TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

Mengenal Tikus Sawah

BAB II KERANGKA TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

PENGGUNAAN PROTOZOA SARCOCYSTIS SINGAPORENSIS (APICOMPLEXA: SARCOCYSTIDAE) UNTUK PENGENDALIAN TIKUS SAWAH RATTUS ARGENTIVENTER

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT ULAT SUTERA I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memahami Konsep Perkembangan OPT

kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

EFEKTIVITAS Sarcocystis singaporensis TERHADAP MORTALITAS TIKUS SAWAH Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae) DI LABORATORIUM

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut :

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. KEBERADAAN OPT PADI

5 KINERJA REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Oleh : Holil F /2011 Dyah Riza Utami F /2011 Novika Nandya Purnamasari F /2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

I. PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM )

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Tujuan : 1. Mengetahui komponen penyusun ekosistem 2. Mengetahui interaksi antar komponen penyusun ekosistem 3. Mengetahui definisi ekosistem

LEMBAR KERJA SISWA 1 EKOSISTEM (Rancangan Percobaan)

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

Sistem Bubu TBS dan LTBS. TBS (Trap Barrier System)

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sesuai Dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Sasaran

BAB II TIKUS DAN CECURUT. A. Jenis-Jenis Tikus

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus ini dapat terjadi mulai dari lapangan sampai ke tempat penyimpanan. Selain itu, tikus sering membawa berbagai macam patogen yang dapat ditularkan kepada manusia, yaitu diantaranya Yersiniosis, Leptospirosis, Salmonellosis dan Lymphochytis choriomeningitis (Meehan, 1984). Tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti : padi, jagung, dan gandum. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10% dari bobot tubuhya jika pakan tersebut berupa pakan kering. Hal ini dapat pula ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap harinya kira-kira 15-30 ml air (Priyambodo, 1995). Bagian punggung tikus sawah berwarna cokelat muda bercak hitam, perut dan dada berwarna putih, panjang kepala dengan badan 130-210 mm, panjang ekor 120-200 mm dan tungkai 34-43 mm. Jumlah puting susu betina 12 buah, 3 pasang di dada dan 3 pasang diperut. Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi (Departemen Pertanian Jakarta, 2006 a ). Rattus rattus argentiventer mencapai umur dewasa sangat cepat, masa kebuntingannya sangat pendek dan berulang-ulang dengan jumlah anak yang banyak pada setiap kebuntingan. Masa umur Rattus rattus argentiventer pada saat

dewasa adalah 68 hari, dan bagi betina masa bunting selama 20-22 hari (Liem, 1979). Tikus termasuk binatang nokturnal, keluar dari sarangnya aktif pada malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan yang khusus agar bebas mencari makanan dan menyelamatkan diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap (Ambarwati & Sagala, 2006). Tikus mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif atau keluar sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk tikus karena dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau juga memberikan tanda akan bahaya yang telah dialami. Selain itu tikus sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu tikus dapat mendengar suara ultra. Sedangkan mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari. Tikus dapat mendeteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan persepsi/perkiraan pada jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk meloncat bila diperlukan (Kompas, 2001). Habitat tikus umumnya di permukaan tanah, persawahan, padang rumput, perkebunan dan semak belukar. Daerah penyebarannya di kawasan Asia, meliputi Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina, dan termasuk Papua Nugini (Anita, 2003).

Luas wilayah dan jarak jelajah tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan dan populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah (fase generatif tanaman), maka jelajah hariannya pendek (50-125 m) dan bila sumber pakan tikus sedikit (fase pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif), jelajah hariannya panjang dapat mencapai (100-200 m). Dapat disimpulkan bahwa tikus akan terus melakukan migrasi untuk dapat memperoleh pakan yang sebanyak-banyaknya. Migrasi tikus dapat mencapai 1-2 km (Departemen Pertanian Jakarta, 2006 b ). Gambar 1. Siklus Hidup Tikus (Sumber : http://www.depkes.go.id/downloads/pengendalian%20tikus.pdf)

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Populasi Tikus Sawah Populasi tikus akan cepat meningkat jika masa panen mengalami perpanjangan karena tidak serentaknya waktu tanam atau umur varietas yang ditanam tidak sama. Selain itu banyaknya gulma dipematang sawah dapat menjadi tempat berlindung tikus untuk bersembunyi (Harahap & Tjahjono, 2003). Faktor abiotik yang penting dalam mempengaruhi dinamika populasi tikus adalah air untuk minum dan sarang. Adapun cuaca mempengaruhi populasi tikus secara tidak langsung yaitu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuh-tumbuhan serta hewan kecil (invertebrata) yang menjadi sumber pakan bagi tikus (Priyambodo, 1995). Faktor biotik yang penting dalam mengatur populasi tikus antara lain : 1. Tumbuhan atau hewan kecil sebagai sumber pakan. 2. Predator (pemangsa) dari golongan reptilia, aves dan mamalia. 3. Patogen (penyebab penyakit) dari golongan virus, bakteri, cendawan, nematoda dan lain-lain. 4. Tikus lain sebagai kompetitor pada saat populasi tinggi. 5. Manusia yang merupakan musuh utama tikus. (Priyambodo, 1995). Pada saat persemaian populasi tikus masih tidak terlalu tinggi, tetapi pada fase tanaman tua populasi tikus sudah mulai meningkat sampai pada fase pematangan bulir populasi tikus bahkan semakin meningkat kondisi ini dikarenakan nutrisi tanaman sesuai untuk kebutuhan reproduksi tikus yang

mengalami musim kawin dan berkembang biak demikian juga pada fase pematangan bulir (Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan 1994). Perkembangan tikus dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama ketersediannya bahan makanan pada suatu daerah pertanaman padi dengan pola tanam yang tidak teratur sehingga selalu terpenuhinya bahan makanan bagi tikus sehingga populasi tikus meningkat. Dengan mengikuti pola tanam yang serentak memungkinkan populasi tikus akan menurun (Triharso, 1996). Gejala Serangan Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling senang memakan bagian malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia persemaian, tikus mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Adapun pada stadia generatif, tikus memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya (Priyambodo, 1995). Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman padi. Pada fase vegetative, tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak berserakan, tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu ditengah- tengah petakan sawah tampak gundul, sedangkan bagian tepi biasanya tidak diserang. Mereka juga menyerang bedengan persemaian dengan memakan benih- benih

yang disebar atau mencabut tanaman-tanaman yang baru tumbuh (Harahap & Tjahjono 2003). Padi yang terserang tikus dari jauh terlihat menguning tetapi kuningnya tidak sama dengan kondisi padi yang siap panen. Dari dekat hanya terlihat kulit padi sedangkan isinya sudah habis, selain itu banyak batang padi yang tumbang akibat dikerat (Edy, 2003). Pengendalian Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Didalam pengendalian tikus ada beberapa metode atau cara yang dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu : Pengendalian secara kultur teknis dengan membuat lingkungan yang tidak menguntungkan atau tidak mendukung bagi kehidupan dan perkembangan populasi tikus. Dengan cara pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam (Priyambodo,1995). Metode pengendalian yang lain dapat berupa pengendalain secara fisik dan mekanis salah satunya dengan membunuh tikus dengan bantuan alat seperti senapan angin dan perangkap. Perangkap tikus merupakan metode pengendalian yang paling tua tetapi tidak banyak diteliti oleh para ahli karena dianggap kurang ilmiah (Priyambodo, 1995). Secara biologi pengendalian dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami seperti : kucing, anjing, ular sawah, elang, dan burung hantu (Departemen Pertanian Jakarta, 2006 a ).

Protozoa Sarcocystis singaporensis S. singaporensis (Apicomplexa : Sarcocystidae) merupakan parasit obligat yang memerlukan 2 inang untuk melangsungkan siklus hidupnya, yaitu ular piton (Phyton reticulatus) sebagai inang utama dan tikus (genus Rattus dan Bandicota) sebagai inang perantara (Jaekel et al, 1996). S. singaporensis merupakan parasit tikus yang potensial untuk mengendalikan populasi tikus dan ramah lingkungan. Selain itu, siklus hidupnya telah teruji oleh banyak peneliti mampu beradaptasi terhadap kondisi laboratorium (Jaekel et al, 1999). Protozoa S. singaporensis memiliki sporosit yang merupakan bahan penginfeksi dan diaplikasikan secara oral melalui mulut yang akan menginfeksi bagian perut (Khoprasert et al., 2006). S. singaporensis dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar pada ular piton. Dalam satu siklus infeksi, ular piton biasanya dapat menghasilkan sporosit yang mampu membunuh 20.000 200.000 tikus. Hasil penelitian yang dilakukan di Thailand diketahui bahwa dengan pemberian dosis sporosit S. singaporensis antara 200.000 400.000 sporosit dapat mengurangi populasi tikus sawah sebesar 70 90% (Jaekel, 2006 a ). Tikus dapat terinfeksi protozoa S. singaporensis apabila tertelan sporanya melalui air minum yang terkontaminasi oleh kotoran tikus atau makanan berupa hewan vertebrata yang makanannya berasal dari kotoran ular. Mekanisme penginfeksian protozoa yaitu dengan melipatgandakan dirinya didalam pembuluh darah hingga membentuk kista. Kemudian berkembang sampai kejaringan otot

yang menyebabkan tikus lambat bergerak, bahkan menyebabkan sedikit pengurangan kesuburan, tetapi jika spora dikonsumsi dalam jumlah besar maka akan mengakibatkan radang paru paru dan tingkat kematian mencapai 90% (Jaekel, 2006 b ). Sebagian tikus yang terinfeksi S. singaporensis akan menunjukkan gejala klinis 2-4 hari sebelum kematiannya. Gejala gejala tersebut antara lain : nafsu makan berkurang, mata berair, sesak nafas, diare dan lesu. Apabila dilakukan pembedahan pada bagian perut dan usus maka terjadi penyumbatan dan terdapat cairan berwarna kekuningan, hati dan kandung kemihnya terlihat membengkak (ACIAR, 1998). Beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi dari suatu patogen tergantung dari jumlah dosis yang diberikan, virulensi dari patogen (jasad renik) dan daya tahan tubuh hewan terhadap pathogen (Oka, 1995). Di Thailand penggunaan parasit S. singaporensis dilapangan dapat mengendalikan populasi tikus pada kondisi ekologi yang tidak merugikan. Dari hasil percobaan menunjukkan angka kematian yang terjadi sebesar 70-90 % dengan lama kematian antara 11-12 hari. Dengan memperhatikan kondisi tikus yang mati diketahui bahwa tikus mengalami prilaku abnormal setelah terinfeksi dengan dosis yang tinggi dari Sarcocystis spp (Jaekel et al., 2005).