I. PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. struktur ekonomi manusia yang di dalamnya bidang pertanian, industri-perdagangankomunikasi-transportasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. devisa, serta pertanian juga berfungsi dalam mengurangi kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PEREKONOMIAN INDONESIA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

I. PENDAHULUAN. ekonomi menggambarkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi riil yang

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB III KONDISI UMUM Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

I.PENDAHULUAN. Menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

I. PENDAHULUAN. semakin banyaknya jumlah angkatan kerja yang siap kerja tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Pesawaran merupakan sebuah kabupaten Daerah Otonomi Baru

TINJAUAN PUSTAKA. Yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan, pendapatan menunjukan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan yang didirikan dan. mengelola BUMD Sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1999 dan

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN UTARA FEBRUARI 2017

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR *) FEBRUARI 2014

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup rendah, tingkat produktivitas rendah, tingkat pertumbuhan penduduk tinggi dan ketergantungan yang tinggi, ekspor dominan tergantung pada sektor pertanian dan sektor primer lainnya, kepekaan dan ketergantungan terhadap hubungan luar negeri yang tinggi, serta ketergantungan mayoritas penduduk untuk bekerja di sektor pertanian. Berangkat dari kondisi tersebut, Indonesia mengembangkan sektor pertanian yang merupakan keunggulan komparatifnya (Todaro, 2006). Peranan sektor pertanian semakin strategis karena sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap devisa negara dan satu-satunya sektor ekonomi yang mampu bertahan ditengah krisis ekonomi, dengan adanya otonomi daerah saat ini daerah harus mandiri dalam memanfaatkan potensi daerah maka sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang sangat bermakna terhadap kemampuan daerah dalam memperbesar kemampuan pembiayaan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang relatif lebih tahan dan fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan sektor-sektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya domestik daripada komponen impor. Pada situasi krisis sekitar 2000-an,

2 pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan nasional antara lain melalui penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung tenaga kerja khususnya di daerah perdesaan bahkan kurang lebih 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan, dimana sebagian besar masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Disatu sisi, negara-negara berkembang harus mempercepat laju pembangunan di sektor pertanian juga untuk mendukung kemajuan sektor industri. Namun seiring berjalannya waktu, peranan sektor pertanian sebagai sektor basis perekonomian Indonesia mulai berkurang dan digantikan oleh sektor non-pertanian. Menurut teori analisis pola pembangunan yang dicetuskan oleh Chenery, peranan sektor pertanian secara persentase terhadap pembentukan produk nasional memang akan cenderung menurun (Nuhung, 2007). Fenomena tersebut muncul karena adanya serangkaian perubahan yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian, sehingga menyebabkan terjadinya transformasi struktural dari ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Beberapa masalah seperti konversi lahan pertanian, rendahnya nilai tambah pada sektor pertanian dan pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian menjadi penyebabnya. Kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian dialami oleh semua negara berkembang, termasuk Indonesia. Hayami dan M. Kikuchi (1987) menyatakan bahwa pada awalnya dimana ketersediaan lahan masih mencukupi, penduduk desa yang berprofesi sebagai petani mampu untuk dapat hidup layak. Akan tetapi, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk desa akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, ketersediaan lahan tidak lagi mencukupi.

3 Terjadi fragmentasi kepemilikan lahan hingga individu hanya memiliki proporsi lahan yang sangat kecil. Seringkali, hasil output dari lahan yang kecil ini tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akibatnya, para pemilik lahan kecil harus menggadaikan lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya, pemilik lahan kecil banyak yang menjadi tenaga penggarap atau buruh tani. Jumlah tenaga penggarap melebihi kapasitas sektor pertanian. Hal ini memberikan daya tawar yang besar bagi para pemilik lahan untuk menurunkan tingkat upah hingga titik marjinal. Dampaknya, para tenaga kerja harus hidup dalam tingkat kesejahteraan yang sangat rendah. Sebagian desa dengan banyaknya partisipasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian akan memperburuk perkembangan sektor pertanian karena sektor ini akan kekurangan tenaga kerja sehingga biaya produksi pertanian menjadi semakin mahal. Karena dengan keterbatasan tenaga kerja akan meningkat biaya produksi karena kenaikan upah para pekerja di bidang pertanian. Dengan meningkatnya upah para pekerja hal tersebut menyebabkan kenaikan pada ongkos produksi dan hal tersebut akan sangat membebani para petani. Kita ketahui bahwa sektor pertanian di Indonesia masih sangat tradisional, sistem kerjanya kurang modern hal tersebut menyebabkan masih sangat bergantungnya proses produksi terhadap tenaga manusia. Seperti terlihat pada tabel 1. Kontribusi sektor ekonomi terhadap perekonomian kabupaten pesawaran di tahun 2009 hinggan 2013. Pada tahun 2009 sektor ekonomi di sektor pertanian sebesar 50.09 di tahun 2010 sektor ekonomi di sektor pertanian mengalami kenaikan yaitu sebesar 50.87. pada tahun 2011 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.82, di tahun 2012 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.67, di tahun

4 2013 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.44. Hal ini menunjukan semakin menurunnya kontribusi perekonomian di sektor pertanian di Kabupaten Pesawaran. Tabel 1. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Perekonomian Kabupaten Pesawaran Tahun 2009-2013 No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 1. Pertanian 50,09 50,87 50,82 50,67 50,44 2. Pertambangan & Penggalian 0,24 0,22 0,22 0,21 0,21 3. Industri Pengolahan 13,55 12,73 12,36 12,17 12,22 4. Listrik, Gas & Air 0,16 0,16 0,15 0,15 0,15 5. Bangunan 8,03 7,48 7,16 6,93 6,78 6. Perdangan, Hotel & Restoran 14,90 15,67 16,31 16,72 17,01 7. Pengangkutan & Telekomunikasi 1,90 2,08 2,15 2,19 2,19 8. Keuangan, Persewaan & Js. Prsh 0,92 0,98 1,05 1,09 1,11 9. Jasa Jasa 10,20 9,81 9,78 9,87 9,89 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013 Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten Pesawaran sebanyak 67.075 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 17 dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 9 dikelola oleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum. Padang Cermin, Negeri Katon, dan Gedung Tataan merupakan tiga kecamatan dengan urutan teratas yang mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak, yaitu masing-masing 15.799 rumah tangga, 11.627 rumah tangga, dan 10.087 rumah tangga. Sedangkan Kecamatan Marga Punduh merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah tangga usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 2.941 rumah tangga. Sementara itu jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum dan usaha pertanian selain perusahaan dan rumah

5 tangga di Kabupaten Pesawaran untuk perusahaan sebanyak 17 unit dan lainnya 9 unit. Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tersebar di 4 kecamatan, yaitu 7 perusahaan di Kecamatan Tegineneng, 6 perusahaan di Kecamatan Gedung Tataan, 2 perusahaan di Kecamatan Padang Cermin, dan 2 perusahaan di Kecamatan Negeri Katon. Sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga usaha pertanian tersebar di 5 kecamatan yaitu: 4 unit di Kecamatan Tegineneng, 2 unit di Kecamatan Way Lima, 1 unit di Kecamatan Padang Cermin, 1 unit di Kecamatan Kedondong, dan 1 unit di Kecamatan Negeri Katon. Kegiatan ekonomi non-pertanian atau rural non-farm economy activities (RNFE) memiliki pengertian yaitu segala aktivitas yang memberikan pendapatan (termasuk pendapatan barang) yang bukan merupakan kegiatan pertanian (semua kegiatan produksi makanan primer, bunga, dan serat meliputi proses tanam, ternak, hortikultura, kehutanan, dan perikanan) dan berlokasi di wilayah pedesaan (Lanjouw dan Lanjouw, 1997 dalam Davis dan Dirk Bezemer, 2003). Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, mengklasifikasikan sektor non-pertanian sebagai sektor yang terdiri atas (1) sektor pertambangan dan penggalian, (2) industri pengolahan, (3) sektor listrik, air, dan gas, (4) bangunan, (5) perdagangan, hotel, dan restoran, (6) pengangkutan dan telekomunikasi, (7) keuangan, dan (8) jasa-jasa. Dasawarsa belakangan ini, diskusi mengenai RNFE menjadi topik utama dalam diskusi tentang perekonomian desa. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan RNFE yang sangat cepat. Titik tolak utama dalam perkembangan RNFE adalah adanya perpindahan dari sektor pertanian menuju sektor non-pertanian. Pergeseran ini banyak terlihat di negara berkembang di dunia, khususnya di wilayah Asia. Alokasi waktu tenaga kerja desa di kegiatan non-pertanian menjadi labih tinggi

6 daripada kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor non-pertanian mampu menyerap pertumbuhan jumlah angkatan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada rumah tangga desa. Perkembangan yang sangat cepat ini dapat dihubungkan dengan beberapa sebab. Pertama, kinerja sektor pertanian tidak sebaik dulu dan terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendapatan penduduk di area desa. Alasan lainnya adalah mungkin dapat dihubungkan iktikad pemerintah negara berkembang untuk mengembangkan usaha manufaktur kecil (Sarka, 2004). Hal utama yang mempengaruhi menurunnya kontribusi sektor pertanian ialah karena menurunnya partisipasi masyarakat rumah tangga desa dari yang sebelumnya bekerja di sektor pertanian beralih bekerja ke sektor non-pertanian. Hal-hal yang menyebabkan peralihan penduduk dari yang bekerja di sektor pertanian menjadi bekerja di sektor nonpertanian, antara lain adalah tingkat pendidikan penduduk, tingkat pendapatan penduduk dan Usia. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka kecenderungan masyarakat untuk beralih bekerja di sektor non-pertanian maka akan semakin besar, karena masyarakat yang bekerja di bidang pertanian yang seluruhnya berada di desa akan ke kota untuk bekerja di sektor non-pertanian dengan harapan mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi di sektor non-pertanian. Tetapi tidak semua penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dia beralih kesektor non-pertanian, tetapi ada juga dari mereka yang kembali ke sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian tersebut, khususnya bagi mereka yang memiliki basik pendidikan di sektor pertanian.

7 Tingkat pendapatan masyarakat juga menjadi indikator pindahnya partisipasi masyarakat desa dari yang bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan perekonomian. Jika tingkat pendapatan yang ditawarkan di kegiatan ekonomi nonpertanian lebih tinggi daripada kegiatan pertanian, maka tenaga kerja desa akan lebih memilih untuk bekerja di kegiatan non-pertanian dari pada pertanian. Pengaruh usia juga dapat mempengaruhi pindahnya partisipasi masyarakat desa dari yang bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan perekonomian. Semakin tua usia suatu penduduk, semakin membuat mereka untuk tetap bekerja di sektor pertanian, karena mereka tidak mau mengambil resiko yang ada. Sebaliknya semakin muda usia suatu penduduk, semakin tinggi hasrat mereka untuk berpindah dari sektor pertanian ke sektor non-pertanaian. Penduduk yang usianya lebih muda kecenderungannya lebih berani untuk mengambil resiko karena mereka berfikir bisa mendapatkan kehidupan atau penghasilan yang lebih baik lagi dibanding bekerja di sektor pertanian. Seperti terlihat tabel 2. Menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang paling tinggi berada di Desa Way Harong. Desa Way Harong merupakan desa yang paling tinggi rumah tangganya yaitu sebesar 1.335 rumah tangga, sedangkan rumah tangga yang paling rendah berada di desa Gedung Dalam yaitu sebesar 327 rumah tangga, sedangkan jumlah dari keseluruhan desa yang sudah berumah tangga di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran berjumlah 10.153 rumah tangga, sedangkan dari jumlah menurut jenis kelamin yang ada di kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu terdiri dari lakilaki dan perempuan, laki-laki berjumlah 15.500 sedangkan perempuan berjumlah 14.49.

8 Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Dan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin Di Kecamatan Way Lima, 2013 No Desa/ Kelurahan Jumlah Laki Laki Perempuan Jumlah Rumah Tangga (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) 1. Gunungrejo 574 996 936 1.932 2. Cimanuk 631 1.117 1.101 2.218 3. Sukamandi 420 612 562 1.174 4. Way Harong 1.335 2.319 2.079 4.398 5. Margodadi 727 1.005 936 1.941 6. Tanjung Agung 983 1.210 1.143 2.353 7. Kata Dalam 966 103 3.936 1.969 8. Baturaja 439 645 572 1.217 9. Sindang Garut 550 1.041 936 1.977 10. Sidodadi 942 1.671 1.593 3.264 11. Gedung Dalam 327 445 468 913 12. Pekondoh 569 599 572 1.171 13. Pekondoh Gedung 358 255 208 463 14. Banjar Nageri 687 1.234 1.143 2.377 15. Padang Manis 367 616 624 1.240 16. Paguyuban 478 702 640 1.342 Jumlah 10.153 15.500 14.449 29.949 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013 Seperti terlihat pada tabel 3. Menunjukan luas wilayah yang berada di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran, luas wilayah yang paling tinggi berada di Desa Kota Dalam yaitu sebesar 32.03 km 2, sedangkan luas wilayah yang paling rendah berada di desa Sindang Garut yaitu sebesar 2.16 km 2. Dari jumlah keseluruhan luas wilayah yang berada di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu berjumlah 168.79 km 2.

9 Tabel 3. Luas Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima, 2013 Desa/Kelurahan Luas (Km 2 ) Gunung Rejo 6.50 Cimanuk 3.00 Sukamandi 8.889 Way Harong 12.13 Margodadi 27.30 Tanjung Agung 6.18 Kota Dalam 32.03 Batu Raja 16.00 Sindang Garut 2.16 Sidodadi 6.17 Gedung Dalam 5.24 Pekondoh 3.03 Pekondoh Gedung 4.43 Banjar Negri 23.75 Padang Manis 5.40 Peguyuban 6.58 Jumlah 168.79 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013 Seperti terlihat pada tabel 4. Menunjukan kepadatan penduduk di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran, Kepadatan Penduduk yang paling tinggi berada di Desa Sindang Garut yaitu sebesar 915,28 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah berada di Desa Kota Dalam yaitu sebesar 61,47 jiwa, dari jumlah keseluruhan kepadatan penduduk di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu sebesar 177,43 jiwa.

10 Tabel 4. Kepadatan Penduduk Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima, 2013 Desa/Kelurahan Kepadatan Penduduk Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013 (Jiwa/Km 2 ) Gunung Rejo 297.23 Cimanuk 739.33 Sukamandi 132.06 Way Harong 362.57 Margodadi 71.10 Tanjung Agung 380.74 Kotadalam 61.47 Batu Raja 76.06 Sindang Garut 915.28 Sidodadi 529.01 Gedung Dalam 174.24 Pekondoh 386.47 Pekondoh Gedung 104.54 Banjar Negri 100.8 Padang Manis 229.63 Peguyuban 203.95 Jumlah 177.43 Salah satu desa di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yang mempunyai jumlah rumah tangga dan penduduk menurut desa yang paling tinggi yaitu Desa Way Harong dengan demikian penulis mengambil studi kasus di Desa Way Harong. Menurut jumlah tenaga kerja usia 20-26 tahun berjumlah 837 orang dan pada usia 27-40 tahun berjumlah 526 orang. Menurut mata pencarian di Desa Way Harong jumlah pekerja sebagai karyawan yaitu sebesar 297 orang, pekerja wiraswasta berjumlah 483 orang, pekerja tani

11 berjumlah 817 orang, pekerja bangunan berjumlah 263 orang, pekerja buruh tani berjumlah 1.418 orang, dan pekerja di bidang jasa berjumlah 18 orang. Luas wilayah Desa Way Harong sebesar 1.023 km 2. Desa Way Harong mempunyai batas wilayah dimana wilayah sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimanuk, wilayah sebelah utara berbatasan Desa Gunung Rejo, wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Desa Margodadi dan wilayah sebelah timur berbatasan dengan Desa Kota Dalam. Dengan penjelasan diatas, tentang hal-hal yang mempengaruhi turunnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian akibat berkurang partisipasi masyarakat desa terhadap sektor pertanian yang beralih ke sektor non-pertanian menjadi hal yang menarik bagi penulis. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul Analisis Faktor Yang Mempengaruhi keputusan Penduduk Rumah Tangga Desa Untuk Berpartisipasi di kegiatan Ekonomi Non Pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (Studi Kasus Desa Way Harong). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran 2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way

12 Lima, Kabapaten Pesawaran? 3. Bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran? 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran? 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran? D. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah bagaimana pengaruh antara aspek terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor non pertanian, dimana ketiga aspek tersebut yaitu aspek pendapatan, aspek pendidikan dan aspek usia. Apakah aspek tersebut

13 berpengaruh psotif atau berpengaruh negatif terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor non pertanian. - Pendapatan - Pendidikan - Usia Tingkat Partisipasi Kegiatan Sektor Non-Pertanian Gambar 1. Kerangka Pemikiran E. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, dan pembatasan masalah, serta uraian dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga faktor pendapatan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian. 2. Diduga faktor pendidikan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian. 3. Diduga faktor Usia Penduduk Rumah Tangga Desa memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian