BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

Keteguhan Sambungan Kayu Resak (Vatica rassak BI) Berdasarkan Bentuk Sambungan dan Jumlah Paku

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN DOUBLE SHEAR BALOK KAYU PELAT BAJA EMPAT JENIS KAYU PADA TIGA DIAMETER PAKU MENURUT BERBAGAI ANALISIS PENDEKATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAIJAN PllSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III BAHAN DAN METODE

KAJIAN SAMBUNGAN BALOK KAYU BANGKIRAI DENGAN CLAW NAIL PLATE

BAB IV FIASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air kayu diperoleh dalam kisaran 14 % sampai pel 5 % seperti

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Alat Sambung Paku Sifat-sifat Sambungan Paku 14

PENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI

Gambar 5.1. Proses perancangan

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

E(Pa) E(Pa) HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengujian Tarik Material Kayu. Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN

IDENTIFIKASI KUAT ACUAN TERHADAP JENIS KAYU YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA KUPANG BERDASARKAN SNI 7973:2013

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH DIAMETER DAN JUMLAH PAKU TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA TIGA JENIS KAYU

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

HUBUNGAN ANTARA SUDUT PEMAKUAN DAN BEBAN TEKAN AKSIAL SEJAJAR SERAT PADA SAMBUNGAN BERHIMPIT PAPAN KAYU

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP. Pengaruh pemakaian cacahan..., Johanes Chandra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

NILAI DESAIN ACUAN SAMBUNGAN KAYU GESER GANDA DENGAN PAKU BERPELAT SISI BAJA AKIBAT BEBAN UNI-AKSIAL TEKAN MENURUT BERBAGAI ANALISIS PENDEKATAN

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

sendi Gambar 5.1. Gambar konstruksi jembatan dalam Mekanika Teknik

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN KAYU DI LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

X. TEGANGAN GESER Pengertian Tegangan Geser Prinsip Tegangan Geser. [Tegangan Geser]

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar air semakin rendah dibawah kadar air titik jenuh serat (TJS) yang secara teoritis ditetapkan 30%, maka kekuatan kayu akan semakin tinggi. Kerapatan atau berat jenis yang semakin rendah maka kekuatan kayu akan semakin rendah pula. 4.1.1 Kerapatan Kerapatan menunjukkan massa zat kayu per satuan volume. Nilai rata rata kerapatan dari empat jenis kayu yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 6 Tabel 6 Kerapatan rata-rata empat jenis kayu yang diteliti Jenis Kayu Kerapatan Rata- Rata (g/cm 3 ) Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai Pendekatan A 0.51 0.66 0.76 0.89 Pendekatan B 0.61 0.76 0.76 0.90 Secara keseluruhan nilai rata-rata kerapatan empat jenis kayu tidak seragam. Kerapatan kayu tertinggi pada data pendekatan A pada kayu jenis bangkirai sebesar 0.89 g/cm 3. Hal ini juga terjadi pada data pendekatan B dimana kerapatan tertinggi terdapat pada kayu bangkirai sebesar 0.9 g/cm 3. Nilai kerapatan terendah dari kedua jenis data terdapat pada jenis kayu yang sama yaitu kayu meranti merah dimana nilainya masing-masing sebesar 0.51 g/cm 3 pada data pendekatan A dan 0.61 g/cm 3 pada data Pendekatan B. Nilai kerapatan kayu dapat menggambarkan kekuatan kayu dimana nilai tersebut berbanding lurus semakin besar nilai kerapatan suatu kayu maka semakin kuat kayu tersebut. Secara grafis nilai rata rata kerapatan kayu yang dihasilkan disajikan pada Gambar 11 dibawah dan data rata rata kerapatan kayu secara lengkap disajikan pada tabel Lampiran 1.

Gambar 11 Diagram batang kerapatan rata rata empat jenis kayu. Dua ciri fisis kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan persatuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume. Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering oven dan volume pada kandungan yag telah ditentukan) dengan kerapatan air pada keadaan standar (pada suhu 4ºC, air memiliki kerapatan 1 g/cm 3 ). 4.1.2 Kadar Air Pada umumnya kekuatan kayu akan bertambah seiring dengan berkurangnya kadar air dibawah titik jenuh serat. Titik Jenuh Serat (TJS) adalah suatu titik di mana semua air cair di dalam rongga sel telah dikeluarkan tetapi dinding sel masih jenuh. Jumlah air yang ada di dalam kayu dan fluktuasi waktu akan mempengaruhi sifat-sifat fisis dan mekanis kayu tersebut. Kadar air kayu adalah berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kandungan air pada kayu dalam keadaan kering oven. Nilai rata rata kadar air dari empat jenis kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7 Rata-rata kadar air empat jenis kayu yang diteliti Jenis Kayu Kadar air Rata Rata (%) Pendekatan A Pendekatan B Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai 16.86 15.44 15.46 16.75 17.51 21.11 19.85 17.31

Secara grafis nilai rata rata kadar air kayu kering udara yang dihasilkan disajikan pada Gambar 12 dibawah dan data kadar air rata rata kayu secara lengkap disajikan pada tabel Lampiran 1. Gambar 12 Diagram batang kadar air (kering udara) rata rata empat jenis kayu. Kadar air kayu yang dihasilkan dari data pendekatan A pada empat jenis kayu memiliki nilai yang hampir sama dimana nilai kadar airnya berkisar antara 15.44% sampai 16.86%. sedangkan pada data pendekatan B nilai kadar airnya berkisar antara 17.31% sampai 21.11%. Nilai kadar air paling tinggi terdapat pada data pendekatan B pada kayu Mabang sebesar 21.1% dan terendah pada kayu Mabang sebesar 15.44% pada data pendekatan A. Perbedaan kadar air ini berbeda pada setiap jenis kayu karena dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain, waktu penyimpanan, suhu, kelembaban, jenis kayu dan lingkungan. Pada pendekatan A kadar air empat jenis kayu relative seragam karena kayu segar sudah disimpan selama 1 tahun, sebaliknya pada pendekatan B lebih bervariasi karena kayu segar baru disimpan selama 10 minggu. 4.1.3 Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering oven dan volume pada kandungan yag telah ditentukan) dengan kerapatan air pada keadaan standar (pada suhu 4ºC, air memiliki kerapatan 1 g/cm 3 ). Ratarata berat jenis kayu yang diuji seperti tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata berat jenis kayu Jenis Kayu Meranti Merah Mabang Kempas Bangkirai Berat Jenis Rata Rata Pendekatan A Pendekatan B 0.44 0.52 0.57 0.63 0.66 0.64 0.76 0.76 Gambar 13 Diagram batang berat jenis rata rata empat jenis kayu. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisis kayu yang cukup penting untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan dan ketahanan kayu dalam menerima beban dari luar. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa kayu-kayu yang terberat juga merupakan kayu-kayu yang terkuat dan bahwa keteguhan, kekerasan dan hampir semua sifat-sifat mekanis lainnya berbanding lurus dengan berat jenis. 4.2 Sifat Mekanis Kayu Kemampuan kayu untuk menahan gaya dari luar selain dipengaruhi oleh sifat-sifat fisis kayu itu sendiri juga dipengaruhi oleh sifat-sifat mekanis yang ada pada kayu tersebut. Semakin tinggi sifat mekanis suatu jenis kayu maka kemampuan kayu tersebut dalam menahan beban atau gaya dari luar akan semakin tinggi pula. Kemampuan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sifat kekakuan bahan yang juga merupakan salah satu dari sifat-sifat mekanis bahan tersebut. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul

beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan merupakan kemampuan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang mengenainya. Pada penelitian ini, sifat mekanis yang diuji adalah kekuatan lentur paku dan pembenaman paku kedalam balok (embedding strength). 4.2.1 Kekuatan Lentur Paku Pengujian lentur statis paku bertujuan untuk mengetahui kekuatan lentur maksimum dari sebuah paku. Paku ditekan dengan beban tertentu pada arah tegak lurus sumbu paku ditengah bentang dan menghasilkan nilai Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) dengan rincian seperti tercantum pada Tabel 9. Tabel 9 Rata-rata diameternya nilai MOE dan MOR tiga jenis paku menurut ukuran Diameter Paku (mm) MOE (kgf/cm²) MOR (kgf/cm²) MOR (psi) 4.1 241885 14845 211149 5.2 295199 15798 224700 5.5 445569 11280 160441 Nilai MOR ini yang nantinya akan digunakan sebagai nilai F yb untuk mengolah data pendekatan A. Nilai MOE merupakan nilai kekuatan suatu bahan sedangkan MOR adalah nilai keteguhan patah suatu bahan. Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa semakin besar diameter paku yang digunakan maka nilai MOE juga semakin tinggi. Sedangkan untuk nilai F yb, semakin besar diameter paku yang digunakan semakin rendah nilai F yb. Tetapi untuk paku diameter 5.2 mm nilai F yb lebih besar dibandingkan F yb paku diameter 4.1 mm, hal ini terjadi karena nilai beban maksimum paku diameter 5.2 mm jauh lebih besar dibandingkan paku diameter 4.1 mm. 4.2.2 Embedding Strength Pengujian pembenaman paku kedalam balok menghasilkan nilai beban maksimum yang nantinya dibagi dengan luasan terbesar daerah kayu yang terbenam oleh paku, nilainya selanjutnya digunakan sebagai nilai F em (kekuatan

alat sambung yang masuk kedalam balok utama, psi.), dengan rincian seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata kekuatan alat sambung yang masuk kedalam balok utama (F em ) Jenis Kayu Diameter (mm) F em (kg/cm²) F em (psi) 4.1 232 3302 Meranti 5.2 240 3410 Merah 5.5 236 3360 4.1 308 4375 Mabang 5.2 344 4896 5.5 348 4955 4.1 347 4930 Kempas 5.2 505 7181 5.5 485 6898 4.1 452 6428 Bangkirai 5.2 498 7076 5.5 516 7344 Nilai Yield Mode (Z) yang diperbandingkan hanya tipe kerusakan yang ke IV karena nilai yang diperoleh terkecil, artinya model ini paling kritis. Tipe kerusakan ke IV inilah yang nantinya akan dibandingkan dengan sesaran 0.35 mm, 0.8 mm, 1.5 mm dan 5 mm pada data pendekatan D. Nilai desain acuan yang minimum inilah yang nantinya digunakan untuk menghitung penggunaan sebuah paku pada suatu konstruksi bangunan. Setelah semua data didapatkan (data lengkap nilai desain acuan sambungan double shear empat jenis kayu pelat baja disajikan dalam tabel lampiran 11, 12, 13 dan 14), dilanjutkan dengan menghitung nilai Yield Mode (Z) atau nilai desain acuan sambungan double shear untuk masing-masing jenis kayu dan didapatkan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Meranti Merah Pelat Baja Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) Pendekatan (Kg) A B C D Sesaran (mm) 43 0.35 4.1 226 158 185 88 0.8 146 1.5 163 5 IV 5.2 329 191 244 5.5 295 208 257 89 0.35 151 0.8 239 1.5 166 5 80 0.35 142 0.8 278 1.5 209 5 Berdasarkan data tabel diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu meranti merah-pelat baja pada diameter paku 4.1mm berkisar antara 43-226 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan A sebesar 226 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan dari pendekatan D pada sesaran 0.35 mm sebesar 43 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 89-329 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 89 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 329 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 80-295 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 80 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 295 kg. Nilai desain acuan sambungan double shear kayu meranti merah-pelat baja pada diameter 5.2 mm lebih tinggi daripada diameter 5.5 mm pada pendekatan A dan pendekatan D (Tabel 12). Menurut analisis pendekatan A hal ini diduga karena kondisi paku diameter 5.5 mm merupakan paku yang mutu bajanya berbeda dengan paku diameter 4.1 mm dan paku diameter 5.2 mm. Hal ini disebabkan karena paku 5.5 mm tersebut sudah tidak beredar lagi dipasaran. Menurut analisis pendekatan D hal ini disebabkan karena penggunaan paku

berukuran kecil tidak mampu menahan beban yang terjadi dengan kuat, sedangkan paku berdiameter besar (5,5 mm) dapat menyebabkan kerusakan serat-serat kayu sehingga terjadi perlemahan pada kekuatan sambungan double shear (Sriyanto, 2009). Tabel 12 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Mabang Pelat Baja Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) IV Pendekatan A B C D 4.1 258 218 256 5.2 390 276 337 5.5 354 291 355 Sesaran (mm) 189 0.35 280 0.8 341 1.5 218 5 184 0.35 356 0.8 502 1.5 276 5 84 0.35 159 0.8 300 1.5 272 5 Berdasarkan data Tabel 12 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu mabang - pelat baja pada diameter paku 4.1mm didapatkan nilai berkisar antara 189-341 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan D sesaran 1.5 mm sebesar 341 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 189 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 184-502 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 184 kg dan tertinggi pada pendekatan D dengan sesaran 1.5 mm yaitu sebesar 502 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 84-355 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 84 kg dan tertinggi pada pendekatan C yaitu sebesar 355 kg. Semakin besar diameter paku maka akan semakin besar pula kekuatan sambungannya. Namun pada pendekatan D pada sambungan dengan

menggunakan kayu mabang terjadi perbedaan, semakin besar diameter paku maka kekuatan sambungannya semakin kecil, hal ini dikatakan dalam Sriyanto (2009) bahwa perlakuan sambungan pada kayu mabang tidak dapat menggunakan paku yang besar, karena akan merusak serat serat kayu dan menyebabkan terjadinya perlemahan kekuatan sambungan double shear balok kayu mabang - pelat baja. Tabel 13 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Kempas Pelat Baja Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) IV Berdasarkan data Tabel 13 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu kempas - pelat baja pada diameter paku 4.1 mm didapatkan nilai berkisar antara 178-376 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan D sesaran 1.5 mm sebesar 376 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 178 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 229-586 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 229 kg dan tertinggi pada pendekatan D dengan sesaran 1.5 mm yaitu sebesar 586 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 126-417 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 84 kg dan tertinggi pada pendekatan C yaitu sebesar 417 kg. Pendekatan (Kg) A B C D 4.1 273 221 300 5.2 464 276 396 5.5 412 291 417 Sesaran (mm) 178 0.35 277 0.8 376 1.5 225 5 229 0.35 414 0.8 586 1.5 327 5 126 0.35 204 0.8 330 1.5 327 5

Tabel 14 Nilai Desain Acuan Sambungan Double Shear (Z) kayu Bangkirai Pelat Baja Mode Kerusakan Diameter Paku (mm) IV Pendekatan (Kg) A B C D 4.1 308 228 291 5.2 461 290 384 5.5 423 322 404 Sesaran (mm) 41 0.35 103 0.8 193 1.5 243 5 116 0.35 221 0.8 399 1.5 331 5 109 0.35 225 0.8 363 1.5 352 5 Berdasarkan data Tabel 14 diatas dapat diketahui nilai desain acuan sambungan double shear kayu bangkirai - pelat baja pada diameter paku 4.1 mm didapatkan nilai berkisar antara 41-308 kg. Nilai tertinggi didapatkan pada pendekatan A sebesar 308 kg sedangkan nilai terendah dihasilkan pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 41 kg. Pada paku diameter 5.2 mm nilainya berkisar antara 116-461 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 116 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 461 kg. Begitu halnya pada paku diameter 5.5 mm nilainya berkisar antara 109-423 kg. Nilai terendah terdapat pada pendekatan D dengan sesaran 0.35 mm sebesar 109 kg dan tertinggi pada pendekatan A yaitu sebesar 423 kg. Kayu bangkirai memiliki kerapatan dan berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan ketiga kayu lainnya, tetapi kekuatan sambungannya untuk pendekatan D lebih rendah dibandingkan dengan dua kayu lainnya kecuali kayu meranti merah. Dalam Atlas Kayu Indonesia disebutkan bahwa nilai keteguhan tekan sejajar serat untuk kayu bangkirai memiliki tegangan maksimum sebesar 6.27 kg/cm 2, sedangkan ketiga kayu lainnya memiliki tegangan maksimum berkisar 180-592 kg/cm 2.Hal inilah yang menyebabkan kekuatan sambungan

double shear kayu bangkirai sejajar serat pada pendekatan D nilainya lebih rendah dibandingkan ketiga kayu lainnya. Berdasarkan data tabel diatas dapat diketahui bahwa standar Amerika (Wood Handbook, 1999) memberikan batas aman untuk sambungan paku double shear pada sesaran 0.35 mm. Batas beban lateral maksimum dicapai pada sesaran 0.8 mm berdasarkan standar Australia (Standard Association of Australia (SAA)), sedangkan standar Indonesia dalam Peraturan Konstruksi Indonesia (PKKI-NI 61, 1979) menetapkan pada sesaran 1.5 mm, dan 5 mm adalah sesaran yang diduga sambungan tersebut telah mengalami kerusakan. Kayu kempas menghasilkan nilai desain acuan paling besar pada sesaran 0.35mm yaitu sebesar 229 kg dengan menggunakan paku diameter 5.2 mm. sedangkan pada paku diameter 4.1 mm - kayu mabang menghasilkan nilai desain acuan paling besar pada sesaran 0.35 mm dengan nilai 189 kg. Pada paku diameter 5.5 mm dengan sesaran 0.35 mm didapatkan nilai desain acuan paling besar dengan menggunakan kayu kempas yang mampu menerima beban sebesar 126 kg. Perbedaan nilai desain acuan sambungan tersebut dipengaruhi oleh faktor jenis paku yang digunakan dan kayu yang mempunyai sifat ortotropis sehingga nilainya dapat bervariasi. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi beban ijin paku dari suatu sambungan double shear adalah berat jenis kayu dan diameter paku, sedangkan untuk kadar air kayu tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap beban ijin paku dari suatu sambungan. Hal ini dapat terlihat dari semakin meningkatnya kerapatan dan berat jenis maka nilai desain acuan sambungan double shear semakin tinggi. Peningkatan diameter paku mengakibatkan nilai desain acuan sambungan double shear juga semakin tinggi. Rata-rata terbesar maksimalnya dicapai pada diameter 5.2 mm dan kekuatan sambungan kembali turun pada diameter 5.5 mm. Analisa tentang hubungan antara kerapatan dan berat jenis dengan kekuatan yang dihasilkan dapat dijelaskan bahwa kerapatan dan berat jenis kayu yang tinggi akan menghasilkan kekuatan sambungan yang tinggi pula. Kayu yang memiliki kerapatan yang tinggi, saat sesaran terjadi kerusakan sel yang dialami

kayu hanya berada disekitar paku. Hal ini karena kayu yang kerapatannya tinggi mampu menahan beban lebih kuat, sehingga kerusakan yang terjadi bukan saja pada sel-sel kayu, melainkan kerusakan juga timbul pada paku yang digunakan sebagai alat sambung. Kayu yang memiliki kerapatan rendah dan berat jenis rendah, kemampuan serat dalam menahan beban sangat kecil bila dibandingkan dengan kayu berkerapatan tinggi, sehingga sel-sel kayu mudah rusak dan terjadi pemadatan maupun pecah atau terbelah.