BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB l PENDAHULUAN. berikut : pernikahan adalah ikatan lahir batin antara suami istri denga tujuan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu dengan individu lainnya untuk dapat hidup bersama dan menjalin perkawinan. Ada laki-laki dan ada perempuan yang pada umumnya mempunyai harapan serta keinginan untuk menikah (Walgito, 2004). Menurut Walgito (2004) dengan melaksanakan perkawinan, maka salah satu segi ajaran agama dapat dipenuhi sebagai makhluk hidup yang diciptakan secara berpasang-pasangan. Pernikahan merupakan salah satu bentuk pertemuan antara dua insan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, latar belakang antara kedua keluarga ini bisa sangat berbeda baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tata krama, bahasa dan lain sebagainya. Setiap manusia akan selalu mengalami transisi dalam kehidupannya. Menikah dan membina rumah tangga merupakan salah satu aktivitas sentral dari manusia untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia. Menurut Suardiman (1991) pernikahan adalah suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat. Pernikahan adalah hubungan antara seorang pria dan wanita untuk bersama-sama memenuhi hasrat melangsungkan hidupnya 1

2 dengan menurunkan keturunan. Pernikahan adalah awal kehidupan bersama seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Sebagaimana diharapkan setiap orang, setiap pernikahan berlangsung hanya satu kali seumur hidup. Dengan demikian suatu pernikahan diharapkan kekal dan bahagia, seperti tujuan pernikahan yang dimaksud Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 1 bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan pernikahan terjadilah interaksi sosial antara suami dan istri, karena pernikahan merupakan bentuk masyarakat terkecil yang juga membutuhkan sosialisasi sebagaimana umumnya masyarakat luas yang masing-masing anggotanya saling berinteraksi untuk menyesuaikan diri agar kebutuhan/kepentingan dapat terpenuhi. Sosialisasi diperlukan karena masing-masing pihak mempunyai latar belakang sifat/watak, pembawaan, pendidikan, pandangan hidup, sosial ekonomi yang berbeda. Sama halnya dalam suatu pernikahan sekalipun hanya terdiri dari dua orang yang tetap dibutuhkan sosialisasi. Dalam pernikahan tidak mudah untuk menciptakan keadaan yang bahagia, karena nantinya akan muncul masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan penyelesaian dengan tepat. Belakangan ini banyak sekali terdengar kabar berita mengenai permasalahan yang dialami oleh pasangan yang telah berkeluarga, mulai dari pertengkaran, adanya

3 ketidakcocokan hingga pemikiran yang tidak sejalan antara suami dan istri. Bahkan tidak jarang perceraian menjadi jalan keluar yang sudah lazim dilakukan oleh banyak pasangan, jangankan pada masyarakat awam, dalam kehidupan selebriti kisah tentang permasalahan rumah tangga dan perceraian justru menjadi konsumsi publik melalui berbagai media pemberitaan di Indonesia, beberapa diantaranya adalah permasalahan yang dialami oleh penyanyi Ayu Ting-Ting dengan suami yang berujung pada perceraian, juga dialami oleh artis Christy Jusung, serta kasus perceraian Farhat Abbas dengan Nia Daniati yang kini sedang menjadi sorotan publik dan masih banyak lagi. Pada kenyataannya dalam kehidupan pernikahan setiap orang mengalami kesulitan untuk menghadapi permasalahan yang muncul tanpa diketahui sebelumnya. Keterampilan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada menjadi kunci kelangsungan sebuah hubungan pernikahan, dapat menyisihkan emosi dan rasa ingin menang sendiri. Bukan hal yang baru jika sekarang ini dalam memilih pasangan hidup adalah keputusan yang mutlak ada di tangan individu yang bersangkutan, berbeda dengan keadaan dahulu dimana orang tua-lah yang menentukan pasangan/pendamping hidup bagi anak-anaknya. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pasangan hidup sesuai dengan yang diinginkan sendiri dan juga dapat memilih serta menilai apakah seseorang dapat hidup bersama dengan dirinya kelak dalam kehidupan setelah menikah.

4 Pernikahan tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Perbedaan antara suami dan istri dalam sebuah rumah tangga tak jarang memunculkan masalah dalam rumah tangga, karena dalam sebuah rumah tangga tidak pernah terlepas dari masalah (www.bkkbn.go.id/2006). Masalah yang terjadi dalam rumah tangga menimbulkan perselisihan, untuk mengatasinya diperlukan penyelesaian yang tepat sehingga tidak menimbulkan perselisihan yang lebih panjang. Dalam hal ini pendidikan memiliki peran yang penting, dimana pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang. Sebagian orang sering menganggap perbedaan tingkat pendidikan antara dirinya dengan pasangan merupakan hal wajar dan tidak masalah, padahal hal ini tentu akan menjadi permasalahan dimana pola pikir kedua belah pihak yang berbeda tingkat pendidikan adalah berbeda satu sama lain. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu (Sri Harini, 1994). Hal ini karena pendidikan merupakan gejala universal, dimana ada manusia, disana ada pendidikan. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pendidikan adalah merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang akan mempengaruhi perkembangan fisik, mental, sosial, emosi serta etik. Dalam kehidupan pernikahan seringkali ditemukan istilah kecocokan, kecocokan yang dimaksud disini adalah kecocokan yang mencakup banyak hal, selain dinilai dari fisik, kecocokan yang diharapkan juga mencakup

5 beberapa hal, diantaranya adalah aspek emosi, aspek intelektual dan aspek spiritual. Untuk memiliki hubungan yang baik seluruh aspek ini harus terpenuhi, satu aspek saja tidak terpenuhi, dua aspek yang lain tidak bisa menggantikannya. Aspek intelektual/pemahaman menjadi aspek yang sangat mempengaruhi dalam suatu hubungan, dimana faktor yang ada didalamnya adalah kebiasaan, tabiat, watak dan tingkat pendidikan kedua belah pihak, serta dimensi psikologis yang dapat diamati melalui gejala tingkah laku dengan menggunakan pengetahuan dan intelektualitas. Aspek intelektual didapatkan seseorang dari pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo, 2007). Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis, dan intensional, dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Dan definisi lain dikemukakan oleh Carter V. Good (dalam Djumransjah, 2006) pendidikan adalah: (a) proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya; dan (b) proses sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. Pendidikan diyakini sangat berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang dalam kehidupan sehari-hari, hal ini didukung juga

6 oleh pendapat Kartini Kartono (1989) bahwa dalam lingkungan pendidikan, perkembangan intelektual remaja akan semakin berkembang sesuai dengan tingkat pendidikannya, sebab pendidikan formal yang diperoleh di lingkungan sekolah mengajarkan individu lebih bertanggung jawab dan untuk mengembangkan intelektualnya melalui pengetahuan yang diajarkan secara umum. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat tanggung jawabnya dan semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka semakin rendah pula tanggung jawabnya. Dilihat dari segi intelektual, pemikiran dan pemahaman seorang yang berpendidikan rendah tentu sangat berbeda dengan seorang yang berpendidikan tinggi, pola pemikiran dan refleks tanggap terhadap sesuatu hal-pun pastilah juga berbeda. Ini menjadikan pendidikan sebagai aspek yang sangat penting dalam interaksi keluarga. Namun sayangnya tidak semua orang bisa beruntung mengenyam pendidikan formal hingga tingkat yang tinggi. Hal ini akan menjadi lebih rumit ketika dalam satu kehidupan pernikahan seorang istri memiliki pendidikan lebih tinggi dari pada suami, tentunya hal ini akan menjadi permasalahan bagi kedua belah pihak, terutama tentang pandangan masa depan kehidupan pernikahan nantinya (Sri Harini, 1994). Namun, tidak semua orang menyadari akan hal ini, banyak diantara perempuan yang memiliki pasangan dengan perbedaan tingkat pendidikan menganggap hubungan pernikahan dengan perbedaan tingkat pendidikan adalah tidak masalah, tidak mempengaruhi apapun, toh

7 kedudukan di rumah tetap saja sama, sebagai suami/istri, bukan direktur, pesuruh dan lain sebagainya. Sedangkan bagaimana setiap pihak memandang masa depan pernikahan dengan sudut pandang masing-masing berdasarkan pada kemampuan berfikir dan pola pemikiran yang berbeda tentunya akan menghasilkan buah pemikiran yang berbeda pula. Apa sebenarnya yang diharapkan dari sebuah hubungan pernikahan merupakan hal yang patut diketahui sebelumnya, apakah nantinya akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan bahagia dalam pernikahan atau sebaliknya bersama dengan seseorang yang berbeda latar belakang pendidikan dengan dirinya. Dari latar belakang tersebut didapatkan permasalahan bagaimana optimisme terhadap kehidupan pernikahan pada pasangan menikah dengan tingkat pendidikan istri lebih tinggi. Belakangan ini telah banyak penelitian tentang pernikahan yang telah dilakukan, diantaranya penelitian Indah Syarif Kurniawati (2010) tentang Perbedaan Kesejahteraan Psikologis pada Istri yang Mengalami Pernikahan Remaja dan Istri yang Mengalami Pernikahan Dewasa Awal, juga pada penelitian Ishak Boty Buifena (2008) tentang Pemahaman Jemaat GKI Salatiga terhadap Perkawinan Beda Agama dalam Sorotan Tata Gereja GKI. Dan ternyata permasalahan tentang optimisme istri terhadap pernikahan dengan perbedaan tingkat pendidikan belum pernah diteliti, hanya saja peneliti menemukan penelitian Rita Suwartiningsih (1997) tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan Istri Hubungannya dengan Peranan Istri dalam Rumah Tangga, penelitian

8 tersebut juga membahas tentang tingkat pendidikan istri, namun tidak menyinggung mengenai optimisme pada pernikahan, dengan demikian penulis merasa tertarik untuk meneliti apakah perbedaan tingkat pendidikan dalam hubungan pernikahan mempengaruhi pandangan optimisme seorang istri pada kehidupan pernikahan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana optimisme seorang istri yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi daripada suami terhadap kehidupan pernikahan? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui optimisme seorang istri yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi daripada suami terhadap kehidupan pernikahan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya Bimbingan dan Konseling mengenai optimisme terhadap

9 kehidupan pernikahan pada pasangan menikah dengan tingkat pendidikan istri lebih tinggi. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk menentukan alternatif bantuan terhadap pihak yang membutuhkan dan berada pada posisi yang serupa. Menguji teori Seligman (1991) yang menyatakan bahwa individu yang optimis terlihat dari beberapa aspek tertentu. 2) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bekal pengetahuan kepada penulis mengenai optimisme terhadap kehidupan pernikahan pada pasangan menikah dengan tingkat pendidikan istri lebih tinggi. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Meliputi Latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Dalam bab ini diuraikan tentang optimisme, pernikahan, optimisme terhadap pernikahan, tingkat pendidikan dan temuan penelitian yang relevan. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang jenis penelitian, karakteristik subjek penelitian, jumlah subjek penelitian, definisi operasional variabel penelitian, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

10 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini berisi tentang persiapan dan pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, interpretasi data, dan hasil pembahasan penelitian. Bab V Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran saran.