: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM UPAYA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BADUNG BALI. Tyasani Taras 1 Luh Gede Sri Artini 2

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

Transkripsi:

Judul Nama : Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM : 1306205188 Abstrak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsekuensi menjalankan otonomi daerah, maka masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber PAD agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. PAD dapat diperoleh dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan pajak daerah yang dikelola ataupun yang berpotensi untuk dipungut pajak daerah agar dapat digunakan secara efisien dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pajak daerah serta kontribusi pajak daerah dalam peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Badung pada tahun 2011-2015. Tingkat efisiensi diukur menggunakan rasio efisiensi dan tingkat efektivitas diukur menggunakan rasio efektivitas. Menghitung tingkat kontribusi menggunakan rumus kontribusi yaitu penerimaan PAD dibagi dengan penerimaan pajak daerah. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015 tergolong sangat efisien dan tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015 tergolong sangat efektif. Kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD tergolong sangat baik. Pemerintah Kabupaten Badung sudah mampu mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan mengelola penerimaan pajak daerahnya dengan baik.. Kata kunci: Efisiensi, Efektivitas, Kontribusi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pajak Daerah vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i ii iii iv vi vii ix x BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 10 1.3 Tujuan Penelitian... 10 1.4 Kegunaan Penelitian... 11 1.5 Sistematika Penulisan... 12 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Daerah... 14 2.2 Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).. 16 2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 19 2.4 Pajak Daerah... 19 2.5 Efisiensi... 26 2.6 Efektivitas... 28 2.7 Kontribusi... 29 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 31 3.2 Lokasi Penelitian... 31 3.3 Obyek Penelitian... 31 3.4 Identifikasi Variabel... 31 3.5 Definisi Operasional Variabel 3.5.1 Efisiensi Pajak Daerah... 32 3.5.2 Efektivitas Pajak Daerah... 32 3.5.3 Kontribusi Pajak Daerah... 33 3.6 Jenis dan Sumber Data... 33 3.7 Metode Pengumpulan Data... 33 3.8 Teknik Analisis Data... 34 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung... 36 4.2 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung... 37 4.3 Pajak Daerah Kabupaten Badung... 38 vii

BAB V 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.4.1 Tingkat Efisiensi Pajak Daerah... 41 4.4.2 Tingkat Efektivitas Pajak Daerah... 44 4.4.3 Kontribusi Pajak Daerah Dalam Peningkatan PAD... 47 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 50 5.2 Saran... 51 DAFTAR RUJUKAN... 52 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 55 viii

DAFTAR TABEL No. Tabel Halaman 1.1 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten /Kota di Provinsi Bali dari Tahun 2011-2015... 4 1.2 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung dari Tahun 2011-2015... 5 1.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 8 2.1 Kriteria Kinerja Keuangan Rasio Efisiensi... 27 2.2 Kriteria Kinerja Keuangan Rasio Efektivitas... 29 3.1 Kriteria Kontribusi... 30 4.1 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 37 4.2 Realisasi Penerimaan Masing-masing Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 38 4.3 Tingkat Efisiensi Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 42 4.4 Tingkat Efektivitas Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 45 4.5 Kontribusi Pajak Daerah Dalam Peningkatan PAD Kabupaten Badung Tahun 2011-2015... 47 ix

DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran Halaman 1. Perhitungan Tingkat Efisiensi Pajak Daerah... 56 2. Perhitungan Tingkat Efektivitas Pajak Daerah.... 58 3. Perhitungan Kontribusi Pajak Daerah... 60 4. Perhitungan Target dan Realisasi PAD... 62 x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya otonomi daerah menunjukkan bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Otonomi daerah mulai diberlakukan pada akhir dari masa orde baru (Rusmana et al. 2011). Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU Otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 (Julastiana dan Suartana, 2013). Menurut Zhouhaier (2011) pemberian otonomi daerah kepada pemerintah daerah dapat memberikan iklim yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk hubungan kemintraan dengan masyarakat 1

untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Uhunmwuangho dan Aibieyi (2013) mengatakan pembangunan seharusnya memang berasal dari dalam, yang datang melalui kehendak dan keinginan orang-orang didalamnya. Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Kenyataanya pemerintah daerah umumnya belum menjalankan fungsi dan peranan secara efisien, terutama dalam pengelolaan keuangan daerah (Halim dan Damayanti, 2007:23). Pemerintah daerah diharapkan mampu memajukan pembangunan sosial ekonomi bagi penduduk setempat (Akudugu, 2012). Salah satu perbedaan mendasar terkait pelaksanaan otonomi daerah adalah kewenangan penuh yang dimiliki daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Kondisi ini didasari asumsi bahwa pemerintah daerah adalah institusi yang paling mengerti atau memahami kondisi daerahnya sendiri. Menurut Warner (2012) adanya perdebatan saat ini, pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan desentralisasi fiskal, karena kemampuan daerah tidak merata disetiap daerah. Konsekuensi menjalankan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2004, maka masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber PAD agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Rinaldi, 2012). Anggaran Pemerintah Daerah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang juga merupakan instrumen fiskal pemerintah daerah 2

dalam mengendalikan perekonomian wilayahnya. Adanya instrumen fiskal pemerintah daerah dapat melakukan stimulus terhadap perekonomian di wilayahnya guna memicu perkembangan perekonomian wilayahnya. Kemampuan keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya PAD yang diperoleh daerah yang bersangkutan. Jika dilihat kaitannya dengan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah, PAD selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada APBD maka akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah dari prinsip secara nyata dan bertangggung jawab (Rinaldi, 2012). Pengelolaan keuangan daerah tertentu dapat tercermin dari Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) yang dimiliki oleh setiap daerah, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen untuk menciptakan peraturan untuk pembangunan daerah pemerintah daerah (Lucky, 2013). PAD merupakan unsur yang penting dalam pendapatan daerah. PAD merupakan salah satu komponen sumber penerimaan daerah selain penerimaan dana transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Keseluruhannya merupakan sumber pendaaan penyelenggaraan pemerintah di daerah. Rasio antara PAD terhadap total pendapatan daerah menunjukkan rasio ketergantungan suatu daerah. Semakin tinggi nilai rasio PAD terhadap total pendapatan maka semakin kecil ketergantungan suatu daerah terhadap transfer dana dari pihak eksternal baik itu pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah lainnya. 3

Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dari Tahun 2011-2015 (dalam ribuan rupiah) KABUPATEN/KOTA 2011 2012 2013 2014 2015 Denpasar 424.959.413 511.326.621 658.974.707 698.739.758 776.211.892 Badung 1.406.298.099 1.870.187.279 2.279.113.502 2.722.625.563 3.001.464.263 Tabanan 141.046.017 183.295.007 255.418.219 273.426.482 300.799.021 Jembrana 41.330.606 46.470.110 68.485.482 89.349.645 98.032.646 Gianyar 175.273.316 261.222.176 319.612.005 424.472.546 45.721.018 Klungkung 40.735.839 48.561.525 67.401.910 98.837.766 120.035.996 Bangli 22.961.238 40.751.050 55.986.570 76.141.461 87.731.141 Karangasem 129.556.195 144.019.629 168.652.790 239.425.005 243.125.917 Buleleng 109.167.026 129.003.995 160.292.011 219.682.330 298.679.618 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa di Provinsi Bali, daerah yang setiap tahunnya memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu Kabupaten Badung. Kurun waktu 5 tahun terakhir PAD Kabupaten Badung selalu berada di posisi pertama dan Kota Denpasar selalu berada pada posisi kedua. Daerah yang menerima PAD terendah yaitu Kabupaten Bangli dan daerah terendah lainnnya adalah Kabupaten Klungkung dan Jembrana. Penerimaan PAD Kabupaten 4

Badung terbilang sangat besar dan memiliki selisih yang sangat jauh dari Kota Denpasar yang berada di posisi kedua. Tingginya PAD di Kabupaten Badung disebabkan daerah ini merupakan pusat daerah pariwisata. Besarnya penerimaan pendapatan daerah dari tahun ke tahun dapat dilihat dari jumlah komponen pendapatan daerah yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Udhiyani et al, 2014). Pelaksanaan otonomi daerah, kabupaten atau kota melakukan berbagai upayaupaya di dalam meningkatkan perolehan PAD, hal ini disebabkan karena faktor dana sangat menentukan lancar tidaknya suatu pemerintah. Pelayanan kepada masyarakat akan terhambat akibat terbatasnya kemampuan dalam bidang pendanaan. Terbatasnya sumber PAD tidak banyak yang dapat dilakukan dalam memberikan pelayanan yang optimal maupun kemudahan bagi masyarakat (Sukarya, 2012). Kendala yang dihadapi pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah tingkat kesiapan keuangan yang berbeda pada setiap daerah. Kebijakan otonomi daerah adalah kebijakan yang menguntungkan daerah-daerah yang mempunyai sumber daya potensial namun bagi daerah yang kurang memiliki sumber daya potensial menganggap kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang tidak menguntungkan (Norregaard,2013). Peran Pemerintah Daerah dalam era otonomi sangat besar karena dituntut kemandiriannya dalam melaksanakan fungsi dan memberlakukan pembiayaan seluruh kegiatan daerah. Pemerintah Daerah diharapkan mampu meningkatkan PAD dengan memaksimalkan potensi daerah yang tersedia. PAD dapat diperoleh dengan 5

mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan pajak daerah yang dikelola ataupun yang berpotensi untuk dipungut pajak daerah agar dapat digunakan secara efisien dan efektif (Arsana, 2013). Tabel 1.2 Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung dari Tahun 2011-2015 (dalam ribuan rupiah) PENDAPATAN ASLI DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Hasil Pajak Daerah 862.669.037 1.207.320.000 1.726.810.360 1.986.068.719 2.598.718.129 Hasil Retribusi Daerah 13.480.824 37.648.067 64.555.270 75.687.001 96.040.159 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 30.945.535 34.623.740 43.590.838 77.554.931 142. 995.660 18.380.625 41.124.671 39.809.925 58.648.562 163.710.314 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016 Sumber-sumber dari PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah. Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa hasil pajak daerah memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD di Kabupaten Badung. Pada tahun 2011-2015 hasil pajak daerah Kabupaten Badung selalu mengalami peningkatan. Tahun 2011 hasil pajak daerah memberikan sumbangan sebesar 862.669.037(dalam ribuan rupiah) kepada PAD sampai 5 tahun berikutnya mangalami peningkatan yaitu pada tahun 2015 6

sebesar 2.598.718.129 (dalam ribuan rupiah). Besarnya penerimaan pajak daerah disebabkan adanya komponen pajak daerah yang memberikan sumbangan tertinggi kepada pajak daerah. Kabupaten Badung yang memiliki sumber pendapatan daerah yang cukup banyak yang berasal dari dana pajak daerah yang fungsinya agar dapat lebih meningkatkan sistem dan mekanisme pembangunan daerah otonom. Pemerintah Kabupaten Badung juga harus dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerah sebagai sumber penerimaan PAD. Pajak daerah memiliki peran yang penting dalam membiayai pembangunan daerah karena pajak daerah yang memberikan sumbangan tertinggi kepada PAD, tanpa adanya pajak daerah kebutuhan akan dana yang diperlukan untuk pembangunan daerah akan sulit terpenuhi. Permasalahan mengenai pajak daerah harus dapat ditangani secara tepat agar pajak daerah dapat dimanfaatkan dengan baik. Penerimaan pajak daerah merupakan salah satu sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di daerah, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaanya melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutannya. Keberhasilan dalam pemungutan pajak ditentukan oleh faktor kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan faktor kemampuan aparat dalam melaksanakan tugasnya di lapangan (Halim, 2014:171). Upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi yang salah satunya adalah dengan meningkatkan efesiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektivitas pemungutan yaitu dengan 7

mengoptimalkan potensi yang ada serta terus diupayakan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan sehingga dapat dipungut pajak atau restribusinya (Halim, 2010:153). Menurut Pratama dan Suartana (2014) upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD yaitu dengan intensifikasi yang salah satunya adalah dengan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya dimungkinkan untuk dipungut pajak. Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana wilayah serta kualitas pembangunan yang berorientasi pada pemerataan, agar sumber dana dan sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin. Penerimaan PAD di Kabupaten Badung belum merata di setiap daerahnya. Penerimaan pendapatan hanya terpusat pada satu wilayah tertentu seperti daerah Kuta dan Nusa Dua yang merupakan pusat pariwisata di Provinsi Bali. Pemerintah Kabupaten Badung belum mengoptimalkan penerimaan di daerah lain dimana juga memiliki pariwisata yang perlu dikembangkan. Pemerintah Kabupaten Badung harus dapat mengoptimalkan penerimaan PAD karena Badung memiliki potensi penerimaan daerah yang beragam. Meningkatkan penerimaan PAD pemerintah daerah perlu melakukan analisis potensi-potensi yang ada di daerah dan mengembangkan potensi tersebut sebagai pemasukan daerah. Kemampuan menggali potensi sumber penerimaan daerah tersebut harus diikuti kemampuan penetapan target sesuai dengan potensi sebenarnya serta kemampuan menekan biaya yang 8

dikeluarkan dalam pemungutannya. Kemampuan yang dimiliki akan memperbesar penerimaan dan menciptakan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Tabel 1.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011-2015 (dalam rupiah) Tahun Target Realisasi 2011 938.004.864.853 1.281.507.139.825 2012 1.207.320.000.000 1.685.559.515.318 2013 1.726.810.360.293 2.010.554.251.067 2014 1.986.068.718.872 2.339.332.864.903 2015 2.302.810.000.000 2.598.718.159.654 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2016 Untuk meningkatkan pajak daerah perlu dilakukan upaya efektivitas dan efisiensi penerimaan pajak daerah. Salah satunya melalui subjek dan objek pendapatan daerah sehingga dapat meningkatkan produktivitas PAD. Efektivitas merupakan keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai tujuannya. Efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasi penerimaan pajak daerah berhasil mencapai target yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. Pada Tabel 1.3 menunjukkan target dan realisasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Badung selama 5 tahun terakhir. Setiap tahunnya Kabupaten Badung dalam realisasi 9

penerimaan pajak daerahnya sudah dapat memenuhi target yang ditetapkan karena penerimaan pajak daerahnya sudah melebihi dari target penerimaan pajak daerahnya. Untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah, selain mengetahui tingkat efektivitas penerimaan pajak daerah perlu untuk mengetahui pula tingkat efisiensi penerimaan pajak daerahnya. Efisiensi dapat dikaitkan dengan pengeluaran biaya seminimal mungkin untuk mendapatkan target yang diharapkan (Pratama dan Suartana, 2014). Efisiensi berhubungan dengan bagaimana penerimaan pajak daerah sudah dipergunakan dengan baik untuk biaya-biaya yang diperlukan dalam pengelolaan pajak daerah. Penerimaan pajak daerah sudah dikatakan efisien apabila biaya-biaya pengelolaan pajak daerah lebih kecil dari realisasi penerimaan pajak daerahnya. Pengelolaan PAD yang efektif dan efisien perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional. Kontribusi yang dicapai dari PAD dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian yang dilakukan Rame dan Wirawan (2013) bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Badung menunjukkan bahwa ratarata 121,84 persen maka tingkat efektivitas penerimaan pajak hiburan tergolong sangat efektif. Hal ini ditunjukkan dengan efektivitas sebesar 158,52 persen yaitu tergolong sangat efektif. Tingkat efisiensi penerimaan pajak hiburan di Kabupaten Badung Tahun 2001-2010 menunjukkan rata-rata tingkat efisiensi penerimaan pajak hiburan menunjukkan sebesar 5,88 persen dan dapat dikategorikan sangat efisien. 10

Penelitian yang dilakukan oleh Arsana (2013) menunjukkan bahwa Tingkat efektivitas penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2002-2011 rata- rata sebesar 110,10 persen dan tergolong sangat efektif. Tingkat efisiensi penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2002-2011 rata-rata sebesar 16,07 persen. Hal ini berarti bahwa tingkat efisiensinya termasuk dalam kategori sangat efisien yaitu kurang dari 60 persen. Prospek penerimaan pajak reklame di Kabupaten Badung dari tahun 2012 adalah Rp 8.709.322.566 dan pada tahun 2013 meningkatan menjadi Rp 9.412.055.924, untuk tahun 2014 prospek penerimaan pajak reklame adalah sebesar Rp 10.114.779.282, sedangkan untuk tahun 2015 prospek penerimaan pajak reklame adalah sebesar Rp 10.817.502.640. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015? 2) Bagaimana tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015? 3) Bagaimana kontribusi pajak daerah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 11

1) Untuk mengetahui tingkat efisiensi pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015. 2) Untuk mengetahui tingkat efektivitas pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015. 3) Untuk mengetahui tingkat kontribusi pajak daerah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung tahun 2011-2015. 1.4. Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai efisiensi, efektivitas dan kontribusi pajak daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan bukti empiris tentang Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung, Bali. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Badung dalam perencanaan peningkatan PAD dan untuk dapat mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan acuan bagi pemerintah dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan untuk masa yang akan datang serta dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tingkat efisiensi, efektivitas dan kontribusi pajak daerah dalam peningkatan PAD. 12

1.5. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian yang dilakukan, kemudian dari latar belakang masalah yang diungkapkan dapat dirumuskan ke dalam pokok permasalahan, disampaikan tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta penelitian sebelumnya dan pada akhir bab ini disampaikan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka Bab ini menyajikan teori-teori yang relevan untuk mendukung pokok permasalahan mengenai manajemen keuangan daerah, anggaran penerimaan dan belanja daerah, pendapatan asli daerah, pajak daerah, efisiensi dan efektivitas untuk dasar memperkuat teori dalam penelitian dan untuk menjawab masalah penelitian yang akan dibahas. Bab III Metode Penelitian Bab ini menyajikan metode penelitian yang mencakup berbagai hal yaitu lokasi dan objek penelitian yang menjelaskan tentang alasan pemilihan lokasi atau ruang lingkup penelitian, identifikasi variable akan dijelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian, definisi operasional variable yang menjelasakan bagaimana variabel yang digunakan dapat diukur, jenis dan sumber data menjelaskan jenis data dalam penelitian termasuk jenis data menurut sifatnya dan data menurut sumbernya, metode pengumpulan data dan teknik analisis 13

data yang akan dipergunakan dalam membahas permasalahan yang akan diteliti. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menyajikan data serta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari data yang diolah, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada serta menjelaskan interpretasi dari hasil penelitian dan hubungkan dengan teori-teori yang digunakan sebelumnya. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menyajikan simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian, permasalahan serta saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian. 14