BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
TABEL PENDUDUK 7-24 TAHUN MENURUT KECAMATAN, JENIS KELAMIN, DAN PARTISIPASI BERSEKOLAH (SUSEDA KAB. GARUT 2005)

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2007

JUMLAH SEKOLAH, KELAS, GURU, RUANG KELAS, MURID LULUSAN, MENGULANG DAN PUTUS SEKOLAH SD DI KABUPATEN GARUT TAHUN Guru R. Kelas Murid Lulusan

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2006

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha)

Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Taman Kanak- Kanak di Kabupaten Garut Tahun Murid laki-laki

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha)

Jumlah Petugas Pelayanan Akseptor Baru Keluarga Berencana di Kabupaten Garut Tahun 2009

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

Sapi Potong. Kerbau Kuda Domba

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Manusia

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun menurut Ijasah/STTB yang Dimiliki di Kabupaten Garut Tahun 2012

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Peternakan/Husbandary. Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012.

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

JADWAL PELATIHAN KURIKULUM DAN LOKASI PELATIHAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok. kemudian disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 315 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah. dan memiliki sumber-sumber pendapatan yang bisa menjadi penyokong utama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun. kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

APA ITU DAERAH OTONOM?

PENYUSUNAN RANCANGAN KALENDER TANAM BAWANG MERAH DAN CABE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

ISSN: E-ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. penerimaan pemerintah (Nurcholis, 2006). Ada beberapa jenis desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara berkembang akan selalu mengalami permasalahan yang

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah strategis yang

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan desa, mengingat hampir dari sebagian besar masyarakat Indonesia ada di daerah

Kode Kualifikasi Kualifikasi Pendidikan o

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I LATAR BELAKANG

PENGUMUMAN Nomor : 813/1164/BKD Tanggal : 20 Oktober 2004

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PEMEKARAN (TERBENTUKNYA) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dan kota (Sulistyaningrum, 2008). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang telah berjalan di Indonesia menyebabkan konsekuensi

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat tercapai dan sebaliknya pembangunan dikatakan gagal apabila masyarakat belum sejahtera sehingga untuk mencapai tujuan tersebut berbagai strategi dan kebijakan dilaksanakan. Pelaksanaan pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari pelimpahan kewenangan dari pemerintah Pusat ke pemerintah Daerah. Ada dua pendekatan yang biasa digunakan dalam pelaksanaan pembangunan, yaitu pendekatan sentralisasi dan pendekatan desentralisasi. Pendekatan sentralisasi lebih mengutamakan efisiensi, sementara itu pendekatan desentralisasi lebih mengedepankan kemandirian daerah dan keadilan ketimbang efisiensi. Sejak awal periode pembangunan, kebijakan pembangunan di Indonesia yang dilaksanakan nampaknya menganut pendekatan yang kompromistis, artinya pendekatan yang mencoba memadukan antara orientasi efisiensi dengan keadilan dan kemandirian daerah. Bobot pembagian kewenangan yang dianut merupakan campuran sehingga melahirkan asas penyelengaraan pembangunan yang disebut dekonsentrasi dan desentralisasi. Penekanan dalam orientasi pembangunan mengalami dinamika ketika penyelenggaraan pemerintahan didasarkan kepada UU Nomor 5 Tahun 1974, pendulum penyelenggaraan pembangunan lebih mengutamakan sentralisasi karena yang menjadi sasaran utama dari strategi 1

2 pembangunan waktu itu adalah efisiensi, dan dengan efisiensi diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Sejak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, orientasi pembangunan diubah dari prinsip efisiensi dan pertumbuhan menjadi prinsip kemandirian dan keadilan. Dalam kondisi orientasi pembangunan yang demikian, maka orientasi penyelenggaraan pembangunan bergeser ke arah desentralisasi. Salah satu implikasi dari perubahan paradigma penyelenggaraan pembangunan tersebut adalah timbulnya fenomena pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah pada otonomi daerah seakan punya daya tarik tersendiri, sehingga tidak heran jika terus menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Kuatnya wacana tersebut juga semakin menguatkan kontroversi dan perdebatan antar elit, kelompok masyarakat bahkan pembuat kebijakan sekalipun. Belum lagi tanggapan masyarakat beragam yang sedikit banyak meramaikan kontroversi tersebut. Banyak yang mempertanyakan urgensi gagasan manuver tersebut dengan berbagai alasan mendasar seperti alasan politis, sosiologis, religius bahkan historis Menyimak perkembangan politik nasional dan lokal saat ini, isu mengenai pemekaran wilayah nampaknya akan terus menjadi wacana politik yang tidak akan pudar. Hal itu karena berkaitan dengan konsen utama masyarakat lokal yang menyangkut berbagai tekanan politik seperti perasaan dan keinginan untuk mandiri. Alasan lain yang tidak kalah pentingnya adalah konsen utama untuk mensejahterakan rakyat karena biasanya daerah yang ingin dimekarkan tertinggal jauh dari daerah lainnya. Akibatnya isu pemekaran wilayah selama yang ini

3 menjadi lebih banyak merupakan jawaban atas persoalan perasaan ketidakadilan, perasaan tidak diperhatikan, ataupun perasaan-perasaan yang ingin memisahkan diri dari Negara kesatuan ini. (2008:18) Padahal menurut pemelitian Departemen Dalam Negeri dalam Nuansa Hampir 80% dari 100 wilayah hasil pemekaran selama ini memiliki performa yang buruk, khususnya dalam hal mensejahterakan rakyat, diperkuat dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto yang mengakui belum adanya perubahan yang berarti bagi daerah khususnya bagi kesejahteraan masyarakat, yang disampaikan dalam Raker dengan DPD RI di Jakarta pada tanggal 18 September 2007 Pemekaran daerah memang sulit dibendung karena aturan membolehkannya. Pada akhir tahun 2007 Pemerintah telah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Daerah, yang menggantikan PP No 129/2000. Pemerintah membutuhkan waktu selama dua tahun untuk menyusun PP No 78/2007. Dalam kurun waktu dua tahun tersebut pemerintah membutuhkan kajian yang mendalam untuk merevisi PP No 129/2000 untuk diskronisasikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. PP No 78 Tahun 2007 tersebut terdapat pembentukan daerah berupa pemekaran dan penggabungan beberapa daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Salah satu Kabupaten yang hangat diperbincangkan dalam isu pemekaran wilayah adalah Kabupaten Garut. Bahkan DPRD Kabupaten Garut telah menyetujuinya dan membuat panitia khusus untuk pemekaran Garut Selatan yaitu

4 Komite Persiapan Pembentukan Kabupaten Garut Selatan (KP2-KGS) yang merupakan kepanjangan tangan seluruh warga Garut Selatan. Rencana kajian pemekaran wilayah Garut Selatan meliputi kecamatankecamatan di bagian selatan Kabupaten Garut yang terdiri dari 16 kecamatan yaitu diantaranya Kecamatan Banjarwangi, Kecamatan Cibalong, Kecamatan Singajaya, Kecamatan Peundeuy, Kecamatan Cihurip, Kecamatan Cisewu, Kecamatan Talegong, Kecamatan Pameungpeuk, Kecamatan Cisompet, Kecamatan Cikelet, Kecamatan Pakenjeng, Kecamatan Bungbulang, Kecamatan Mekarmukti, Kecamatan Pamulihan, Kecamatan Cikajang dan Kecamatan Mekarmukti. Pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah Kabupaten Garut belum bisa merata di seluruh wilayah, sehingga menimbulkan adanya kesenjangan antar wilayah. Masih adanya wilayah-wilayah yang terbelakang dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan ada wilayah yang maju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga muncul disparitas pembangunan dan isu kemiskinan di daerah Garut bagian selatan dengan daerah lain di Kabupaten Garut terutama bagian utara. Kesenjangan antar wilayah ini perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak terutama Pemerintah Daerah agar sasaran utama pembangunan dapat tercapai. Kesenjangan pembangunan yang terjadi lebih disebabkan oleh program pembangunan yang menitikberatkan pada program-program yang bersifat topdown, sehingga mengakibatkan daerah sangat bergantung kepada pemerintah pusat dan banyak program-program pembangunan yang tidak tepat sasaran.

5 Selain itu kondisi geografis dan luasnya wilayah Kabupaten Garut secara keseluruhan menjadi faktor kuat pentingnya pemekaran wilayah. Jarak dari pusat kota menuju salah satu kecamatan di wilayah selatan garut rata-rata mencapai 120 kilometer, padahal jarak rata-rata idealnya adalah 35 50 km. Pembentukan daerah otonom baru yang merupakan langkah antisipasi dan strategi untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional di tingkat daerah. Perlunya Garut dimekarkan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat untuk lebih mempercepat terwujudnya pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah selatan Kabupaten Garut yang selama ini kurang tersentuh. Pemekaran juga diharapkan dapat mempersingkat spam of control (rentang kendali) sehingga tercapainya pemerintahan pada tingkat kecamatan dan desa yang mudah memberikan akses pelayanan pada masyarakat. Garut selatan mempunyai sumberdaya alam yang melimpah, tapi selama ini belum efektif dalam hal pendayagunaan, diharapkan dengan pemekaran wilayah dapat mengefektivitaskan penggalian dan pendayagunaan sumberdaya alam yang terkandung di daerah untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Tak hanya itu dengan pemekaran ini diharapkan dapat mempercepat penyebaran dan pemerataan hasil-hasil pembangunan sehingga mudah menjadi perangsang peningkatan partisipasi masyarakat dan produktivitas untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang merata. Peraturan pemerintah No 78 tahun 2007 memuat beberapa syarat pemekaran yang berbeda dengan aturan yang lama, diantaranya jumlah

6 kabupaten, waktu pemekaran, juga rekomendasi dari kabupaten induk dan provinsi. Peraturan pemerintah No 78 tahun 2007 juga memuat syarat teknis suatu wilayah untuk dimekarkan dengan perhitungan-perhitungan faktor dan indikator pemekaran wilayah. Rumitnya perhitungan kelayakan dalam pemekaran wilayah tersebut maka diperlukan satu alternatif teknik perhitungan yang mudah dan cepat. Perkembangan yang pesat di bidang teknologi dewasa ini memungkinkan perhitungan yang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 dapat dihitung dengan cepat melalui pembuatan aplikasi perangkat lunak sehingga dengan adanya aplikasi perangkat lunak tersebut kerumitan dalam teknis perhitungan dapat diatasi. Berkaitan dengan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Studi Kelayakan Teknis Garut Selatan Sebagai Kabupaten Baru Dengan Bantuan Aplikasi Perangkat Lunak B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Garut Selatan memenuhi persyaratan untuk dijadikan Kabupaten baru sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007? 2. Apakah aplikasi perangkat lunak yang dikembangkan dapat mempermudah pengolahan data perhitungan faktor dan indikator dalam pemekaran wilayah?

7 C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui kelayakan Garut Selatan sebagai kabupaten baru sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 2. Untuk mengetahui kemudahan aplikasi perangkat lunak yang dikembangkan dalam pengolahan data perhitungan faktor dan indikator pemekaran wilayah. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Diperolehnya data perhitungan teknis pendukung kelayakan Garut Selatan untuk menjadi Kabupaten baru sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007. 2. Diketahuinya kemudahan dari aplikasi perangkat lunak yang dikembangkan maka aplikasi ini diharapkan dapat menjadi salahsatu alat dalam perhitungan persyaratan teknis pemekaran wilayah untuk masa yang akan datang.