BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpajakan. Menurut Soemitro (2010:1), pengertian pajak adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB I PENDAHULUAN. besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya.sebagai Negara yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yang

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34) :

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munawir Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

PENGANTAR PERPAJAKAN. Pengantar Pajak

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. H. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Utara, oleh sebab itu mahasiswa/i diwajibkan untuk melakukan riset dan

Transkripsi:

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan yang umumnya selalu ada dalam setiap aktivitas kapan dan dimanapun kita berada. Dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai azaz-azaznya, jenis atau macammacam pajak yang berlaku pada setiap negara, tata cara pembayaran pajak serta hak dan kewajibanya sebagai wajib pajak. Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya dapat dipaksakan dan dipungut berdasarkan undang-undang, serta tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terdapat beberapa pengertian atau definisi dari pajak berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan yang sama. Menurut Rochmat Soemitro (1990;5) yang dikutip oleh Mardiasmo (2001;1) pajak adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut P. J. A. Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991;2) dan dikutip oleh Waluyo (2005;2) pajak adalah : Pajak adalah iuran kepada Negara( yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip oleh Erly Suandy (2005;1) pajak adalah : Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari beberapa definisi diatas yang telah dikemukakan oeh beberapa ahli bahwa terdapat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu sebagai berikut: 1) Pajak peralihan kekayaan dari orang/ badan pemerintah. 2) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. 3) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah. 4) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik. 6) Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. 2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Dasar hukum pemungutan pajak diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang. Dasar hukum pajak berdasarkan Undang-Undang RI terdiri dari :

1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007. 2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. 3. UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaiman telah beberapakali diubah terakhir dengan UU No. 12 tahun 1994. 4. UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 24 tahun 2000 5. UU No. 18 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penjualan Atas barang Mewah (PPN & PPn BM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000. 6. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000. 7. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.19 Tahun 2000. 8. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 20 tahun 2000. 9. UU No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 20 Tahun 1999.

2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Erly Suandy (2005;14) fungsi pajak dibagi 2, yaitu : 1. Fungsi Budgetair Finansial Fungsi budgetair Finansial yaitu memasukan uang sebanyak- banyaknya ke kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 2. Fungsi Regulerend/ Mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu. Contohnya dalam bidang sosial yaitu seperti menciptakan jaminan sosial untuk golongan-golongan yang berpenghasilan kecil dan mengusahakan pembagian lebih merata dalam penghasilan dan kekayaan nasional. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : 1) Pemberian Fasilitas bebas pajak terhadap pengusaha yang membuka lapangan usaha didaerah terpencil. 2) Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri. 3) Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri. 2.1.4 Pembagian Pajak Pembagian Pajak dapat dilakukan berdasrkan golongan, wewenang pemungut, dan sifatnya, yang diuraikan menurut Erly Suandy (2005;37) sebagai berikut : 1. Berdasarkan Golongan 1) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Penghasilan. 2) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas barang Mewah. 2. Berdasarkan Wewenang Pemungut 1) Pajak Pusat / Pajak Negara Pajak pusat / Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutanya ada pada Pemerintah Pusat yang pelaksanaanya dilakukan oleh Departement Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak. Pajak pusat diatur dalam Undang- undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pajak pusat/ pajak negara yang berlaku saat ini adalah a. Pajak Penghasilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1994. b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 11 tahun 1994 dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000. c. Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994. d. Bea Materai diatur dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 1985. e. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000.

2) Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan. 3. Berdasarkan Sifatnya 1) Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasanalasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. 2) Pajak Objektif Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. 2.1.5 Sistem dan Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006;7) dijelaskan mengenai tata cara pemungutan pajak, yang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel : a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel) Pengenaan pajak yang didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel Anggapan (fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan

suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas Domisili (tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. 3. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7) dijelaskan mengenai sistem pemungutan pajak, yang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang.

Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak. 2.2. Utang Pajak 2.2.1 Pengertian Utang Pajak Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perundangundangan perpajakan. Pada umumnya utang pajak timbul karena undang-undang, pemerintah dapat memaksakan pembayaran utang kepada Wajib Pajak. Negara dan rakyat sama sekali tidak ada perikatan yang melandasi utang itu. Hak dan Kewajiban antara negara dan rakyat tidak sama. 2.2.2 Timbulnya Utang Pajak Dalam hukum Pajak, timbulnya utang pajak didasarkan pada dua pendapat yang berbeda yaitu :

1. Utang pajak timbul pada saat di undangkannya undang-undang pajak yang berarti secara material seseorang mempunyai (diketahui mempunyai) utang pajak dengan adanya undang-undang pajak. 2. Utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah Direktorat Jendral Pajak (fiskus). Artinya, bahwa seseorang baru diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas nama serta besarnya pajak yang terutang. 2.2.3 Penagihan Pajak Dalam sistem self assesment Wajib Pajak membayar utang pajak tanpa harus menunggu adanya penagihan dari fiskus. 2.2.4 Berakhirnya Utang pajak Utang pajak dapat berakhir karena hal-hal sebagai berikut : 1. Pembayaran / pelunasan Pembayaran/ pelunasan pajak dapat dilakukan Wajib Pajak dengan Menggunakan surat setoran pajak atau dokumen lain yang dipersamakan. Pembayaran atau pelunasan pajak dapat dilakukan di Kantor kas Negara, di Kantor Pos dan Giro, di Bank Persepsi. 2. Kompensasi Kompensasi dapat dilakukan antara jenis pajak yang berbeda dalam tahun pajak yang sama, misalnya antara kelebihan pembayaran PPh dengan kekurangan pembayaran PPN, ataupun antara jenis pajak yang sama dalam tahun yang berbeda misalnya kelebihan pembyaran PPh tahun lalu dengan kekurangan pembyaran PPh tahun berjalan. 3. Penghapusan Utang Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi dari Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya Wajib Pajak dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang. Utang pajak pada prinsipnya dapat dihapuskan karena tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi dengan beberapa sebab/ alasan seperti diatur

dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/ KMK.04/ 2000 tanggal 26 Desember 2000, yaitu : a. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan. b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi c. Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa atau d. Sebab lain sesuai hasil penelitian Untuk dapat memastikan apakah piutang pajak Wajib Pajak dapat dihapuskan, tentunya terlebih dahulu akan dilakukan penelitian, yaitu apakah melalui penelitian setempat atau penelitian administrasi baik oleh KPP maupun oleh KPPBB yang dilakukan secara per jenis Wajib Pajak, per tahun pajak dan per jenis ketetapan. 4. Daluwarsa Untuk memberikan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun Fiskus maka diberikan batas waktu tertentu untuk penagihan pajak. Batas daluwarsa yang berlaku saat ini adalah: a. Untuk pajak pusat adalah 10 tahun b. Untuk pajak daerah adalah 5 tahun c. Untuk retribusi daerah adalah 3 tahun d. Sedangkan untuk wajib Pajak yang terlibat tindak pidana pajak tidak diberikan batas waktu. 5. Pembebasan Pembebasan pajak biasanya dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal dalam rangka meningkatkan penanaman modal maka pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.

2.3 Penagihan Pajak 2.3.1 Pengertian Penagihan Pajak Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penangung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. Penjualan barang yang telah disita dilakukan melalui pelelangan kecuali aset-aset tertentu seperti surat berharga, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain. Yang dimaksud dengan penangung pajak menurut pasal 1 angka 3 undangundang nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan pajak dengan Surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak atau memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.3.2 Dasar Penagihan Pajak Pajak Pusat 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 4. Bea Perolehan hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) 5. Bea masuk 6. Cukai Pajak Daerah -Pajak Daerah Tingkat I 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air bawah Tanah dan Air Permukaan

-Pajak Daerah Tingkat II 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7. Pajak Parkir 2.3.3 Dasar Hukum dalam Penagihan Pajak Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah : a. Menurut Pasal 18 ayat (1) UU KUP adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. b. Menurut Pasal 12 UU PBB adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). c. Menurut Pasal 14 ayat (1) UU BPHTB adalah Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKPKB). 2.3.4 Dasar Hukum Pelaksanaan penagihan Pajak 1. Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat paksa Sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 19 tahun 2000. 2. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007.

3. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan( UU PBB) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 12 tahun 1994. 4. Undang- Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000. 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 34 tahun 2000. 2.3.5 Proses Pelaksanaan Penagihan Tindakan penagihan pajak berdasarkan urutan proses pelaksanaannya, alasan dilakukan tindakan penagihan tersebut dan waktu pelaksanaannya disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2.3.5 Proses Pelaksanaan Penagihan No Jenis Tindakan Alasan Waktu Pelaksanaan 1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.( Pasal 8 sampai pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan nomor 24/ PMK 0.3/ 2008) 2. Penerbitan Surat Paksa (Pasal 7 UU Nomor 19/ Penanggung Pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo. Penanggung Pajak tidak melunasi utang Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya) Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya

2000 dan Pasal 15 sampai pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 24/ PMK.03/ 2008) 3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Surat Sita (Pasal 12 UU Nomor 19/ 2000) 4. Pengumuman Lelang(Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 24/ PMK.03/ 2008) pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diberitahukan Surat paksa. Setelah Pelaksanaan penyitaan ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. Surat Teguran atau Surat peringatan atau surat lain yang sejenis, dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,00 (Dua puluh lima ribu rupiah), dan harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam. Setelah lewat 2 x 24 jam Surat paksa diberitahukan kepada Penangung pajak dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp. 75.000,00 (Tujuh puluh lima ribu rupiah). Setelah lewat waktu 14 (empat belas hari) sejak tanggal pelaksanaan penyitaan. 5. Penjualan/ Pelelangan Setelah penggumuman lelang ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang. 2.3.6 Hal-Hal yang menjadi Landasan dalam Proses Penagihan. Kewenangan pemungutan pajak dikelola oleh pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Di Negara-negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-undang, Seperti di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam pasal 23 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pajak dan pemungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur undangundang.

Hal-hal yang berkaitan dengan hukum perdata dalam pelaksanaan penagihan pajak adalah sebagai berikut : 1. Hak Mendahului Tagihan Pajak dan Kepailitan Sesuai pasal 21 ayat(1) UU KUP diatur bahwa Negara mempunyai hak mendahului untuk melaksanakan penyitaan atas barang milik penanggung pajak yang akan dilelang dimuka umum untuk melunasi utang pajak. 2. Pencegahan dan Penyanderaan Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penangung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pencegahan Penanggung pajak bepergian ke luar negeri yang merupakan salah satu tindakan penagihan aktif ini harus dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati. Oleh karena itu, agar tidak dilakukan sewenangwenang, diberikan syarat-syarat tertentu bagi pelaksanaan pencegahan baik syarat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 3. Daluarsa Penagihan dan Penghapusan Piutang Pajak Apabila telah daluarsa,maka penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan lagi sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah,karena hak untuk melakuakan penagiahn atas utang pajak tersebut telah gugur. 4. Pengakuan Piutang Pajak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan perpajakan yang berlaku, pengakuan piutang pajak ditetapkan sebagai berikut : Untuk tahun Pajak 2007 dan tahun pajak sebelumnya, piutang pajak diakui pada saat diterbitkan : - Surat Tagihan Pajak - Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar - Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan - Surat keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan( SPPT PBB) - Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan( STP PBB) - Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan( SKP PBB) - Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang bayar. - Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan. - Surat tagihan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan. 5. Pengukuran Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah Penyertaan Nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan antara lain ditetapkan bahwa piutang dicatat sebesar nilai nominal.dengan demikian piutang pajak dicatat sebesar nilai nominal sesuai dengan dasar pengakuan piutang pajak. Selanjutnya piutang pajak tersebut dapat berkurang apabila ada pengurangan, pelunasan, dan penghapusan, atau khusus untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, piutang pajak juga dapat berkurang karena adanya keputusan keberatan dan putusan banding yang menyebabkan piutang pajak berkurang, sedangkan untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya, piutang pajak dapat berkurang karena adanya putusan peninjauan kembali yang menyebabkan piutang pajak berkurang.