BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

dokumen-dokumen yang mirip
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pernyataan bahwa manusia adalah makhluk zoonpoliticon 75, yaitu bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

ANALISIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PERZINAHAN DALAM PERSPEKTIF KUHP

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

KEBIJAKAN KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN KUMPUL KEBO

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 284. (1) di hukum penjara selama lamanya sembilan bulan: berlaku padanya.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat yang tidak terlepas dari norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga.

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. di gunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif dan erat sekali hubunganya dengan kerohanian seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng dan berharap tidak ada masalah besar yang menimpa kehidupan rumah tangga mereka yang pada akhirnya menyebabkan perkawinan mereka berakhir dengan jalan perceraian. Namun hal tersebut dapat terjadi bila diantara kedua belah pihak sudah tak ada lagi kecocokan dan tak ada niat lagi untuk meneruskan kehidupan keluarganya. Banyak faktor yang menyebabkan adanya perceraian dalam perkawinan, salah satunya adalah karena perzinaan, jadi diantara kedua pihak tersebut salah satu atau bahkan keduanya melakukan perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya perzinaan tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya penurunan moralitas yang dimiliki setiap manusia itu sendiri. Perkembangan zaman, teknologi dan budaya yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema-problema baru bagi pembentuk undangundang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat masuknya pandanganpandangan, budaya-budaya serta kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang asing/orang barat mengenai kehidupan seksual yang terkesan bebas. Padahal budaya-budaya atau kebiasaan-kebiasaan tersebut sangatlah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga apabila budaya 1

2 atau kebiasaan itu masuk dapat menimbulkan problema-problema baru bagi pemerintahan dalam usahanya memelihara keamanan, ketertiban umum serta menjaga moralitas Negara Indonesia. 1 Kerusakan moralitas yang terjadi saat ini dikarenakan semakin meningkatnya perbuatan perzinaan. Zina adalah perbuatan bersenggama antara laiki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, melakukan zina bukan hanya pada saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi merupakan termasuk segala aktivitasaktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia. 2 Perzinaan dalam Hukum Pidana Indonesia diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: Ke-1: a. Seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; b. Seorang wanita telah nikah yang melakukan zina; Ke-2: a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui bahwa yang turut bersalah telah nikah; b. Seorang tidak nikah yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, yang turut bersalah telah nikah dan pasal 27 BW berlaku baginya; Ayat (2): Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/ istri yang tercemar, dan bila mana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam 3 bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur karena alasan itu juga. Ayat (3): Terhadap pangaduan ini tidak berlaku Pasal 72,73 dan 75. Ayat (4): Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. 1 P.A.F Lamintang, 1990, Delik-Delik Khusus, Bandung: Mandar Maju, Hal 1. 2 Pengertian Zina, Macam-Macam Zina, diakses dari http://www.masuk-islam.com/pengertian-zinadan-hukuman-bagi-pezina-lengkap-dengan-dalilnya.htm, pada Tanggal 19 Januari 2016, Pukul 13.15 WIB.

3 Ayat (5): Jika bagi suami-istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak dapat diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Dalam pengaturan Pasal 284 KUHP tersebut menyebutkan bahwa suatu peristiwa dianggap suatu perzinaan bila seorang atau kedua orang yang melakukan hubungan seksual atau persetubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Sedangkan menurut pendapat dari R. Soesilo, yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan yang bisa dijalankan untuk mendapatkan anak. Anggota kelamin laki-laki harus masuk kedalam anggota kelamin perempuan, sehingga mengeluarkan air mani sesuai dengan Arrest Hooge Raad, tanggal 5 Februari 1912. 3 Berdasarkan pada Pasal 284 KUHP tersebut, suatu tindak pidana perzinaan hanya dapat dilakukan tindakan hukum/penuntutan apabila adanya suatu pengaduan dari suami/istri dari salah satu atau kedua orang dari pasangan yang melakukan perbuatan zina. Karena Pasal 284 KUHP termasuk dalam jenis delik aduan yang tidak memungkinkan perbuatan itu dipidana jika tidak ada yang mengadukan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan. Dengan kata lain tanpa adanya pengaduan dari pasangan yang berbuat zina, perbuatan zina tersebut tidak dapat dilakukan tindakan hukum. Jadi pengaturan zina dalam Hukum Pidana Indonesia kurang tegas. Selama perkara belum diperiksa 3 Neng Djubaedah, 2010, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media Group, Hal 65-66.

4 dimuka sidang pengadilan, maka pengaduan itu senantiasa masih dapat ditarik kembali. 4 Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2015 tentang zina dan pembuatan cabul dijelaskan bahwa hukuman zina dan pembuat cabul akan mendapatkan sanksi yang begitu tegas. Hal ini tentu penyempurnaan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sudah ada. Ini menjadi landasan hukum untuk mencegah perzinahan dan perbuatan cabul di Indonesia, seluk beluk hukum zina dan pembuat cabul sudah bisa menjamin kesusilaan, terlihat dari pasal-pasal dalam RUU KUHP 2015 sebagai contoh Pasal 483 ayat (1) RUU KUHP 2015, bagian lima yang berbunyi: laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan; dengan pidana penjara 5 (lima) tahun. Rumit dan menjadi perdebatan panjang dikalangan akademisi bahkan ulama terkait dengan Pengaturan mengenai Perzinaan. Rancangan Pasal perzinaan dalam RUU KUHP 2015 tersebut menimbulkan pro dan kontra. Dalam pemikiran masyarakat pada umumnya zina yang diterangkan dalam KUHP kita hanya menjerat orang melakukan zina jika salah satunya terikat tali perkawinan, berarti jika orang yang melakukan zina yang keduanya belum memiliki tali perkawinan maka perbuatan tersebut tidak dipidana. Sedangkan dalam pengaturan RUU KUHP 2015 disebutkan bahwa tidak hanya orang yang sudah terikat dalam perkawinan saja yang dapat dipidana karena melakukan zina. Hal itu dijelaskan dalam RUU KUHP 2015 Pasal 483 ayat (1) huruf e. 4 Sugandi R, 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, Hal 302.

5 Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengaturan zina dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul STUDI KOMPARASI PENGATURAN ZINA DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP) 2015 B. Perumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menetapkan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015? 2. Bagaimanakah sanksi zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan suatu target yang hendak dicapai dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai adalah: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pengaturan zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. b. Untuk mengetahui sanksi zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sebagai bahan utama penyusunan skripsi guna memenuhi salah

6 satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya Hukum Pidana. D. Manfaaat Penelitian Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum pidana dan agama pada khususnya. b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah di bidang hukum. 2. Manfaat Praktis a. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan Penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktis hukum dalam memperjuangkan penegakan hukum.

7 b. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran secara lengkap mengenai bentuk, pengaturan dan ancaman zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. E. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya pengertian zina adalah perbuatan bersenggama antara laiki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, melakukan zina bukan hanya pada saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi merupakan termasuk segala aktivitasaktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia. Zina merupakan suatu masalah manusia yang berupa kenyataan sosial, terjadi dimana saja dan kapan saja dalam pergaulan hidup manusia, oleh karena itu haruslah ada aturan guna mencegah ataupun memberikan sanksi terhadap pelaku perzinaan. Zina merupakan termasuk jenis perbuatan pidana, perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan yang erat pula. 5 Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 5 Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 59.

8 menentukan: 1) perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. 2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 6 Perzinaan dalam Hukum Pidana Indonesia diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada ayat (1) dijelaskan bahwa Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: a. Seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; b. Seorang wanita telah nikah yang melakukan zina; Sedangkan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2015, Pasal 483 ayat (1) huruf e yang berbunyi: laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, dapat dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun. Sehingga dalam hal ini dapat terlihat jelas mengenai perbedaan ancaman hukuman/sanksi dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. Pengaturan tentang tindak pidana kesusilaan khususnya mengenai perbuatan zina dan perbuatan cabul dalam RUU KUHP 2015 dijelaskan bahwa hukuman zina dan perbuat cabul mendapatkan sanksi yang lebih berat daripada sanksi yang diancamkan dalam KUHP. Hal ini tentu penyempurnaan dari Kitab 6 Ibid., Hal 1.

9 Undang-Undang Hukum Pidana yang sudah ada. Ini menjadi landasan hukum untuk mencegah perzinahan dan perbuatan cabul di Indonesia. Maka dari itu, dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan perbandingan sistem hukum dalam hal membandingkan pengaturan dan sanksi terhadap tindak perzinaan dalam hukum Indonesia (KUHP) dengan yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). ZINA Perbuatan/Tindak Pidana Delik Aduan Pengaturan Hukum Pidana KUHP Pasal 284 RUU KUHP 2015 Pasal 483 ayat (1) Pengaturan Zina Dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 Sanksi Zina Dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 Gambar 1. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :

10 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode normatif, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan yang dibuat oleh lembaga Negara yang berwenang atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 7 Sehingga dalam penelitian ini, penulis akan mencari dan menganalisis kaidah hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan baik dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 mengenai tindak pidana perzinaan, 2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat Deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu obyek tertentu. 8 Karena dalam penelitian ini penulis berupaya untuk mendeskripsikan mengenai pengaturan zina yang terdapat pada KUHP dan RUU KUHP 2015, yang kemudian diungkapkan mengenai kelebihan dan kelemahan masing-masing baik dalam KUHP maupun dalam RUU KUHP 2015. 3. Jenis Dan Sumber Data Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Dalam penelitian ini sebagai sumber data 7 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 118. 8 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raaja Grafindo Persada, Hal 35.

11 yang digunakan adalah data sekunder. Data Sekunder tersebut dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut: 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang berhubungan erat dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum primernya adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) 2015 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum pidana, buku tentang tindak pidana zina, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, atau pendapat para pakar hukum yang relevan dan berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan. 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan metode Studi Kepustakaan. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis serta mempelajari data-data

12 sekunder yang terdiri dari 3 bahan hukum yang tersebut diatas, serta bahanbahan lain yang berhubungan dengan tindak pidanan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 5. Metode Analisis Data Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, bukubuku kepustakaan, jurisprudensi dan literature lainnya yang berkaitan dengan Studi Komparasi Pengaturan Zina Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) 2015. Untuk kemudian dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis serta menguraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan sistematika penulisan terdiri dari 4 (empat) Bab. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam Bab I ini berisi antara lain Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan

13 BAB II Tinjauan Pustaka Dalam Bab II ini dibagi menjadi 3 (tiga) Tinjauan Umum. Yaitu Pertama Tinjauan Umum Tentang Karakteristik Hukum Pidana, terdiri dari Pengertian Hukum Pidana; Sifat Hukum Pidana; Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana; Asas-Asas Berlakunya Hukum Pidana. Kedua Tinjauan Umum Tentang Syarat Pemidanaan, terdiri dari Pengertian Pidana; Syarat-Syarat Pemidanaan; Pertanggungjawaban Pidana; Jenis-Jenis Sanksi Pidana. Ketiga Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Perzinaan, terdiri dari Pengertian Zina; Unsur-Unsur Zina. BAB III Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam Bab III ini penulis akan menguraikan dan membahas hasil penelitian mengenai Pengaturan Zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015 dan Sanksi Zina dalam KUHP dan RUU KUHP 2015. BAB IV Penutup Dalam Bab IV berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan sebagaimana yang telah diajukan berkaitan dengan hasil penelitian yang penulis tuangkan dalam skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN