BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas EPU 1 SMK Negeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dwi Ratnaningdyah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya daya serap peserta didik terhadap materi ajar masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dikendalikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang interaktif dan komprehensif di era teknologi informasi terus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. didik pada pembelajaran IPA. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PENGALAMAN UNTUK MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. upaya pendidikan yaitu: siswa, pendidik, dan tujuan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangatlah besar dan mencakup berbagai aspek. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Endi Rohendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran/diklat di SMK bidang teknologi dan industri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

PENGARUH MODEL PROJECT-BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 KEPANJEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting dalam aspek kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan abad XXI yang ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia, menyebabkan dunia kerja akan memerlukan orang yang dapat mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif, dan cakap memecahkan masalah. Hubungan manusia-mesin bukan lagi merupakan hubungan mekanistik akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi. Kecenderungan-kecenderungan tersebut mulai direspon oleh dunia pendidikan di Indonesia, yang semenjak tahun 2000 menerapkan empat pendekatan pendidikan, yakni (1) pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skills), (2) kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi, (3) pembelajaran berbasis produksi, dan (4) pendidikan berbasis luas (broad-based education). Orientasi baru pendidikan itu berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi (selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi siswa, dan pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2003). Pendidikan berorientasi kecakapan hidup, pembelajaran berbasis kompetensi, dan proses pembelajaran yang diharapkan menghasilkan produk yang bernilai, menuntut lingkungan belajar yang kaya dan nyata (rich and natural environment), yang dapat memberikan pengalaman belajar dimensi-dimensi kompetensi secara integratif. Lingkungan belajar yang dimaksud ditandai oleh: (1) Situasi belajar, lingkungan, isi dan tugas-tugas yang relevan, realistik, otentik, dan menyajikan kompleksitas alami dunia nyata ; (2) Sumber-sumber data primer digunakan agar menjamin keotentikan dan kompleksitas dunia nyata; (3)

2 Mengembangkan kecakapan hidup dan bukan reproduksi pengetahuan; (4) Pengembangan kecakapan ini berada di dalam konteks individual dan melalui negosiasi sosial, kolaborasi, dan pengalaman; (5) Kompetensi sebelumnya, keyakinan, dan sikap dipertimbangkan sebagai prasyarat; (6) Keterampilan pemecahan masalah, berpikir tingkat tinggi, dan pemahaman mendalam ditekankan; (7) Peserta didik diberi peluang untuk belajar secara apprenticeship di mana terdapat penambahan kompleksitas tugas, pemerolehan pengetahuan dan keterampilan; (8) Kompleksitas pengetahuan dicerminkan oleh penekanan belajar pada keterhubungan konseptual, dan belajar interdisipliner; (9) Belajar kooperatif dan kolaboratif diutamakan agar dapat mengekspos peserta didik ke dalam pandangan-pandangan alternatif; dan (10) Pengukuran adalah otentik dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. (Simons, 1996). Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan di berbagai jenjang pendidikan formal. Fisika sebagai salah satu bagian dari sains merupakan ilmu yang mempelajari alam yang secara khusus difokuskan mempelajari massa dan energi serta interaksinya. Dengan fokus kajian ini membuat ilmu fisika memegang peranan yang sangat luas dalam perkembangan teknologi. Fisika sebagai bagian dari sains mencakup proses dan produk. Prosesproses pada pembelajaran sains memungkinkan pengembangan kompetensikompetensi yang bersifat hands-on dan minds-on pada diri peserta didik, seperti penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip alam, penguasaan keterampilan proses sains, penguasaan keterampilan berpikir tingkat dasar dan tingkat tinggi seperi berpikir kritis dan kreatif serta kemampuan pemecahan masalah, yang sangat bermanfaat bagi mereka, agar dapat; 1) menanggapi isu lokal, nasional, kawasan dunia dalam berbagai segi, 2) menilai secara kritis perkembangan dalam bidang sains dan teknologi serta impaknya, 3) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan sains (Depdiknas, 2003). Reorientasi kurikulum tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia sudah mulai memasuki masa revitalisasi pendidikan sains fisika dengan visi baru. Orientasi pendidikan yang memuja academics achievement seperti yang tercermin pada nilai NEM atau NUN mulai tergeser oleh orientasi baru pendidikan

3 kecakapan hidup (life skills). Pendidikan kita yang semula menganut kurikulum yang sarat isi, bergeser pada kurikulum berbasis kompetensi. Sebagai konsekuensi berikutnya, sekolah dituntut meningkatkan mutu manjemen berbasis sekolah, agar tercipta budaya belajar dan hubungan sinergi dengan masyarakat. Semua ini diharapkan agar pembelajaran fisika di sekolah tidak tercabut dari konteks kehidupan sehari-hari masyarakat, atau agar sekolah tidak menjelma menjadi sosok menara gading yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Dari uraian di atas tampak bahwa penyelenggaraan mata pelajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan ilmiah, memiliki keterampilan proses sains. Memiliki keterampilan berpikir kritis dan kreatif dan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Agar mata pelajaran fisika dapat benar-benar berperan seperti demikian, maka tak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya. Hal ini lah yang hingga kini dirasa masih menjadi persoalan besar dalam pengajaran fisika di SMA. Menurut beberapa observasi yang dilakukan model pembelajaran fisika yang saat ini banyak digunakan guru-guru fisika sekolah menengah, dipandang masih jauh dari memadai untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan tersebut. Bahkan untuk sekedar menanamkan pengetahuan fisika saja masih dirasakan sulit. Berdasarkan studi pendahuluan yang langsung dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2012 di salah satu SMA swasta di bandung yang menjadi tempat penelitian, terlihat bahwa yang diamati oleh peneliti pada saat melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru fisika di sekolah tersebut, menunjukkan bahwa proses pembelajaran fisika didominasi oleh metode ceramah. Pembelajaran dengan metode ini berpusat pada guru dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak memfasilitasi siswa untuk aktif dalam mengembangkan keterampilan berpikir melalui proses penyelidikan untuk menemukan konsep. Pembelajaran dengan metode ceramah kurang memenuhi

4 tuntutan tujuan mata pelajaran fisika saat ini. Tuntutan pelajaran fisika, tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Pembelajaran yang menggunakan metode tradisional yakni hanya dengan metode ceramah telah berimpak pada rendahnya motivasi dan hasil belajar yang diperoleh siswa. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam proses penyelidikan ilmiah secara langsung untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajarnya. Pembelajaran fisika yang hanya menampilkan produk pelajaran fisika berupa rumus-rumus yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika. Beberapa hasil studi lapangan juga dilakukan oleh Herman Yudiana (2010), Santi Berliani (2010), Nurfitriani Solihat (2010), Mukrimatusya adiah (2011) dan Desy Amaliasari (2011), yang menunjukkan bahwa: pertama, pembelajaran fisika di beberapa sekolah menengah baik tingkat SMP dan SMA yang diobservasi pada umumnya masih menggunakan metode tradisional yakni hanya dengan metode ceramah, dimana pembelajaran cenderung berpusat pada guru dengan proses cenderung bersifat transfer pengetahuan; kedua, rata-rata capaian hasil belajar fisika siswa pada aspek yang dievaluasi tergolong rendah, bahkan pada tataran kognitif sekali pun. Keadaan demikian telah membuat siswa terkesan bosan dan jenuh dengan pembelajaran fisika dan pada akhirnya minat dan motivasi belajar Fisika mereka cenderung menurun. Untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar fisika serta memfokuskan siswa dalam belajar fisika, maka dalam prosesnya pembelajaran fisika dapat diawali dengan suatu tantangan atau motivasi yang biasanya berupa tantangan untuk memecahkan permasalahan nyata yang sering dihadapi manusia dalam mengarungi kehidupannya. Hal demikian biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran lain juga menyajikan tantangan di awal pembelajaran yaitu Pembelajaran Berbaris Proyek yang disajikan adalah proyek yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya terutama yang terkait dengan fisika. Misalnya proyek membuat rancangan instalasi listrik rumah tangga sesuai pesanan, proyek merancang suatu struktur bendungan sesuai kondisi area yang

5 tersedia, atau proyek meneliti kerja fisis dari suatu produk teknologi. Pembelajaran seperti ini disebut sebagai pembelajaran berbasis proyek. Memperhatikan karakteristiknya yang unik dan komprehensif, Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) cukup potensial untuk memenuhi tuntutan pembelajaran seperti yang telah dikemukakan di atas. Pembelajaran Berbasis Proyek membantu peserta didik dalam belajar: (1) pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dan bermakna-guna (meaningful-use) yang dibangun melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik (CORD, 2001; Hung & Wong, 2000); (2) memperluas pengetahuan melalui keotentikan kegiatan kurikuler yang terdukung oleh proses kegiatan belajar melakukan perencanaan (designing) atau investigasi yang open-ended, dengan hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh perspektif tertentu; dan (3) dalam proses membangun pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan negosiasi kognitif antar personal yang berlangsung di dalam suasana kerja kolaboratif. Sebelumnya penelitian ini telah dilakukan oleh Shafqat Hussain di Pakistan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek pada konsep gelombang dan ayunan, bunyi, pemantulan cahaya, pembiasan cahaya dan listrik statis di kelas eksperimen dalam waktu selama empat minggu. Proyek yang ditugaskan kepada siswa yaitu proyek dengan menggunakan alat dan bahan yang tersedia di dalam laboratorium dan pengerjaan proyek dilakukan di laboratorium sekolah. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika. Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini adalah materi usaha dan energi. Peneliti memilih materi ini untuk diterapkan dalam model pembelajaran berbasis proyek karena materi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan seharihari, namun pada kenyatannya siswa masih banyak kesulitan dalam memahami konsep dan memecahkan permasalahan yang muncul.

6 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian studi pendahuluan pada latar belakang, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut: a. Menurunya motivasi siswa belajar fisika b. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep fisika c. Proses pembelajaran fisika didominasi oleh metode ceramah C. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan di atas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA?. Rumusan masalah di atas secara spesifik dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis proyek terhadap peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA? 2. Bagaimana profil peningkatan pemahaman konsep fisika siswa SMA pada indikator menginterpretasikan, mencontohkan dan menjelaskan sebagai impak penerapan model pembelajaran berbasis proyek? D. Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada: 1. Peningkatan dihitung dari skor pre test dan skor post test siswa. 2. Pemahaman konsep menurut Anderson untuk indikator menginterpretasi, mencontohkan dan menjelaskan. 3. Konsep fisika yang diteliti yaitu bab usaha dan energi pada kompetensi dasar 1.5 yaitu menganalisis hubungan antara usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik.

7 E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan pendefinisian secara operasional sebagai berikut : 1. Model pembelajaran fisika berbasis proyek yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sebagai pola atau desain instruksional yang memiliki tahapan-tahapan: diawali dengan penyajian tugas proyek sebagai motivasi, dilanjutkan dengan kegiatan penanaman konseptual melalui kegiatan berbasis inkuiri, pelaksanaan proyek, diakhiri dengan proses penyajian, evaluasi dan penilaian proyek. Keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis proyek dalam pembelajaran diobservasi oleh beberapa observer dengan menggunakan lembar observasi. 2. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar mengerti makna yang terkandung dalam konsep atau hubungan antar konsep yang ditunjukkan oleh kemampuannya. Tujuh indikator pemahaman konsep menurut Anderson (2001) yaitu menginterpretasi, menjelaskan, mencontohkan, mengklasifikasikan, meringkas, menyimpulkan dan membandingkan. Pada penelitian ini hanya meliputi tiga indikator yaitu menginterpretasikan, mencontohkan, dan menjelaskan. Pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran di ukur dengan tes pemahaman konsep yang berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda. 3. Peningkatan pemahaman konsep siswa akan ditentukan melalui perhitungan skor gain yang dinormalisasi dari hasil pret est dan post test melalui tes pemahaman konsep berupa pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban dengan interpretasi tingkat peningkatannya Hake (1999). F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas yaitu model pembelajaran. 2. Variabel terikat yaitu pemahaman konsep.

8 G. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep siswa sebagai impak penerapan model pembelajaran berbasis proyek. H. Manfaat Penelitian Data-data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tentang potensi model pembelajaran berbasis proyek dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dan dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis terkait penerapan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran fisika yang nantinya dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti guru-guru fisika, mahasiswa-mahasiswa di LPTK, para peneliti dalam bidang pendidikan IPA/Fisika, tenaga-tenaga kependidikan dalam bidang IPA/Fisika dan lain-lain.