Pendidikan Agama Katolik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sering menjadikan manusia putus asa. Persoalan-persoalan tersebut. dari adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat.

Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

The Pastor s Heart. A Tribute. Timothy Athanasios & Dhila Cherish

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara

BAB I PENDAHULUAN. pasti saling membutuhkan satu sama lain. Selama manusia itu hidup, ia akan

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

BAB I. komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass. communication (media komunikasi massa).

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA HIDUP CLUBBING DENGAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA

Dahulu Aku Seorang Pemimpin Buta Dari Orang Buta

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

POSTMODERNISME HUKUM

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

TAHUN AYIN ALEPH. Minggu I. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

Pendidikan Agama Katolik

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MEMBANGUN KELUARGA SEJAHTERA, URGENSI DAN UPAYANYA

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

PROSES BERARSITEKTUR DALAM TELAAH ANTROPOLOGI: Revolusi Gaya Arsitektur dalam Evolusi Kebudayaan

BAB V PENUTUP. Dalam bagian ini, akan di buat kesimpulan dari pembahasan bab 1 sampai. dengan bab 4 serta saran-saran. 5.1.

BAB I PENDAHULUAN. itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

Pdt Gerry CJ Takaria

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #12 oleh Chris McCann

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

WATAK MANUSIA PERENEALIS DAN MANUSIA MODERN. dan manusia modern memiliki perbedaan dalam

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

Pendidikan Agama Kristen Protestan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS APLIKASI KONESP EKSISTENSI PROFETIK KUNTOWIJOYO. Dunia yang senantiasa berkembang, berkonsekuensi pada perubahan realitas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana Berjalan Dalam Roh Bagian ke-3

SUKARNO DAN PANCASILA (KAJIAN ATAS RITUAL SIPIL SEBAGAI PRAKONDISI PANCASILA 1 JUNI 1945)

Misiologi David Bosch

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA GOTONG ROYONG SEBAGAI BUDAYA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

Oleh: Budhy Munawar-Rachman

Islam dan Sekularisme

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan berperan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Transkripsi:

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 01 POSMODERNISME DAN AGAMA Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Drs. Sugeng Baskoro,M.M PSIKOLOGI

Pandangan post modernisme tentang agama Pemikiran postmodernisme di Barat itu tidak hanyadiwarnai oleh asikap ateistik, tapi juga ditandai oleh kecenderungan di kalangan filosofnya untuk mereduksi teologi menjadi antropologi, yang dengan hal itu Tuhan orang-orang Kristen digambarkan sebagai produk dan refleksi dari pikiran manusia yang luar biasa. (supernatural human mind)

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa gambaran Tuhan secara antropologis berkembang menjadi penjelasan situasi sejarah manusia. Karl Marx, misalnya, berhujjah bahwa agama itu mengespresikan penderitaan manusia yang disebabkan oleh perubahan ekonomi atau pemisahan kehidupan manusia yang egoistis dalam masyarakat sipil dari kehidupannya sebagai mahluk manusia dalam masyarakat politik.

Nietzsche beranggapan bahwa agama adalah ekspresi penderitaan, tapi penderitaan yang jenisnya berbeda. Manusia menderita karena ia adalah hewan yang sakit (sickly animal), ia menderita karena internalisasi instingnya sendiri oleh sebab kehidupan sosialnya. Apa yang membuat manusia menderita adalah eksistensinya yang tidak berarti itu.

Jadi dari situ mereka berkesimpulan bahwa manusia menderita karena problem tentang makna dirinya. Ide ini pula yang menjelasjan bahwa realitas, nilai, kekuasaan yang absolut, yakni Tuhan telah diremehkan dan diganti dengan nilai-nilai kemanusiaan. Maka Alfred North Whitchead mencatat bahwa tren pemikiran baru pada abad ke 20 adalah jauh dari keimanan (away of faith).

Kesimpulan yang sama digambarkan oleh Akbar, yaitu bahwa kecenderungan pemikiran post modern adalah penolakan terhadap agama yang telah mapan. Foucolt menggambarkan keadaan era post modernmelalui konsekuensi-konsekuensi logisnya. Ia mengatakan bahwa kebanyakan kita tidak lagi percaya bahwa etika itu berdasarkan pada agama. Kita juga tidak ingin jika suatu sistem hukum mengintervensi kehidupan moral, pribadi dan privat.

Gerakan liberalisasi yang terjadi akhirir-akhir ini disebabkan oleh suatu kenyataan bahwa mereka tidak dapat menemukan prinsip apapun untuk mengelaborasi prinsip etika baru. Mereka membutuhkan etika, tapi mereka tidak dapat menemukan etika yang lain kecuali etika yang didasarkan pada apa yang disebut dengan pengetahuan ilmiah tentang apa itu diri, apa itu keinginan, apa itu kesadaran dan lain-lain.

Jadi gambaran yang menonjol tentang agama dalam pandangan adalah agama yang telah diputuskan dari status terdahulunya sebagai sumber nilai dan kebenaran bagi manusia. Pendekatannya searang telah berubah menjadi konsep akal yang dipisahkan dari konsep kepercayaan atau konsep Tuhan dan karena itu ia menjadi ateistik.

Pendekatan ini akan menggoyang konsep kepercayaan, keberagaman dan kebenaran yang selama ini dipegang oleh masyarakat beragama. Sebenarnya, pendekatan yang ateistik terhadap agama itu disebabkan oleh kegagalan para pemikir post modern dalam memahami konsep Tuhan. Pernyataan Nietzsche tentang kematian Tuhan yang telah merupakan pernyataan filosofis ketimbang teologis, merupakan bukti yang jelas tentang kegagalan itu.

Tapi anehnya, karena ia tidak dapat memahami Tuhan maka ia memformulasikan konsepnya sendiri tentang Tuhan berdasarkan pada persepsinya sendiri. Menurutnya Tuhan adalah persepsi manusia tentang sesuatu yang kuat dan agung dalam dirinya.

Ia mengatakan bahwa agama adalah hasil dari suatu keraguan tentang kesatuan seseorang, perubahan kepribadian; segala sesuatu yang dianggap agung dan kuat oleh manusia telah dipahami sebagai manusia super (superhuman) yang berada di luar dirinya, manusia telah merendahkan dirinya - ia telah memisahkan dua sisi yang ada dalam dirinya sendiri menjadi dua bidang, yang satu remeh dan lemah., yang lain sangat kuat dan mengagumkan. Yan pertama disebut manusia dan yangkedua disebut Tuhan

Cara-cara pemikir post modern memahami Tuhan dan agama membawa berbagai konsekuensi. Artinya jika agama dipahami seperti seperti itu maka religiusitas akan dimaknai selaras dengan pemahaman itu. Bagi Wirgenstein, religiusitas bukan sifat yang diambil dari kegiatan ritual keagamaan yang biasanya ditandai oleh banyaknya doa, tapi ditandai oleh kegiatan sosial, seperti misalnya menolong orang lain. Konsep keberagaman Witgenstein secara kebetulan sama dengan pengertian Nietszche tentang agama.

Jika bagi Witgenstein menganggap keberagaman merujuk kepada kegiatan sosial dan bukan ritual. Nietzsche menyatakan bahwa agama tidak semestinya berdasarkan pada keimanan, dogma atau kepercayaan pada Tuhan yang personal. Tapi dalam pendapat ini tidak dijelaskan apa yang menjadi asas bagi kegiatan sosial itu.

Jika kegiatan sosial hanya berdasarkan ketentuan manusia dan tidak berhubungan dengan keseluruhan konsep agama, ia tidak lagi dapat disebut religius, sebab agama dan Tuhan tidak ada kaitannya dengan kegiatan itujika menjadi sosial dimaksudkan sebagaiciri dari keberagaman maka secara konseptual harus berdasarkan pada perintah agama itu. Perintah dalam agama mengharuskan adanya konsep keimanan kepada Tuhan.

Disini problematikanya konsep Wilgenstein, sebab ia sendiri memili8ki keyakinan bahwa bukti filosofis tentang eksistensi Tuhan tidak dapat membawa seseorang kepada keimanan kepadanya. Meskipun seseorang itu dapat membuktikan eksistensi Tuhan dalam analisis ilmiah ia sendiri tidak akan pernah percaya pada pembuktiannya itu. Sebab kilahnya, seseorang hanya dapat meyakinkan orang lain tentang eksistensi Tuhan melalui proses pendidikan, dengan mengarahkan kehidupannya dengan jalan pergumulan.

Selain itu pernyataan ini mengindikasikan bahwa Witgenstein melihat religiusitas dari kuantitas kerja, tapi masalahnya karena kerja-kerja itu dipisahkan dari konsep dan kepercayaan, maka ia tidak lagi menjadi bagian dari konsep keimanan. Sejalan dengan konspnya tentang pemisahan aktifitas sosial dari agama ia memprediksi bahwa di masa depan kehidupan keagamaan tidak akan bergantung kepada gereja dan pendeta lagi. Maka dari itu nanti harus hidup nyaman tanpa terikat dengan gereja.

Disini sudah mulai dapat dibacabahwa ia mulai menolak otoritas keagamaan. Suatu semangat post modern yang berakar pada doktrin nihilisme. Pernyataan snyder diatas bahw kebenaran agama melebur menjadi nikai yang muncul dalam bentuk kepercayaan manusia dan opini kini telah terbukti.

Tapi pandangan ini ditentang oleh Dupre, segala upaya rasional untuk mengukuhkan atau menggoyahkan kebenaran agama pada akhirnya akan membawa distorsi terhadap kebenaran itu sendiri. Menyimpulkan tentang ini semua Huston Smith menyatakan bahwa dalam pemikiran post modern tidak ada kebenaran dalam realitas, bahkan para postmodernis ragu apakah kebenaran itu mempunyai arti. Dari pembahasan di atas serta juga kesimpulan Smith dapat dinyatakan bahwa makna kebenaran dalam pemikiran post modern itu problematik. Karena itu ia memerlukan suatu evaluasi dan perubahan sebagai kebenaran, tidak lagi dianggap absolut.

Gereja Menyambut Jaman Dalam masyarakat yang semacam itu, juga berimbas pada kehidupan beragama. Beragama dalam berbagai hal lebih menjadi sebuah ritual formal dibandingkan sebuah kebutuhan iman yang mendalam. Agama menjadi mitos besar, yang bahkan didekonstruksi hingga mincullah agama baru yang tampil dengan segala segi pragmatisnya. Dengan demikian kalau tidak hati-hati agama sungguh menjadi sebuah realitas yang tidak nyambung dengan apa yang sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Secara ekstrim banyak agama yang kemudian menampilkan diri sebagai penyedia kebutuhan masyarakat yang semakin lama semakin membutuhkan penghiburan rohani. Sayangnya agamapun kemudian dirasuki roh hiperealitas ini. Agama menjadi sebuah kenyataan semu yang selalu ditunggu sebagai hiburan.

Gereja senantiasa menyambut keadaan jaman. Globalisasi dan modernisasi menjadi arus utama ajaran sosial gereja abad ini. Marilah kita lihat tanggapan Gereja atas hyper-semiotik, atas krisis tanda yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana tertcantum dalam ajaran sosial gereja. Didalam masyarakat modern orang-orang kian mengalami suatu kebutuhan baru akan makna. Sebab manusia selalu akan ingin mengetahui setidaknya secara samar-samar, manakah arti hidupnya, kegiatannya dan kematiannya.. Hidup dan kematian tampaknya semata-mata berada di tangan kemajuan ilmu dan teknologi yang bergerak lebih cepat daripada kemampuan manusia untuk menentukan tujuantujuannya yang paling tinggi dan menilai ongkosnya.

Dibutuhkan Nabi-Nabi Baru Abad XXI Nabi adalah pembawa kabar dan wahyu dari Allah kepada masyarakat sekitarnya. Kabar dan wahyu itu bagaimanapun harus disampaikan dengan bahasa dan konteks yang berlaku. Dalam arti tertentu, pewahyuan ilahi masuk dalam dimensi sejarah manusia. Itulah sebabnya gereja senantiasa hadir sebagai penyeru suara kenabian yang dengn tetap memegang prinsip kenabian yang ada, tidak meninggalkan kenyataan dunia. Dunia memang semakin sekuler, namun yang sekuler itu harus tetap mendapatkan terang religiusitas. Kita adalah bagian dari gereja. Kita adalah Tubuh Kristus. Tubuh tidak boleh lepas dari kepalanya. Oleh karena itulah kita tetap harus bertindak sebagai Kristus- kristus baru di muka bumi ini di abad modern dan juga modernitas ini. Post modernisme adalah sebuah sebuah metode kultural untuk berani membongkar atau mendekonstruksi mitos-nitos yang ditawarkanoleh globalisasi. Dengan demikian upaya untuk terus menerus menggali dan bertanya pada ajaran gereja harus diupayakan oleh umat beriman.

Metodologi itu bisa digunakan agar tetap bisa melihat kondisi jaman dan menyikapinya dengan bijak. Adalah tidak bijak kalau kemudian kita menolak modernitas dan segala problematikanya. Tidak bijak kita menolak internet ataupun TV. Tidak bijak juga kita anti terhadap produk-produk yang ditawarkan kepada kita berkat kemajuan tehnologi. Tapi menjadi lebih tidak bijak lagi kalau kemudian kita makan mentah-mentah kemajuan tersebut. Sungguh kita akan menjadi masyarakat konsumen. Dengan tetap menerima kenyataan, kita bisa serius menanggapi kenyataan dan menilainya dengan kacamata iman.

MODERNISME Sentralisasi (serba terpusat dan jelas) Konstruksi (membangun makna) Kultur (dominasi kebudayaan) Hirarki (memiliki struktur pasti) Industri (produksi barang dan jasa) Teori Kekuatan negara Agama (agama mendominasi) Legitimasi Konsensus Budaya tradisional Kontinuitas POSTMODERNISME Desentralisasi (terpisah-pisah) Dekonstruksi (mempertanyakan pesan) Sub-kultur (pengakuan budaya lokal) Anarki (tidak percaya struktur) Pasca-industri (tekanan pada marketing) Paradigma Kekuatan bersama Sekte-sekte (menghargai pemikiran) Deligitimasi Dekonsensus Liberalisme Diskotinuitas

Dari situ sebenarnya tampak bahwa meskipun modernisme berhubungan dengan pasca modern, tapi pola pikirnya bisa berbeda sama sekali. Teknologi hasil dari modernitas akhirnya memporakporandakan kemodernan itu sendiri. Sementara itu ada perbedaan yang sangat mencolok antara masyarakat modern dengan masyarakat sebelumnya yang biasa dikenal dengan tradisional. Ciri-ciri masyarakat tradisional menurut Talcott Parson : Afektifitas, yaitu hubungan antar anggota masyarakat didasarkan pada kasih sayang. Orientasi kolektif, yaitu lebih mengutamakan kepentingan kelompok / kebersamaan Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan. Askripsi yaitu segala sesuatu yang dimiliki diperoleh dari pewarisan generasi sebelumnya. Diffuseness (kekaburan), yaitu dalam mengungkapkan sesuatu dengan tidak berterus terang. Ciri-ciri masyarakat modern menurut Talcott Parson : Netralitas efektif, yaitu bersikap netral bahkan dapat menuju sikap tidak memperhatikan orang lain / lingkungan Orientasi diri, yaitu lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri Universalisme, yaitu menerima segala sesuatu dengan obyektif Prestasi, yaitu masyarkatnaya suka mengejar prestasi Spesifitas, yaitu berterus terang dalam mengungkapkan segala sesuatu

SAMPAI JUMPA LAGI