LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI XI/2 Tahun Anggaran 2004

dokumen-dokumen yang mirip
PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI

PERBAIKAN KETAHANAN GENETIK KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) TERHADAP CABMV DENGAN METODE BACKCROSS

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI XI/3 Tahun Anggaran 2005

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN DAN SELEKSI KETAHANAN GALUR-GALUR HARAPAN KACANG PANJANG UNIBRAW TERHADAP CABMV

SELEKSI GALUR-GALUR HARAPAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) UNIBRAW

EVALUASI DAYA WARIS SIFAT KETAHANAN KACANG PANJANG TERHADAP CABMV BERDASARKAN STRUKTUR KEKERABATAN ABSTRAK

LAPORAN INSENTIF RISET TERAPAN 2007

PENDUGAAN JUMLAH DAN MODEL AKSI GEN KETAHANAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) TERHADAP COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS.

UJI ADAPTASI KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) GALUR UNIBRAW

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIV/2 TAHUN ANGGARAN 2007

PROSEDUR PEMULIAAN KACANG PANJANG

PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS DAN BERDAYA HASIL TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PROSEDUR PEMULIAAN KACANG PANJANG

KERAGAMAN GENETIK POPULASI BULK F2, F3 DAN F4 KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis (L) Fruwirth) HASIL PERSILANGAN PS x MLG 15151

PENDUGAAN JUMLAH DAN PERAN GEN TOLERANSI KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) TERHADAP HAMA APHID

PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis (L). Fruwirth) TOLERAN HAMA APHID DAN BERDAYA HASIL TINGGI

PENDUGAAN JUMLAH DAN PERAN GEN TOLERANSI KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) TERHADAP HAMA APHID

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH KOMPETENSI

EVALUASI KERAGAMAN GENETIK TOLERANSI KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis (L). Fruwirth) TERHADAP HAMA APHID

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIV/3 TAHUN ANGGARAN 2008

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEK

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

TINDAK GEN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT KARAT (Pucinnia arachidis, Speg.) PADA KACANG TANAH GENE ACTION OF THE RUST DISEASE RESISTANCE IN GROUNDNUT

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

Agrivita 31 (1) : Pebruari 2009 ISSN :

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

"PEMBENTUKAN GALUR-GALUR HARAPAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L.Fruwirth) BERPOLONG UNGU " ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

THE ESTIMATION OF RESISTANCE GENES NUMBER AND GENETIC VARIABILITY OF YARD LONG BEANS (Vigna sinensis L.) TO YELLOW MOSAIC VIRUS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN HIBAH KOMPETENSI TAHUN KE-1 TAHUN ANGGARAN 2012

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN HIBAH KOMPETENSI TAHUN KE-2 TAHUN ANGGARAN 2013

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR HARAPAN TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) BERPOLONG UNGU

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN DELAPAN GALUR KACANG PANJANG (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) PADA DUA MUSIM TANAM

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

UJI KETAHANAN TERHADAP COWPEA MILD MOTTLE VIRUS PADA SEMBILAN BELAS POPULASI F 1 TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) HASIL PERSILANGAN DIALEL

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

Agrivet (2015) 19: 30-35

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK)

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

KACANG TUNGGAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

III. KEDELAI. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 5

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Vigna sinensis L.) bukan tanaman asli Indonesia. Plasma nutfah tanaman kacang

KACANG HIJAU. 16 Hasil Utama Penelitian Tahun 2013 PERBAIKAN GENETIK

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA VARIETAS KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata (L.))

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

HYPOMA1 DAN HYPOMA2 VARIETAS UNGGUL BARU KACANG TANAH TAHAN PENYAKIT DAUN DAN KEKERINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

V2K1 V3K0 V2K3 V2K2 V3K2 V1K3 V2K1 V2K0 V1K1

PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK)

AgroinovasI. Edisi 3-9 Januari 2012 No.3476 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

LAJU INFEKSI DAN KEHILANGAN HASIL TIGA VARIETAS KEDELAI AKIBAT INFEKSI Cowpea Mild Mottle Virus (CMMV)

KAJIAN KETERKAITAN ANTAR SIFAT KUANTITATIF KETURUNAN HASIL PERSILANGAN ANTARA SPESIES KACANG TUNGGAK DENGAN KACANG PANJANG

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

Prof..Dr. Ir. Kuswanto, MS Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

Kuswanto dan Budi Waluyo Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI XI/2 Tahun Anggaran 2004 PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI Oleh : Kuswanto dkk Dibiayai Proyek Pengkaijian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan Nomor : 024/P2IPT/DPPM/PHBL/III/2004 Direktorat Pembinaan dan Pengabdian pada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Oktober, 2004

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING A. JUDUL : PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI B. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap dan gelar : Dr. Ir. Kuswanto, MS b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Tk.I/III.D/131 789 886 d. Bidang Keahlian : Pemuliaan Tanaman e. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Budidaya Pertanian f. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya C. Tim Peneliti No Nama Bidang Keahlian Fakultas/ Jurusan/Lab PT/ Instansi 1. Dr.Ir. Astanto Kasno, APU Pemuliaan Pemuliaan Balitkabi 2. Dr.Ir. Lita Soetopo Ketahanan Pertanian/BP Unibraw 3. Prof.Dr.Ir. Tutung Hadiastono, MS Virologi Pertanian/HPT Unibraw D. Pendanaan dan Jangka Waktu Penelitian Jangka waktu Penelitian yang diusulkan : 3 tahun Biaya total yang diusulkan : Rp. 109.080.000,- Biaya yang disetujui tahun 2004 : Rp. 35.000.000,- Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Ttd Malang, 10 Oktober 2004 ttd Ketua Peneliti, Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS Dr. Ir. Kuswanto, MS NIP. 130 676 019 NIP. 131 789 886 Menyetujui : a/n Ketua Lembaga Penelitian Sekretaris Prof. Ir. I.N.G. Wardana, M.Eng., Ph.D. NIP. 130 286 308 2

PERAKITAN VARIETAS TANAMAN KACANG PANJANG TAHAN COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) DAN BERDAYA HASIL TINGGI (Kuswanto, Astanto Kasno, Lita Soetopo, Tutung Hadiastono, 2004) RINGKASAN Penyebab utama rendahnya produksi adalah penyakit mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). CABMV dapat menurunkan hasil sampai rata-rata 44%. Penelitian perakitan varietas kacang panjang bertujuan mendapatkan varietas unggul tahan penyakit mosaik dan berdaya hasil tinggi, yang segera dapat disebarkan ke masyarakat, dalam usaha mencukupi kebutuhan protein nabati dan serat alami yang murah dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, telah didapatkan nilai heritabilitas arti sempit ketahanan yang tinggi (>50%) dari populasi F2 hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167 sehingga berpeluang dilakukan perbaikan sifat ketahanan. HS dan PS adalah varietas unggul dengan potensi hasil tinggi namun tidak tahan terhadap CABMV sedangkan MLG15151 dan MLG15167 tahan terhadap CABMV, sehingga perbaikan sifat ketahanan dilakukan dengan metode silang balik. Penelitian dilaksanakan Universitas Brawijaya, mulai November 2003 sampai Oktober 2004. Bahan penelitian adalah 3 populasi silang balik hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167. Silang balik pertama dihasilkan populasi BC1. Populasi BC1 diseleksi dan disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC2. Populasi BC2 diseleksi dan disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC3. Populasi BC3 diseleksi dan disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC4. Populasi BC4 diseleksi dan hasil seleksinya dilakukan penyerbukan sendiri agar terjadi segregasi dan didapatkan galur-galur yang tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi. Pada penelitian berikutnya dilakukan seleksi terhadap galur-galur hasil penyerbukan sendiri untuk mendapatkan galur-galur unggul yang mempunyai ketahanan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi. Dari penelitian tahun kedua ini diperoleh 363 galur harapan yang mempunyai ketahanan terhadap CABMV dan daya hasil tinggi, dimana 101 galur berasal dari pasangan persilangan HS/MLG15151, 210 galur berasal dari pasangan persilangan HS/MLG15167 dan 42 galur berasal dari pasangan persilangan PS/MLG15167. Ketahanan setiap generasi silang balik telah diperoleh hasil yang sama pada semua populasi dan sesuai dengan teori yang ada. Daya hasil BC1 dan BC2 masih berbeda dengan tetua berulang, sedangkan pada BC3 dan BC4 telah mendekati dan tidak berbeda nyata dengan tetua berulang. Pada BC4 telah diperoleh populasi yang ketahanannya seperti tetua donor dan daya hasilnya seperti tetua berulang Universitas Brawijaya, Kontrak Nomor : 024/P2IPT/DPPM/PHBL/III/2004 3

BREEDING OF YARDLONG BEAN VARIETY FOR RESISTANT ON COWPEA APHID BORNE MOSAIC VIRUS (CABMV) AND HIGH YIELD POTENTIAL (Kuswanto, Astanto Kasno, Lita Soetopo, Tutung Hadiastono, 2004) SUMMARY Yardlong bean is valuable crop but its productivity was relatively low, i.e. 4,8 t/ha, so lower than its potential yield, 17,4 t/ha. Mosaic disease cause CABMV was main one in yardlong bean, inflicted a loss upon fresh pod in 44% in fact even fail to harvest. The final target of this research was the prime variety of yardlong bean with resistance on cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). The resistant varieties had high yield potential was needed at this time, as source of natural protein and fiber. The loss yield could be decreased, so fresh pod yield will be increased. At the previous experiment, gotten the narrow heritability on the three populations of F2, from HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 and PS/MLG 15167. They had high narrow heritability (>50%) in resistance on CABMV. It mean recommended to improve the resistance of HS and PS. HS and PS had high potential yield and then MLG15151 and MLG15167 had resistance to CABMV, so applied back cross method in plant breeding. The experiment was conducted at Brawijaya University, in November 2003-Oktober 2004. The matters were 3 back cross populations from HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 and PS/MLG 15167. The BC1 populations were gotten from first back crossing. The selected BC1 were crossed by recipient parents to get BC2. The selected BC2 were crossed by recipient parents to get BC3. The selected BC3 were crossed by recipient parents to get BC4. The selected BC4 were self crossed to get new lines had resistance to CABMV and high yield potential. They were selected at the further experiments. In the second year, it got 363 new promising lines had resistance to CABMV and high potential yield, 101 lines gotten from HS/MLG15151, 210 lines gotten from HS/MLG15167 and 42 lines gotten from PS/MLG15167. There was not difference of resistance to CABMV among back cross generations. There was difference of yield potential between BC1 and BC2 with recipient parents, but BC3 and BC4 had yield potential like the recipient parents do. The BC4 had resistance to CABMV like its donor parents, and had high yield potential like its recipient parents. (Brawijaya University, Contract Number : : 024/P2IPT/DPPM/PHBL/III/2004 4

PRAKATA Segala puji dan syukur ke hadirat Allah swt atas segala nikmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua tahap penelitian dan penulisan laporan ini. Penelitian dilakukan sejak November 2003 sampai Oktober 2004 di Universitas Brawijaya Malang, dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Penelitian Hibah Bersaing XI/2 tahun anggaran 2004. Sehubungan dengan telah selesainya penulisan laporan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas, sebagai pemberi dana. 2. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian yang telah memberikan bahan penelitian. 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya beserta staf 4. Dekan Fakultas Pertanian beserta staf 5. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian, Ketua Laboratorium Pemuliaan tanaman dan Ketua laboratorium Virologi beserta staf 6. Dr. Ir. Nur Basuki atas saran-saran yang diberikan Saran-saran dari pembaca akan jadi pertimbangan yang berharga demi kesempurnaan laporan ini. Namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi yang tertarik mempelajari. Malang, 10 Oktober 2004 Penulis 5

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL 7 DAFTAR LAMPIRAN 8 I. PENDAHULUAN 9 II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN I 12 2.1. Tujuan 12 2.2. Manfaat 12 III. TINJAUAN PUSTAKA 13 3.1. Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus 13 3.2. Kerugian yang Ditimbulkan 14 3.3. Pengendalian 14 3.4. Metode Silang Balik 20 IV. METODE PENELITIAN 22 4.1. Penelitian I 22 4.2. Penelitian II 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5.1. Penelitian I : Peningkatan mutu genetik ketahanan kacang 27 panjang melalui silang balik 5.1.1. Kegiatan 1 : Seleksi Ketahanan BC1 dan Silang Balik 28 Kedua 5.1.2. Kegiatan 2 : Seleksi Ketahanan BC2 dan Silang Balik 30 Ketiga 5.1.3. Kegiatan 3 : Seleksi Ketahanan BC3 dan Silang Balik 33 Keempat 5.1.4. Kegiatan 4 : Seleksi Ketahanan BC4 36 5.2. Penelitian II : Seleksi populasi hasil penyerbukan sendiri BC4 untuk ketahanan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi 40 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 42 6.1. Kesimpulan 42 6.2. Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 43 LAMPIRAN Hal 6

DAFTAR TABEL Nomor Hal 3.1. Hasil dan komponen hasil kacang panjang pada kondisi terserang hama dan penyakit (aphid dan CABMV) dan kontrol 3.2. Rata-rata tinggi tanaman, umur berbunga serta hasil dan sifat polong kacang panjang pada berbagai umur inokulasi CABMV 3.3. Pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV. Rumah kaca Balitan Malang MH 1990/1991 5.1. Hasil pengamatan pada populasi BC1 28 5.2. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga pada BC1 5.3. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC1 30 5.4. Hasil pengamatan pada populasi BC2 30 5.5. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga pada BC2 5.6. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC2 dengan tetua 32 5.7. Nilai hitung hasil uji beda antar populasi BC2 32 5.8. Hasil pengamatan pada populasi BC3 33 5.9. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga BC3 34 5.10. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC3 dengan tetua 34 5.11. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC3 35 5.12 Perbedaan hasil pengamatan antara BC2 dengan BC3 36 5.13 Hasil pengamatan pada populasi BC4 37 5.14 Persentase jumlah tanaman dengan skala serangan 0, 1 dan 2 pada BC4 5.15 Nilai t hitung hasil uji beda daya hasil antara populasi BC 4 dengan tetua 5.16 Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC4 38 5.17 Perbedaan hasil pengamatan antara BC3 dengan BC4 39 5.18 Nilai rata-rata dan standar deviasi skala serangan dan umur berbunga serta jumlah galur hasil seleksi 15 15 16 29 31 37 38 41 DAFTAR LAMPIRAN 7

Nomor Hal 1. Metode persilangan 46 2 Deskripsi varietas/ Galur 47 3 Foto-foto pelaksanaan penelitian 50 8

I. PENDAHULUAN Kacang panjang merupakan salah satu sumber protein nabati (19,3%), serat alami (17,7%) dan karbohidrat (60,66%) (Riana, 2000) yang murah dan biasa dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Kacang panjang juga merupakan bahan alami yang dapat membantu menyembuhkan penyakit diabetis mellitus (Heinerman, 1996). Produktivitas polong segar kacang panjang atau Vigna sesquipedalis (L). Fruwirth (Nenno, 2000) yang mampu dicapai petani di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 4,8 t/ha (Departemen Pertanian, 2002), sedang di Thailand mencapai 7,2 t/ha dan Australia 30 t/ha (Gallacher 1999). Sementara potensi hasil polong di tingkat penelitian dapat mencapai rata-rata 17,4 t/ha (Kasno dkk, 2000), Kebutuhan gizi ideal penduduk, memerlukan konsumsi sayuran sekitar 100 g/kapita/hari atau 7.632.000 t/tahun. Apabila kontribusi kacang panjang dalam komposisi sayuran mencapai 10%, maka diperlukan sekitar 763.200 t/tahun polong segar (Kuswanto, 2002). Produksi kacang panjang tahun 2000 baru mencapai 313.526 t polong segar (Departemen Pertanian, 2002), atau sekitar 41% dari total kebutuhan penduduk, sehingga produksi kacang panjang belum dapat memenuhi kebutuhan gizi ideal penduduk Indonesia. Peningkatan produktivitas kacang panjang dihadapkan pada masalah hama dan penyakit. Penyakit penting yang sering menurunkan produksi adalah mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). Virus mosaik dan hama aphid merupakan penyakit dan hama utama pada kacang panjang dan dapat menurunkan produksi sampai 60% (Mudjiono, 9

Trustinah dan Kasno, 1999) dimana sekitar 44% diantaranya disebabkan oleh CABMV. Apabila kerugian 44% akibat CABMV dapat diatasi, produksi kacang panjang di Indonesia diperkirakan dapat mencapai 85% dari total kebutuhan. Di tingkat petani, aplikasi pestisida 3-10 hari sekali hanya dapat mengendalikan hama kutu kacang, Aphis craccivora Koch, dan dapat mencegah kehilangan produksi sekitar 15,87% (Prabaningrum, 1996). Cara pengendalian ini dinilai kurang sehat apabila dikaitkan dengan dampak terhadap lingkungan, peningkatan resistensi patogen dan keengganan konsumen. Pengendalian terhadap potyvirus seperti CABMV dengan menggunakan varietas tahan dinilai paling efisien (Saleh dkk., 1993). Dengan varietas tahan, kehilangan hasil dan biaya pestisida dapat ditekan, aman terhadap lingkungan dan dapat mencegah residu pestisida pada manusia. Hasil penelitian Fery and Singh (1997) juga menunjukkan bahwa penggunaan ketahanan tanaman merupakan metode yang paling baik dalam pengendalian penyakit virus pada kacang tunggak. Upaya perakitan varietas tahan telah diawali dengan identifikasi genotipa sejak tahun MK 1996 terhadap 200 galur/varietas kacang panjang. Dari penelitian tersebut didapatkan 9 genotipa bereaksi tahan, 19 genotip bereaksi agak tahan, 4 genotipa agak rentan dan sisanya bersifat rentan. Genotipa-genotipa tahan ini merupakan sumber gen ketahanan dalam perakitan varietas unggul yang tahan terhadap CABMV (Balitkabi, 1998). Galur-galur tersebut telah mulai dimanfaatkan untuk kegiatan pemuliaan ketahanan (Kuswanto dkk, 2000; Kuswanto dkk, 2001). Galur yang terpilih sebagai calon tetua sumber gen ketahanan adalah MLG 15151 dan MLG 15167 (Kuswanto, 2002; Handayani, 2002). Dari hasil persilangan 2 galur tersebut 10

dengan Hijau Super (HS) dan Putih Super (PS), telah telah diperoleh informasi tentang dinamika dan fase ekspresif sifat ketahanannya (Kuswanto dkk, 2002a), pengaruh tetua betina (maternal effect) sifat ketahanan (Kuswanto dkk, 2002c), serta jumlah dan model aksi gen ketahanan (Kuswanto dkk, 2002b). Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, juga telah didapatkan nilai heritabilitas arti sempit untuk semua pasangan persilangan yang diuji. Semua populasi hasil persilangan berpeluang untuk dilakukan perbaikan sifat ketahanan. Populasi F2 hasil persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167 mempunyai nilai heritabilitas arti sempit yang tinggi (>50%) sehingga berpeluang dilakukan perbaikan sifat ketahanan. HS dan PS adalah varietas unggul dengan potensi hasil tinggi namun tidak tahan terhadap CABMV, sehingga perbaikan sifat ketahanan dilakukan dengan metode silang balik. Dari penelitian tahun ke dua ini diharapkan diperoleh galur-galur kacang panjang yang tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi. Melalui uji daya hasil dan uji adaptasi pada penelitian tahap ke tiga diharapkan akan diperoleh varietas unggul kacang panjang tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi dalam waktu satu tahun ke depan. Semua kegiatan penelitian dilaksanakan di Universitas Brawijaya. 11

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN II 2.1. Tujuan Penelitian tahun kedua bertujuan untuk mendapatkan galur-galur unggul tahan CABMV dan berdaya hasil tinggi melalui silang balik dengan tetuanya. Galur-galur yang diperoleh akan diuji daya hasilnya pada penelitian berikutnya. 2.2. Manfaat Hasil penelitian tahun II merupakan galur-galur yang telah memiliki sifat ketahanan terhadap CABMV dan daya hasil tinggi. Galur-galur ini merupakan calon varietas unggul yang akan diuji pada penelitian berikutnya. 12

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus Penyakit utama pada kacang panjang adalah mosaik yang disebabkan oleh cowpea aphid borne mosaic virus (CABMV). Hasil pengujian beberapa galur kacang panjang terhadap kompleks hama dan penyakit (Moedjiono, Trustinah dan A. Kasno, 1999) menunjukkan bahwa CABMV dan hama aphid merupakan penyebab penyakit dan hama utama yang menyerang kacang panjang. CABMV dilaporkan pertama kali oleh Lovisolo dan Conti tahun 1966. Nama lain CABMV adalah Moroccan cowpea aphid-borne mosaic virus atau South African passiflora virus. Virus ini merupakan penyebab penyakit mosaik yang telah tersebar di Afrika (Kenya, Uganda dan Nigeria, Maroko), Eropa (Italia dan Rumania) dan Asia (India, Iran, Jepang dan Cina). Serangan virus tersebut juga ditemukan di USA (Florida) dan daerah kawasan Pasifik Barat Daya (Bock and Conti, 1974; Brunt, 1994a; Brunt, 1994b), sehingga secara ekonomi, CABMV merupakan patogen yang sangat penting (Huguenot et al., 1997). Hasil survey Iwaki pada tahun 1975 di Indonesia menunjukkan bahwa CABMV juga telah ditemukan di Tegal, Bogor, Muneng, Mojosari dan Lumajang (Saleh dan Baliadi, 1998). CABMV penyebab penyakit mosaik termasuk kedalam potyvirus yang ditularkan secara non persisten oleh beberapa jenis aphid. Beberapa aphid yang bertindak sebagai vektor adalah Myzus persicae, Aphis craccivora, A.fabae, A.gossypii, A.medicaginis dan Macrosiphum euphorbiae (Bock and 13

Conti, 1974; Atiri and Thottappilly, 1984; Brunt, 1994a). CABMV tersebar ke berbagai tempat di dunia juga melalui penularan antar benih dan tanaman terinfeksi (Ndiaye et al., 1993). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan daun tanaman sakit (Atiri and Thottappilly, 1984; Hampton et al., 1997). Pada tanaman kacang panjang tingkat keparahan penyakit tergantung pada ketahanan varietas inang dan strain virus. Varietas yang tidak tahan akan mudah terserang dengan menampakkan gejala awal pada daun. Daun tanaman yang sakit terdapat gejala mosaik dengan warna hijau dan kuning berselang-seling yang sangat jelas. Terdapat warna hijau gelap di antara tulang daun (dark green vein-banding) atau klorosis interveinal (urat daun), distorsi daun, melepuh dan tanaman menjadi kerdil. Polong dan daun menjadi tidak berkembang, ukuran biji berkurang sehingga produksi secara keseluruhan menurun (Bock and Conti, 1974; Sulyo, 1984; Brunt, 1994a; Moedjiono dkk., 1999). Infeksi CABMV pada berbagai tingkat umur menghambat pertumbuhan generatif tanaman (Nurhayati, 1989). Infeksi pada awal pertumbuhan menyebabkan penurunan jumlah polong dan jumlah biji/tanaman masingmasing sebesar 91,39% dan 91,82 % (Sulyo, 1984). 3.2. Kerugian yang Ditimbulkan Moedjiono dkk (1999) melakukan penelitian tentang pengujian toleransi beberapa genotipa kacang panjang terhadap komplek hama penyakit. Pengamatan tersebut dilaksanakan pada bulan Januari-April 1998 di Malang. Pada penelitian tersebut, hama dan penyakit yang diamati adalah aphid dan CABMV yang mulai menyerang tanaman pada umur 3 minggu. Penampakan 14

visual tanaman kacang panjang yang diserang oleh CABMV adalah pertumbuhan yang tidak normal. Pengamatan terhadap hasil dan komponen hasil kacang panjang yang terserang CABMV dan hama aphid terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Hasil dan komponen hasil kacang panjang pada kondisi terserang hama dan penyakit (aphid dan CABMV) dan kontrol (Moedjiono dkk, 1999) No. Sifat yang Diamati Kondisi Dilindungi Rata-rata terserang Insektisida 1 Umur berbunga (hst) 35 34 34,5 2 Umur masak (hst) 47 45 46 3 Panjang polong (cm) 37 42 39,5 4 Jumlah polong/tanaman 4 14 9 5 Persentase polong rusak 6 5 5,5 6 Berat 100 biji (g) 16,3 17,6 16,9 7 Jumlah biji/polong 14 17 15,5 8 Hasil polong segar (t/ha) 2,1 7,1 4,6 9 Ragam genetik 1,83 4,41 10 Heritabilitas (%) 78 82 11 Harapan kemajuan seleksi 10% 2,11 3,34 Penelitian lain (Nurhayati, 1989) menguji kerentanan berbagai umur kacang panjang terhadap CABMV. Inokulasi CABMV dilakukan pada umur 7, 14, 21, 28 dan 35 hari. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa infeksi CABMV pada berbagai tingkat umur ternyata tidak menghambat pertumbuhan vegetatif, tetapi menghambat pertumbuhan generatif tanaman. Makin muda tanaman terinfeksi, makin lama umur mulai berbunganya (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Rata-rata tinggi tanaman, umur berbunga serta hasil dan sifat polong kacang panjang pada berbagai umur inokulasi CABMV (Nurhayati, 1989) Umur inoku Tinggi tana Umur berbu Hasil dan Sifat Polong 1) lasi (hst) man (m) 2) nga (hst) Jumlah Jumlah biji/ Panjang po Bobot segar polong polong long (cm) polong (g) 7 3,04 42,2 a 3,0 a 9,57 26,03 8,24 3) 14 2,86 37,2 c 3,8 ab 9,10 27,32 8,37 21 3,09 36,2 c 3,4 a 10,73 29,53 9,70 28 3,05 38,0 bc 4,0 ab 8,23 24,30 7,53 35 2,67 39,8 b 4,6 b 10,40 28,89 10,29 Kontrol 3,33 36,4 c 4,6 b 10,83 28,09 10,63 15

Pada tanaman kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) serangan CABMV menyebabkan pengurangan tinggi tanaman 0,8-41,9 %, berat brangkaan (11,4-39,5%), jumlah polong 8,7-26%, berat biji/tanaman dan berat 100 biji 3,3-22,6 % dan jumlah biji/tanaman (7-20,6%). Apabila tanaman terinfeksi pada umur lebih muda, penurunan hasil menjadi lebih besar. Tabel 3.3. menunjukkan pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV (Saleh dkk., 1993). Tabel 3.3. Pengurangan hasil tiga varietas kacang tunggak yang terinfeksi CABMV. Rumah kaca Ballitan Malang MH 1990/1991 (Saleh dkk., 1993) Perlakuan Pengurangan (%) Jumlah polong/tan Jumlah biji/tanaman Berat biji/tanaman Berat 100 biji Varietas Harapan 26,04 20,65 39,46 22,56 No. 202 20,73 7,13 32,30 17,52 IT 82E-16 19,77 9,73 28,99 11,43 Saat Inokulasi 10 hst 38,27 15,88 51,72 28,91 20 hst 24,19 14,59 41,95 22,68 30 hst 17,49 12,56 29,20 13,73 40 hst 8,76 6,97 11,44 3,35 Infeksi CABMV pada varietas yang tahan juga menyebabkan berkurangnya jumlah polong per tanaman. Hasil penelitian Kuswanto (2002) menunjukkan bahwa varietas Putih Super yang terserang penyakit mosaic hanya mempu menghasilkan 9-10 polong per tanaman. Pada kondisi sehat varietas tersebut dapat menghasilkan lebih dari 50 polong per tanaman. 3.3. Pengendalian Aspek patologi pada tanaman sayuran bukan hanya terjadi pada masa pertumbuhan. Sejak benih sampai pasca panen umumnya rawan oleh serangan patogen. Pengalaman menunjukkan bahwa sampai saat ini hampir 16

tidak mungkin meninggalkan pestisida dalam penanggulangan penyakit tanaman. Penggunaan pestisida sering berlanjut sampai saat sayuran diangkut atau dipasarkan untuk pengendalian penyakit pasca panen. Pengendalian penyakit tanaman sering bersifat pencegahan sehingga ada atau tidak ada penyakit, pestisida tetap digunakan dan sangat beralasan apabila residunya meningkat. Pada musim penghujan, dimana penggunaan pestisida lebih banyak dan jenisnya bermacam-macam, dapat menimbulkan pencemaran baik pada produk maupun lingkungan (Duriat, 1999). Untuk penyakit mosaik yang infeksinya melalui vektor hama, pengendalian menjadi lebih kompleks. Patogen penyebab penyakit tersebut bukan hanya berperan dan merugikan pada pertanaman dan hasil panen, namun juga dapat tetap tinggal pada benih calon tanaman (Semangun, 1989). Strategi pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan menurunkan laju infeksi penyakit. Penurunan tersebut antara lain dengan penggunaan varietas tahan penyakit dan protektan (Triharso, 1996). Ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit merupakan kemampuan tanaman untuk mengurangi kerusakan secara umum yang diakibatkan oleh serangan hama atau penyakit (Sumarno, 1992). Secara alamiah kacang panjang mempunyai ketahanan tertentu terhadap penyakit, yaitu ketahanan yang dikendalikan oleh gen-gen. Perkembangan gen ketahanan terjadi sebagai hasil evolusi tanaman inang dan patogen yang telah berlangsung lama dan dapat terbentuk banyak tanaman dengan tingkat ketahanan yang beragam. Pada tanaman yang telah mengalami penggaluran, keragaman tersebut semakin tinggi sehingga dapat diseleksi untuk mendapatkan genotipa yang tahan (Triharso, 1996). Dari 17

genotip tahan dapat dipelajari dan dievaluasi sebagai informasi awal dalam kegiatan perbaikan ketahanan tanaman. Seleksi yang dilaksanakan oleh Balitkabi (1998) telah dapat menghasilkan beberapa genotipa kacang panjang dengan reaksi ketahanan terhadap CABMV yang berbeda, yaitu tahan, agak tahan, agak rentan dan rentan. Dari genotipa tahan dan agak tahan dapat dipelajari dan dievaluasi sebagai informasi awal dalam kegiatan perbaikan ketahanan tanaman terhadap penyakit mosaik yang disebabkan oleh CABMV. Varietas tahan terhadap CABMV dapat dirakit dari galur-galur dan hasil seleksi yang mempunyai sifat ketahanan. Ketahanan tanaman merupakan metode yang paling baik dalam pengendalian penyakit virus pada kacang tunggak (Fery and Singh, 1997). Penggunaan kacang panjang varietas tahan terhadap hama aphid tidak dapat menekan perkembangan CABMV, karena transmisi CABMV tidak hanya melalui aphid (Atiri and Thottappilly, 1984). Menurut Saleh dkk. (1993) penggunaan varietas tahan perhadap infeksi CABMV dan benih sehat merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit CABMV. Varietas tahan/toleran terhadap penyakit (Moedjiono dkk., 1999) adalah salah satu komponen stabilitas hasil varietas kacang panjang. Dengan tersedianya varietas unggul yang memiliki toleransi baik terhadap penyakit, maka kehilangan hasil dan biaya produksi dapat ditekan, serta aman terhadap kelestarian lingkungan. Toleransi (Smith, 1989) merupakan salah satu tipe ketahanan yang dicirikan dengan hadirnya penyakit namun kerugian yang ditimbulkan minimal. Untuk perakitan varietas tahan CABMV, diperlukan informasi tentang genetika ketahanan tanaman yang dapat diketahui melalui parameterparameter genetiknya. Genetika sifat ketahanan antara lain terpusat pada 18

kajian terhadap keragaman genetik sifat ketahanan. Banyaknya komponen varian sama dengan banyaknya komponen nilai, sehingga varian genotip adalah varian dari nilai genotipa (Soemartono dan Nasrullah, 1988). Ekspresi fenotipa ketahanan terhadap CABMV merupakan jumlah pengaruh genetik ketahanan, deviasi oleh lingkungan dan interaksi antara genotipa dengan lingkungan. Pengaruh genetik ketahanan adalah nilai yang paling penting dalam ekspresi fenotipa karena dipelajari sebagai informasi tentang genetika sifat ketahanan. Parameter genetik ketahanan merupakan ukuran dari sifat-sifat genetik yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pada program pemuliaan ketahanan. Dua laporan penelitian tentang ketahanan terhadap penyakit mosaik (Melton et al., 1987; Outtara and Chambliss, 1991) menyimpulkan bahwa ketahanan kacang tunggak terhadap blackeye cowpea mosaic virus dikendalikan oleh gen tunggal dominan. Penelitian Patel et al. (1982) mempelajari pewarisan imunitas dan ketahanan kacang tunggak terhadap CABMV strain Tanzania. Diperoleh hasil bahwa sifat imunitas dikendalikan oleh gen tunggal resesif dan gen-gen modifier, sedang sifat ketahanan dikendalikan oleh gen dominan sebagian. Penelitian Saleh dkk. (1993) terhadap terhadap kacang tunggak telah diperoleh informasi varietas yang berreaksi lebih tahan terhadap CABMV, namun tidak dipelajari jumlah dan peran gennya. Analisis peran gen tersebut didasarkan dari pengamatan atau pengukuran fenotip. Peran gen dapat bersifat aditif, dominan dan epistasi sehingga varian genetik juga dapat berupa varian aditif, varian dominan dan varian epistasi. Pengetahuan peran gen diperlukan dalam akurasi penentuan metode seleksi. Apabila peran gen suatu 19

sifat diketahui aditif (Basuki, 1995), maka seleksinya tidak tepat diarahkan kepada pembentukan hibrida. Pembentukan hibrida dapat akurat apabila peran gen diketahui dominan atau over dominan. 3.4. Metode Silang Balik Untuk memperbaiki varietas yang sudah memiliki banyak sifat baik namun kurang dalam sifat ketahanan terhadap penyakit, dapat dilakukan dengan metode silang balik. Hijau Super dan Putih Super adalah dua varietas kacang panjang yang mempunyai hasil tinggi namun keduanya rentan terhadap CABMV (Kuswanto, 2002), sehingga dapat dilakukan silang balik. Metode pemuliaan silang balik menggunakan serangkaian silang balik pada varietas yang diperbaiki ketahanannya dengan galur lain yang tahan. Galur tahan kacang panjang yang dapat digunakan sebagai tetua donor adalah MLG 15151 dan MLG 15167. Berdasarkan hasil pengujian, kedua galur tersebut mempunyai reaksi ketahanan terhadap CABMV (Kuswanto, 2002). Sifat ketahanan yang dipindahkan melalui silang balik harus mempunyai nilai heritabilitas tinggi (Poespodarsono, 1988). Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama, telah didapatkan nilai heritabilitas arti sempit untuk semua pasangan persilangan yang diuji. Pasangan persilangan HS/MLG 15151, HS/MLG 15167 dan PS/MLG 15167 mempunyai nilai heritabilitas arti sempit yang tinggi (>50%) sehingga berpeluang dilakukan perbaikan sifat ketahanan (Kuswanto dkk, 2004). Setiap generasi silang balik perlu dilakukan seleksi yang ditujukan pada sifat baru yang ditambahkan agar tetap terpelihara dan sifat-sifat baik dari tetua penerima tidak mengalami perubahan (Kasno, 1992). Pelaksanaan seleksi 20

pada metode silang balik tergantung pada gen yang mengendalikan sifat ketahanannya. Metode silang balik untuk sifat ketahanan yang dikendalikan oleh gen dominan berbeda dengan metode silang balik untuk gen resesif. Hasil penelitian Kuswanto dkk (2002b) diperoleh hasil bahwa sifat kerentanan kacang panjang terhadap CABMV ditentukan oleh gen resesif rangkap. Tanaman menjadi rentan dengan adanya gen resesif, tt, rr, atau dua pasang gen resesif bersama sama. Gen-gen resesif tersebut bersifat saling epistatis dan komplementer. Sebaliknya, tanaman menjadi tahan apabila tidak terdapat sepasang gen resesif tt, rr atau tidak hadir bersama-sama. Pasangan gen resesif tt adalah epistatis terhadap R dan r, sedang pasangan rr epistatis terhadap T dan t. Apabila hanya ada satu gen dominan (T.rr atau R.tt) atau tidak ada gen dominan (ttrr), tanaman menjadi rentan. Pada tanaman tahan akan terdapat gen dominan T dan gen dominan R bersama-sama (T.R.) dalam genotip atau dengan kata lain sifat ketahanan ditentukan oleh gen dominan T dan R yang hadir bersama-sama. Dengan demikian metode silang balik yang digunakan untuk perbaikan sifat ketahanan sesuai gen dominan yang mengendalikan sifat ketahanan. Hasil seleksi pada setiap generasi silang tidak perlu disegregasikan, tetapi langsung dilakukan silang balik untuk tahap berikutnya. Pada akhir silang balik, gen-gen yang tidak serupa dengan semua gen lainnya menjadi heterosigot. Persilangan sendiri pada populasi heterosigot akan dihasilkan homosigitas pada pasangan gen tersebut (Kasno, 1992). Seleksi terhadap hasil penyerbukan sendiri akan diperoleh galur-galur unggul yang mempunyai sifat tahan perhadap CABMV namun mempunyai daya hasil yang tinggi seperti tetua penerima. 21

IV. METODE PENELITIAN Penelitian I : Peningkatan mutu genetik ketahanan kacang panjang melalui silang balik Tujuan : Untuk mendapatkan populasi BC4 sebagai calon varietas baru yang tahan terhadap CABMV dan berhaya hasil tinggi Bahan Metode : Populasi F1 hasil persilangan HS/MLG15151, HS/MLG15167, PS/MLG15167, tetua Hijau Super (HS) dan Putih Super (PS) Berdasarkan penelitian Kuswanto dkk (2002b), adanya gen resesif rangkap menyebabkan kerentanan dan ketahanan dikendalikan oleh gen dominan. Dengan demikian metode silang balik disesuaikan dengan gen dominan. Rancangan silang balik untuk pasangan HS/MLG15151 dikerjakan sebagai berikut : Persilangan tetua HS / MLG 15151 Silang balik pertama F1 / HS Silang balik ke dua BC1 / HS seleksi ketahanan Silang balik ke tiga BC2 / HS seleksi ketahanan Silang balik ke empat BC3 / HS seleksi ketahanan seleksi ketahanan BC4 Rancangan silang balik tersebut juga dikerjakan untuk pasangan persilangan yang lain. 22

Prosedur : Untuk mendapatkan BC4 dilakukan dengan 4 kali tanam dan 4 kali persilangan. Galur MLG 15151 dan MLG 15167 sebagai tetua donor (D), sedang Hijau Super (HS) dan Putih Super (PS) sebagai tetua penerima/berulang (R). Secara rinci pelaksanaan silang balik adalah sebagai berikut : - Pada silang balik pertama, F1 disilangkan dengan R untuk mendapatkan populasi BC1. F1 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. - Populasi BC1 diseleksi ketahanan terhadap CABMV dan daya hasilnya untuk memilih tanaman yang tahan dan daya hasil tinggi. Pada umur 2 minggu dilakukan inokulasi mekanis dengan mengoleskan sap (cairan perasan daun sakit) pada permukaan atas daun termuda yang telah membuka penuh, yang sebelumnya telah ditaburi karborundum 600 mesh (Noordam, 1973). Sumber inokulum telah tersedia di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Universitas Brawijaya (Kuswanto dkk, 2001) dan selalu dipelihara selama penelitian berlangsung. Inokulan disiapkan dengan cara menumbuk halus 10 g daun terinfeksi, ditambah 100 ml larutan buffer fosfat ph 7 0,01 M dengan perbandingan 1:5 (b/v) kemudian disaring (Nurhayati, 1989; Trustinah, 1999). Tanaman BC1 yang terseleksi, tahan CABMV dan daya hasil tinggi disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC2. Tetua BC1 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. - Populasi BC2 diseleksi ketahanan terhadap CABMV dan daya hasilnya. Tanaman hasil seleksi disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC3. Tetua BC2 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. - Populasi BC3 diseleksi ketahanan terhadap CABMV dan daya hasilnya. Tanaman hasil seleksi disilangkan dengan tetua R untuk mendapatkan BC4. Tetua BC3 sebagai betina dan R sebagai tetua jantan. Populasi BC4 sudah 23

mengandung kembali 93,75% gen R. Gen yang mengendalikan ketahanan adalah gen mayor monogenik (Kuswanto, 2002b), sehingga siklus silang balik bisa lebih cepat. - Pada akhir kegiatan, BC4 diseleksi ketahanan dan daya hasilnya kemudian dikawinkan sendiri sehingga terjadi segregasi dan diseleksi ketahanannya pada penelitian 2. Pengamatan Analisis data : Skala gejala serangan, umur berbunga dan daya hasil (jumlah polong, bobot polong, panjang polong) dilakukan pada semua populasi. - Uji t terhadap umur berbunga dan daya hasil dilakukan antara BC n dengan tetua penerima (berulang). Pada praktek di lapang, dimungkinkan diperoleh jumlah tanaman ulangan yang tidak sama. Apabila ulangan tidak sama digunakan uji t untuk ulangan tidak sama - Uji t untuk menguji beda ketahanan dan daya hasil populasi BC n antar pasangan persilangan (Sudjana, 2002). Apabila ulangan tidak sama, digunakan uji t untuk ulangan tidak sama. t hitung = s p ( x 1 x ) (1/ n ) + (1/ n ) 1 2 2 dimana 2 s p = ( n 1 2 1) s1 + ( n2 1) s n + n 2 1 2 2 2 Pengamatan skala serangan dan daya hasil digunakan sebagai indikator untuk memilih tanaman BC n yang akan disilangkan dengan tetua penerima. Berdasarkan hasil penelitian Kuswanto (2002) tanaman tahan akan diperoleh skala serangan 0, sedang tanaman agak tahan (skala 1), agak rentan (skala 2) dan rentan (skala 3). Cara penilaian gejala serangan adalah sebagai berikut : 24

No Gejala serangan Skala 1. Tanaman tidak bergejala, yaitu individu tanaman tampak sehat 2. Gejala ringan, yaitu daun klorosis, urat daun yang halus menguning 3. Gejala sedang, yaitu daun berwarna belang hijau pucat tetapi tidak terjadi perubahan bentuk daun 4. Gejala berat, yaitu tulang daun berwarna kuning sehingga daun terlihat menguning atau berwarna belang hijau pucat dan keriput atau terjadi perubahan bentuk daun. Jumlah daun yang berubah bentuk 1-3 lembar 5. Sama seperti nomor 4, jumlah daun yang berubah bentuk lebih dari 3-5 lembar atau ukuran tanaman lebih kecil 6. Sama seperti nomor 4, jumlah daun yang berubah bentuk lebih dari 5 lembar atau tanaman menjadi kerdil 0 1 2 3 4 5 Percobaan II : Seleksi populasi hasil penyerbukan sendiri BC4 untuk ketahanan terhadap CABMV dan daya hasil tinggi Tujuan : Untuk mendapatkan galur-galur unggul tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi Bahan : Seluruh populasi BC4 yang berasal dari pasangan persilangan HS/MLG15151, HS/MLG15167 dan PS/MLG15167. Metode Seleksi massa untuk ketahanan terhadap CABMV Prosedur : Percobaan 4 terdiri atas 2 kali tanam. Penanaman pertama adalah penyerbukan sendiri populasi BC4 dan penanaman kedua adalah pelaksanaan seleksi ketahanan terhadap CABMV. - Populasi BC4 di tanam di lapangan dan dibiarkan menyerbuk sendiri. Dengan penyerbukan sendiri akan terbentuk tanaman-tanaman yang mempunyai gen ketahanan homosigot dominan, heterosigot dan homosigot resesif. - Benih hasil panen di tanam bersama, untuk dilakukan seleksi ketahanan terhadap CABMV dan daya hasil tinggi. Tetua donor (MLG15151 dan MLG15167) dan tetua penerima (HS dan PS) juga ditanam. - Pada umur 2 minggu dilakukan inokulasi mekanis terhadap populasi hasil penyerbukan sendiri dengan mengoleskan 25

sap (cairan perasan daun sakit) pada permukaan atas daun termuda yang telah membuka penuh, yang sebelumnya telah ditaburi karborundum 600 mesh (Noordam, 1973). - Tanaman-tanaman yang terpilih dari masing-masing populasi adalah yang penampilannya mirip dengan tetua penerima, namun ketahanannya mirip tetua donor. Tanaman tahan akan mempunyai skala serangan 0. - Benih dari tanaman-tanaman hasil seleksi dipanen dan merupakan galur unggul baru yang tahan CABMV dan berdaya hasil tinggi. Pengamatan : Skala serangan, umur berbunga, daya hasil (jumlah polong, bobot polong, panjang polong) Analisis data : Analisis uji beda menggunakan uji t seperti percobaan ke 3 (Sudjana, 2002). Terdapat dua uji beda, yaitu : - Uji beda umur berbunga dan daya hasil antara tanaman terseleksi dengan tetua penerima. - Uji beda ketahanan antara tanaman terseleksi dengan tetua donor. 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan penelitian tahun kedua meliputi empat siklus silang balik terhadap tiga pasangan persilangan, seleksi ketahanan populasi BC4 dan seleksi populasi hasil penyerbukan sendiri BC4 untuk pembentukan galur-galur tahan. Sifat ketahanan terhadap CABMV dikendalikan oleh gen dominan (Kuswanto, 2002b), sehingga metode silang balik mendasarkan pada gen dominan. Target akhir silang balik adalah galur yang penampilan dan potensinya seperti induk betina HS atau PS, tetapi mempunyai ketahanan terhadap CABMV seperti tetua jantan MLG 15151 atau MLG 15167. 5.1. Penelitian I. Peningkatan mutu genetik ketahanan kacang panjang melalui silang balik Penelitian pertama meliputi 5 kali penanaman yang terdiri atas 4 kegiatan silang balik dan 1 kali seleksi ketahanan BC4. Kegiatan silang balik pertama telah dilakukan pada tahun pertama, sedang silang balik kedua sampai ke empat dilakukan pada tahun ke dua. Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama telah diketahui bahwa pasangan persilangan yang perlu dilakukan silang balik adalah HS/MLG15151, HS/MLG15167, dan PS/MLG15167 (Kuswanto dkk., 2003). Dari silang balik tersebut, masing-masing dihasilkan populasi BC1. Populasi BC1 diseleksi ketahanannya terhadap CABMV dan daya hasil, kemudian hasil seleksinya disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC2. Populasi BC2 diseleksi ketahanannya terhadap CABMV dan daya hasil, kemudian hasil seleksinya disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC3. Populasi BC3 diseleksi ketahanannya terhadap CABMV dan daya hasil, 27

kemudian hasil seleksinya disilangkan kembali dengan tetua berulang untuk mendapatkan populasi BC4. Populasi BC4 diseleksi ketahanannya terhadap CABMV dan daya hasil, kemudian hasil seleksinya dilakukan penyerbukan sendiri agar terjadi segregasi dan didapatkan galur-galur yang tahan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi. Hasil seleksi terhadap galur-galur hasil penyerbukan sendiri tersebut adalah galur-galur unggul yang mempunyai ketahanan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi. Hasil yang diperoleh dari rangkaian kegiatan silang balik, seleksi dan penyerbukan sendiri populasi BC4 disajikan secara berurutan pada tabel-tabel dibawah. 5.1.1. Kegiatan 1 : Seleksi Ketahanan BC1 dan Silang Balik Kedua Silang balik pertama telah dilakukan antara F1 dengan tetua berulang R untuk menghasilkan BC1. Pada kegiatan ini dilakukan seleksi ketahanan dan daya hasil BC1 untuk pembentukan BC2. Silang balik kedua dilakukan antara BC1 dengan tetua berulang R untuk menghasilkan BC2. Pengamatan skala serangan CABMV, umur berbunga dan daya hasil dari BC1 diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil pengamatan pada populasi BC1 Pasangan Persilangan Intensitas Serangan (%) Skala serangan Umur Berbunga (hari) Jumlah Polong Bobot/ Polong (g) Panjang Polong (cm) HS/MLG15151 17,32 (AT) 0,37 ± 0,66 41,18 ± 1,39 12,15±2,18 14,05±2,17 54,38±6,45 HS/MLG15167 23,07 (AT) 0,50 ± 0,81 40,68 ± 0,98 10,97±1,501 15,32±2,96 48,19±4,93 PS/MLG15167 17,69 (AT) 0,58 ± 0,85 43,02 ±1,53 13,52±1,301 12,85±2,05 59,04±3,52 Keterangan : AT : agak tahan, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa semua populasi BC1 mempunyai intensitas serangan CABMV kurang dari 30%, sehingga termasuk dalam kriteria agak tahan. BC1 hasil persilangan HS/MLG15151 mengalami skala serangan 28

paling rendah dari yang lain dan tanaman yang mempunyai skala serangan 0 juga lebih banyak dari yang lain (Tabel 5.2.). MLG 15151 merupakan galur tetua yang paling tahan dari yang lain (Kuswanto, 2002), sehingga hasil persilangannya juga lebih tahan dari yang lain. Tabel 5.2. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga pada BC1 Pasangan Persilangan Tanaman Terseleksi (%) Umur Berbunga (hari) HS/MLG15151 74 40,56 HS/MLG15167 58 40,24 PS/MLG15167 44 42 Keterangan : HS:Hijau Super, PS:Putih Super Variabel umur berbunga dan daya hasil pada BC1 belum dapat dievaluasi secara tegas, karena sifat-sifat tetua berulang yang dikembalikan baru mencapai 75% (Poespodarsono, 1988). Dengan demikian, umur berbunga dan daya hasil juga belum dibandingkan dengan tetua berulang. Pembandingan variabel pengamatan dilakukan antar populasi BC1. Hasil uji t terhadap skala serangan, umur berbunga dan daya hasil BC1 antar pasangan persilangan terlihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC1 Pasangan yang diuji Skala Serangan Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong BC1(1) Vs BC1(2) 0,61 1,61 0,01 0,52 BC1(1) Vs BC1(3) 11,64** 84,98** 2,07 0,43 BC1(2) Vs BC1(3) 1,43 19,65** 1,21 2,67* Keterangan : BC1(1):HS/MLG15151, BC1(2):HS/MLG15167, BC1(3):PS/MLG15167, * : berbeda nyata, ** : berbeda sangat nyata Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa antara BC1 dari pasangan persilangan HS/MLG15151 dengan PS/MLG15167 sudah terjadi perbedaan nyata skala serangan dan umur berbunga. Hasil ini disebabkan oleh perbedaan tetua 29

beserta sifat-sifat yang dimilikinya. Dari hasil penelitian sebelumnya (Kuswanto, 2002), MLG15151 lebih tahan terhadap CABMV dan mempunyai umur berbunga lebih cepat dari MLG15167. Perbedaan tersebut juga menyebabkan perbedaan jumlah tanaman yang mempunyai gejala serangan dari masing-masing pasangan persilangan. Dari tiga populasi BC1 telah diseleksi tanaman yang mempunyai skala serangan 0 atau tidak menunjukkan gejala serangan. Persentase jumlah tanaman terseleksi beserta umur berbunganya terlihat pada Tabel 5.2. Pada tanaman hasil seleksi dilakukan silang balik untuk pembentukan BC2 5.1.2. Kegiatan 2 : Seleksi Ketahanan BC2 dan Silang Balik Ketiga Pada kegiatan ini dilakukan seleksi ketahanan BC2 dan daya hasil untuk pembentukan BC3. Silang balik ketiga dilakukan antara BC2 dengan tetua berulang R menghasilkan BC3. Pengamatan umur berbunga dan daya hasil terhadap BC2 diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil pengamatan pada populasi BC2 Pasangan Persilangan Intensitas Serangan (%) Skala serangan Umur Berbunga (hari) Jumlah Polong Bobot/ Polong (g) Panjang Polong (cm) HS/MLG15151 9,00 (T) 0,27±0,58 40,93 ± 0,96 22,53 ± 4,59 13,67 ± 3,27 50,41 ± 5,77 HS/MLG15167 19,44 (AT) 0,58±0,75 40,35 ± 0,92 20,56 ± 5,07 16,46 ± 3,13 50,71 ± 7,52 PS/MLG15167 19,41 (AT) 0,58±0,70 40,62 ± 0,89 20,29 ± 7,23 15,39 ± 3,74 43,88 ± 7,81 HS 41.13±1.17 22.33±5.94 16.52±3.801 53.57±5.79 PS 40.17±1.67 20.61±5.703 14.39±2.66 52.40±3.74 Keterangan : AT : agak tahan, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Dari Tabel 5.4. terlihat bahwa semua populasi BC2 mempunyai intensitas serangan CABMV kurang dari 30%, sehingga termasuk dalam kriteria tahan dan agak tahan. Kriteria ini hampir sama dengan populasi BC1. Secara 30

teori, tingkat ketahanan BC1 dan BC2 memang tidak berbeda, karena gen ketahanan yang diterima dari tetua donor adalah sama. Sebagaimana populasi BC1, BC2 hasil persilangan HS/MLG15151 mengalami skala serangan paling rendah dari yang lain dan tanaman yang mempunyai skala serangan 0 juga lebih banyak dari yang lain (Tabel 5.5.). MLG 15151 merupakan galur tetua yang paling tahan dari yang lain (Kuswanto, 2002), sehingga hasil persilangannya juga lebih tahan dari yang lain. Tabel 5.5. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga pada BC2 Pasangan Persilangan Tanaman Terseleksi (%) Umur Berbunga (hari) HS/MLG15151 72 41,38 HS/MLG15167 57 41,21 PS/MLG15167 46 42,37 Keterangan : HS:Hijau Super, PS:Putih Super Pada populasi BC2 dilakukan analisis uji beda dengan masing-masing tetua berulang untuk mengetahui perbedaan daya hasilnya. Hasil uji beda populasi BC2 dengan tetua berulang terlihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC2 dengan tetua Pasangan yang diuji Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC2(1) Vs HS 0,57 0,11 2,48* 1,73* BC2(2) Vs HS 0,26 1,04 1,35 3,34** BC2(3) Vs PS 1,59 1,68 0,18 1,79* Keterangan : BC2(1):HS/MLG15151, BC2(2):HS/MLG15167, BC2(3):PS/MLG15167, HS:Hijau Super, PS:Putih Super * : berbeda nyata, ** : berbeda sangat nyata Variabel umur berbunga dan jumlah polong BC2 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan tetua berulang. Hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat tetua berulang telah semakin banyak yang dikembalikan ke BC2. Namun 31

demikian pada variabel panjang polong masih terdapat perbedaan nyata. Secara teori sifat-sifat tetua berulang yang dikembalikan masih mencapai 87,5% (Poespodarsono, 1988), sehingga masih dimungkinkan terjadi perbedaan pada beberapa variabel. Hasil uji t terhadap ketahanan, umur berbunga dan daya hasil BC2 antar pasangan persilangan terlihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Nilai hitung hasil uji beda antar populasi BC2 Pasangan yang diuji Skala Serangan Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC2(1) Vs BC2(2) 12,38** 1,11 0,27 0,37 0,23 BC2(1) Vs BC2(3) 14,99** 3,70** 2,57** 0,01 0,47 BC2(2) Vs BC2(3) 1,42 2,32* 2,26* 0,19 0,25 Keterangan : BC2(1):HS/MLG15151, BC2(2):HS/MLG15167, BC2(3):PS/MLG15167, * : berbeda nyata, ** : berbeda sangat nyata Dari Tabel 5.7. terlihat bahwa antara BC2 dari pasangan persilangan HS/MLG15151 dengan HS/MLH15167 dan antara HS/MLG15151 dengan PS/MLG15167 terjadi perbedaan nyata skala serangan. Sedangkan antara pasangan HS/MLG15151 dengan PS/MLG15167 terjadi perbedaan nyata pada umur berbunga dan jumlah polong. Hasil ini disebabkan oleh perbedaan tetua beserta sifat-sifat yang dimilikinya. Dari hasil penelitian sebelumnya (Kuswanto, 2002), MLG15151 lebih tahan terhadap CABMV dan mempunyai umur berbunga lebih cepat dari MLG15167. HS mempunyai umur berbunga lebih cepat dan hasil polong lebih banyak dibanding PS. Perbedaan-perbedaan tersebut juga menyebabkan perbedaan jumlah tanaman yang mempunyai gejala serangan dari masing-masing pasangan persilangan. Dari populasi BC2 tersebut telah diseleksi tanaman yang mempunyai skala serangan 0 atau tidak menunjukkan gejala serangan. Persentase jumlah 32

tanaman terseleksi beserta umur berbunganya terlihat pada Tabel 5.5. Tanaman hasil seleksi dilakukan silang balik untuk pembentukan BC3 5.1.3. Kegiatan 3 : Seleksi Ketahanan BC3 dan Silang Balik Keempat Pada kegiatan ini dilakukan seleksi ketahanan dan daya hasil BC3 untuk pembentukan BC4. Silang balik keempat dilakukan antara BC3 dengan tetua berulang R menghasilkan BC4. Pengamatan umur berbunga dan daya hasil terhadap BC3 diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Hasil pengamatan pada populasi BC3 Pasangan Persilangan Intensitas Serangan (%) Skala serangan Umur Berbunga (hari) Jumlah Polong Bobot/ Polong (g) Panjang Polong (cm) HS/MLG15151 10,28 (AT) 1,03±0,65 40,77 ± 2,23 21,73 ± 7,41 13,92 ± 3,09 49,44 ± 7,42 HS/MLG15167 12,63 (AT) 0,38±0,75 40,55 ± 1,73 28,1 ± 5,02 16,77 ± 3,91 53,26 ± 6,13 PS/MLG15167 13,77 (AT) 0,41±0,66 40,54 ± 1,53 20 ± 6,63 17,36 ± 3,61 54,84 ± 6,15 HS 41.13±1.17 22.33±5.94 16.52±3.801 53.57±5.79 PS 40.17±1.67 20.61±5.703 14.39±2.66 52.40±3.74 Keterangan : AT : agak tahan, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Dari Tabel 5.8. terlihat bahwa semua populasi BC3 tetap mempunyai intensitas serangan CABMV kurang dari 30%, sehingga termasuk dalam kriteria agak tahan. Kriteria ini tetap sama dengan populasi BC1 dan BC2. Secara teori, tingkat ketahanan BC1, BC2 dan BC3 memang tidak berbeda, karena gen ketahanan yang diterima dari tetua donor tetap sama. Pada BC3 hasil persilangan HS/MLG15151 dan HS/MLG15167 terdapat tanaman yang mempunyai skala serangan 0 sama banyak (Tabel 5.9.). Tabel 5.9. Persentase jumlah tanaman terseleksi dan umur berbunga BC3 33

Pasangan Persilangan Tanaman Terseleksi (%) Umur Berbunga (hari) HS/MLG15151 76 41 HS/MLG15167 76 41 PS/MLG15167 70 42 Keterangan : HS:Hijau Super, PS:Putih Super Pada populasi BC3 dilakukan analisis uji beda dengan masing-masing tetua berulang untuk mengetahui perbedaan daya hasilnya. Hasil uji beda populasi BC3 dengan tetua berulang terlihat pada Tabel 5.10. Variabel umur berbunga dan jumlah polong BC3 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan tetua berulang. Hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat tetua berulang telah semakin banyak yang dikembalikan ke BC3. Tabel 5.10. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC3 dengan tetua Pasangan persilangan Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC3(1) Vs HS 2,99 1,29 0,06 1,69* BC3(2) Vs HS 2,003 1,22 1,19 5,68** BC3(3) Vs PS 0,81 0,35 3.01** 1,90* Keterangan : BC3(1):HS/MLG15151, BC3(2):HS/MLG15167, BC3(3):PS/MLG15167, HS:Hijau Super, PS:Putih Super * : berbeda nyata, ** : berbeda sangat nyata Namun demikian pada variabel panjang polong masih terdapat perbedaan nyata, sehingga masih diperlukan silang balik lagi. Secara teori, sifat-sifat tetua berulang yang dikembalikan mencapai 93,75% sehingga masih dimungkinkan terjadi perbedaan pada beberapa variabel. Dengan silang balik sekali lagi, maka sifat tetua berulang yang dikembalikan akan mencapai 96,875% (Poespodarsono, 1988). Pada hasil silang balik berikutnya diharapkan semua variabel tidak akan berbeda nyata dengan masing-masing tetua berulangnya, yang berarti silang balik dapat dihentikan. 34

Hasil uji t terhadap ketahanan, umur berbunga dan daya hasil BC3 antar pasangan persilangan terlihat pada Tabel 5.11 Tabel 5.11. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC3 Pasangan persilangan Intensitas Serangan Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC3(1) Vs BC3(2) 2,04 0,12 1,33 0,02 0,37 BC3(1) Vs BC3(3) 1,59 0,74 1,61 0,50 1,43 BC3(2) Vs BC3(3) 3,23 0,61 0,38 0,45 1,18 Keterangan : BC3(1):HS/MLG15151, BC3(2):HS/MLG15167, BC3(3):PS/MLG15167, * : berbeda nyata, ** : berbeda sangat nyata Dari Tabel 5.11. terlihat bahwa antara BC3 dari semua pasangan persilangan tidak terjadi perbedaan nyata pada semua variabel yang diamati. Hal ini sebagai akibat telah semakin banyaknya gen tetua berulang yang dikembalikan kepada BC3. Kondisi ini terjadi terutama pada BC3 yang tetua berulangnya sama. Dari hasil penelitian sebelumnya (Kuswanto, 2002) juga diketahui bahwa meskipun rata-rata daya hasil HS dan PS berbeda, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Dari hasil uji ini juga menunjukkan bahwa dengan silang balik sekali lagi, diperkirakan telah diperoleh hasil diharapkan, yaitu populasi yang ketahanannya seperti tetua donor namun mempunyai daya hasil seperti tetua berulang. Dari populasi BC3 tersebut telah diseleksi tanaman yang mempunyai skala serangan 0 atau tidak menunjukkan gejala serangan. Persentase jumlah tanaman terseleksi beserta umur berbunganya terlihat pada Tabel 5.9. Pada tanaman hasil seleksi dilakukan silang balik untuk pembentukan BC4. Pada saat penanaman BC3 juga di tanam BC2 untuk mengetahui kemajuan seleksi (selisih) dari masing-masing variavel pengamatan. Antara 35

BC2 dengan BC3 terdapat perbedaan hasil pengamatan intensitas serangan, umur berbunga dan daya hasil. Intensitas serangan tetap berada pada kisaran agak tahan, sedang variable yang lain mengalami perubahan yang bervariasi (Table 5.12) Tabel 5.12. Perbedaan hasil pengamatan antara BC2 dengan BC3 Pasangan persilangan BC i(1) BC i(2) BC i(3) Variabel Rata-rata BC 2 (G2) Rata-rata BC 3 (G3) Selisih Rata-rata (G) Intensitas serangan (%) 14.00 13.83-0.17 Umur bunga (hari) 40.93 40.35-0.58 Bobot polong/tan (g) 13.67 16.46 + 2.79 Panjang polong (cm) 50.41 50.71 + 0.30 Jml polong/tan 22.53 20.56-1.97 Intensitas serangan (%) 21.12 14.39-6.73 Umur bunga (hari) 41.06 40.62-0.44 Bobot polong/tan (g) 15.17 15.39 + 0.22 Panjang polong (cm) 47.99 43.88-4.12 Jml polong/tan 24.26 20.29-3.97 Intensitas serangan (%) 22.34 18.12-4.22 Umur bunga (hari) 41.05 40.54 + 0.51 Bobot polong/tan (g) 14.23 17.36-3.13 Panjang polong (cm) 48.29 54.84 + 6.55 Jml polong/tan 17.37 20.00 + 2.63 Keterangan : BC i(1) = HS/MLG 15151, BC i(2)= HS/MLG 15167,, BC i(3)= PS/MLG 15167, (-) : turun, (+) naik 5.1.4. Kegiatan 4 : Seleksi Ketahanan BC4 Pada kegiatan ini dilakukan seleksi ketahanan dan daya hasil BC4 untuk pembentukan populasi segregasi. Tanaman hasil seleksi dibiarkan menyerbuk sendiri. Pengamatan ketahanan, umur berbunga dan daya hasil terhadap BC4 diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 5.13. Dari Tabel 5.13. terlihat bahwa semua populasi BC3 tetap mempunyai intensitas serangan CABMV kurang dari 30%, sehingga termasuk dalam kriteria agak tahan. Sejak BC1 sampai BC4 diperoleh tingkat ketahanan agak tahan, sehingga telah sesuai dengan yang diharapkan. Secara teori, tingkat 36

ketahanan BC1, BC2, BC3 dan BC4 memang tidak berbeda, karena gen ketahanan yang diterima dari tetua donor tetap sama. Tabel 5.13. Hasil pengamatan pada populasi BC4 Pasangan Persilangan Intensitas Serangan (%) Skala serangan Umur Berbunga (hari) Jumlah Polong Bobot/ Polong (g) Panjang Polong (cm) HS/MLG15151 13,6 (AT) 0,68± 1,02 46,73± 3,29 21,23 ± 11,43 29,41±11,71 45,38 ± 12,50 HS/MLG15167 13,07 (AT) 0,64± 1,15 46,23± 1,43 21,58 ± 10,52 21,99± 6,77 42,04 ± 8,10 PS/MLG15167 13,60 (AT) 0,56± 1,08 44,52± 4,01 18,00 ± 7,55 26,47±10,94 48,37 ± 10,95 HS 13,6±6,92 22,03±6,20 43,97±8,99 PS 21,6±14,28 25,67±8,47 47,50±10,87 Keterangan : AT : agak tahan,, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Pada BC4 hasil persilangan HS/MLG15151 terdapat tanaman yang mempunyai skala serangan 0 paling banyak (Tabel 5.14.), sehingga yang diseleksi juga paling banyak. MLG 15151 merupakan galur tetua yang paling tahan dari yang lain (Kuswanto, 2002), sehingga hasil persilangannya juga lebih tahan dari yang lain. Tabel 5.14. Persentase jumlah tanaman dengan skala serangan 0, 1 dan 2 pada BC4 Pasangan Persilangan Persentase tanaman (%) Skala 0 Skala1 Skala 2 HS/MLG15151 47 19 20 HS/MLG15167 44 17 27 PS/MLG15167 44 21 29 Keterangan : AT : agak tahan, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Pada populasi BC4 dilakukan analisis uji beda daya hasil dengan masing-masing tetua berulang untuk mengetahui perbedaan daya hasilnya. Hasil uji beda populasi BC4 dengan tetua berulang terlihat pada Tabel 5.15. Dari hasil uji tersebut tidak terdapat perbedaan nyata dari semua variabel daya 37

hasil antara BC4 dengan tetua berulang. Hasil ini menunjukkan bahwa daya hasil populasi BC4 dari masing-masing pasangan persilangan telah mendekati masing-masing tetua berulangnya. Secara teori, gen-gen tetua berulang telah dikembalikan ke BC4 sebanyak 96,875%. Dengan hasil ini, maka kegiatan silang balik tidak perlu dilakukan lagi. Tabel 5.15. Nilai t hitung hasil uji beda daya hasil antara populasi BC 4 dengan tetua Pasangan persilangan Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC4(1) Vs HS 0,0005 0,46 0,55 BC4(2) Vs HS 0,0001 0,13 0,28 BC4(3) Vs PS 0,97 0,07 0,75 Keterangan : BC4(1):HS/MLG15151, BC4(2):HS/MLG15167, BC4(3):PS/MLG15167, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Hasil uji t terhadap ketahanan, umur berbunga dan daya hasil BC4 antar pasangan persilangan terlihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16. Nilai t hitung hasil uji beda antar populasi BC4 Pasangan persilangan Skala Serangan Umur berbunga Jumlah polong Bobot segar polong Panjang Polong BC4(1) Vs BC4(2) 0,83 0.35 0,89 0,42 0,16 BC4(1) Vs BC4(3) 0,01 0.01 0,18 0,51 0,32 BC4(2) Vs BC4(3) 0,05 0.004 0,11 0,20 0,02 Keterangan : BC4(1):HS/MLG15151, BC4(2):HS/MLG15167, BC4(3):PS/MLG15167, Dari Tabel 5.16. terlihat bahwa antara BC4 dari semua pasangan persilangan tidak terjadi perbedaan nyata pada semua variabel yang diamati. Hal ini sebagai akibat telah semakin banyaknya gen tetua berulang yang dikembalikan kepada BC4. Kondisi ini terjadi terutama pada BC4 yang tetua berulangnya sama. Dari hasil penelitian sebelumnya (Kuswanto, 2002) juga diketahui bahwa meskipun rata-rata daya hasil HS dan PS berbeda, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Dari hasil uji ini juga menunjukkan bahwa 38

telah diperoleh hasil diharapkan, yaitu populasi yang ketahanannya seperti tetua donor namun mempunyai daya hasil seperti tetua berulang. Dari populasi BC4 tersebut telah dipisahkan tanaman yang mempunyai skala serangan 0 (tidak ada gejala serangan), 1 (serangan ringan) dan 2 (serangan sedang). Persentase jumlah tanaman hasil seleksi dari masingmasing skala serangan terlihat pada Tabel 5.14. Benih hasil panen dikelompokkan sesuai dengan gejala serangan tanaman untuk ditanaman pada penelitian berikutnya. Berdasarkan pengalaman anggota peneliti, tanaman dengan skala serangan 1 dan 2, masih dimungkinkan diperoleh keturunan yang mempunyai daya hasil tinggi dan mempunyai skala serangan 0, melalui peristiwa segregasi. Dengan demikian, semua benih akan ditanam pada penelitian berikutnya untuk seleksi galur harapan. Tabel 5.17. Perbedaan hasil pengamatan antara BC3 dengan BC4 Pasangan Variabel Rata-rata BC 3 Rata-rata BC 4 Selisih Ratarata Persilangan (G3) (G4) (G) BC i(1) Intensitas (%) 13.83 13.60-0.23 Umur bunga (hari) 40.35 46.73 + 6.36 Bobot polong/tan (g) 16.46 19.36 + 2.9 Panjang polong (cm) 50.71 45.38-5.33 Jml polong/tan 20.56 21.23 + 0.67 BC i(2) Intensitas(%) 14.39 13.07-1.32 Umur bunga (hari) 40.62 46.23 + 5.61 Bobot polong/tan (g) 15.39 20.41 + 5.02 Panjang polong (cm) 43.88 42.05-1.83 Jml polong/tan 20.29 21.58 + 1.29 BC i(3) Intensitas(%) 18.12 13.60-4.52 Umur bunga (hari) 40.54 44.52 + 3.98 Bobot polong/tan (g) 17.36 18.33 + 0.97 Panjang polong (cm) 54.840 48.37-6.47 Jml polong/tan 20.00 18.00-2.00 Keterangan : BC i(1) = HS/MLG 15151, BC i(2)= HS/MLG 15167,, BC i(3)= PS/MLG 15167, (-) : turun, (+) naik 39

5.2. Penelitian II : Seleksi populasi hasil penyerbukan sendiri BC4 untuk ketahanan terhadap CABMV dan berdaya hasil tinggi Tanaman yang berasal dari benih hasil seleksi pada penelitian sebelumnya dievaluasi skala serangannya terhadap CABMV dan hasilnya terlihat pada Tabel 5.18. Tabel 5.18. Nilai rata-rata dan standar deviasi skala serangan dan umur berbunga serta jumlah galur hasil seleksi Asal populasi Pengamatan ke (hsi) Umur Galur hasil 14 21 38 35 berbunga seleksi HS/MLG15151 0,10±0,302 0,21±0,42 0,50±0,78 0,66±0,84 54,58±3,92 55 skala serangan 0 HS/MLG15151 0,11±0,32 0,22±0,59 0,44±0,84 0,67±0,89 52,69±3,52 20 skala serangan 1 HS/MLG15151 skala serangan 2 0,11±0,32 0,26±0,63 0,55±0,85 0,89±0,97 52,48±4,74 26 Intensitas serangan 10,58% 11,47% 16,67% 24,11% HS/MLG15167 skala serangan 0 HS/MLG15167 skala serangan 1 HS/MLG15167 skala serangan 2 Jumlah galur 101 0,06±0,23 0,14±0,44 0,30±0,69 0,43±0,78 52,2±4,65 102 0,08±0,27 0,19±0,54 0,27±0,64 0,41±0,82 52,52±4,71 59 0,05±0,22 0,12±0,39 0,21±0,56 0,49±0,85 51,31±3,74 59 Intensitas serangan 6,06% 7,24% 8,87% 14,70% PS/MLG15167 skala serangan 0 PS/MLG15167 skala serangan 1 PS/MLG15167 skala serangan 2 Jumlah galur 210 0,05±0,22 0,17 ± 0,46 0,46±0,79 0,64±1,06 48,61±5,76 42 - - - - - - 0,80±0,45 1,40±0,89 2,2±0,84 2,60±0,55 45,75±1,89 - Intensitas serangan 10,94% 13,28% 19,79% 26,56% Jumlah galur 42 Total galur hasil seleksi 363 Keterangan = hsi : hari setelah inokulasi, HS:Hijau Super, PS:Putih Super Dari Tabel 5.18 terlihat bahwa tanaman yang terserang sampai skala 2 (gejala serangan sedang) dapat menghasilkan keturunan dengan skala serangan 0. Dari masing-masing populasi keturunan telah diseleksi galur-galur 40

yang mempunyai skala serangan 0 serta berdaya hasil tinggi, dan telah diperoleh 363 galur harapan. Galur-galur yang berasal dari persilangan HS/MLG15151 diberi nama UNIBRAW14001 sampai UNIBRAW14110. Galurgalur yang berasal dari persilangan HS/MLG15167 diberi nama UNIBRAW24001 sampai UNIBRAW24210. Galur-galur yang berasal dari persilangan PS/MLG15167 diberi nama UNIBRAW34001 sampai UNIBRAW34042. Pada saat laporan ini dibuat, panen benih sedang dilakukan, dan masih dimungkinkan diseleksi terhadap kebernasan benihnya. Galur-galur ini akan diseleksi lagi melalui uji daya hasil pada penelitian tahun ke tiga. 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil pengamatan di lapang, analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagi berikut : 1. Telah diperoleh 363 galur harapan yang mempunyai ketahanan terhadap CABMV dan daya hasil tinggi, dimana 101 galur berasal dari pangan persilangan HS/MLG15151, 210 galur berasal dari pasangan persilangan HS/MLG15167 dan 42 galur berasal dari pasangan persilangan PS/MLG15167. 2. Ketahanan setiap generasi silang balik telah diperoleh hasil yang sama pada semua populasi dan sesuai dengan teori yang ada. 3. Daya hasil BC1 dan BC2 masih berbeda dengan tetua berulang, sedangkan pada BC3 dan BC4 telah mendekati dan tidak berbeda nyata dengan tetua berulang. 4. Pada BC4 telah diperoleh populasi yang ketahanannya seperti tetua donor dan daya hasilnya seperti tetua berulang (resipien) 6.2. Saran Perlu segera dilakukan uji daya hasil dan uji multi lokasi terhadap galurgalur harapan diperoleh agar segera dihasilkan varietas-varietas unggul baru yang tahan terhadap CABMV dan mempunyai daya hasil tinggi. 42

DAFTAR PUSTAKA Atiri, G.I. and G. Thottappilly. 1984. Relative Usefulness of Mechanical and Aphid Inoculation as Modes of Screening Cowpeas for Resistance Againts Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Trop. Agric. (Trinidad) 61, 289-292. Balitkabi. 1998. Laporan Tahunan Balitkabi Tahun 1998/1999. Basuki, N.. 1995. Pendugaan Peran Gen. FP Unibraw, Malang. Bata, H.D., B.B. Singh, S.R. Singh and T.A.O. Ladeinde. 1987. Inheritance of Resistance to Aphid in Cowpea. Crop Sci. 27, 892-894. BPS. 1993. Survei Pertanian, Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan di Indonesia. BPS, Jakarta Blackhurst, H.T. and J.C. Miller Jr.. 1980. Cowpea In Hibridization of Crop Plants. pp. 327-338. American Society of Agronomy and Crop Science Society of America Publisher, Madison. Bock, K.R. and M. Conti. 1974. Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. In CMI Description of Plant Viruses No. 134. Brunt, A.A.. 1989. Vigna Sinensis Mosaic (?) Rhabdovirus. In Plant Viruses Online : Descriptions and Lists from the VIDE Database. Australian National University. Canberra Australia. Brunt A.A.. 1994a. Cowpea Moroccan Aphid-Borne Mosaic Potyvirus. In Plant Viruses Online : Descriptions and Lists from the VIDE Database. Australian National University. Canberra Australia. Brunt, A.A.. 1994b. Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Research School of Biological Science, Australia. Duriat, A.S.. 1999. Prospek dan Peluang Ekspor Sayuran Indonesia serta Kendala Fitopatologisnya. Dalam Prosiding Konggres /IV dan Seminar Nasional PFI, pp. 35-49. Universitas Sriwijaya, Palembang. Ferry, R.L. and B.B. Singh 1997. Cowpea Genetic : A Review of the Recent Literature. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 13-29. IITA, Ibadan, Nigeria Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Willey & Sons, New York. Hadiastono, T.. 1996. Pengaruh Intensitas Sinar terhadap Tingkat Serangan Penyakit Mosaik pada Kacang Tunggak. Agrivita 19 (3) : 118-120. Hadiastono, T. 1997. Virologi Tumbuhan, Biologi Virus Penyebab Penyakit Mosaik. Jur. HPT FP Unibraw, Malang. Hampton, R.O, G. Thottappily and H.W. Rossel. 1997. Viral Diseases of Cowpea and Their Control by Resistance-Conferring Genes. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 159-175. IITA, Ibadan, Nigeria Huguenot C., M.T. Furneaux and R.I. Hamilton. 1997. Further Characterization of Cowpea Aphid-Borne Mosaic and Blackeye Cowpea Mosaic Potyviruses. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 1231-239. IITA, Ibadan, Nigeria Kasno, A.; Trustinah, Moedjiono and N. Saleh. 2000. Perbaikan Hasil, Mutu Hasil dan Ketahanan Varietas Kacang Panjang terhadap CAMV melalui Seleksi Galur pada Populasi Alam Dalam Ringkasan Makalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balitkabi, Malang. Kuswanto, R. Hasri, Y.Sugito dan S. Lestari. 2000. Pengujian Jumlah Anther dan Waktu Polinasi pada keberhasilan Persilangan Kacang Panjang, Habitat XI (113) : 247-252. Kuswanto, S Indrato, S.Soekartomo dan A. Soegiyanto. 2001. Penentuan Waktu Emaskulasi dan Polinasi pada Persilangan Kacang Panjang, Habitat XII (1) : 45-50 43

Kuswanto, 2002. Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Mosaic Virus dan Implikasinya dalam Seleksi, Disertasi. Program Doktor Universitas Brawijaya. Kuswanto, B. Guritno, L. Soetopo dan A. Kasno. 2002a. Penentuan Fase Ekspresif Ketahanan Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus untuk Studi Genetika Ketahanan, Agrivita XXIV (3) : 193-197 Kuswanto, B. Guritno, A. Kasno dan L. Soetopo. 2002b. Pendugaan Jumlah dan Model Aksi Gen Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV), Biosain IV (3) (inpress). Kuswanto, Sri Lestari P dan A. Andriani. 2002c. Pendugaan Pengaruh Tetua Betina Sifat Ketahanan Kacang Panjang terhadap Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus, Habitat XIII (1) : 66-71 Kuswanto, L. Soetopo dan S.T. Laili. 2003. Keragaman Genetik Ketahanan Galurgalur Kacang Panjang terhadap CABMV, Habitat XIV (1) : 15-21 Kuswanto, L. Soetopo, T. Hadiastono dan A. Kasno. 2004. Pendugaan Heritabilitas Arti Sempit Ketahanan Kacang Panjang terhadap CABMV Berdasarkan Struktur Kekerabatan, Jurnal Ilmiah Lemlit Unibraw, (Desember, in Press) Kuswanto, Martiningsih, T., L. Soetopo dan Ainurrasyid. 2004. Evaluasi ketahanan Kacang Panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) terhadap Penyakit Mosaik (Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus) pada populasi BC2 dan BC3, Agrosain, (Agustus, in Press) Mather, S.K. and J.L. Jinks. 1982. Biometrical Genetics. University Press. Cambridge, Great Britain. McClean, P.. 1997. Lecture Note of Quantitative Genetics. Dakota State University, Fargo, ND Melton, A.; W.L. Ogle; O.W. Barnett and J.D. Caldwell. 1987. Inheritance of Resistance to Viruses in Cowpeas (Abstr). Phytopathology, 77:642 Moedjiono, Trustinah dan A. Kasno. 1999. Toleransi Genotipe Kacang Panjang terhadap Komplek Hama dan Penyakit. Dalam Prosiding Simposium V PERIPI Jatim (Ed. S. Ashari dkk), pp. 279-287. Universitas Brawijaya, Malang. Noordam, D.. 1973. Identification of Plant Viruses, Methods & Experiments. Centre for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen Nurhayati, E.. 1989. Uji Kerentanan berbagai Umur Kacang Panjang (Vigna sinensis End 1) terhadap Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus. Dalam Prosiding Konggres Nasional X dan Seminar Ilmiah PFI. (Ed. I G.P.Dwijaputra, N. Westen &I.B. Oka), pp. 177-180. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Denpasar. Patel, P.N., J.K. Mlingo, H.K. Leyna, C. Kuwite and E.T. Mmbaga. 1982. Source of Resistance Inheritance, and Breeding of Cowpea for Resistance to a Strain of Cowpea Aphid-Borne Mosaic Virus from Tanzania. Indian Journal of Genetic, 42 : 221-229. Petr, F.C. and K.J. Frey. 1966. Genotypic Correlations, Dominance, and Heritability of Quantitative Characters in Oats. Crop Sci. 6 : 259-262. Poespodarsono, S.. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB, Bogor. Prabaningrum, L. 1996. Kehilangan Hasil Panen Kacang Panjang (Vigna sinensis Stikm) akibat Serangan Kutu Kacang Aphis craccivora Koch. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, pp 355-359. Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1998. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Utama pada Kacang Tunggak. Dalam Kacang Tunggak (Ed. A. Kasno dan A. Winarto). pp. 100-119 Saleh, H. Ariawan, T. Hadiastono dan S. Djauhari. 1993. Pengaruh Saat Infeksi CAMV terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Komponen Hasil Tiga Varietas Kacang Tunggak. Dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1992. (Ed. A. Kasno dkk.) Balittan, Malang. 44

Semangun, H.. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Singh R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers, Ludhiana New Delhi. Singh, B.B., O.L. Chambliss and B. Sharma. 1997. Recent Advance in Cowpea Breeding. In Advance in Cowpea Research (Eds. Singh, B.B. et al.), pp. 30-49. IITA, Ibadan, Nigeria Sudjana. 2002. Metode Statistika. Penerbit Tarsito, Bandung, 508 hal Sulyo, Y. 1984. Pengaruh Perbedaan Waktu Inokulasi CAMV terhadap Hasil Kacang Panjang. Buletin Penelitian Hortikultura XI, 11-15. Sumardiyono, Y.B., Supratoyo dan Samsuri 1997. Penularan Penyakit Mosaik Kacang Panjang oleh Aphis Craccivora. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1) : 32-37 Sumarno. 1992. Pemuliaan untuk Ketahanan terhadap Hama. Dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. (Ed. A.Kasno dkk.) pp.348-363. PPTI Jawa Timur. Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. Yulianingsih, R.. 2003. Uji Beda Ketahanan terhadap CABMV pada Kacang Panjang Populasi BC 1 dan BC1 Terseleksi serta Persilangan untuk Pembentukan BC2, Sripsi Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 58 hal. 45

Lampiran 1. Metode Persilangan i. arah pemotongan bunga betina ii. bunga betina hasil emaskulasi iii. pembuangan stamen iv. pelaksanaan polinasi Gambar 1. Pelaksanaan metode persilangan tangan IITA

Lampiran 2. Deskripsi Varietas/Galur a. Varietas : Hijau Super (HS) Asal usul Warna bunga Warna daun Bentuk daun Panjang polong Diameter polong Warna polong Rasa polong Warna biji Bentuk biji Bobot 1000 biji Hasil / ha Awal bunga Awal panen Daya simpan Kandungan lemak (g) Kandungan protein (g) Ketahanan hama Ketahanan penyakit Adaptasi lingkungan Peneliti : Banyumas : Ungu : hijau : segitiga : 63 cm : 0,5 cm : hijau : manis renyah : merah : gilig panjang agak gepeng : 109 g : 27,76 ton : 39 hst : 48 hst : 3 hari : 0,2/100 g bahan : 3/100 g bahan : tahan terhadap hama penggerek polong : peka terhadap CABMV (Cowpa Aphid Borne Mosaic Virus) : 0-1100 mdpl : Nasib W. W, Mulyantoro dan Aris Setiawan b. Varietas : Putih Super (PS) Asal usul : hasil introduksi dari Chia Thai Seed Co.Ltd. Thailand. Warna bunga : putih ungu Warna daun : hijau Bentuk daun : segitiga Panjang polong : 61 cm Diameter : 0,5 cm Warna polong : hijau keputihan Jumlah polong/tanaman : 59 Bobot polong/tanaman : 1,19 kg Rasa polong : manis renyah Warna biji : merah berlurik Bobot 1000 biji : 151 g Hasil/ha : 23,03 ton Awal bunga : 36 hst Awal panen : 43 hst Daya simpan : 3 hari Ketahanan karat daun : resisten Ketahanan penyakit : peka terhadap CABMV Adaptasi lingkungan : 0-1100 mdpl Sifat yang khas : tanaman ramping Peneliti : Nasib W. W, Mulyantoro dan Aris Setiawan 47

c. Galur : MLG 15151 Asal : Tegal Tipe tumbuh : merambat Umur panen : 45 hari Umur berbunga 50% : 35 hari setelah tanam Periode berbunga : 40-45 hari (tidak serempak) Warna batang : hijau agak kemerahan Warna daun : hijau Bentuk daun primer : agak lancip (lanceolate) Bentu dauk terminal : ovate-lanceolate Warna tangkai daun : hijau polos Mahkota bunga : kuning Jumlah polong/tanaman : 15-34 polong Panjang polong : 63-67 cm Bentuk polong : bulat Warna polong muda : hijau keputihan (X-y-z;21, 56-0,345-0,397) Warna polong tua : coklat Warna biji : coklat Bentuk hilum : tidak cekung Jumlah biji/polong : 18 biji Bobot 100 biji : 18,2-18,6 g Bobot 100 polong : 1763,7 g Potensi hasil biji : 1,16 ton/ha biji kering Potensi hasil polong : 10,5-32,0 t/ha (rata-rata 17,4 ton/ha) polong segar Ketahanan terhadap hama : toleran terhadap aphis Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan CABMV Keterangan : beradaptasi dengan baik pada lahan sawah dan lahan Kering dari berbagai jenis tanah dengan ketinggian 7-650 m di atas permukaan tanah Pemulia : Astanto kasno, Trustinah dan Moedjiono, Nasir Saleh, Joko Susilo Utomo 48

d. Galur : MLG 15167 Asal : Boyolali Tipe tumbuh : merambat Umur panen : 54 hari Umur berbunga : 42 hari setelah tanam Warna batang : hijau agak ungu Warna daun : hijau Bentuk daun primer : agak lancip (lanceolate) Bentu dauk terminal : ovate-lanceolate Warna tangkai daun : hijau Mahkota bunga : kuning Jumlah polong/tanaman : 23 polong Panjang polong : 53,3 cm Bentuk polong : bulat Warna polong muda : hijau muda Warna polong tua : coklat Warna biji : merah kecoklatan Jumlah biji/polong : 16 biji Bobot 100 biji : 13,1g Bobot 100 polong : 1153 g Hasil polong muda : 6,46 t/ha Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan CABMV Pemulia : Astanto kasno, Trustinah dan Moedjiono, Nasir Saleh, Joko Susilo Utomo 49

Lampiran 3. Foto-foto kegiatan 50

51