IV. KONDISI UMUM WILAYAH

dokumen-dokumen yang mirip
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB IV GAMBARAN UMUM

STATISTIK PEMBANGUNAN GUBERNUR JAWA BARAT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BERITA RESMI STATISTIK

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

Analisis Isu-Isu Strategis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BERITA RESMI STATISTIK

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

BAB IV GAMBARAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

Transkripsi:

29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa bagian barat, Banten, dan DKI Jakarta. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, Samudra Indonesia di Selatan, dan Selat Sunda di barat. Luas wilayah Jawa Barat adalah 34.816,96 Km 2. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di tengah dengan ketinggian antara 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara dengan ketinggian 0 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Kondisi geografis tersebut merupakan keuntungan bagi Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Jumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2007 meliputi 16 kabupaten, yaitu: Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan 9 kota, yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya, Banjar. Jumlah tersebut mencakup 528 kecamatan, 1825 kelurahan dan 5608 desa. Pada penelitian ini tidak menganalisis Kabupaten Bandung Barat karena Kabupaten ini baru berdiri pada pertengahan Tahun 2007 yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bandung, 4.2 Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk Jawa Barat sebagian besar adalah penduduk perkotaan. Pada Tahun 2002 jumlah penduduk Jawa Barat adalah 37.167.489 jiwa. Dalam masa enam tahun (2002-2007) telah terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu bertambah sekitar 3,3 juta jiwa, dengan pertumbuhan penduduk yang relatif stabil yaitu rata-rata sebesar 1,72% per tahun, sehingga pada tahun 2007 mencapai 40.483.729 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk dapat di gambarkan sebagai berikut.

30 Sumber: Jawa Barat dalam Angka,BPS. Gambar 5 Perkembangan Jumlah Penduduk Jawa Barat Tahun 2002-2007. Kepadatan penduduk Jawa Barat relatif merata di hampir seluruh bagian wilayah, kecuali di kawasan-kawasan andalan (Metropolitan Bodebek, Metropolitan Bandung, Metropolitan Cirebon), pusat-pusat kegiatan wilayah (Cianjur-Sukabumi, Tasikmalaya-Garut, Pangandaran) serta wilayah pengaruh DKI Jakarta (Bekasi, Karawang). Pada kawasan-kawasan tersebut kepadatan penduduk cukup tinggi, berkisar antara 26 jiwa/ha sampai dengan >150 jiwa/ha. Penduduk terbanyak terdapat di Kabupaten Bandung, sebanyak 4,8 juta orang, dan penduduk terbanyak kedua terdapat di Kabupaten Bogor, sebanyak 4,01 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kota Cirebon, sebanyak 311 ribu orang. Tantangan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan di Jawa Barat tergolong besar dengan makin bertambahnya jumlah penduduk. Ketersediaan sarana pendidikan dan kualitas pendidikan di Jawa Barat sangat mempengaruhi mutu SDM. Kota-kota pada umumnya memiliki sekolah-sekolah yang berkualitas dan dikelola secara mandiri. Konsekuensi umum dari adanya sekolah-sekolah bagus di kota adalah biaya pendidikan pada sekolah-sekolah seperti itu mahal. Sebaliknya di beberapa kabupaten/kota pelaksanaan proses pendidikan masih berkutat pada peningkatan cakupan, atau belum beranjak pada peningkatan kualitas. Data berikut ini menggambarkan rasio antara jumlah anak usia sekolah dengan jumlah sekolah yang ada.

Tabel 1 Rasio Jumlah Anak Usia Sekolah dengan Jumlah Sekolah di Jawa Barat Tahun 2007 Usia Sekolah Jumlah Anak Usia Sekolah Jumlah Sekolah Rasio Daya Tampung per Ruang (1) (2) (3) (4)=(2)/(3) (5) SD (7-12 tahun) 4.492.745 19.949 225 38 orang SLTP (13-15 tahun) 2.382.716 2.933 812 91 orang SLTA/sederajat (16-18 tahun) 2.356.243 2.119 1.112 124 orang Sumber: BPS, diolah Tabel 1 di atas menunjukan kapasitas yang melebihi daya tampung suatu sekolah yang idealnya 30 orang dalam satu ruang kelas. Pada usia SD menunjukan bahwa satu sekolah harus menampung 225 orang murid, di tingkat SMP satu sekolah menampung 812 orang murid, dan tingkat SMA satu sekolah menampung 1.112 orang murid. Dengan asumsi bahwa semua anak usia sekolah harus bersekolah dan satu sekolah terdiri dari 3 ruang untuk satu tingkatan kelas maka daya tampung sebagaimana yang tampak pada tabel 1 untuk sarana tingkatan SLTP dan SLTA masih kurang. Selanjutnya, kualitas sumber daya manusia dilihat dari jenjang pendidikan yang ditamatkan menunjukan bahwa semakin banyak penduduk yang menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka mengindikasikan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data BPS tahun 2007, penduduk Jawa Barat sebagian besar baru menyelesaikan pendidikannya pada jenjang SD, yaitu sekitar 38,07%, penduduk yang tamat SLTP atau SLTA yaitu masing-masing sekitar 17%, dan yang menamatkan jenjang akademi atau universitas sekitar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum cakupan layanan pendidikan dan kualitas SDM masih harus ditingkatkan. Di antara Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Kota Bekasi memiliki mutu SDM pada tingkat SLTA/sederajat yang tertinggi dilihat dari persentase partisipasi murni-yaitu kelompok anak usia tertentu yang bersekolah dibandingkan dengan seluruh anak usia yang sama-yaitu sekitar 66% anak usia 16-18 tahun telah bersekolah. Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kota Cimahi, Kota Depok, Kota Cirebon dan Kota Banjar masing-masing sekitar 51%. Untuk Kabupaten Majalengka, Sumedang, Bogor, Sukabumi, Ciamis, Karawang dan Tasikmalaya umumnya hanya 33% atau kurang yang bersekolah. Bahkan di Kabupaten Cianjur hanya sekitar 20% yang bersekolah di tingkat SLTA (BPS,2007). 31

32 4.3 Sarana Perhubungan Wilayah Sebaran sarana dan prasarana wilayah pada umumnya dirancang mengikuti perkembangan kebutuhan penduduk, baik itu kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu keberadaan sarana prasarana dipengaruhi juga oleh kondisi geografi dan topografi suatu wilayah. Kedua hal tersebut mempengaruhi aksesibilitas suatu sarana atau prasarana. Aksesibilitas yang baik mengindikasikan adanya dukungan sarana prasarana yang baik dalam mendukung pencapaian tingkat kesejahteraan penduduk. Jawa Barat dengan kondisi topografis pegunungan pada bagian selatan dan dataran pada bagian utara, sekitar 20,27% luas wilayahnya terdiri dari sawah, sekitar 40% perkebunan dan kebun campuran, 15% hutan, 4,81% pemukiman dan penggunaan lahan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi pembentukan dan aksesibilitas berbagai sarana prasarana di Jawa Barat. Pada daerah-daerah selatan yang bergunung, aksesibilitas relatif memiliki kendala alam lebih besar daripada daerah utara. Salah satu sarana yang penting bagi perkembangan wilayah adalah keberadaan jalan. Aksesibilitas dan kualitas jalan dapat mendukung pemanfaatan sarana-sarana ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sarana lainnya, serta daya tarik investasi. Karena itu keberadaan jalan memegang peranan penting. Total panjang jaringan jalan di Provinsi Jawa Barat sampai tahun 2007 adalah 21.904,85 km yang terbagi dalam jalan-jalan yang berstatus nasional sepanjang 1.140,69 km, jalan provinsi sepanjang 2.199,18 km, dan jalan kabupaten/kota sepanjang 18.565,08 km, sedangkan panjang jaringan jalan tol adalah 251 km meliputi jalan tol Jagorawi, Jakarta-Cikampek, Padaleunyi dan Palimanan-Kanci, dan Cipularang. Sarana perhubungan lain di Jawa Barat adalah kereta api, pelabuhan dan bandara udara. Sarana perhubungan udara Jawa Barat lebih bersifat sekunder, yaitu terkait dengan Bandara Soekarno- Hatta. Sejak tahun 2004 penerbangan internasional telah beroperasi dari Bandara Husein Satranegara. Dari sarana perhubungan yang ada, aksesibilitas Jawa Barat lebih dominan pada keberadaan jalan darat. 4.4 Sosial Ekonomi Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang memiliki kontribusi besar bagi perekonomian Nasional. Beberapa faktor strategis yang mempengaruhi antara lain adalah lokasinya yang relatif dekat dengan pusat bisnis Indonesia (Jakarta), kesuburan dan kekayaan alamnya, dan ketersediaan sumber daya manusia.

33 Perkembangan Jawa Barat, khususnya pada daerah-daerah seperti Bogor, Bekasi, Depok adalah menjadi daerah penting bagi DKI Jakarta. Bahkan ketiga wilayah tersebut telah menjadi aglomerasi dengan DKI Jakarta. Karena itu perekonomian Jawa Barat umumnya memiliki kaitan sangat erat dengan perekonomian Nasional, yang dalam hal ini banyak digerakkan di Jakarta. Kontribusi ekonomi Jawa Barat terhadap perekonomian Nasional rata-rata selama tahun 2004 2006, adalah 13,8% dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2007 mencapai 6,41%. Kondisi sosial ekonomi Jawa Barat salah satunya adalah dipengaruhi oleh kondisi agraris yang sangat subur dengan potensi agribisnis yang besar. Namun demikian transformasi ekonomi nasional yang terjadi sejak tahun 1980-an hingga tahun 2000-an telah membawa konsekuensi rendahnya kontribusi sektor pertanian Jawa Barat dan mulai mendapat perhatian kembali pada masa-masa berikutnya. Pertumbuhan sektor industri, sektor-sektor utilitas dan jasa mengalami kemajuan yang juga merupakan salah salah satu penggerak perekonomian Jawa Barat. Kontribusi sektor-sektor terhadap perekonomian Jawa Barat adalah sebagai berikut. Tabel 2 Kontribusi Sektor-Sektor Lapangan Usaha terhadap Perekonomian Jawa Barat Tahun 2006-2007 (Harga Konstan 2000) Sektor Lapangan Usaha Rp000.000 2006 2007 Kontribusi (%) Rp000.000 Kontribusi (%) Pertumbuhan (%) Pertanian 32.822.021,08 12,8 35.687.490 13,0 8,7 Pertambangan & Penggalian 6.982.246,74 2,7 6.491.519 2,4-7,0 Industri Pengolahan 114.299.625,74 44,7 122.702.671 44,8 7,4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5.427.579,55 2,1 5.750.579 2,1 6,0 Bangunan/Konstruksi 8.232.950,09 3,2 8.928.178 3,3 8,4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 50.719.350,06 19,9 54.789.912 20,0 8,0 Pengangkutan dan Komunikasi 11.143.253,97 4,4 12.271.025 4,5 10,1 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7.672.322,47 3,0 8.645.553 3,2 12,7 Jasa-Jasa 18.200.096,05 7,1 18.728.218 6,8 2,9 Total 257.499.445,75 100 273.995.144,93 100 Sumber: BPS Jawa Barat. Dari Tabel 2 di atas tampak perbedaan PDRB tahun 2006 dengan 2007 yang menunjukan terdapat sektor yang meningkat maupun yang menurun. Pada tahun 2007, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi 44,8% dari seluruh ekonomi Jawa Barat, disusul sektor jasa penunjang seperti sektor perdagangan,

34 hotel dan restoran sebesar 20%. Sektor pertanian memberikan kontribusi sekitar 13%. Sektor-sektor industri pengolahan, sektor utilitas dan sektor jasa di Jawa Barat tumbuh cepat terkait dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan struktur kota yang semakin kuat. Peranan sektor-sektor lapangan pekerjaan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat rata-rata menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Secara rinci data tenaga kerja dan sektor pekerjaan yang menampungnya adalah sebagai berikut. Tabel 3 Jumlah Tenaga Kerja dan Sektor Pekerjaan di Jawa Barat Tahun 2003, 2005, dan 2007 No Lapangan Pekerjaan Tahun (orang) 2003 2005 2007 1 Pertanian 5.138.142 4.450.695 4.675.914 2 Pertambangan dan Penggalian 121.511 57.917 127.662 3 Industri Pengolahan 2.341.033 2.743.602 2.705.499 4 Listrik, Gas dan Air 40.938 40.256 59.080 5 Konstruksi 766.906 902.209 803.616 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 3.375.506 3.360.849 4.227.627 7 Angkutan dan Telekomunikasi 1.091.318 1.310.420 1.145.160 8 Keuangan dan Jasa Persewaan 82.119 270.333 252.858 9 Jasa-jasa 1.898.812 1.868,997 2.874.673 10 Lainnya 5.217 3.724 318.731 Jumlah 14.861.502 15.011.002 17.190.820 Sumber: BPS Jawa Barat. Tabel 3 di atas menunjukan bahwa sektor lapangan pekerjaan yang menjadi tumpuan bagi penduduk Jawa Barat adalah pertanian. Jumlah tenaga kerja pada sektor ini, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2005, namun meningkat kembali pada tahun 2007 mencapai 4.675.914 atau sekitar 27% dari total keseluruhan jumlah tenaga kerja. Selain Sektor Pertanian yang menjadi tumpuan pekerjaan, maka Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pun memberikan lapangan pekerjaan yang cukup banyak bagi tenaga kerja Jawa Barat. Sektor ini mencapai 4.227.627 atau sekitar 24% pada tahun 2007. Sektor Industri Pengolahan dan Jasa pun menjadi sektor yang dapat menyerap banyak tenaga kerja di Jawa Barat, namun karena sektor ini membutuhkan keahlian tertentu atau pendidikan maka masih lebih rendah dibanding Sektor Pertanian. Perekonomian Jawa Barat memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi dan merupakan salah satu penggerak ekonomi Jawa Barat. Perdagangan luar negeri dan domestik Jawa Barat relatif memiliki nilai yang besar. Ekspor pada tahun

35 2006 mencapai angka Rp145,88 trilyun atau 30,83% dari PDRB, sedangkan impor dari luar negeri mencapai Rp79,50 trilyun. Sehingga, terjadi surplus perdagangan internasional mencapai Rp66,38 trilyun. Tampaknya ekspor telah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang penting bagi ekonomi Jawa Barat. Secara Keseluruhan perekonomian Jawa Barat dilihat dari nilai PDRB pada tahun 2006 berdasarkan harga konstan 2000 adalah sebesar Rp237.364.599 juta, dan berdasarkan harga berlaku adalah sebesar Rp473.187.293 juta. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat menurut harga konstan yaitu sebesar 6,1% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,7%, sedangkan berdasarkan harga berlaku laju pertumbuhan sebesar 17,2% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,6%. Pada tingkat regional, antar kabupaten/kota cenderung terjadi perbedaan tingkat perekonomian yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain: jumlah penduduk, kekayaan alam, kedekatan dengan kota pusat-pusat pertumbuhan, aksesibilitas dan kondisi geografis. Aktivitas ekonomi Jawa Barat tersebar di berbagai kabupaten/kota dan cenderung terjadi pemusatan-pemusatan aktivitas. Karakter ekonomi masing-masing kabupaten/kota relatif unik, sebagai contoh Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung dan Karawang pada umumnya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sementara Kota Bandung dan Kota Bekasi, peran sektor jasa lebih besar, dan menjadi salah satu pusat urbanisasi. Selama kurun waktu 2003-2007 terdapat beberapa daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, yaitu Kota Depok, Kota Bandung, Kota Bogor dan Kabupaten Bekasi, masing-masing di atas 6% per tahun. Daerah-daerah ini menjadi magnet pertumbuhan ekonomi dan sekaligus tujuan urbanisasi. Program pembangunan ekonomi regional (Kabupaten/Kota di Jawa Barat) diarahkan kepada peningkatan aktivitas ekonomi agar mencapai tingkat pendapatan yang layak. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari pencapaian PDRB. Secara nominal, PDRB perkapita Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar Rp7,5 juta pertahun, meningkat menjadi Rp10,8 juta pada tahun 2006. Secara riil, PDRB perkapita Jawa Barat relatif tumbuh lambat, yaitu pada tahun 2004 sebesar Rp5,94 juta menjadi Rp6,38 juta pertahun (harga konstan 2000).

36 4.5 Potensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Dalam subbab ini akan membahas faktor-faktor dalam lingkup kajian yang merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja pembangunan ekonomi regional kabupaten/kota di Jawa Barat. Faktor-faktor tersebut memberikan efek terhadap PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat yang erat kaitannya dengan kondisi disparitas pendapatan antar kabupaten/kota. 4.5.1 Inflasi Regional Dalam kurun waktu tahun 2002-2006, laju inflasi di Jawa Barat menunjukkan tren naik-turun. Pada tahun 2002 inflasi sekitar 8,78%, pada 2003 mengalami penurunan menjadi sebesar 6,10%, 2004 sebesar 7,18%, dan 2005 melonjak tinggi menjadi sebesar 14,39%, sementara tahun 2006 sebesar 11,55%. Pada Gambar 6, tren inflasi jawa barat digambarkan dengan garis warna hitam yang menunjukan kesamaan tren dengan kabupaten/kota di Jawa Barat. Sumber: BPS, diolah. Gambar 6 Perkembangan Inflasi Regional (Kabupaten/Kota di Jawa Barat) Tahun 2002-2006 (%). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi regional (kabupaten/kota di Jawa Barat) pada tahun 2002 hingga 2004 didominasi oleh inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Perumahan dan sarana pendukungnya yang juga merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat ternyata cukup tinggi porsinya dalam pengeluaran masyarakat. Di antara barang

37 dan jasa yang termasuk ke dalam kelompok tersebut, kontrak rumah, tarif listrik, dan minyak tanah menempati porsi terbesar. Akibatnya, kenaikan harga keempat komoditas tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap inflasi. Inflasi akan mempengaruhi kondisi permintaan dan penawaran terhadap produk barang dan jasa yang ada, sehingga akan berdampak pada kinerja perekonomian kabupaten/kota termasuk pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. 4.5.2 Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat Kenaikan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pembangunan. Sebagai salah satu instrumen dalam pembangunan tersebut direalisasikan dalam APBD masing-masing kabupaten/kota. Dari struktur anggaran, maka anggaran digunakan untuk belanja rutin yang bertujuan untuk menjaga kegiatan operasional dan tingkat layanan pemerintah, dan belanja pembangunan yang bertujuan untuk pembangunan dan pengembangan serta bersifat investasi. Selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 pengeluaran pemerintah daerah secara nominal semakin meningkat. Pengeluaran pemerintah tersebut mempengaruhi secara langsung kinerja pembangunan kabupaten/kota karena merupakan salah satu upaya penggerak perekonomian. Dari hasil penelitian data Statistika Keuangan Pemda Kabupaten/Kota periode 2004-2006 dari BPS, diketahui bahwa porsi belanja pembangunan kabupaten/kota di Jawa Barat terhadap total pengeluaran di dalam APBD menunjukan terdapat beberapa kabupaten/kota yang porsinya meningkat dari tahun ke tahun maupun turun dan kemudian naik kembali. Hal tersebut dapat di jelaskan secara singkat pada Table 4 di bawah ini. Terlihat bahwa pada tahun 2006 belanja pembangunan Kabupaten dan Kota Bekasi mempunyai proporsi yang paling besar dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yaitu masingmasing mencapai 33,6% dan 32,6%. Proporsi terendah ada pada Kabupaten Garut yaitu 7,1%. Kenaikan belanja pembangunan Pemerintah Daerah tersebut merupakan upaya pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat dalam rangka menyediakan infrastruktur dan aksebilitas masyarakat terhadap pelayanan dasar, seperti: jalan, jembatan, sekolah, dan rumah sakit/puskesmas, serta penguatan kelembagaan.

Tabel 4 Porsi Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2004-2006 Kabupaten/Kota Belanja Pembangunan Total Pengeluaran Pemerintah Porsi (%) (Rp000.000.000) (Rp000.000.000) 2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006 Kab Bogor 189,6 248,9 345,7 1.175,6 1.223,8 1.456,3 16,1 20,3 23,7 Kab Sukabumi 77,2 83,7 103,2 628,1 663,9 936,5 12,3 12,6 11,0 Kab Cianjur 55,5 70,0 79,9 599,1 653,9 881,3 9,3 10,7 9,1 Kab Bandung 140,0 123,2 295,0 1.232,3 1.281,2 1.662,2 11,4 9,6 17,7 Kab Garut 40,9 48,5 73,1 660,9 704,4 1.028,5 6,2 6,9 7,1 Kab Tasikmalaya 83,2 88,5 233,3 589,4 654,6 909,3 14,1 13,5 25,7 Kab Ciamis 21,6 55,6 131,0 574,3 584,3 860,7 3,8 9,5 15,2 Kab Kuningan 28,8 36,9 81,8 428,8 476,5 627,9 6,7 7,7 13,0 Kab Cirebon 52,1 78,1 177,7 611,0 650,4 883,5 8,5 12,0 20,1 Kab Majalengka 37,4 39,0 66,9 445,3 491,7 662,5 8,4 7,9 10,1 Kab Sumedang 36,3 70,3 113,3 498,0 568,6 688,5 7,3 12,4 16,5 Kab Indramayu 66,6 73,0 156,5 570,2 636,2 792,4 11,7 11,5 19,8 Kab Subang 43,4 84,9 94,1 519,6 589,7 684,0 8,4 14,4 13,8 Kab Purwakarta 36,3 31,5 47,5 372,9 375,2 485,5 9,7 8,4 9,8 Kab Karawang 96,9 114,6 205,3 647,7 774,0 992,3 15,0 14,8 20,7 Kab Bekasi 242,4 235,5 359,5 830,2 1.016,4 1.070,0 29,2 23,2 33,6 Kota Bogor 43,3 77,5 147,9 399,4 447,5 554,2 10,8 17,3 26,7 Kota Sukabumi 34,8 39,9 72,9 229,9 249,3 326,7 15,1 16,0 22,3 Kota Bandung 51,2 106,3 104,1 1.159,1 1.241,6 1.358,3 4,4 8,6 7,7 Kota Cirebon 33,2 31,5 74,3 260,1 284,5 411,9 12,8 11,1 18,0 Kota Bekasi 142,7 242,8 296,5 640,7 839,4 910,3 22,3 28,9 32,6 Kota Depok 125,8 143,4 176,9 492,9 557,0 595,3 25,5 25,7 29,7 Kota Cimahi 43,1 71,9 83,3 339,8 390,4 399,0 12,7 18,4 20,9 Kota Tasikmalaya 42,5 60,8 119,3 306,0 349,8 487,9 13,9 17,4 24,5 Kota Banjar 7,4 23,2 66,6 92,7 150,7 250,6 8,0 15,4 26,6 Sumber: Statistika Keuangan Pemda Kab/Kota, BPS Pusat.Diolah. 38 4.5.3 Investasi Dalam melaksanakan program pembangunan yang direncanakan oleh kabupaten/kota di Jawa Barat, diperlukan dukungan dana dan kontribusi dari semua pihak. Dana pembangunan tidak saja berasal dari Pemerintah, namun juga bersumber dari swasta. Proporsi dana yang berasal dari swasta sangat besar dibandingkan dana pembangunan yang bersumber dari Pemerintah. Namun demikian, masih menghadapi tantangan dalam hal permasalahan ketersediaan infrastruktur fisik, keterpaduan sistem kebijakan yang mendukung investasi, mapping potensi ekonomi yang akurat di wilayah Jawa Barat, dan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas.

39 Tabel 5 Nilai Investasi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2003-2006 No Kabupaten/Kota Nilai Investasi (Rp000.000) 2003 2004 2005 2006 1 Kab Bogor 854.853 193.193 744.604 1.956.875 2 Kab Sukabumi 49.302 1.203.728 122.056 143.161 3 Kab Cianjur - 123.219 - - 4 Kab Bandung 265.341 100.889 89.770 48.421 5 Kab Garut - 35.694 12.020 335 6 Kab Tasikmalaya - - 13.266-7 Kab Ciamis - 2.457 - - 8 Kab Kuningan 4.500 - - - 9 Kab Cirebon 3.600 24.142 76.635 6.678 10 Kab Majalengka - 327.204-72.950 11 Kab Sumedang 69.345 8.100 1.800-12 Kab Indramayu - 10.667 84.128-13 Kab Subang 151.862-146.252 37.980 14 Kab Purwakarta 984.765 404.399 83.719 578.149 15 Kab Karawang 2.158.893 1.187.948 3.972.183 7.769.148 16 Kab Bekasi 5.488.512 2.482.263 8.783.345 8.773.768 17 Kota Bogor - 4.822.707 8.730 5.175 18 Kota Sukabumi - 71.082.000-6.687 19 Kota Bandung 1.062.942 1.143.753 320.371 173.918 20 Kota Cirebon - 820.810 1.334-21 Kota Bekasi 244.399 176.100 884.376 255.589 22 Kota Depok 1.139.328 161.118 84.054 91.916 23 Kota Cimahi 8.959 394.112 28.806-24 Kota Tasikmalaya - 95.886 - - 25 Kota Banjar - - 747 - Total Jawa Barat 12.486.601 13.789.471 15.458.196 19.920.750 Sumber : Badan Koordinasi Penananaman Modal Pusat. Tabel 5 menunjukan pada periode 2003-2006 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) telah mengalami kenaikan tajam. Pada tahun 2003 realisasi investasi mencapai Rp12,5 trilyun, tahun 2006 meningkat 37,32% yaitu sebesar Rp19,9 trilyun. Beberapa kabupaten/kota mendapatkan penanaman modal secara terus-menerus dari tahun ke tahun. Selama tahun 2003-2006 investasi tertinggi terdapat di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang, masing-masing sebesar Rp35,5 milyar dan Rp15,1 milyar. Pembentukan investasi tersebut merupakan akumulasi dan aglomerasi usahausaha di Jawa Barat yang menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki iklim investasi yang makin kondusif sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang ada.