2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya pendidikan yang memadai dan

I. PENDAHULUAN. ekonomi di negara ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Peran dari pendidikan tersebut adalah sebagai sarana dalam. meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

P., 2015 PENGARUH PEMBERIAN TUNJANGAN PROFESI TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMPN SE-RAYON 03 KABUPATEN GARUT

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN RSBI MELALUI KUALIFIKASI DAN SERTIFIKASI GURU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013

KISI KISI UKG 2015 GURU BK/KONSELOR

ISU GENDER DAN SERTIFIKASI GURU VERSUS PRESTASI BELAJAR SISWA

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Marliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Menurut

PENDIDIKAN PROFESI GURU SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN

PEMETAAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN KONSELING DI PROVINSI BENGKULU. Oleh: Rita Sinthia, Anni Suprapti dan Mona Ardina.

TINGKAT PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB II TIJAUAN PUSTAKA

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

KISI-KISI UJI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU BIMBINGAN KONSELING (BK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun organisasi yang berorientasi pada laba, namun human assets-lah yang

BAB II KERANGKA TEORI

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo

STUDI MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU PENDIDIKAN DASAR DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan oleh pemerintah terus

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB li KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dalam tahap pembangunan masyarakat yang berencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

ISIAN PENILAIAN KINERJA GURU (PKG) BP/BK TAHUN 2014 (Diisi Oleh Kepala Sekolah)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berkomitmen untuk memasuki dan mengimplementasikan TIK dalam. bidang TIK serta melengkapi sarana dan infrastruktur TIK.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional). Pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report tahun 2011 menunjukkan bahwa

Oleh: Ilfiandra, M.Pd. Mubiar Agustin, M.Pd. Ipah Saripah, M.Pd.

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL (UKA) GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PK GURU BIMBINGAN DAN KONSELING/KONSELOR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM Disampaikan oleh HARTONO Program Studi BK FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI ERA DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja yang mempunyai. dapat mengikuti perkembangan zaman yang terjadi dengan cepat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ARAH PENGEMBANGAN MATERI KURIKULUM : Program Pendidikan Sarjana (S-1) BK Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karena

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, dan pantas untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. kontekstual dan relevan. Peran baru guru ini harus ditemukan karena

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

2015 ANALISIS KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU BAHASA DAERAH SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Standar Kompetensi Konselor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetitif. Dengan semakin berkembangnya era sekarang ini membuat kinerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Jati, Bandung, 1997, hlm

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan tuntutan dunia kerja yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.1 Menguasahi ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.1 Menguasahi ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya

GURU BERDEDIKASI YANG BERMARTABAT SIAP MENYUKSESKAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 DALAM MEWUJUDKAN GENERASI EMAS Pamungkas Stiya Mulyani, M.Pd.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

BAB I PENDAHULUAN. menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karena guru adalah the man behind the gun yang memungkinkan

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

I. PENDAHULUAN. Seorang guru memiliki peran utama dalam keberhasilan peserta didik

SERTIFIKASI PENDIDIK PERLU EVALUASI BERKALA. Oleh : Sukidjo Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah yang menjadi dasar pijakan peneliti melakukan penelitian, kemudian tujuan penelitian yang menjadi arah pada penelitian ini, selanjutnya berisi pertanyaan penelitian sebagai acuan peneliti untuk menemukan hasil penelitian dan terakhir memuat manfaat penelitian bagi pihak-pihak yang terkait terhadap hasil penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Hasil penelitian United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 2007 sebagaimana dikemukakan Ratih (2014) tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti. Indonesia memperoleh indeks 0,728 dan jika Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam penentuan komposit Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia yang rendah. Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Education 1

2 Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,3%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula. Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di Indonesia segera menjadi kenyataan dan diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan profesi guru sebagai batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan ini. Fenomena yang terkait dengan sertifikasi guru menurut Muslich (2007) guru sebagai tenaga pendidik yang sering disebut sebagai agent of learning (agen pembelajaran) menjadi sosok yang cenderung certificate-oriented bukan program-oriented, padahal hakikatnya sertifikasi yang merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dengan meningkatkan kualitas guru serta kesejahteraannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru dengan karakteristik yang dinilai kompeten. Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan

3 mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru yang baik kemudian diikuti dengan kesejahteraan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya juga bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. Menurut Naskah Dirjen P4TK Penjas dan BK (2007) dinyatakan manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut: 1) Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri; 2) Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini; 3) Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan; 4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Menurut Muslich (2007) kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara keseluruhan membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup: a. Penguasaan materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk memperifikasi dan memantapkan pemahaman konsep yang dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran; b. Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakteristik, tahaptahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapanya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam mengoptimalkan perkembangan dan pembelajaran;

4 c. Pembelajaran yang mendidik, yang terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapanya dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran; d. Pengembangan kepribadian profesionalisme, yang mencakup pengembangan intuisi keagamaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagaimana yang dikemukakan Setya (2011) mengenai dampak sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Setelah mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti hasilnya menunjukan bahwa peningkatan kinerja yang diharapkan dari guru yang sudah bersertifikat, seperti perubahan pola kerja, motivasi kerja, pembelajaran, atau peningkatan diri, dinilai masih tetap sama. Begitupun sejauh ini eksistensi bimbingan dan konseling di sekolah terus diuji untuk menunjukan kinerja terbaiknya. Guru bimbingan dan Konseling adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, artinya faktor penentu keberhasilan eksistensi layanan bimbingan dan konseling akan sangat bergantung pada kinerja professional yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah. Program sertifikasi yang sudah digulirkan diharapkan juga dapat meningkatkan kinerja professional guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling digambarkan sebagai suatu profesi yang memiliki standar kerja yang dapat menggambarkan kualitas yang harus dihasilkan berdasarkan struktur dan kualitas kerja yang sesuai dengan kode etik profesi sehingga guru bimbingan dan konseling tersebut dikatakan professional atau berkualitas dalam menjalankan pelayanannya. Sejauh ini penelitian yang menunjukkan bahwa program sertifikasi ternyata tidak memberi kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kinerja guru, khususnya dalam hal ini kinerja professional guru bimbingan dan konseling di sekolah. Beberapa penelitian yang ada dapat dijadikan indikator kualitas kepemilikan dan/atau penguasaan kemampuan guru bimbingan dan konseling di

5 lapangan. Hasil penelitian Murad (2005) tentang kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling di sekolah yang penyelenggaraan bimbingan dan konselingnya baik mencapai 72,89% (tinggi), tingkat performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling di sekolah yang kurang baik mencapai 67,23% (cukup), tingkat performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan non bimbingan dan konseling di sekolah yang bimbingan dan konselingnya kurang memadai hanya mencapai 59,46% (cukup cenderung rendah). Penurunan yang terjadi pada pencapaian persentase tingkat performansi aktualnya, 72,89% (tinggi) turun menjadi 67,23% (cukup), 66,48% (cukup) dan kemudian 59,46% (cukup cenderung rendah) memperkuat dukungan bahwa latar belakang pendidikan dan keadaaan penyelenggaraan bimbingan dan konseling memberikan urunan bagi pencapaian tingkat performance aktual kompetensi konselor professional. Penelitian Furqon dkk,. (2000, hlm. 97) menunjukkan secara keseluruhan skor kinerja professional guru pembimbing (guru BK) pada kelompok yang mendapat pelatihan penelitian tindakan masih tergolong rendah, terutama pada aspek dorongan dan upaya pengembangan diri, manajemen bimbingan dan konseling, disamping etika dan moral dalam berperilaku. Pernyataan temuan ini diperkuat oleh hasil penelitian Ilfiandra (2006, hlm. 22) menunjukkan bahwa umumnya kinerja konselor di sekolah-sekolah yang berada di Kabupaten Bandung berada pada kategori tidak memuaskan sebesar 64,28%. Penelitian Ihsan (2013, hlm. 122) menunjukkan gambaran umum kinerja guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Cimahi menurut pengawas, dari enam orang responden yang diteliti, satu orang responden diantaranya berada pada kategori amat baik, tiga responden pada kategori baik, satu responden pada kategori cukup, dan satu responden berada pada kategori sedang. Sedangkan gambaran umum kinerja Guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Atas Negeri di kota Cimahi menurut koordinator bimbingan dan konseling masing-masing sekolahnya,semua responden berada pada kategori amat baik.

6 Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kinerja sebagian guru bimbingan dan konseling masih menunjukkan kinerja professional yang kurang baik. Menurut Huda (2013) fenomena yang terjadi di sekolah sehubungan dengan kinerja profesional konselor adalah masih dijumpai konselor pada saat tahap perencanaan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling tanpa didahului kegiatan asesmen atau kegiatan mengidentifikasi aspekaspek kebutuhan peserta didik yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program bimbingan dan konseling.selain itu, banyak juga dijumpai di lapangan bahwa kinerja konselor sekolah hanya memenuhi tuntutan formal daripada memenuhi kebutuhan peserta didik. Konselor merasa sudah bekerja bila sudah memenuhi tuntutan formal yang berupa tugas-tugas administrasi seperti pengumpulan data dalam berbagai format. Dengan demikian tugas administrasi yang sebenarnya merupakan kegiatan pendukung untuk dapat melakukan layanan dengan baik, dianggap sebagai tugas utama. Keadaan di atas sesuai dengan penelitian Sugiharto (dalam Liya Husna: 2014, hlm. 4) mengenai permasalahan kinerja konselor sekolah menunjukkan bahwa konselor dalam mengelola layanan bimbingan dan konseling di sekolah masih bersandar pada paradigma bimbingan dan konseling sebagai layanan pendidikan yang lebih didasarkan pada tuntutan formal, sehingga konselor lebih dihayati sebagai pekerjaan administrasi. Fenomena lain yang terjadi adalah masih banyak guru bimbingan dan konseling tidak melakukan evaluasi terhadap program bimbingan dan konseling. Pada kenyataannya tidak banyak dijumpai guru bimbingan dan konseling yang memiliki instrumen yang valid atau alat evaluasi lainnya. Dengan demikian tingkat keberhasilan program bimbingan dan konseling tidak terukur, sehingga dampaknya adalah tidak terlaksana tindak lanjut maupun pengembangan program. Munculnya fenomena kinerja guru bimbingan dan konseling yang belum profesional dapat disebabkan oleh kondisi internal maupun kondisi eksternal guru bimbingan dan konseling. Kondisi internal guru bimbingan dan konseling antara lain kurangnya penguasaan tentang manajemen bimbingan dan konseling, rendahnya unjuk kerja guru bimbingan dan konseling dalam merealisasikan

7 program bimbingan dan konseling, hilangnya motivasi berprestasi atau kurangnya dorongan dari diri dan lingkungannya untuk mengadakan inovasi-inovasi. Sementara kondisi eksternal yang mempengaruhi kinerja guru bimbingan dan konseling salah satunya adalah pengalaman pendidikan. Pendidikan menjadi dasar seseorang dalam bertindak dan berperilaku yang disesuaikan dengan potensi kemampuan yang terbentuk pada saat mengikuti pendidikan formal di bangku sekolah ataupun pendidikan non formal. Hal tersebut juga sejalan dengan Amstrong dan Baron (1986) sebagaimana dikutip oleh Suswati (2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja diantaranya adalah faktor personal individual yang berdasarkan kemampuan/kecakapan. Kemampuan individu dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Sementara Mulyasa (2004) menyebutkan bahwa faktor yang erat hubungannya dengan produktifitas kerja salah satu diantaranya adalah pendidikan. Melalui pendidikan, kemampuan atau ability guru bimbingan dan konseling dapat terbentuk. Kemampuan guru bimbingan dan konseling terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill), artinya guru bimbingan dan konseling memiliki kemampuan yang dibawa sejak lahir jika ditambah dengan pendidikan yang memadai dan relevan maka akan dapat dengan terampil melaksanakan tugas sehari-hari sebagaimana tugas pokok dan fungsi yang diberikan kepadanya. Untuk meningkatkan kompetensi dalam rangka mewujudkan profesionalisme guru bimbingan dan konseling, selain dibutuhkan pendidikan formal terlebih dahulu yaitu sarjana Bimbingan dan Konseling, maupun melalui Pendidikan Profesi Guru bimbingan dan konseling (PPK), juga sangat membutuhkan pendidikan non formal. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Pasal 26 dijelaskan bahwa, pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Guru bimbingan dan konseling perlu mengikuti pendidikan non formal untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya diantaranya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, seminar dan semacamnya serta aktif mengikuti kegiatan Musyawarah

8 Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK). Kegiatan-kegiatan pendidikan non formal tersebut merupakan pendidikan yang mampu meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan sikap untuk memenuhi persyaratan dalam melaksanakan pekerjaan Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja guru bimbingan dan konseling yang sudah bersertifikat dan memiliki pendidikan formal yang relatif tinggi, disertai oleh pengalaman pendidikan non formal yang relatif banyak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Berdasarkan kompetensi profesional yang dituntut sebagai bahan penilaian guru bimbingan dan konseling di sekolah secara utuh saat ini yang dikeluarkan Kemdikbud RI tahun 2015 adalah: 1) menguasai konsep dan praksis penilaian (asesmen) untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, 2) menguasai kerangka teoritik dan praktik BK, 3) merancang program BK, 4) mengimplementasikan program BK yang komprehensif, 5) menilai proses dan hasil kegiatan BK, 6) memiliki Kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, dan 7) menguasai konsep dan praksis penelitian dalam BK. Mengingat luasnya kompetensi yang harus dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling maka penelitian ini difokuskan kepada guru bimbingan dan konseling yang sudah bersertifikat, menyangkut tiga komponen profesionalnya yaitu kemampuan need asesmen, kemampuan konseling individual dan konseling kelompok, serta evaluasi program pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Ketiga komponen di atas diteliti, karena peneliti memandang bahwa kemampuan need asesmen merupakan kompetensi yang paling penting sebelum guru bimbingan dan konseling membuat program, sehingga program layanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik. Kompetensi konseling individual maupun konseling kelompok yang dimiliki guru bimbingan dan konseling merupakan ciri khas profesionalitasnya, sehingga eksistensi implementasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah semakin diakui masyarakat penggunanya terutama peserta didik di sekolah. Kompetensi evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling menunjukkan tingkat akuntabilitas yang memiliki efek besar pada perbaikan dan tindak lanjut terhadap

9 program yang telah dilaksanakan sehingga menunjukkan kekuatan besar bagi keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Peneliti memandang ketiga aspek pada penelitian ini merupakan jantungnya pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang harus dilaksanakan secara profesional. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan pada penelitian ini adalah bagaimana guru bimbingan dan konseling bersertifikat melaksanakan kinerja profesionalnya pada kompetensi need asesmen, kompetensi konseling individual dan konseling kelompok serta pada kompetensi evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Analisis terhadap setiap kompetensi didasarkan teori dan standar kompetensi profesional yang direfleksikan oleh peneliti sehingga secara signifikan memberi implikasi bagi kebutuhan program peningkatan kinerja profesional guru bimbingan dan konseling yang menjadi subjek pada penelitian ini. 1.2 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kinerja guru bimbingan dan konseling yang bersertifikat khususnya pada kompetensi profesionalnya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendeskripsikan kemampuan guru bimbingan dan konseling melaksanakan need asesmen di sekolah. b. Mendeskripsikan kemampuan guru bimbingan dan konseling melaksanakan konseling individual dan konseling kelompok di sekolah. c. Mendeskripsikan kemampuan guru bimbingan dan konseling melaksanakan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah. d. Mendesain program pelatihan bagi guru bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kinerja profesional bimbingan dan konseling di sekolah. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

10 a. Seperti apakah kinerja guru bimbingan dan konseling bersertifikat melaksanakan need asesmen b. Bagaimanakah keterampilan guru bimbingan dan konseling bersertifikat melaksanakan konseling individual dan konseling kelompok di sekolah c. Bagaimanakah kinerja guru bimbingan dan konseling melaksanakan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah d. Program pelatihan profesional seperti apakah yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja guru bimbingan dan konseling 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Memperoleh gambaran/potret unjuk kinerja profesional guru bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya kemampuan need asesmen, konseling individual dan konseling kelompok serta kemampuan evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Gambaran di atas melahirkan desain program peningkatan kinerja profesional yang dibutuhkan oleh guru bimbingan dan konseling sehingga secara langsung menunjukkan eksistensi layanan bimbingan dan konseling di sekolah. b. Bagi sekolah Penelitian ini dapat memberikan gambaran dan data empiris unjuk kerja professional guru bimbingan dan konseling di sekolah, yang dapat ditindaklanjuti dengan berbagai program peningkatan kinerja profesional bagi peningkatan unjuk kinerjanya. c. Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan (alternatif pemecahan masalah) bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga sebagai pengambil kebijakan dalam upaya mengembangkan kinerja profesional guru bimbingan dan konseling di sekolah.

11