diberikan. Pengetahuan, menurut Sanjaya (2009), akan semakin bermakna manakala diperoleh dari pengalaman melalui proses asimilasi dan akomodasi. Pengalaman yang diperoleh siswa dari hasil pemberitahuan orang lain seperti hasil dari penuturan guru, hanya akan mampir sesaat untuk diingat dan setelah itu dilupakan. Dengan demikian keterlibatan fisik dan mental siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran menjadi sangat penting, maka strategi penilaian yang diharapkan dominan adalah strategi yang berpusat pada siswa.

6 Diantara strategi penilaian yang berpusat pada siswa adalah penilaian berbasis portofolio (portfolio based assessment). Penilaian ini berlandaskan pada teori konstruktivisme (Fajar, 2009) yang pada prinsipnya menggambarkan bahwa pelajar membentuk dan membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Dalam konteks penilaian, pengalaman peserta didik perlu didemonstrasikan dalam bentuk karya yang tersusun secara sistematis dan terorganisir, hasil kerja siswa ini kemudian dimonitor oleh guru dengan memberikan tanggapan, komentar dan catatan perbaikan secara terus menerus hingga mencapai atau mendekati tujuan pembelajaran. Menurut Surapranata & Hatta (2006:21) penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisir yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Lebih lanjut Surapranata & Hatta (2006:71) mengemukakan bahwa penilaian berbasis portofolio merupakan bagian dari penilaian otentik (authentic assessment) yaitu penilaian yang menggambarkan keadaan peserta didik yang sebenarnya. Berbeda dengan penilaian berbasis tes, penilaian portofolio dilakukan bersama-sama oleh guru dan siswa dalam menilai prestasi belajar mereka sendiri. Prinsip dasar dari penilaian otentik adalah bahwa peserta didik harus dapat mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui, bukan sekedar menjawab melalui tes. Selain itu, penilaian portofolio merupakan bagian dari penilaian berbasis kelas yaitu sejumlah strategi yang berfungsi untuk memberi

7 masukan tentang pencapaian hasil belajar, mengatasi kesulitan belajar dan memberikan umpan balik bagi perbaikan proses belajar yang di fasilitasi guru. Sebagai bagian dari evaluasi pembelajaran, penilaian berbasis portofolio adalah pendamping dari penilaian berbasis tes, keduanya berjalan beriringan mengusung karakter yang dimiliki masing-masing. Penilaian melalui tes merupakan penilaian benar-salah yang dilakukan dalam durasi waktu dan lokasi tertentu, sedangkan penilaian portofolio adalah penilaian yang tidak memberikan judgement benar atau salah dan dilakukan dalam waktu yang relatif lebih lama dan tempat yang lebih luas daripada penilaian tes. Penilaian portofoilo memberikan second opinion atas keputusan akhir berupa angka yang terdapat dalam laporan pendidikan. Dokumen yang terdapat dalam portofolio dapat terdiri dari hasil proyek, penyelidikan, praktek siswa, gambar atau laporan hasil pengamatan siswa, analisis situasi, laporan kerja kelompok yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan, fotocopy tanda penghargaan, dan lain-lain. Berdasarkan uraian diatas, penilaian berbasis portofolio amat penting diterapkan secara konsisten dalam khasanah pendidikan di Indonesia agar potensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa dapat dianalisis untuk kemudian diberikan keputusan penilaian yang lebih adil dan objektif. Berdasarkan informasi dari beberapa kepala dan guru madrasah tsanawiyah di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Subang didapat keterangan bahwa mereka belum menggunakan penilaian portofolio sebagai bagian dari penilaian pendidikan dengan alasan bahwa mereka belum memahami prosedur kerja dalam penilaian

8 ini. Mereka baru memahami penilaian pendidikan sebatas pada penilaian melalui pengukuran dengan menggunakan tes sebagai instrumen pengumpul data. Padahal kemampuan untuk menguasai berbagai teknik penilaian pendidikan merupakan bagian dari kompetensi yang harus dimiliki guru. Menurut Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, guru harus memiliki empat kompetensi utama yang terintegrasi dalam kinerja guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Diantara kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru adalah kemampuan untuk menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, serta memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi itu untuk kepentingan pembelajaran. Penilaian berbasis Portofolio sebagai salah satu bentuk evaluasi proses adalah suatu hal yang harus dikuasai guru selain evaluasi berbasis tes. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peningkatan kinerja guru dalam melakukan variasi penilaian harus segera dilakukan. Portofolio sebagai bagian penilaian dalam KTSP perlu disosialisasikan dalam bentuk pelatihan. Mengapa perlu pelatihan? Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 32, Pembinaan dan pengembangan kinerja guru merupakan bagian dari pengembangan profesi dan karirnya. Selanjutnya Pasal 33 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Pelatihan dalam jabatan (in-service training) juga bagian dari pembelajaran sepanjang hayat (life long education) yakni pembelajaran yang

9 dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun menyangkut pengembangan kompetensi diri. Pelatihan yang diselenggarakan selama ini oleh Kementerian Agama Kabupaten Subang untuk guru madrasah tsanawiyah belum menyentuh substansi materi mengenai penilaian berbasis portofolio, sehingga guru belum memiliki keterampilan khusus berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam penilaian berbasis portofolio. Pelatihan yang telah dilaksanakan adalah mengenai pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara umum yang tidak menyentuh aspek penilaian berbasis portofolio. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kurikulum pelatihan agar dapat meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah dalam melakukan penilaian berbasis portofolio. B. Rumusan Masalah Berdasarkan berbagai dimensi permasalahan pengembangan kurikulum pelatihan penilaian berbasis portofolio ini, maka terdapat beberapa masalah yaitu pertama, penilaian belum dilakukan secara menyeluruh pada proses dan hasil belajar dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan dan belum menggunakan ragam alat penilaian. Kedua, pelatihan mengenai penilaian berbasis portofolio belum pernah dilakukan Kementerian Agama selaku lembaga yang bertanggungjawab melakukan pembinaan kepada tenaga pendidik, sehingga pengembangan kurikulum penilaian berbasis portofolio ini menjadi penting dilakukan agar dapat menjadi pedoman pelaksanaan pelatihan.

10 Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: pengembangan kurikulum pelatihan seperti apa yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penilaian berbasis portofolio? C. Pertanyaan Penelitian Secara garis besar, terdapat empat pertanyaan utama dalam penelitian ini, yakni: 1. Bagaimana kondisi penilaian yang dilakukan guru di madrasah selama ini dan bagaimana kondisi kurikulum pelatihan penilaian berbasis portofolio yang ada selama ini di Kementerian Agama? 2. Kurikulum pelatihan seperti apa yang dapat meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah dalam melakukan penilaian berbasis portofolio? a. Bagaimana Tujuan Pelatihan? b. Bagaimana Materi Pelatihan? c. Bagaimana Metode Pelatihan? d. Bagaimana Evaluasi Pelatihan? 3. Bagaimana efektifitas pengembangan kurikulum pelatihan untuk meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah dalam melakukan penilaian berbasis portofolio? 4. Apakah faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan dalam penerapan kurikulum pelatihan penilaian berbasis portofolio?

11 D. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian sangat bermanfaat terutama untuk menggambarkan keadaan atau perilaku yang dapat diukur, mendeskripsikan sasaran yang akan diteliti, memperjelas arah penelitian dan menghindari kesalahan dalam penafsiran istilah. Maka definisi operasional penelitian ini sebagai berikut : 1. Kurikulum Pelatihan Pengertian kurikulum menurut Sanjaya (2009:9) adalah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Dari definisi tersebut maka kurikulum pelatihan dapat diartikan sebagai Serangkaian rencana yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan, strategi dan cara yang dapat dikembangkan dan evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk pelaksanaan pelatihan. 2. Penilaian Berbasis Portofolio Surapranata & Hatta (2006:21) mendefinsikan penilaian berbasis portofolio sebagai penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisir yang diambil selama proses

12 pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Dari definisi tersebut, maka definisi operasional penilaian berbasis portofolio adalah penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisir, diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. 3. Kemampuan Guru Kemampuan guru dalam melakukan penilaian berbasis portofolio yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Kemampuan menerjemahkan, yakni kesanggupan untuk menjelaskan makna penilaian berbasis portofolio. 2. Kemampuan menafsirkan, yakni kesanggupan guru untuk membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkan penilaian berbasis portofolio dengan jenis penilaian lainnya terutama dengan penilaian berbasis tes. 3. Kemampuan ekstrapolasi yakni kesanggupan untuk mempraktekan teori penilaian berbasis portofolio dengan melakukan simulasi dalam pelatihan.

13 E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kurikulum pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah dalam melakukan penilaian berbasis portofolio. Secara khusus penelitian ini memiliki empat tujuan pokok, yaitu: 1. Mengidentifikasi kondisi penilaian yang dilakukan guru di madrasah dan kondisi kurikulum pelatihan penilaian berbasis portofolio selama ini di Kementerian Agama. 2. Mengembangkan kurikulum pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah dalam melakukan penilaian berbasis portofolio yang meliputi: a. Pengembangan Tujuan Pelatihan b. Pengembangan Materi Pelatihan c. Pengembangan Metode Pelatihan d. Pengembangan Evaluasi Pelatihan 3. Mengidentifikasi efektifitas kurikulum pelatihan yang dikembangkan dalam meningkatkan kemampuan guru madrasah tsanawiyah melakukan penilaian berbasis portofolio. 4. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan dalam pengembangan program pelatihan penilaian berbasis portofolio. F. Manfaat Penelitian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas penilaian pendidikan di madrasah/sekolah. Apabila selama

14 ini penilaian hanya dilakukan pada tahap akhir pembelajaran melalui tes, maka dengan hasil penelitian ini diharapkan penggunaan portofolio sebagai model penilaian dijadikan alternatif penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Secara khusus penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak yang terlibat dalam penilaian pembelajaran, antara lain : 1. Bagi guru : Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengevaluasi pembelajaran. Dengan penilaian berbasis portofolio, guru diharapkan memiliki alternatif penilaian yang dapat menilai kemampuan siswa secara lebih lengkap menyangkut aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang tidak dapat diukur dengan tes. 2. Bagi madrasah: walaupun pelatihan ini hanya melibatkan sejumlah kecil guru madrasah tsanawiyah, namun diharapkan hasil pelatihan dapat tersebar luas kepada guru lainnya sehingga berdampak bagi peningkatan kualitas praktek penilaian yang dilakukan di madrasah. 3. Bagi Kementerian Agama: hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penyusunan program pelatihan di kementerian tersebut, sehingga memiliki kurikulum yang menjadi panduan pelaksanaan pelatihan di kemudian hari. 4. Peneliti selanjutnya: hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti pelatihan dan penilaian pendidikan, khususnya dalam penilaian berbasis portofolio.