BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

MENENTUKAN LAJU EROSI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Konservasi Waduk

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang )

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Pengertian Geografi. Armin K. Lobeck mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai Asahan. harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN. Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : YOGI SUNARSO NIM: E.

TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

TINJAUAN PUSTAKA. Makin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada skala yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi 1. Pengertian Erosi

3.2. PENGENDALIAN DEBIT

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

(sumber : stasiun Ngandong dan stasiun Pucanganom)

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

EVALUASI TINGKAT EROSI TANAH UNTUK KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI JAWA TENGAH

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

EI 30 = 6,119 R 1,21 D -0,47 M 0,53 Tabel IV.1 Nilai Indeks Erosivitas Hujan (R)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PERENCANAAN KONSERVASI SUB DAS CIMUNTUR KABUPATEN CIAMIS. Ajeng Aprilia Romdhon, Kunto Dwi Utomo, Suharyanto *), Hari Nugroho *)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat

TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA HUTAN DAN LAHAN KAKAO DI DESA SEJAHTERA, KECAMATAN PALOLO, KABUPATEN SIGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara mt dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Manusia: Faktor manusia akhirnya menjadi penentu apakah tanah atau lahan akan menjadi rusak atau lebih baik dan produktif. Tergantung pada : tingkat

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KAPASITAS SABO DAM DALAM USAHA MITIGASI BENCANA SEDIMEN MERAPI. (Studi Kasus PA-C Pasekan, Kali Pabelan)

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

EROSI DAN SEDIMENTASI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN SIANJUR MULA- MULA KABUPATEN SAMOSIR

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

TINJAUAN PUSTAKA. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia, 1997). Secara deskriptif model tersebut diformulasikan sebagai berikut (Suripin, 2004) : Ea = R K LS CP... (3.1) Dimana : Ea = Banyaknya tanah tererosi per satuan luas waktu (ton/ha/tahun) R K LS = Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan = Faktor erodibilitas tanah = Faktor panjang dan kemiringan lereng CP = Faktor pengelolaan tanaman dan konsevasi tanah Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usaha tani pada suatu landscape (skala usaha tani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat populer sebagai penduga erosi lembar 23

24 (sheet erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain Wischmeier (1976) dalam Komariah (2014). 1. Faktor Erosivitas Hujan (R) Faktor erosivitas hujan di definisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan, dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan oleh pada penelitian Bols pada tahun 1978 untuk menentukan besarnya erosivitas hujan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa dan Madura (Suripin, 2004), didapatkan persamaan sebagai berikut: EI30 = 6,12 (Rain 1,21 ) Days -0,47 (MaxP 0,53 )... (3.2) Dimana : E130 Rain Days = indeks erosi hujan = curah hujan tahunan (cm) = jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari) MaxP = jumlah hujan maxsimal rata-rata dalam 24 jam 2. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas Tanah adalah sifat tanah yang menyatakan mudah atau tidaknya suatu tanah tererosi atau dengan kata lain erodibilitas

25 menunjukkan nilai kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancur dan penghanyut air hujan Santoso, A (2009). Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah merupakan daya tahan baik terhadap pelepasan maupun pengangkutan, terutama tergantung pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Di samping itu juga tergantung pada posisi topografi, kemiringan lereng, dan gangguan oleh manusia. Faktor erodibilitas tanah dapat diestimasikan dengan nomograf K seperti pada Gambar 3.1 dibawah ini. Gambar 3.1 Nomograf K (Sumber Asdak, 2007)

26 Tabel 3.1 Penilaian Struktur Tanah Tipe Struktur Tanah (diameter) Granular sangat halus (< 1 mm) Granular halus (1 2 mm) Granular sedang dan besar (2 10 mm) Berbentuk gumpal, lempeng, pejal Kode Penilaian 1 2 3 4 (Sumber : Suripin, 2004) Tabel 3.2 Klasifikasi Butir-Butir Primer Tanah Fraksi Tanah Kerikil Pasir Kasar Pasir Halus Debu Liat (Sumber : Roth, 1994) Diameter (mm) > 2 2,0 0,2 0,2 0,02 0,002 0,02 < 0,002 Tabel 3.3 Penilaian Permeabilitas Tanah Kelas Permeabiltas Tanah (kecepatan) Kode Penilaian Sangat Lambat (< 0,5 cm/jam) > 2 Lambat (0,5 2,0 cm/jam) 2,0 0,2 Lambat Sampai Sedang (2,0 6,3 cm/jam) 0,2 0,02 Sedang (6,3 12,7 cm/jam) 0,002 0,02 Sedang Sampai Cepat (12,7 25,4 cm/jam) < 0,002 Cepat (> 25,4 cm/jam) (Sumber : Suripin, 2004) Sebagai keterangan untuk menghitung nilai K dengan nomograf, di atas adalah tabel pelengkapnya yaitu tipe Struktur Tanah pada Tabel 3.1,

27 Klasifikasi Butir-Butir Primer Tanah pada Tabel 3.2, dan Permeabilitas Tanah pada Tabel 3.3. Faktor erodibilitas tanah menggunakan prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di DTA (Lembaga Ekologi : 1979) dapat dilihat pada tabel 3.4 dibawah ini : Tabel 3.4 Faktor Erodibilitas Tanah (K) No Jenis Klasifikasi Tanah K a. Latosol 0.31 b. Regosol 0.12 c. Lithosol 0.16 0.21 d. Grumosol e. Hydromof abu-abu 0.20 (Sumber : Hidrologi dan Pengelolaan DAS, 2014) 3. Faktor Panjang Dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor LS, kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan kemiringan (S) merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9 %. Nilai LS untuk sembarang panjang dan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : LS = L1 (0,00138S 2 + 0,00965S + 0,0138)... (3.3) 2

28 Dimana : L = panjang lerang (m) yang berlaku diukur dari tempat mulai terjadinya aliran air di atas permukaan tanah sampai tempat mulai terjadinya pengendapan. S = kemiringan lereng % Faktor LS dapat juga diperoleh dengan menggunakan nomograf seperti terlihat pada Gambar 3.2 (Suripin, 2004). Gambar 3.2 Nomograf untuk menghitung Faktor LS

29 Faktor LS juga dapat diperoleh melalui tabel dibawah ini : Tabel 3.5 Faktor LS berdasarkan Kemiringan Lereng No Kemiringan Lereng (%) 1. 0-5 2. 5-15 3. 15-35 4. 35-50 5. 50 Faktor LS 0.25 1.20 4.25 7.50 12.00 (Sumber : RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II 1986) 4. Faktor Tanaman Penutup Lahan Dan Manajemen Tanaman (C) Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengolahan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Penentuan nilai C sangat sulit, dikarenakan banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi tersebut memiliki iklim yang berbeda dengan berbagai ragam cara bercocok tanam sehingga penentuan nilai C diperlukan banyak data. Besarnya nilai C tidak selalu sama dalam waktu satu tahun (Asdak, Chay, 2002). Nilai faktor C untuk berbagai pengelolan tanaman disajikan dalam Tabel 3.6 dibawah ini.

30 Tabel 3.6 Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman) Jenis Tanaman/tata guna lahan Nilai C Tanaman rumput (Bracharta sp) 0,290 Tanaman kacang jogo 0,161 Tanaman gandum 0,242 Tanaman ubi kayu 0,363 Tanaman kedelai 0,399 Tanaman serai wangi 0,434 Tanaman padi lahan kering 0,560 Tanaman padi lahan basah 0,010 Tanaman jagung 0,637 Tanaman jahe, cabe 0,900 Tanaman kentang ditanam searah kontur 0,350 Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 Kebun campuran 0,200 Ladang berpindah 0,400 Tanah kosong diolah 1,000 Tanah kosong tidak diolah 0,950 Hutan tidak terganggu 0,001 Semak tidak terganggu 0,010 Alang-alang permanen 0,020 Alang-alang dibakar 0,700 Sengon disertai semak 0,012 Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah 1,000 Pohon tanpa semak 0,320 Tanaman kentang ditanam searah lereng 1,000 Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami (6 ton/ha/th) 0,079 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanam 0,347 Pola tanam berurutan 0,398 (Sumber : Arsyad 1989 dalam Suripin, 2004)

31 5. Faktor Konservasi Praktis (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Nilai dasar P = 1 yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi. Beberapa nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi disajikan pada Tabel 3.7. Table 3.7 Nilai Faktor P pada Beberapa Teknik Konservasi Tanah. Teknik Konservasi Tanah Nilai P Teras bangku a. Baik 0,20 b. Jelek 0,35 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,06 Teras bangku sorghum-sorghum 0,02 Teras tradisional 0,40 Teras gulud: padi-jagung 0,01 Teras gulud: ketela pohon 0,06 Teras gulud: jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0,01 Teras gulud: kacang kedelai 0,11 Tanaman dalam kontur a. kemiringan 0-8% 0,50 b. kemiringan 9-20% 0,75 c. kemiringan >20% 0,90 Tanaman perkebunan : a. disertai penutup tanah rapat 0,10 b. disertai penutup tanah sedang 0,50 Tanaman dalam jalu-jalur : jagung kacang tanah + mulsa 0,05 (Sumber : Asdak Chay, 1995)

32 Jika faktor nilai C dan P digabungkan maka kriteria penggunaan lahan dan besarnya nilai CP dapat dilihat pada tabel 3.8 sampai 3.9. Tabel 3.8 Faktor konservasi dan penggunaan tanaman. Konservasi dan Pengolahan Tanaman Hutan : a. Tak terganggu b. Tanpa tumbuhan bawah, disertai seresah c. Tanpa tumbuhan bawah, tanpa seresah Semak : a. Tak terganggu b. Sebagian berumput Kebun : a. Kebun-talun b. Kebun-perkarangan Perkebunan : a. Penutupan tanah sempurna b. Penutupan tanah sebagian Perumputan : a. Penutupan tanah sempurna b. Penutupan tanah sebagian; ditumbuhi alang-alang c. Alang-alang; pembakaran sekali setahun d. Serai wangi Tanaman Pertanian : a. Umbi-umbian b. Biji-bijian c. Kacang-kacangan d. Campuran e. Padi irigasi CP 0,01 0,05 0,50 0,01 0,10 0,02 0,20 0,01 0,07 0,01 0,02 0,06 0,65 0,51 0,51 0,36 0,43 0,02

33 Konservasi dan Pengolahan Tanaman Perladangan : a. 1 tahun tanam 1 tahun bero b. 1 tahun tanam 2 tahun bero Pertanian dengan konservasi : a. Mulsa b. Teras bangku c. Contour cropping (Sumber : Asdak, Chay, 2002) CP 0,28 0,19 0,14 0,04 0,14 Tabel 3.9 Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) No Kelas Penutupan Lahan Faktor CP 1 Air Tawar 0 2 Belukar/Semak 0,30 3 Gedung 0 4 Pasir Darat 0,75 5 Kebun 0,30 6 Pemukiman 0 7 Rumput 0,7 8 Sawah Irigasi 0,05 9 Sawah Tadah Hujan 0,05 10 Tegalan 0,75 Sumber : RKLT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986