PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN INFO BRIEF April 017 www.puspijak.org Perhitungan karbon tanah mangrove (soil pool) dalam inventarisasi gas rumah kaca Frida Sidik (P3SEKPI-KLHK, ASEAN-US S&T Fellow); Virni Budi Arifanti (P3SEKPI-KLHK); Haruni Krisnawati (P3H-KLHK) Poin Kunci : Sampai saat ini Indonesia terus melakukan penyempurnaan inventarisasi dan pemantauan gas rumah kaca (GRK), salah satunya adalah dengan meningkatkan ketersediaan data yang berpengaruh pada tingkat akurasi hasil inventori. Penyempurnaannya dapat dilakukan dengan melengkapi perhitungan pool karbon dengan memasukkan/menambahkan karbon tanah (soil carbon) dalam perhitungan dan pelaporan emisi GRK, khususnya hutan mangrove. Stok karbon tanah sangat mempengaruhi nilai total stok karbon hutan mangrove karena kandungan karbon organik di tanah hutan mangrove cukup tinggi dan terdapat di kedalaman yang lebih dalam daripada hutan terestrial. Inventarisasi GRK Nasional untuk sektor hutan Pada tahun 010, Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi GRK sebesar 6% di tahun 00 untuk menuju masa depan rendah emisi. Salah satu komponen penting dalam Program Penurunan Emisi (PPE) adalah sistem inventarisasi GRK yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status dan kecenderungan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber. Di Indonesia, sumber emisi terbesar adalah sektor Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF) yang menyumbang 63% dari total sumber emisi. Penurunan emisi GRK perlu diikuti dengan sistem monitoring yang credible, sesuai dengan standard MRV, yaitu pengukuran (measurement), pelaporan (reporting) dan verifikasi (verification), untuk melihat kemajuan dari target penurunan emisi GRK. Indonesia telah melakukan inventarisasi GRK sesuai dengan Perpres 71/011 mengenai Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Sistem inventarisasi GRK Kehutanan berprinsip pada pengukuran stok karbon pada waktu tertentu, jumlah serapan serta jumlah emisi karbon pada periode waktu tertentu.
April 017 Dalam penghitungan emisi dari sektor hutan, pendekatan penginderaan jauh citra satelit (satellite remote sensing) dan pengukuran lapangan melalui Inventarisasi Hutan Nasional (National Forest Inventory, NFI) dilakukan di ratusan Permanent Sample Plot (PSP). Monitoring melalui citra satelit memberikan informasi perubahan luasan dan jenis hutan berdasarkan pemantauan di atas permukaan tanah. Informasi ini memerlukan informasi dari pengukuran lapangan untuk bisa mengkonversi nilai stok karbon dan emisi. Untuk mendapatkan perhitungan GRK yang lebih akurat adalah tersedianya data lengkap dan metodologi yang tepat. Umumnya level kedetilan inventarisasi GRK kehutanan yang dilakukan di Indonesia adalah gabungan Tier 1 dan Tier, yaitu penggabungan data spesifik Indonesia dan nilai default global, dimana nilai default digunakan apabila data spesifik Indonesia tidak tersedia. Mengapa Pool Karbon Tanah Pada Hutan Mangrove Penting? Hutan mangrove menyimpan karbon alami di dalam tanah dalam jumlah yang sangat besar, yaitu sekitar 80% dari total stok karbon ekosistem 1-3 mangrove (Gambar 1). Nilai ini cukup signifikan dibandingkan dengan karbon yang tersimpan pada tanah di hutan terestrial, yaitu sekitar 44% dari 1 total stok karbon. Cadangan karbon di dalam tanah berhubungan dengan kemampuan tanah menyerap CO dari pembakaran fosil di atmosfer sehingga soil pool memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Alih guna lahan hutan tidak hanya akan meningkatkan GRK akibat hilangnya serapan karbon hutan dan emisi CO dari pembusukan kayu, tetapi juga meningkatkan laju dekomposisi dan emisi CO dari tanah. Pool karbon di tanah (500 Pg) lebih besar 3,3 kali dari pool karbon di atmosfer (760 Pg) sehingga tanah mampu menyerap karbon alami dari atmosfer 4 d a l a m j u m l a h y a n g s i g n i fi k a n. I P C C memperkirakan jumlah karbon yang disimpan dalam tanah di hutan mangrove sekitar 55-1376 Mg/ha atau dapat mencapai lima kali lebih besar daripada yang tersimpan di dalam tanah di hutan 4,5 tropis terestrial. Gambar 1. Rata-rata total stok karbon hutan mangrove di Indonesia yang meliputi tiga pool terbesar, yaitu aboveground, belowground dan tanah (soil) (modifikasi dari Alongi et al, 015 dan Murdiyarso et al, 015). Tingginya kandungan karbon yang tersimpan di dalam tanah hutan mangrove berkaitan dengan dinamika sedimentasi yang terjadi di hutan mangrove. Mangrove menerima sedimen, organik maupun non organik, yang dibawa oleh pasang surut hingga terjadi akumulasi sedimen yang terus menerus. Sedimen terikat oleh akar mangrove dan tersimpan dalam kondisi anaerobik sehingga memperlambat pelepasan CO ke udara. Akumulasi sedimen memberi indikasi sumber karbon di dalam tanah hutan mangrove, tidak h a n y a b e r a s a l d a r i h u t a n m a n g r o v e (autochthonous) tetapi juga hasil pertukaran k a r b o n e k o s i s t e m d i s e k i t a r p e s i s i r (allochthonous). Kombinasi antara karbon yang terserap oleh pohon dan mikroalga yang hidup di akar dan lantai tanah, serta input material dan sedimen dari lingkungan disekitarnya dapat menghasilkan nilai total sequestrasi karbon hutan mangrove sekitar 4 Tg/tahun karbon tersimpan di 1 dalam tanah hutan mangrove. Perhitungan emisi CO dari tanah di hutan mangrove Dalam inventarisasi GRK dibutuhkan data stok karbon pada waktu tertentu. Informasi ini akan lebih detail bila meliputi lima carbon pool, yaitu
April 017 4 below living biomass), kayu mati (deadwood), serasah (litter) dan tanah (soil). Saat ini pengukuran stok karbon tanah masih terbatas pada hutan gambut, sedangkan hutan terestrial dan mangrove hanya mencakup aboveground. Selain data sediaan karbon pada waktu tertentu, informasi yang diperlukan dalam pelaporan inventarisasi GRK untuk UNFCCC adalah jumlah emisi dan penyerapan karbon selama periode tertentu. Data tersebut diperoleh dari perhitungan perubahan lahan dan faktor emisi. Perhitungan faktor emisi tanah dapat dilakukan di lokasi yang permanen, seperti Permanent Sample Plot (PSP) atau pada lahan yang mengalami perubahan fungsi atau tutupan lahan. Pendekatan yang umum digunakan adalah metode Stock difference, Gain loss dan Flux. 1. Stock difference Stock difference dapat dihitung dengan membandingkan soil carbon dari tutupan lahan yang berubah fungsi dari sekurangnya dua waktu yang berbeda.. Gain loss Pendekatan ini menghitung selisih stok karbon berdasarkan faktor emisi (emission factor) dari suatu kegiatan yang telah dikaji di beberapa studi. 3. Flux Pengukuran emisi secara langsung dari tanah dengan menggunakan instrumen. Sains dan teknologi telah memperkenalkan metodologi yang dapat digunakan dalam ketiga pendekatan tersebut, yang kemudian diakui oleh IPCC sebagai cara untuk menghitung emisi dari lahan basah (013 IPCC Wetland Supplement). Flux dapat diukur menggunakan static chamber yang mengitung pertukaran CO ke atmosfer (Gambar ). Untuk pengukuran stock difference karbon tanah, parameter yang dihitung adalah perubahan volume tanah dengan menggunakan alat rod surface elevation table marker horizon (RSET-MH) (Gambar 3) sebagai benchmark penghitungan kenaikan (erosi) atau penurunan (akresi) permukaan tanah di permanen plot (Gambar 4). Metodologi tersebut dijelaskan dalam Protokol Coastal Blue Carbon yang dipublikasikan oleh the Blue Carbon Initiative (IUCN-CI-IOC UNESCO). Selain pendekatan perubahan volume tanah, laju akresi akresi juga dapat diperkirakan dengan 10 metode isotop menggunakan Pb yang terdeteksi di dalam sedimen mangrove (Gambar 5). Gambar. Static chamber mengukur gas yang dilepaskan dari permukaan tanah. Gambar 3. Perubahan elevasi permukaan tanah diukur dengan RSET.
April 017 3 Gambar 4. Kenaikan (akresi) dan penurunan (erosi) permukaan tanah yang dihitung sebagai T dengan referensi T1 sebagai titik datum. (Sumber: Howard et al, 014) 10 Gambar 5. Preparasi sedimen yang akan digunakan untuk analisis Pb.
INFO BRIEF April 017 www.puspijak.org 5 DAFTAR PUSTAKA 1. Alongi DM. Carbon cycling and storage in mangrove forests. Annual review of marine science. 014;6:195-19.. Alongi DM, D. Murdiyarso, Fourqurean JW, Kauffman JB, Hutahaean A, Crooks S, et al. Indonesias blue carbon: a globally significant and vulnerable sink for seagrass and mangrove carbon. Wetlands Ecology and Management. 015;4(1):3-13 3. Murdiyarso D, Purbopuspito J, Kauffman JB, Warren MW. The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigationsupplementary. 015;5(1):1085-109. 4. Lal R. Soil carbon sequestration to mitigate climate change. 004;13(1):1-. 5. Howard J, Hoyt S, Isensee K, Pidgeon E, Telszewski M, editors. Coastal Blue Carbon: Methods for assessing carbon stocks and emissions factors in mangroves, tidal salt marshes, and seagrass meadows. 014 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN www.puspijak.org