II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang ada dalam pendidikan kita yaitu rendahnya mutu

I. PENDAHULUAN. yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. dianamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. dari ilmu yang lain, dengan kata lain matematika tumbuh dan berkembang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menuntun siswa agar mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB II KAJIAN TEORI. menyerupai hasil belajar kognitif. Keterampilan adalah kemampuan untuk

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

Edumatica Volume 04 Nomor 01, April 2014 ISSN:

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. oleh guru. Proses belajar mengajar akan berlangsung dengan baik apabila di

FAKULTAS EKONOMI UNNES

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

METODE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

mengembangkan berbagai macam tingkat dan jenis sekolah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran dapat dimaknai sebagai landasan dasar untuk membentuk. atau mendisain program pembelajaran didalam kelas.

I. PENDAHULUAN. Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

BAB II KAJIAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu Communicare yang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Jurnal Penelitian Tindakan dan Pendidikan 3(2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa. Maju

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Roslince Hutagaol Guru SMP Negeri 5 Tebing Tinggi

PENGGUNAAN COOPERATIVE LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

I. PENDAHULUAN. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, masing- masing dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

Transkripsi:

6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir kritis siswa merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercaya dan diyakininya dalam memecahkan masalah. Menurut Suryabrata (2001: 54) menyatakan bahwa: Berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan seseorang. Bagian pengetahuan tersebut, yaitu sesuatu yang telah dimiliki, yang berupa pengertian-pengertian dan dalam batas tertentu juga tanggapantanggapan. Berpikir dapat diartikan pula dengan meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Pengetahuan ini berupa pengertian dalam tertentu. Pengertian akan menghasilkan tanggapan-tanggapan yang berbeda pada setiap orang. Dalam arti bergantung pada pengetahuannya. Pola pikir tinggi dibentuk berdasarkan cara berpikir kritis dan kreatifitasnya. Sebagian dari orang tua dan pendidik sepakat bahwa dalam masyarakat sekarang anak-anak sangat membutuhkan keahlian pola pikir tinggi.

7 Berpikir kritis dapat terjadi bila mendapatkan rangsangan dari luar sehingga dapat memberikan arahan dalam berpikir dan bekerja. Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika. Johnson (2009: 48) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri. Spliter dalam Komalasari (2010: 267) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan bernalar dan berpikir reflektif yang difokuskan untuk memutuskan hal-hal yang diyakini dan dilakukan. Suatu aktifitas kogitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar maka dapat dikatakan berpikir kritis dimana berpikir kritis salah satu jenis berpikir konvergen. Menurut Setiono ( 2007: 30) yang menyatakan bahwa Berpikir kritis adalah salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan menilai/memutuskan. Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pembelajaran. Berdasarkan dua kutipan di atas dapat dianalisis bahwa berpikir kritis adalah siswa dapat merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercaya dan diyakininya

8 dalam memecahkan masalah dimana berpikir kritis itu salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Ada beberapa indikator berpikir kritis. Ennis dalam Aryati (2009: 3), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut: 1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: (a) memfokuskan pertanyaan; (b) menganalisis pertanyaan dan bertanya; (c) menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. 2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas : (a) mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak; (b) mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan: (a) mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi; (b) meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi; (c) membuat serta menentukan nilai pertimbangan 4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas: (a) mengidentifikasi istilahistilah dan definisi pertimbangan serta dimensi; (b) mengidentifikasi asumsi 5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas: (a) menentukan tindakan; (b) berinteraksi dengan orang lain Berdasarkan dua kutipan di atas dapat dianalisis bahwa berpikir kritis adalah siswa dapat merumuskan dan mengevaluasi apa yang dipercaya dan diyakininya dalam memecahkan masalah dimana berpikir kritis itu salah satu jenis berfikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik.

9 Mengenai berpikir kritis dibagi dalam dua aspek besar dimana aspek tersebut meliputi aspek pembentukan watak dan aspek keterampilan. Menurut Tresnawati (2010: 19) mengembangkan berpikir kritis kedalam dua aspek besar yaitu: Aspek pembentukan watak (disposition), yang terdiri dari komponen : a) mencari sebuah pertanyaan yang benar dari pertanyaan, b) mencari alasan, c) mencoba untuk memperoleh informasi yang baik, d) menggunakan sumber yang dapat dipercaya dan menyebutkannya, e) memasukkan informasi/ sumber ke dalam laporan, f) mencoba mempertahankan pemikiran yang relevan, g) menjaga pikiran tetap dalam focus perhatian, h) melihat beberapa alternatif, i) menjadi berpikir terbuka, j) menga sebuah posisi ketika fakta dan alasan sesuai, k) mencari keakuratan subjek secara benar, l) mengikuti sebuah kebiasaan yang teratur, m) menjadi lebih respon dalam merasakan tingkatan pengetahuan dan pengalaman. Selanjutnya adalah aspek keterampilan (ability): keterampilan berpikir kritis yang ditinjau untuk siswa SMP meliputi 3 keterampilan, 4 sub keterampilan, dan 6 indikator. Keterampilan berpikir kritis seperti diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis yang Diamati Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan Berpikir Kritis Indikator 1. Memberikan penjelasan dasar 1. Menganalisis argument 1. Mencari persamaan dan perbedaan 2. Membangun keterampilan dasar 2. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? 2. Kemampuan memberikan alasan 3. Menyimpulkan 3. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi 4. Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan 3. Berhipotesis 4. Menggeneralisasi 5. Mengaplikasikan konsep 6. Mempertimbangkan alternative

10 Selain indikator berpikir kritis, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis memiliki ciri-ciri tersendiri. Ada pula ciri-ciri dari berpikir kritis yang dikemukakan Kirschenbaum dalam Zuchdi (2008: 49-50) menyatakan: Ciri-ciri orang yang berpikir kritis adalah: mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan; mencari alasan; mencoba memperoleh informasi yang benar; menggunakan sumber yang dapat dipercaya; mempertimbangkan seluruh situasi; mencari alternatif; bersikap terbuka; mengubah pandangan apabila ada bukti yang dapat dipercayai; mencari ketepatan suatu permasalahan, sensitif terhadap perasaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat kecanggihan orang lain. Ciri tersebut hanya dapat dikembangkan lewat latihan yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Berpikir kritis dapat mengarah pada pembentukan sifat bijaksana. Berdasarkan uraian di atas dapat dianalisis bahwa untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa meliputi: kemampuan mendefinisikan masalah, kemampuan menyeleksi informasi untuk pemecahan masalah, kemampuan merumuskan hipotesis, dan kemampuan menarik kesimpulan. 2. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan dalam suatu pembelajaran, maka guru harus bisa memilih dan menetapkan model atau strategi yang optimal. Dengan itu, guru harus menetapkan model dan strategi yang tepat. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan oleh Frank Lyman diuniversitas Maryland tahun 1981, yang disampaikan kembali oleh Nurhadi (2004: 23) Think pair share (TPS) merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan ketrampilan siswa.

11 Hal ini didukung dengan Lie (2002: 56) yang menyatakan: TPS atau berpikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Struktur ini menghendaki siswa bekerja sama saling membantu dalam kelompok kecil (2-5 anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu. Dalam pembelajaran TPS siswa menjadi aktif dan interaktif dikelas. Dasar tujuan pembelajaran kooperatif model TPS adalah mengembangkan partisipasi siswa dalam kelas melalui diskusi baik dengan pasangan maupun kelas. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya agar dapat menghasilkan ide- ide yang berkualitas. Berdasarkan dua kutipan di atas maka dapat dianalisis bahwa dalam pembelajaran TPS jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sehingga siswa menjadi aktif dan interaktif. Tahap dalam TPS terdiri dari tiga yaitu berpikir, berpasangan, dan berbagi. Menurut Ibrahim (2000: 26), yaitu; Thinking (berfikir), siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan yang diberikan oleh guru, Pairing (berpasangan), siswa berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikan apa yang telah dipikirkan secara individual. Share (berbagi), pasangan diminta mempresentasikan atau berbagi dengan seluruh kelas dari apa yang telah dibicarakan dalam kelompok. Tahap pertama, guru mengajukan pertanyaan isu yang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap kedua, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk

12 berpasangan. Tahap ketiga, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang mereka bicarakan. Ini dapat dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai dengan sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Lebih lanjut Lyman dalam Depdiknas (2003: 25) membagi langkah-langkah dalam pembelajaran TPS sebagai berikut: 1.Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai; (2) Siswa diminta untuk berfikir tentang materi yang disampaikan; (3) Siswa diminta berpasangan dan berdiskusi; (4) Tiap pasangan mengemukakan hasil diskusinya; Guru memimpin diskusi; (5) Guru menambah materi yang belum diungkapkan siswa; (6) Guru memberi kesimpulan. Berdasarkan dua kutipan di atas maka dapat dianalisis bahwa pembelajaran dengan menggunakan model TPS memberikan peluang kepada para siswa untuk dapat mendiskusikan ide-ide yang mereka miliki dalam rangka menyelesaikan masalah yang disajikan guru dengan pasangannya. TPS yaitu teknik yang dikembangkan oleh Frank Lyman Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006). Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa pendekatan, salah satunya ialah TPS. Strategi TPS tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Strategi ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskusi didalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resistasi dan diskusi

13 perlu dilakukan di dalam setting seluruh kelompok. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Strategi TPS yang digunakan oleh para guru menerapkan langkah-langkah sebagai berikut: Tahap-1: Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap-2: Pairing Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap-3: Share Pada tahap ini, guru meminta kepada beberapa pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah didiskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan pekerjaannya. (Ibrahim, 2006: 27). Kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi dalam model TPS memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masingmasing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Ibrahim (2006), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi

14 (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya. Berdasarkan kutipan di atas dapat dianalisis TPS suatu strategi kooperatif dimana TPS membantu struktur diskusi, meningkatkan partisipasi siswa,siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial sesama siswa dan guru. TPS memiliki tiga tahapan yaitu: (1) guru mengemukakan suatu pertanyaan; (2) siswa berpikir secara individu kemudian siswa mendiskusikan dengan kelompok masing-masing; (3) siswa berbagi jawaban dengan anggota kelompok yang lain. 3. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar siswa berkaitan dengan cara siswa menangkap dan memahami isi materi yang disampaikan oleh guru. Hasil belajar siswa dapat diketahui setelah proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010: 3-4): Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan siswa tampak pada evaluasi hasil belajar siswa, hasil belajar diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan proses penilaian yang dilihat dengan pengadaan postest untuk mengetahui sejauh mana materi yang

15 telah diterima siswa. Dari hasil penilaian tersebut guru dapat mengevaluasi sistem mengajar yang telah ia lakukan untuk mengetahui berapa persen hasil dari metode yang ia terapkan saat itu. Dari hasil belajar tersebut siswa juga dapat mengetahui kesalahan serta kekurang pahaman meteri yang diajarkan untuk didiskusikan bagian yang ia tidak mengerti berdasar kemampuan yang ia miliki. Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung dari aktivitas belajar siswa itu sendiri. Karena aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap pelajaran yang diterimanya. Sehingga keberhasilan proses belajar mengajar diukur dari hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2010: 121): Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan kutipan di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keberhasilan dalam belajar diperlukan adanya suatu pengukuran hasil belajar yaitu melalui suatu evaluasi atau tes dan dinyatakan dalam bentuk angka. Setiap proses pembelajaran akan mencapai suatu puncak kegiatan dengan melakukan pengukuran terhadap proses pembelajaran tersebut. Proses pengukuran ini membantu untuk mengetahui hasil belajar setelah dilangsungkannya pembelajaran. Sedangkan menurut Slameto (2008: 131) hasil belajar itu sendiri meliputi 3 aspek, yaitu: a) Keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta

16 (kognitif); b) Kepribadian atau sikap (afektif); c) Keterampilan atau penampilan (psikomotor). Sedangkan hasil belajar dalam kecakapan kognitif menurut Dimyati dan Mudjiono (2010: 10) memiliki beberapa tingkatan, yaitu: a). Informasi non verbal, b). Informasi fakta dan pengetahuan verbal, c). Konsep dan prinsip, d). Pemecahan masalah dan kreatifitas. Berdasarkan dua kutipan di atas bahwa hasil belajar diakhir dari suatu proses pembelajaran, maka siswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar tampak apabila terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Nilai aspek kognitif diperoleh dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis siswa yang dievaluasi di setiap akhir pembelajaran. Hasil evaluasi kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk hasil belajar siswa Sasaran penilaian dalam evaluasi hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah. Menurut Daryanto (2010: 100) ada tiga ranah yang menjadi sasaran dalam evaluasi hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Namun dalam penelitian ini hasil belajar siswa dibatasi pada ranah kognitif saja. Selanjutnya adapun aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang diantaranya: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintsis (syntesis), dan evaluasi penilaian (evaluation). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dianalisis bahwa keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Selain itu, nilai aspek kognitif diperoleh dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis siswa yang dievaluasi di setiap akhir

17 pembelajaran. Hasil evaluasi kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk hasil belajar siswa. Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu pembelajaran pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Dengan adanya tes maka siswa akan mengetahui tingkat pengetahuan yang dimilikinya. B. Kerangka Pikir Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh berpikir kritis siswa SMP terhadap hasil kognitif menggunakan model pembelajaran TPS. Pelajaran fisika dianggap sebagai pelajaran yang rumit karena memuat banyak rumus dan fenomena-fenomena abstrak. Siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep jika pembelajaran di kelas hanya berupa penyampaian materi yang monoton. Menyoroti hal tersebut maka diperlukan inovasi dalam pembelajaran untuk membantu siswa. Salah satu cara adalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis guna mempermudah siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan dalam pelajaran fisika. Keterampilan berpikir kritis memerlukan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberi kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan gagasangagasan untuk menjawab permasalahan. Penggunaan model pembelajaran yang

18 tepat dapat menggali keterampilan berpikir kritis siswa secara efektif. Model pembelajaran yang digunakan hendaknya senantiasa merangsang siswa untuk berpikir kritis sehingga turut meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Keberhasilan belajar fisika sangat ditentukan oleh model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Model pembelajaran tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Interaksi yang baik juga menghendaki suasana pembelajaran yang tidak membosankan dan memicu semangat siswa sehingga tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan intelektual dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe salah satunya pembelajaran kooperatif TPS yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil kognitif siswa. Model pembelajaran TPS akan menciptakan kondisi belajar siswa yang efektif. Dengan berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, siswa dituntut berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran. Dimana dalam model pembelajaran ini siswa belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga masing-masing siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Di dalam pelaksanaannya hal pertama yang dilakukan adalah guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk

19 beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat. Lalu guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi mereka. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap teliti, kreatif, tekun/ulet, objektif/jujur, dan juga menghormati pendapat orang lain. Keunggulan dari Model pembelajaran TPS adalah optimalisasi partisipasi siswa dan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain sehingga dapat meningkatkan kreativitas, berpikir krtitis dan kemampuan kognitif pada siswa. Penelitian ini menggunakan tiga bentuk variabel penelitian, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Sebagai variabel bebas adalah berpikir kritis (X), variabel terikatnya adalah hasil belajar kognitif siswa (Y), sedangkan variabel moderator adalah Model pemebelajaran TPS. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya serta variabel moderator maka dapat dijelaskan dalam Diagram kerangka pemikiran sebagai berikut.

20 X r Y Z Gambar 1.Diagram Kerangka Pemikiran Keterangan: X = berpikir kritis Y = hasil belajar kognitif siswa Z = Model pembelajaran TPS. r = pengaruh berpikir kritis terhadap hasil kognitif siswa C. Hipotesis Tindakan Hipotesis penelitian ini yang akan diuji adalah: Ho : Tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif melalui pembelajaran TPS. H 1 : Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar kognitif melalui pembelajaran TPS.