PEMETAAN BAHAYA TANAH LONGSOR DENGAN METODE FREQUENCY RATIO DI KECAMATAN PIYUNGAN DAN PLERET, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GERAKAN TANAH BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PENGONTROL DI WILAYAH KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

STUDI POTENSI GERAKANTANAH DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta 2

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR FORMASI BUTAK

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

PEMETAAN ANCAMAN GERAKAN TANAH DI DESA KANDANGSERANG KECAMATAN KANDANGSERANG KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut,

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 1 ISSN (E) :

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENYUSUNAN PETA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAS SERAYU HULU

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

ANALISIS KERAWANAN DAN KEJADIAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Gambar 7. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : Muhammad Abdurachman Ibrahim

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

ANALISIS KESEKATAN SESAR SECARA VISUAL PADA SINGKAPAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

PEMETAAN BAHAYA TANAH LONGSOR DENGAN METODE FREQUENCY RATIO DI KECAMATAN PIYUNGAN DAN PLERET, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nusantara, Y.P. *, Setianto, A. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjahmada *corresponding author: yurrynusantara@gmail.com ABSTRAK Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Provinsi Yogyakarta. Tercatat telah terjadi 212 kejadian tanah longsor di Yogyakarta dari tahun 2011-2014 (BPBD DIY, 2014). Kejadian tanah longsor di Indonesia banyak menimbulkan kerugian baik dari segi fisik maupun sosial. Kejadian tanah longsor di daerah penelitian dipicu oleh curah hujan yang tinggi sehingga sangat mungkin bencana ini akan terus terjadi di masa depan. Pemetaan bahaya longsor dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Salah satu metode kuantitatif yang digunakan adalah frequency ratio. Frequency ratio didasarkan kepada hubungan antara lokasi kejadian tanah longsor dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor. Metode ini diaplikasikan dengan menggunakan GIS dan data penginderaan jauh seperti citra DEM Terrasar-X dan citra Google Earth serta peta geologi 1:100.000 dan peta topografi 1:25.000. Data tersebut merepresentasikan faktor-faktor yang mempengaruhi longsor yaitu kemiringan lereng, jarak dari drainase, jarak dari patahan, satuan litologi, tata guna lahan,dan presipitasi. Faktor-faktor tersebut kemudian dikonstuksikan menjadi peta dengan format raster 10x10m dan ditumpangtindih sehingga menghasilkan nilai frequency ratio. Nilai frequency ratio dikalkulasikan menjadi LSI (Landslide Susceptibility Index) yang kemudian diklasifikan menjadi 4 zona bahaya longsor yaitu zona bahaya rendah, zona bahaya sedang, zona bahaya tinggi dan zona bahaya sangat tinggi yang kemudian disajikan dalam bentuk peta bahaya tanah longsor. Hasil dari metode ini menunjukkan bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang berperan penting menyebabkan terjadinya longsor di daerah penelitian. Hasil validasi menunjukkan bahwa metode ini menghasilkan peta bahaya longsor yang cukup memuaskan dengan nilai akurasi sekitar 70% sehingga dapat diterapkan dalam upaya mitigasi bencana longsor. I. PENDAHULUAN Tanah longsor merupakan bencana alam yang paling banyak menimbulkan kerugian baik materi maupun korban jiwa yang terus menjadi pusat perhatian karena bencana ini terjadi secara kontinu dari tahun ke tahun. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian untuk mengembangkan peta bahaya tanah longsor yang dapat digunakan untuk upaya mitigasi bencana tersebut. Peta bahaya tanah longsor memiliki fungsi untuk membagi area bahaya longsor menjadi beberapa zona yang berbeda tergantung tingkat bahaya area itu sendiri. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah di Indonesia yang sering terjadi tanah longsor. Tercatat dari tahun 2004 sampai tahun 2014 telah terjadi 212 kasus tanah longsor dan telah menimbulkan banyak 513 kerugian (BNPB,2014). Daerah yang terjadi tanah longsor kebanyakan terjadi di daerah dengan lereng yang terjal dan dipicu oleh curah hujan yang tinggi terutama di daerah Kecamatan Piyungan dan Pleret yang menjadi daerah penelitian yang ditunjukkan Gambar 1. Tanah longsor di daerah ini banyak menimbulkan kerugian yaitu rusaknya jalan dan rumah warga. Dalam pemetaan bahaya tanah longsor terdapat 2 metode yaitu metode pemetaan langsung dan metode pemetaan tidak langsung. Dalam penelitian ini menggunakan metode pemetaan tidak langsung yaitu metode frequency ratio. Metode frequency ratio merupakan metode yang dibangun berdasarkan hubungan antara lokasi kejadian tanah longsor dan faktor-faktor yang mengontrol terjadinya tanah longsor (Lee dan

II. Pradhan, 2006). Faktor-faktor yang mengontrol terjadinya tanah longsor yaitu kemiringan lereng, jarak dari sesar, jarak dari drainase, litologi, tata guna lahan dan presipitasi. Faktor-faktor tersebut dikonstruksikan dan ditumpangtindihkan menggunakan GIS sehingga menghasilkan peta bahaya tanah longsor. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Secara fisiografi regional, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur yang terletak di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, memanjang ke arah timur dari bagian tenggara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Pantai Selatan Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949). Secara stratigrafi, daerah penelitian berada di stratigrafi Pegunungan Selatan. Adapun urutan stratigrafi dari yang tertua sampai termuda Pegunungan Selatan yang tersingkap di daerah penelitian yaitu (Surono, 2009) : Formasi Semilir Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, tuff lapili, tuff lempungan dan tuff yang berumur Miosen Awal. Formasi Nglanggran Formasi ini terdiri dari breksi gunung api dan aglomerat, dengan sisipan tuf dan lava andesit yang berumur Miosen Awal. Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian merupakan struktur dengan arah baratlaut-tenggara atau biasa disebut dengan Pola Sumatra dan struktur dengan arah timurlaut-baratdaya atau disebut dengan Pola Meratus (Surono, 2009). Struktur geologi yang ditemukan berupa sesar turun, sesar geser dekstral dan sesar geser sinistral. III. DATA DAN METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, spatial database yang menjelaskan kejadian longsor dengan faktorfaktor pengontrol tanah longsor 514 dikonstruksikan menggunakan GIS (Geographic Information System) seperti yang ditunjukkan Tabel 1. Lokasi kejadian tanah longsor ditentukan berdasarkan laporan peneliti terdahulu dan pengamatan lapangan secara langsung. Pada daerah penelitian, total telah terjadi longsor sebanyak 31 kejadian yang tersebar di seluruh area. Faktor-faktor yang mengontrol tanah longsor terdiri dari 6 faktor yaitu kemiringan lereng, jarak dari sesar, jarak dari drainase, litologi, tata guna lahan dan presipitasi. Faktor-faktor tersebut telah ditransformasikan menjadi data vektor dan raster menggunakan GIS. Faktor kemiringan lereng lereng diketahui dari citra DEM TerraSAR-X dengan resolusi 10 m. Kemiringan lereng di daerah penelitian bervariasi dari 0 0-44 0 yang kemudian dibagi menjadi 3 zona berdasarkan yaitu zona 0 0-20 0, zona 20 0-40 0 dan zona >40 0 (Karnawati,2005) seperti yang ditunjukkan Gambar 2. Faktor Tata guna lahan diketahui dari interpretasi citra satelit Bingmaps dan dikoreksi dengan peta RBI 1:25.000 Lembar Lembar Timoho, Jabung, dan Imogiri. Tata guna lahan di daerah penelitian terdiri dari pemukiman, persawahan, perkebunan, tanah kosong, Tempat Pembuangan Sampah (TPS), hutan dan semak belukar seperti Gambar 3. Jarak dari sesar dan litologi diketahui dari peta geologi 1:100.000 lembar Yogyakarta dan Surakarta dan hasil pemetaan di lapangan. Daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan yaitu satuan perselingan batupasir tuffan dan tuff dengan sisipan breksi autoklastik, satuan perselingan batupasit tuffan dengan tuff dengan sisipan lapili tuff, dan satuan breksi andesit seperti Gambar 4. Jarak dari sesar di daerah penelitian dibagi menjadi 4 zona yaitu zona 0-100 m, zona 100-200 m, zona 200-300 m dan zona >300 m seperti Gambar 5. Faktor jarak dari drainase diketahui dari Peta Pola Penyaluran. Jarak dari drainase dibagi menjadi 4 zona yaitu zona 0-100 m, zona 100-200 m, zona 200-300 m, dan zona >300 m seperti Gambar 6. Faktor presipitasi diketahui dari data curah hujan selama 10 tahun terakhir

IV. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta. Curah hujan di daerah penelitian bervariasi dari 1699-1709 mm/tahun yang kemudian dibagi menjadi 9 zona seperti Gambar 7. Faktor-faktor kemiringan longsor ini kemudian ditransformasikan menjadi data raster dengan resolusi 10 m seperti yang ditunjukkan Tabel 1. Faktor pengontrol longsor tersebut ditumpangtindihkan dengan titik kejadian longsor. Setiap zona dari faktor memiliki 2 atribut yaitu jumlah piksel area dalam zona dan jumlah longsor yang terdapat di dalam zona. Kedua atribut ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai frequency ratio masing-masing zona dengan rumus (1) (Bonham, 1994 dalam Tazik dkk, 2014). FR = Di/Ai N Di/ N i=1 i=1 Ai FR = Frequency Ratio Di = jumlah titik longsor pada suatu kelas dalam faktor tertentu Ai = jumlah area pada suatu kelas dalam faktor tertentu Setelah nilai FR masing-masing zona faktor pengontrol longsor dihitung, kemudian masing-masing peta ditumpang-tindihkan sehingga menghasilkan nilai LHI (Landslide Hazard Index) seperti rumus (2) (Pradhan,2010). LHI = FR 1 + FR 2 + FR 3 +... + FR n (2) Kemudian nilai LHI ini diklasifikasikan menjadi 3 zona yaitu zona tingkat bahaya rendah, zona tingkat bahaya menengah dan zona tingkat bahaya tinggi yang disajikan dalam bentuk peta bahaya tanah longsor. Peta bahaya tanah longsor divalidasikan dengan titik kejadian tanah longsor. Validasi ini menunjukkan seberapa baik model dalam memprediksi longsor. Hasil dari validasi ini akan menghasilkan nilai akurasi prediksi berdasarkan AUC (Area Under Curve). ANALISIS DATA DAN DISKUSI Metode frequency ratio didasarkan kepada hubungan antara penyebaran titik longsor 515 dengan masing-masing faktor pengontrol longsor. Hubungan tersebut menjelaskan kontribusi setiap faktor terhadap terjadinya tanah longsor. Bila nilai frequency ratio lebih dari 1 maka Nilai frequency ratio masingmasing zona faktor pengontrol longsor ditunjukkan oleh Tabel 2. Nilai frequency ratio setiap zona di daerah penelitian bervariasi dari 0-6,19. Dalam faktor kemiringan lereng, lereng dengan kemiringan yang lebih terjal memiliki probabilitas lebih tinggi untuk terjadinya tanah longsor. Kemiringan lereng di bawah 20 0 memiliki nilai frequency ratio 0,50 yang mengindikasikan probabilitas untuk terjadinya longsor lebih rendah. Kemiringan lereng di 20 0-40 0 memiliki nilai frequency ratio 2,83 yang mengindikasikan probabilitas untuk terjadinya longsor lebih tinggi. Semakin tinggi kemiringan lereng, meningkatkan shear stress batuan penyusun lereng sehingga kestabilan lereng terganggu dan berpotensi terjadinya tanah longsor (Pradhan, 2010). Untuk menghitung nilai LHI, setiap nilai frequency ratio masing-masing zona yang bertampalan dihitung dengan rumus (2). Nilai LHI yang terdapat di area penelitian bervariasi dari 2,77 18,22. Nilai LHI ini kemudian diklasifikasikan menjadi 3 zona yaitu zona bahaya rendah (22%), zona bahaya menengah (65%0dan zona bahaya tinggi (13%) yang ditunjukkan oleh Gambar 8. Hasil dari analisis bahaya longsor kemudian divalidasikan menggunakan data tanah longsor yang telah ada. Nilai LHI yang didapatkan kemudian dibagi menjadi 10 kelas dari yang tertinggi sampai terendah (100%-90%, 90-80%,..., 10%-0%). Setiap kelas LHI dihitung persentase jumlah longsor dan persentase komulatifnya seperti Kurva perubahan laju dibuat dengan Nilai LHI sebagai sumbu x dan persentase komulatif kejadian longsor sebagai sumbu y seperti Gambar 9. AUC ( Area Under Curve) dihitung dari kurva perubahan laju tersebut yang mengindikasikan nilai akurasi prediksi dari model frequency ratio. Nilai AUC berkisar 0,705 yang berarti nilai akurasi prediksi bernilai 70,5%. Nilai AUC dari kurva

tersebut >0,5 yang menyatakan bahwa model frequency ratio memiliki nilai akurasi prediksi yang baik dan dapat diterapkan di daerah penelitian. V. KESIMPULAN Pemetaan bahaya tanah longsor di daerah Kecamatan Piyungan dan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan metode frequency ratio menghasilkan 3 zona bahaya yaitu zona bahaya rendah dengan pelamparan sekitar 22%, zona bahaya menengah dengan pelamparan sekitar 65% dan zona bahaya tinggi dengan pelamparan sekitar 13%. Validasi menghasilkan frequency ratio memiliki akurasi prediksi yang baik dengan nilai akurasi 70,5%. Faktor pengontrol VI. tanah yang paling berpengaruh di daerah penelitian adalah kemiringan lereng 20 0-40 0 dengan nilai FR 2,83 dengan pelamparan yang luas dibandingkan faktor-faktor pengontrol longsor yang lain. ACKNOWLEDGEMENT Ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1. BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuannya dan ijin pengambilan data kejadian tanah longsor daerah penelitian. 2. BMKG Daerah Istimewa Yogyakarta atas batuannya dan ijin pengambilan data curah hujan daerah penelitian. DAFTAR PUSTAKA Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013, Peta Bahaya Tanah Longsor Daerah Istimewa Yogyakarta, skala 1:250.000, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Bonham-Carter G.F., 1994, Geographic Information System for Geoscientists, Modelling with GIS, Pergamon, Oxford, 398 p. Karnawati, D., 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lee, S., Pradhan, B., 2007, Landslide Hazard Mapping at Selangor, Malaysia Using Frequency Ratio and Logistic Regression Models, Landslide Vol.4, p. 33-41 Margono, U., Surono, dan Kusnama, 2009 (dalam persiapan). Peta Geologi Lembar Wonosari dan Semanu, Yogyakarta, Skala 1:50.000. Pusat Survei Geologi, Bandung Pradhan, B., 2010, Landslide Susceptibility Mapping of a Catchment Area Using Frequemcy Ratio, Fuzzy Logic and Multivariate Logistic Regression Approaches, Journal Indian Society Remote Sensing Vol. 38, 301-320 p. Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung Sabins, F.F., 1987. Remote Sensing : Principles and Interpretation, Freeman and Company, New York, 449 p. Surono, 2008, Sedimentasi Formasi Semilir di Desa Sendang, Wuryanto, Wonogiri, Jawa Tengah, Jurnal Sumber Daya Geologi Vol.18, p. 29-41 Surono, 2008, Stratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan Selatan, Jawa Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia Vol.3, p. 183-193 Surono, 2009, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Jurnal Sumber Daya Geologi Vol. 19, p. 31-43 516

Surono, Toha, B., Sudarno, 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sutanto, 1986, Penginderaan Jauh Jilid I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tazik, E., Jahantab, Z., Bakhtiari, M., Rezaei, A., Alavipanah, K.S., 2014, Landslide Susceptibility Mapping by Combining the Three Methods Fuzzy Logic, Frequency Ratio and Analytical Hierarchy Process in Dozain Basin, The International Arhives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences Vol. 40, p. 267-272 Varnes, D.J., 1978, Slope Movement Types and Processes, Special Report 176; Landslides; Analysis and Control, Eds: R.L. Schuster dan R.J. Krizek, Transport Research Board, National Research Council, Washington, D.C, p 11-33 Bemmelen, Van R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Govt. Printing Office, Nijhoff, The Hague, Jawa Tengah TABEL Citra DEM TerraSar-X Tabel 1. Spatial database daerah penelitian beserta sumbernya. Sumber Informasi Tipe data Skala Citra IKONOS dan Peta RBI Kemiringan lereng Tata guna lahan Raster 1 : 50.000 Vektor 1 : 50.000 Laporan Peneliti Terdahulu Data Curah Hujan Peta Pola Penyaluran Peta Geologi dan Pemetaan Titik kejadian longsor Presipitasi Jarak dari drainase Litologi Jarak dari sesar Vektor 1 : 50.000 Raster 1 : 50.000 Vektor 1 : 50.000 Vektor 1 : 50.000 Tabel 2. Faktor pengontrol longsor beserta nilai FR (frequency ratio) masing-masing zona Faktor Zona Di Di Ai Ai FR Kemiringan Lereng 0-20 259169 332318 12 31 0,50 20-40 72086 332318 19 31 2,83 >40 1133 332318 0 31 0 Litologi Perselingan batupasir tuffan dan tuff dengan sisipan breksi autoklastik Perselingan batupasir tuffan dan tuff 69530 332388 12 31 1,85 dengan sisipan lapili tuff 256913 332388 16 31 0,67 Breksi Andesit 5875 332388 3 31 5,47 Tata Guna Lahan Tanah kosong 16 330745 0 31 0 Hutan 3132 330745 0 31 0 517

Tempat Pembuangan Sampah 1304 330745 0 31 0 Pemukiman 45575 330745 0 31 0 Persawahan 91470 330745 2 31 0,23 Ladang/Tegalan 155598 330745 12 31 0,82 Perkebunan 12981 330745 5 31 4,11 Semak belukar 20669 330745 12 31 6,19 Jarak dari drainase 0-100 152857 332336 12 31 0,84 100-200 94695 332336 8 31 0,91 200-300 46456 332336 8 31 1,85 >300 38328 332336 3 31 0,84 Jarak dari sesar 0-100 56082 332337 3 31 0,57 100-200 53003 332337 5 31 1,01 200-300 47896 332337 6 31 1,34 >300 175356 332337 17 31 1,04 Presipitasi 1699-1709 88867 332337 7 31 0,84 1709-1719 85599 332337 2 31 0,25 1719-1729 25604 332337 1 31 0,42 1729-1739 22352 332337 2 31 0,96 1739-1749 24313 332337 4 31 1,76 1749-1759 29851 332337 6 31 2,15 1759-1769 28553 332337 7 31 2,63 1769-1779 27006 332337 2 31 0,79 1779-1790 192 332337 0 31 0 GAMBAR Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. (tidak dalam skala sebenarnya) 518

Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya). Gambar 3. Peta tata guna lahan daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya). 519

Gambar 4. Peta geologi daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya) Gambar 5. Peta jarak dari sesar daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya). 520

Gambar 6. Peta jarak dari drainase daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya). Gambar 7. Peta curah hujan daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya). 521

Gambar 8. Peta bahaya tanah longsor daerah penelitian (tidak dalam skala sebenarnya) Gambar 9. Kurva perubahan laju dari peta bahaya tanah longsor dengan metode frequency ratio Nilai AUC (Area Under Curve) berkisar 0,705. 522