I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

bahan sajian dalam Lokakarya Nasional Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat. Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

PENDAHULUAN. Latar Belakang

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

BAB III TINJAUAN UMUM. dipimpin oleh Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006). di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian, metode pengumpulan data dan analisa yang akan digunakan untuk

DAFTAR ISI II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan struktur

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan struktur

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. dan terkadang dominan dalam berbagai kegiatan. Hal tersebut erat kaitannya

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

Siaran Pers Kemenko Perekonomian: Pemerintah Luncurkan Program Besar Atasi Ketimpangan Sosial Rabu, 01 Pebruari 2017

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah pertanahan di Indonesia telah berkembang menjadi

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

Total Tahun

BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

VISI, MISI DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN TANAH UNTUK KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)

kinerja yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan.

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Bumi tempat manusia, dan mahkluk ciptaan-nya dengan segala isinya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam

Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pengukuran Desa Lengkap.

I. PENDAHULUAN. Ibukota Negara dan Ibukota Propinsi. Sebagai Ibukota Propinsi Jakarta

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013

PEMBAHARUAN AGRARIA SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI B. Penetapan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

KEMUNGKINAN PENERAPAN REFORMA AGRARIA PADA TANAH TERINDIKASI TERLANTAR

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah, sebab tanah

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN I.1

IZIN : Khatibul Umam Wiranu, SH.,M.Hum Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Dr. Ir. H. Eko Sarjono Putro, MM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

RUANG LINGKUP MATERI PERKULIAHAN HUKUM AGRARIA PERKEMBANGAN BOBOT SKS : 2 SANDI : HKS2042

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

PERAN KONSOLIDASI TANAH DALAM KETRANSMIGRASIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta harus tetap fokus pada tercapainya

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN 50 TAHUN AGRARIA TANGGAL 24 SEPTEMBER 2010

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah identik dengan pemasalahan tanah sebagai tempat manusia hidup dan melaksanakan segala aktivitasnya. Manusia yang hampir seluruh aktivitasnya berada di atas tanah jumlahnya tiap tahun selalu meningkat jumlahnya, seperti hanya jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai sekitar 225 juta jiwa, dimana penduduk Indonesia tersebut hidup di atas daratan atau tanah seluas lebih kurang 1,9 juta km 2 yang jumlahnya relatif tetap atau tanah yang tersedia hampir tidak mengalami pertambahan, menimbulkan persaingan dalam penguasaan dan penggunaan tanah. Penguasaan dan penggunaan tanah jika tidak dikelola secara baik dan bijaksana, akan mengakibatkan tanah yang seharusnya dapat memberikan manfaat yang maksimal kepada sebanyak-banyak manusia, hanya dapat dinikmati oleh sebagian orang saja yaitu golongan yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik, yang pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya ketimpangan penguasaan tanah. Adanya ketimpangan penguasaan tanah inilah maka muncul pemikiran untuk melakukan penataan kembali penguasaan tanah yang ada guna sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkembang pesat di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, pemikiran tersebut sering dikenal juga sebagai land reform.

Pelaksanaan Reforma Agraria yang merupakan implementasi dari mandat TAP MPR No. IX/MPR/2001 dan Keputusan MPR No. 5/MPR/2003 tentang perlunya penataan struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah. Untuk memastikan bahwa struktur keagrariaan dan pertanahan lebih adil, sengketa-sengketa pertanahan terselesaikan, akses masyarakat terhadap tanah berkembang secara adil. Secara operasional, reforma agraria dilaksanakan melalui dua langkah sekaligus, yaitu : (a) penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan UUPA; dan (b) proses penyelenggaraan land reform plus, yaitu penataan aset tanah (asset reform) bagi masyarakat dan penataan access masyarakat (access reform) terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik. Prinsip dasar dari land reform didasarkan kepada arti pentingnya kepemilikan (property right) terhadap aset yang dimiliki oleh masyarakat agar dapat dimanfaatkan sebagai modal (capital) dalam pengembangan usaha atau memulai suatu usaha perekonomian. Dengan terpenuhinya property right diharapkan pemilik aset memperoleh keuntungan berupa : (1) mengoptimalkan potensi ekonomi aset; (2) mengintegrasikan informasi aset kedalam satu sistem; (3) membuat pemilik aset lebih bertanggung jawab; (4) aset menjadi lebih diterima oleh pasar; (5) menempatkan pemilik aset ke dalam suatu jaringan; dan (6) melindungi transaksi terhadap aset yang dimiliki (de Soto, 2006). Keuntungan tersebut akan dapat dioptimalkan jika aset yang telah menjadi capital tersebut oleh dapat pemiliknya untuk masuk kedalam pasar dengan baik, namun pada kenyataannya belum semua masyarakat tersebut memiliki akses dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya tersebut sehingga perlu adanya peran dari

pemerintah dalam memberikan berbagai access ke sumber-sumber ekonomi atau yang lebih dikenal sebagai access reform. Untuk mendukung penataan pemanfaatan tanah yang adil bagi semua masyarakat baik berupa asset reform maupun access reform serta dan dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat, politik arah kebijakan pertanahan sesuai dalam Renstra BPN RI tahun 2007-2009 didasarkan pada 4 (empat) prinsip: 1. Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta peningkatan ketahanan pangan (Prosperity). 2. Pertanahan berkontribusi secara nyata dalam peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) (Equity). 3. Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air serta melakukan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari (Social Welfare). 4. Pertanahan berkontribusi secara nyata bagi terciptanya keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan access seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat (Sustainability)

Berkenaan dengan arah kebijakan pertanahan tersebut di atas, seharusnya kegiatan reforma agraria dalam pelaksanaannya harus seimbang antara kegiatan asset reform dan access reform, namun pada kenyataan yang ada pelaksanaan reforma agraria lebih didominasi kegiatan asset reform seperti kegiatan yang selama ini telah dilaksanakan redistribusi tanah obyek land reform sejak tahun 1961 hingga sekarang dengan tujuan meningkatkan kehidupan sosial ekonomi para petani penerima tanah, namun kegiatan tersebut hanya dapat mencapai dalam hal penguatan aset tanah bagi para penerima tanah saja itupun dari dari tahun 1961 hingga 2005 luasan tanah yang di redistribusi hanya mencapai 1,15 juta hektar yang dibagikan kepada sekitar 1,5 juta KK dengan rata-rata luasan 0,77 hektar (BPN RI, 2007). Ditinjau dari segi tujuan akhir land reform yaitu peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan petani penerima tanah, dengan rata-rata luasan tanah redistribusi yang telah dicapai tersebut, bisa dianggap masih jauh dari memadainya dan belum dapat meningkatan taraf hidup penerima tanah sebagaimana yang diharapkan dikarenakan oleh : 1. kegiatan lanjutan untuk membantu sarana dan prasarana pertanian tidak diperhatikan; 2. tanah yang diredistribusi kepada para petani di beberapa daerah tingkat kesuburannya kurang, sehingga tidak dapat berproduksi dengan baik; 3. manajemen si petani sendiri dalam mengelola tanah hasil redistribusi adalah faktor yang menentukan dan sulit dipantau. Adanya faktor kelemahan tersebut terdapat para petani penerima tanah yang telah mengalihkan atau menjual tanahnya. (BPN RI, 2007)

Banyaknya kasus pengalihan atau penjualan tanah hasil dari redistribusi tanah dapat di hindari selain dengan memberikan luasan tanah yang memenuhi standar minimum untuk usaha, yang juga harus dilakukan adalah disertai dengan upaya-upaya membuka access rakyat terhadap sumber-sumber pembiayaan, faktor-faktor produksi yang lebih berkualitas, teknologi, pasar dan lainnya. Upaya membuka berbagai access tersebut tidak mungkin dapat dilakukan oleh BPN RI sendiri, hal ini terkait dengan era otonomi daerah sekarang ini dimana peran aktif pemerintah daerah setempat dalam mendukung program dari pemerintah pusat sangat dibutuhkan termasuk salah satunya adalah program reforma agraria. Pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Pemalang pada tahun 2008-2009 untuk program penguatan asset yang dilaksanakan mencapai 36.388 bidang tanah dengan luas tanah lebih dari 2.000 hektar yang terdiri dari berbagai kegiatan antara lain Ajudikasi (LMPD), PRONA, PRODA, Redistribusi Tanah dan Sertipikat Massal Swadaya (SMS) dengan sumber dana dari Pusat, Propinsi, Kabupaten dan swadaya masyarakat. Disisi lain program access reform pada periode yang sama yaitu 2008-2009 di Kabupaten Pemalang hanya mencakup15 lokasi dengan luas hanya mencapai 32,2 hektar yang diberikan kepada 20 orang masyarakat penerima manfaat, adapun sumber dana hanya dari Kantor Pertanahan dan Pemerintah Kabupaten Pemalang (Kantor Pertanahan Kabupaten Pemalang, 2010). Dari kondisi pelaksanaan program reforma agraria di Kabupaten Pemalang pada tahun 2008-2009 terlihat bahwa besarnya potensi modal (capital) dari property right yang dirintis melalui penguatan aset yang mencapai 2.000 hektar baru sekitar 1,60% yang secara langsung diberikan access reform guna meningkatkan taraf hidup pemiliknya.

Sehingga dikhawatirkan potensi capital yang sudah ada tersebut akan terjadi peralihan kepemilikan kepada pihak lain yang lebih memiliki access kepada pasar. Adanya kesenjangan antara jumlah aset (capital) yang telah tersedia dengan pemanfaatannya melalui access yang diberikan menjadikan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mensejahterakan masyarakat menjadi sulit tercapai, sehingga perlu adanya strategi yang lebih tepat dalam pelaksanaan program reforma agaria khususnya untuk kegiatan penyediaan access refomnya. Penerapan yang tepat strategi pengembangan program reforma agraria kegiatan penyediaan access reform sangat dibutuhkan karena pemberian access reform yang baik akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum dan bagai penerima manfaat khususnya di Kabupaten Pemalang. Oleh karena itu penulis memandang perlu dilakukan suatu penelitian tentang strategi pelaksanaan program reforma agraria kegiatan penyediaan access reform di Kabupaten Pemalang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalah tersebut, maka yang terjadi masalah penelitian dalam kajian ini adalah: a. Bagaimana kondisi pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang? b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang?

c. Bagaimana formulasi strategi yang paling tepat untuk dilaksanakan dalam mengembangkan pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang? d. Implikasi manajerial apa yang bisa direkomendasikan dalam kelanjutan pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang? 1.3. Tujuan Penelitian Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini perlu dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. Menganalisa kondisi pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang. b. Menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang c. Memformulasikan strategi program reforma agraria untuk kegiatan penyediaan access reform di Kabupaten Pemalang. d. Merumuskan implikasi manajerial apa yang bisa direkomendasikan dalam kelanjutan pelaksanaan kegiatan penyediaan access reform dalam program reforma agraria di Kabupaten Pemalang.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB