PENGARUH PENGGUNAAN GURITA TERHADAP FREKUENSI GUMOH PADA BAYI DI KABUPATEN KARANGANYAR Ana Wigunantiningsih, N.Kadek Sri Eka Putri, Luluk Nur Fakhidah Gumoh merupakan kejadian yang biasa terjadi pada bayi usia 0-3 bulan. Meskipun demikian jika terjadi secara terus menerus gumoh bisa mengakibatkan bayi mengalami malnutrisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemakaian gurita pada bayi terhadap peningkatan frekuensi gumoh. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penyuluhan ataupun pelatihan bagi kader kesehatan dan masyarakat, dan menjadi dasar dalam membuat produk inovasi gurita yang lebih aman. Penelitian ini akan menggunakan metode pre experimental design bentuk One-shot Case study yaitu penelitian dimana terdapat satu kelompok yang diberi perlakuan dan selanjutnya diobservasi hasilnya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah ceklist untuk menilai frekuensi gumoh pada bayi saat bayi menggunakan gurita dan saat tidak menggunakan gurita. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon. Penelitian dilakukan di Wilayah Kabupaten Karanganyar dengan subjek bayi yang berumur 0-3 bulan yang berjumlah 36 responden. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini kurang lebih 5 bulan mulai dari survey pendahuluan, pengambilan data dan pengolahan data. Hasil penelitian didapatkan dari 36 bayi yang memakai gurita 55.6% mengalami gumoh sedangkan 44,6%) bayi tidak mengalami gumoh. Sedangkan saat bayi tidak menggunakan gurita didapatkan 44,6% bayi mengalami gumoh dan 55,4% bayi tidak mengalami gumoh. Analisa Data dengan uji wilcoxon dengan taraf signifikansi sebesar 5% didapatkan nilai Z sebesar 0.03. Nilai Z ini lebih kecil dari 0.05 (Z (0.03< 0.05) sehingga dapat didimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara penggunaan gurita dengan kejadian frekuensi gumoh pada bayi. Kata Kunci: Pemakaian gurita, Frekuensi gumoh PENDAHULUAN Salah satu keberhasilan pembangunan suatu negara dilihat dari meningkatnya derajat kesehatan ibu dan anak. Sampai saat ini angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Hasil SDKI Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32/1.000 kalahiran hidup dan kematian balita sebesar 40/1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan. Bayi memerlukan perawatan yang khusus dan berbeda dengan manusia dewasa karena masa ini merupakan masa peralihan dan adaptasi bayi dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Perawatan bayi harus dilakukan secara hati-hati, cermat dan teliti untuk menghindari terjadinya kecelakaan yang dapat
membahayakan bayi. Salah satu hal yang sering terjadi pada bayi adalah gumoh atau regurgitasi. Gumoh adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu tanpa disertai kontraksi dinding lambung. Gumoh merupakan keadaan yang normal dan biasa dialami bayi usia 0-6 bulan (Purnamaningrum, 2012). Di Indonesia, 75 persen bayi dibawah 3 bulan menderita regurgitasi (gumoh). Bahkan, s atu dari tiga ibu di seluruh dunia perlu mewaspadai dampak gumoh yang terjadi pada bayi mereka. Dr Badriul Hegar, SpA., PhD dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM Jakarta menjelaskan bahwa bayi yang terus menerus mengalami gumoh berisiko menderita malnutrisi. Penelitian di RSCM menunjukkan gejala gumoh pada bayi akan terus berkurang seiring bertambahnya usia bayi. Umumnya, intensitas gumoh yang normal adalah 4-5 kali setiap hari dan bayi yang mengalami regurgitasi lebih dari empat kali dalam sehari, mengalami kenaikan berat badan yang lebih rendah pada empat bulan pertama usia bayi (Innes, 2012). Gumoh pada bayi dapat disebabkan karena berbagai hal yaitu: posisi menyusui yg tidak tepat, pemberian makan yang salah/terlalu banyak, aktivitas yang berlebihan, belum sempurnanya katup antara lambung dan kerongkongan. Selain itu gumoh juga dapat disebabkan karena pemakaian gurita pada bayi. Pemakaian gurita membuat lambung si bayi tertekan. Bila dalam keadaan seperti itu si bayi dipaksakan minum, maka cairannya akan tertekan dan menjadi muntah (Purnamaningrum, 2012; Admin, 2012; Tari, 2012). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gurita Terhadap Frekuensi Kejadian Gumoh Pada Bayi Di Kabupaten Karanganyar. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan pre experimental design bentuk Oneshot Case study yaitu penelitian dimana terdapat satu kelompok yang diberi perlakuan dan selanjutnya diobservasi hasilnya. di kabupaten Karanganyar yaitu wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan Kebakramat II pada bulan April-Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi berusia 0-3 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan Kebakramat II, dengan rata-rata jumlah persalinan 60 per bulan untuk setiap kecamatan. Jadi jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 180 orang.. Sampel dalam penelitian diambil dengan tehnik sampel accidental sampling. Sampel dalam penelitian ini yaitu bayi usia 0-3 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Jaten I, Jaten II, Kebakkramat I dan Kebakramat II sejumlah 36 yang memakai gurita dengan pemberian nutrisi ASI Eksklusif dan selalu disendawakan setelah disusui. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pemakaian gurita pada bayi berumur 0-3 bulan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah frekuensi gumoh pada bayi. Frekuensi gumoh
pada bayi akan diobservasi sebanyak 2 kali, masing-masing dilakukan selama satu minggu. Yaitu satu minggu dimana bayi dipakaikan gurita dan satu minggu dimana bayi tidak menggunakan gurita. Instrumen yang digunakan berupa angket yang berisi tentang identitas bayi dan ibu serta lembar ceklist observasi frekuensi gumoh pada bayi. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemakaian gurita terhadap frekuensi gumoh pada bayi digunakan uji Wilcoxon. Uji ini berbeda dengan rancangan saat penyusunan proposal yaitu berupa uji t. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan uji prasyarat analisis berupa uji normalitas didapatkan sebaran data tidak normal (Nilai Z (0,045)<0,05) sehingga syarat untuk melakukan analisa dengan uji t tidak terpenuhi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2014 di Kabupaten Karanganyar khususnya di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu, Jaten I, jaten II, Kebakkramat I dan Kebakkramat II dengan responden bayi usia 0-3 bulan yang masih menggunakan gurita. Penelitian dilakukan dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan secara door to door. Observasi frekuensi gumoh dilakukan selama dua minggu dimana minggu pertama bayi diobeservasi dengan memakai gurita dan minggu kedua bayi doiobservasi tanpa menggunakan gurita. Hasil penelitian didapatkan pada observasi minggu pertama dimana bayi menggunakan gurita bahwa 20 (55.6%) bayi mengalami gumoh sedangkan 16 (44,6%) bayi tidak mengalami gumoh. Sedangkan hasil observasi minggu ke dua dimana bayi tidak menggunakan gurita didapatkan dari 36 bayi 16 (44,6%) bayi mengalami gumoh dan 20 (55,4%) bayi tidak mengalami gumoh. Gumoh atau regurgitasi adalah keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu botol atau menyusu dan jumlahnya hanya sedikit tanpa disertai kontraksi ada dinding lambung. Gumoh disebabkan karena banyak hal antara lain yaitu katup antara lambung dan esophagus (kerongkongan) belum sempurna, dan merupakan keadaan normal dan biasa terjadi pada bayi berusia 0 sampai 6 bulan (FK Universitas Indonesia, 1998). Gumoh juga bisa disebabkan karena ukuran lambung bayi yang kecil dan tidak mudah meregang (hal ini menyebabkan bayi akan gumoh jika diberi makan terlalu cepat atau terlalu banyak), aktivitas yang berlebihan, posisi dan cara menyusui yang salah pemberian susu formula dan juda adanya tekanan pada dinding perut bayi (Muslihatun, 2012; Purnamaningrum, 2012; Admin, 2012; Tari, 2012). Gumoh atau Gastroesophageal reflux adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung melalui mulut. Hal ini biasa terjadi pada bayi. Gumoh ini disebabkan Lambung bayi juga beukuran sangat kecil dan tidak mudah meregang. Jika bayi diberi makanan dalam jumlah besar, dapat membuat perut bayi penuh dan makanan akan kembali ke kerongkongan dan
menyebabkan gumoh atau sampai muntah (Wyethindonesia, 2013). Hasil analisa dengan uji wilcoxon dengan taraf signifikansi sebesar 5% didapatkan nilai Z sebesar 0.03. Nilai Z ini lebih kecil dari 0.05 (Z (0.03<0.05) sehingga dapat didimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara penggunaan gurita dengan kejadian frekuensi gumoh pada bayi. Bayi sering mengalami gumoh atau regurgitasi yaitu mengeluarkan sejumlah kecil susu ketika atau setelah menyusui. Hal ini merupakan hal yang normal. Regurgitasi terjadi akibat bayi terlalu cepat minum atau saat minum bayi menelan udara. Regurgitasi lebih sering terjadi pada bayi yang diberi susu botol dari pada bayi yang diberi ASI. Karena itu pemberian ASI saja kepada bayi dan selalu menyendawakan bayi akan mengurangi frekuensi gumoh pada bayi (Muslihatun, 2012). Kedua pemicu terjadinya gumoh yaitu bayi dengan susu botol dan tidak menyendawakan bayi dalam penelitian ini telah dikendalikan dengan hanya mengambil responden bayi yang diberi ASI Eksklusif dan disendawakan setelah menyusui. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan antara penggunaan gurita dengan kejadian gumoh pada bayi, artinya frekuensi kejadian gumoh pada bayi saat memakai gurita lebih sering dari pada saat bayi tidak menggunakan gurita. Hal ini disebabkan karena pemakaian gurita akan menekan dinding perut bayi sehingga jika lambung bayi penuh setelah minum susu tekanan ini akan menyebabkan keluarnya sebagian susu yang telah diminum tadi (gumoh) (Admin, 2009; Tari, 2012). Pemakaian gurita pada bayi juga akan menyebabkan bayi merasa tidak nyaman karena tekanan pada dinding perut bisa menyebabkan bayi merasakan sesak. Pemakaian gurita pada bayi juga dapat menggangu pertumbuhan organ tubuh bayi dan mengganggu proses pernafasan bayi (Moms and Kids, 2010). Sebenarnya gumoh merupakan hal yang normal pada bayi jika terjadi dengan frekuensi 4-5 ksli sehari (Innes, 2012). Gu moh yang terlalu sering pada bayi akan berakibat bayi kurang nutrisi, jika hal ini terjadi secara terus-menerus bayi bisa mengalami mal nutrisi yang akan berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain itu gumoh pada bayi juga tidak bisa dianggap hal yang sepele karena pada saat bayi gumoh, bayi bisa mengalami aspirasi yaitu masknya cairan susu ke dalam paru-paru. Gumoh pada bayi ini akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia bayi. Biasanya akan menghilang sendiri pada usia 12-15 bulan (Wyeth Indonesia, 2013: Admin, 2012). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemakaian gurita pada bayi dapat menyebabkan peningkatan frekuensi gumoh pada bayi. Sehingga diharapkan para ibu tidak lagi menggunakan gurita pada bayinya dengan tujuan salah satunya untuk mengurangi kejadian gumoh pada bayi. Tetapi jika orang tua tetap harus memakai gurita karena tradisi maka orang tua bisa memakaikan gurita kepada bayinya secara longgar sehingga tidak akan menekan
dinding perut bayi dan menyebabkan gumoh. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak melakukan observasi secara langsung terhadap bayi sehingga dimungkinkan bayi setelah disusui tidak dilakukan sendawa. Dalam penelitian ini juga belum mengkaji penyebab gumoh secara lebih detail, tidak mengkaji secara mendalam saat bayi gumoh apakan bayi sedang dalam posisi bangun atau tidur. DAFTAR PUSTAKA Admin, 2009. Pemakaian Gurita Pada Bayi Menyebabkan Muntah. http://www.balitaanda.com/ensiklopediabalita/685-pemakaian-guritapada-bayi-menyebabkanmuntah.html. Tanggal 12 November 2013 Admin, 2012. Gumoh Berlebih Pertanda Bayi Malnutrisi. http://www.pdpersi.co.id/cont ent/news.php?catid=23&mid =5&nid=827. Diakses tanggal 12 November 2013. Anakku.net, 2012. 20 Catatan penting di 6 bulan pertama. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam 6 bulan pertama si kecil?. http://www.anakku.net/20- catatan-penting-di-6-bulanpertama.html. Diakses tanggal 15 November 2013 Ardani, MH dan Mellinda, DE. 2012. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang regurgitasi terhadap praktik ibu dalam mencegah dan menangani regurgitasi pada bayi (0-3 bulan) di kelurahan pudakpayung Kota semarang. Jurnal nursing study volume 1 nomor 1 tahun 2012 hal 205-212. Ardie, F. 2008. Perbedaan Frekuensi Regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan aterm yang diberi ASI eksklusif dan susu formula di wilayah kerja puskesmas balongsari kotamadya mojokerto. Universitas Muhamadiyah Malang: Karya Tulis Akhir Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.120-4 Dewi, VN. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika. Hal.82 DKAK (Direktorat Kesehatan Anak Khusus), 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Kemenkes RI Kemenkes RI, 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman Tehnik Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes Pregnancy and lactacioncare, 2012. Cermat Dalam Pemakaian Gurita dan Bedong Pada Bayi. http://pregnancyandlactationc are.wordpress.com/2012/10/1
1/cermat-dalam-pemakaiangurita-dan-bedong-padabayi/. Diakses 12 November 2013 Purnamaningrum, YE. 2013. Penyakit pada Neonatus, Bayi dan Balita. Jogjakarta: Fitramaya. Hal. 9-15 Sastroasmoro, S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal.8-24 Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung: Alfabeta. Hal. 107-10, 124, 272-4 Tari, 2012. Empat Cara Cermat Merawat Bayi Baru Lahir. http://health.kompas.com/rea d/2012/05/23/16534975/4.ca ra.cermat.merawat.bayi.bar u.lahir. Diakses tanggal 13 November 2012 Wyeth, 2013. Refluks Gastroesofagus dan Penyakit Refluks. https://www.wyethindonesia. com/know-how/ibubaru/masalah-padabayi/gastric-reflux/informasi. Diakses tanggal 20 november 2013