BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

Pengaruh Pemakaian Aditif (Wetfix-Be) untuk Perkerasan Jalan pada Asphalt Concrete-Wearing Course (Ac-Wc)

Zeon PDF Driver Trial

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

dahulu dilakukan pengujian/pemeriksaan terhadap sifat bahan. Hal ini dilakukan agar

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB III LANDASAN TEORI

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

STUDI PERBANDINGAN PARAMETER MARSHALL BETON ASPAL STANDAR DENGAN BETON ASPAL HASIL PEMANASAN ULANG AMRI NOVRIANTO

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI PADA CAMPURAN LASTON

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT

BAB IV PENGUJIAN JOB MIX FORMULA

PENGARUH BATU KAPUR SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LASTON LAPIS AUS (AC-WC) ABSTRAK

Hasil Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

PENGGUNAAN ASBUTON EKSTRAKSI SEBAGAI BAHAN CAMPURAN LATASTON HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

EFEK PERENDAMAN TERHADAP KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG CAMPURAN HRA YANG MENGANDUNG BAHAN PENGISI ABU BATU DAN SERBUK ARANG. Derita Lamtiar NRP :

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tahapan persiapan alat dan bahan dilakukan untuk persiapan/pengadaan alat dan bahan perlengkapan untuk pengujian, adapun alat dan bahan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Alat pemeriksaan fisik agregat, terdiri dari: satu set saringan agregat standard dan mesin pengguncang saringan (sieve shaker), mesin los angeles, alat uji agregat terhadap tumbukan (impact value), alat ukur berat jenis, alat ukur kepipihan dan kelonjongan. 2. Alat pemeriksaan fisik aspal, terdiri dari: alat ukur berat jenis, alat ukur penetrasi, alat ukur daktilitas, alat ukur titik nyala dan titik bakar, dan alat ukur titik lembek. 3. Peralatan pembuatan benda uji/marshall, terdiri dari: a. Cetakan benda uji/briket berbentuk slinder, ukuran 101,6 mm (4 inci) dan tinggi 75 mm (3 inci). b. Marshall hammer ukuran diameter 98,4 mm, berat 4,5 kg (10 lbs) dengan tinggi jatuh 457 mm (18 inci). c. Extruder untuk melepas benda uji dari cetakan setelah dipadatkan. d. Timbangan kapasitas 6 kg dengan ketelitian 0,01 gr. e. Thermometer, pan pencampur, sendok pengaduk, spatula, pemanas aspal dan agregat (kompor gas) dll. 4. Waterbath immersion dengan kedalaman 150 mm (6 inci) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20 C berkapasitas 2500 kg (5500 lbs), 1

cincin penguji (profing ring) untuk mengukur nilai stabilitas dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis dengan ketelitian 0,0025 cm. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini, terdiri dari: 1. Batuh pecah (Course agregat dan Medium Agregat), berasal dari Stone Crusser produksi PT. Sinar Karya Cahaya. 2. Bahan pengisi (filler), berasal dari Stone Crusser produksi PT. Sinar Karya Cahaya. 3. Aspal, digunakan adalah aspal AC 60/70 Produksi Pertamina. 4. Bahan aditif Wetfix-Be diproduksi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Banjarmasin dan diperoleh dari PT. Sinar Karya. 3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Studi Pendahuluan Studi pendahuluan yaitu tahapan pengumpulan referensi referensi yang relevan yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi pengambilan material dan tempat penelitian. 3.3.2 Pengujian Bahan Pengujian bahan dilakukan untuk meneliti bahan yang akan digunakan pada campuran apakah memenuhi persyaratan, pengujian bahan yang terdiri dari aspal, agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler). 1. Pengujian Aspal Meskipun penggunaan jumlah aspal kecil namun sangat mempengaruhi dalam menyatukan suatu komponen campuran. Pada penelitian ini menggunakan aspal pertamina pen 60/70. Jenis pengujian yang dilakukan antara lain titik lembek, titik nyala dan titik bakar, penetrasi 2

aspal, daktilitas, berat jenis aspal dan berat jenis aspal + aditif. Adapun standar pengujiannya ditunjukkan dalam Tabel 2.2. 2. Pengujian Agregat Kasar Berikut adalah spesifikasi pengujian agregat kasar: a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.3. b. Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu saringan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum adalah satu saringan yang lebih kecil dari saringan pertama (teratas) dengan bahan tertahan kurang dari 10%. c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.3 Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yanglebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm) dengan muka bidang pecah satu atau lebih. d. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan kelas B boleh dari kerikil yang bersih. e. Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke AMP dengan melalui pemasok penampung dingin (cold bin feeds) sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik. f. Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel 2.3 untuk partikel kepipihan dan kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan bilamana agregat tersebut memenuhi semua ketentuan lainnya dan semua upaya yang dapat dipertanggungjawabkan telah dilakukan untuk memperoleh bentuk partikel agregat yang baik. 3

g. Pembatasan lolos saringan No.200 (0,075 mm) < 1%, pada saringan kering karena agregat kasar yang dilekati lumpur tidak dapat dipisahkan pada waktu pengeringan sehingga tidak dapat dilekati aspal. Standar uji agregat untuk kasar adalah: a. Penyerapan air b. Berat jenis c. Abrasi dengan mesin los angeles d. Kelekatan agregat terhadap aspal e. Partikel pipih f. Partikel lonjong 3. Pengujian Agregat Halus Berikut adalah spesifikasi pengujian agregat halus: a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau penyaringan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.8 (2,36 mm) sesuai SNI 03-6819-2002. b. Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk terpisah. c. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan untuk laston (AC) adalah 10%. d. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu. Agar dapat memenuhi ketentuan mutu, batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. e. Agregat halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke AMP dengan menggunakan pemasok penampung dingin (cold bin feeds). yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat pecah halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik. 4

f. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.4. Standar uji agregat untuk kasar adalah: a. Penyerapan air b. Berat jenis c. Nilai setara pasir 4. Pengujian Bahan Pengisi (filler) Berikut adalah spesifikasi pengujian Filler: a. Bahan pengisi (filler) harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki. Ketentuan bahan pengisi ditunjukkan dalam Tabel 2.3. b. Debu batu (stone dust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan penyaringan sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No.200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75 % dari yang lolos saringan No.30 (0,600 mm) dan mempunyai sifat non plastis. 5. Campuran Aspal (Mix Design) a. Tahap persiapan. Pada tahap ini melakukan persiapan untuk semua alat dan bahan yang terkait dengan penelitian. b. Pemeriksaan bahan. Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap material penyusun, untuk mengetahui sifat dan karakteristik material yang akan digunakant. Pengujian ini meliputi pengujian agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) serta aspal. c. Mengumpulkan data hasil pengujian bahan yaitu agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) serta aspal. d. Menyiapkan data gradasi agregat kasar, agregat halus bahan pengisi (filler). 5

e. Rencana proporsi agregat tanpa menggunakan aditif Wetfix-BE campuran sesuai Tabel 2.7. f. Perhitungan perkiraan awal kadar aspal optimum (Pb) menggunakan Persamaan 2.1. Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K Dengan: Pb : kadar aspal optimum ( % ), CA : agregat kasar ( % ), FA : agregat halus ( % ), FF : filler ( % ), K : konstanta (kira-kira 0,5-1,0). g. Membuat perkiraan Nilai Pb sampai terdekat 0,5% pada hasil perhitungan. g. Membuat benda uji (mix design) atau briket beton aspal. Terlebih dahulu disiapkan agregat dan aspal sesuai jumlah benda uji yang akan dibuat. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum umumnya dibuat 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masingmasing berbeda 0,5%. Jika kadar aspal tengah adalah a %, maka benda uji dibuat untuk kadar aspal (a-1)%, (a-0,5)%, a %, (a+0,5)%, (a+1)%. Masing-masing kadar aspal dibuat dalam 5 variasi. i. Melakukan pengujian berat jenis. Benda uji terlebih dahulu ditimbang dalam keadaan kering, ditimbang dalam air dan dalam keadaan SSD atau kering permukaan. Melakukan perendaman terhadap benda uji di dalam water bath dengan suhu 60 C selama 30 menit. j. Melakukan pengujian Marshall untuk menetukan kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall, VIM, VMA,VFB. Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. k. Hitung rongga diantara VIM, VMA,VFA 6

l. Gambar Grafik hubungan antara Kadar Aspal dengan parameter Marshall meliputi kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall, VIM, VMA,VFB. m. Menentukan kadar aspal optimum (KAO). n. Membuat campuran aspal pada Kadar Aspal Optimum (KOA) dengan pemakain aditif Wetfix-BE. o. Melakukan pengujian Marshall, untuk menetukan kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall, VIM, VMA,VFA. Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. a. Menganalisis data dari hasil pengujian yang telah dilakukan. 3.4 Metode Analisis Data Metode Analisis data dilakukan dengan Metode Bina Marga menggunakan spesifikasi AC-WC dengan Metode Pengujian Marshall, Pengujian Marshall meliputi : analisa void yang terdiri dari VMA (Void Material Aggregate), VIM (Void in the Mix) dan VFB (Void Filled with Bitumen), dan MQ (Marshall Quotient). Menganalisa data dari pencatatan dan perhitungan-perhitungan dari pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan Metode Marshall Test, kemudian membuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. Dasar-dasar perhitungan yang digunakan dalam metode Marshall Test adalah sebagai berikut: 1. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Setelah didapatkan kedua macam berat jenis pada masing-masing agregat pada pengujian material agregat maka berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut : 7

a. Berat Jenis Kering Gsb tot agregat : Berat jenis kering agregat (gr), Gsb 1, Gsb 2, Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing agregat 1,2,..n (gr), P 1, P 2,. P n : Berat dari masing-masing agregat (gr). b. Berat Jenis Semu Gsb tot agregat : Berat jenis kering agregat gabungan (gr/cc), Gsb 1, Gsb 2, Gsbn : Berat jenis kering dari masingmasing agregat 1,2,3..n (gr/cc), P 1, P 2,. P n : Prosentase berat dari masing-masing agregat (%). 2. Berat Jenis Efektif Agregat Berat jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO T.209-90, maka berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus berikut yang biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum teoritis. 8

Gse : Berat jenis efektif (gr/cc), Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr), Pmm : Persen berat total campuran (%), Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%), Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%), Gb : Berat jenis aspal. Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini : Gse Gsb Gsa (gram). : Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity (gram), : Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity (gram), : Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity 3. Berat Jenis Maksimum Campuran Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Sebaliknya pengujian berat jenis maksimum dilakukan dengan benda uji sebanyak minimum dua buah (duplikat) atau tiga buah (triplikat). 9

Selanjutnya Berat Jenis Maksimum (Gmm) campuran untuk masingmasing kadar aspal dapt dihitung menggunakan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut: (%), Gmm : Berat jenis maksimum campuran (gram), Pmm : Persen berat total campuran (%), Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran Pb : Prosentase kadar aspal terhadap total campuran (%), Gse : Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity (gram), Gb : Berat jenis aspal (gram). 4. Berat Jenis Bulk Campuran Padat Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Gmb V bulk Wa : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gram). : Volume campuran setelah pemadatan (gram), : Berat di udara (gram). 5. Penyerapan Aspal 10

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut: Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%), Gsb : Berat jenis bulk agregat (gram), Gse : Berat jenis efektif agregat (gram), Gb : Berat jenis aspal (gram). 6. Kadar Aspal Efektif Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah : Pbe : Kadar aspal efektif, persen total campuran (%), Pb : Kadar aspal, persen total campuran (%), Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%), Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%). 7. Rongga di antara mineral agregat (Void in the Mineral Aggregat/VMA) 11

Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap campuran adalah dengan rumus berikut: a. Terhadap Berat Campuran Total VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total (%), Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr), Gsb : Berat jenis bulk agregat (gr), Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%). b. Terhadap Berat Agregat Total VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total (%), Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc), Gsb : Berat jenis bulk agregat (gr), Pb : Kadar aspal, persen total campuran (%). 12

8. Rongga dalam Caampuran (Void in the Campacted Mixture/VIM) Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut: VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume total (%), Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gram), Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gram). 9. Rongga udara yang terisi aspal (Voids Filled with Bitumen/VFB) Rongga terisi aspal (VFB) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut: VFB : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA (%), VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total (%), 13

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume total (%). 10. Stabilitas Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. Selain itu pada umumnya alat Marshall yang digunakan bersatuan Lbf (pound force), sehingga harus disesuaikan satuannya terhadap satuan kilogram. Selanjutnya nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka koreksi terhadap ketebalan atau volume benda uji. 11. Flow Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas seperti di atas Nilai flow berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow biasanya sudah dalam satuan mm (milimeter), sehingga tidak perlu dikonversikan lebih lanjut. 12. Hasil bagi Marshall Hasil bagi marshall / Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan kelelehan. Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: MQ MS MF : Marshall Quotient (kg/mm), : Marshall Stabilit (kg), : Flow Marshall (mm). 14

3.5 Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian dapat dilihat seperti Gambar 3.1. 15

Mulai Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Material Agregat Kasar & Sedang Abu-batu Aspal Pen 60/70 Memenuhi Spesifikasi Tidak Rancangan Proporsi Agregat Perkiraan Kadar Aspal Rencana Pb = 0.035 (%CA) + 0.045 (%FA) + 0.18 (%FF) + K Pembuatan 25 Buah Benda Uji dengan Variasi Kadar Aspal (5%; 5.5%; 6%; 6.5%; 7%) Uji Marshall Penentuan KAO Pembuatan 5 Buah Benda Uji tanpa Aditif & 5 Buah Benda Uji dengan Aditif Wetfix-Be 0.3% Uji Marshall pada KAO Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian 16