II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut Sudiono Sastroatmodjo (1995: 3) adalah :

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2009 negara Indonesia melaksanakan pemilu yang ke-10

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Way Petai yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti. melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sekarang pemilihan Kepala Daerah menggunakan Undang-Undang No. 22 Tahun. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi

Ainur Rofieq FISIP Universitas Islam 45 Bekasi

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA. (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak

PILIHAN POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILU LEGISLATIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. politik yang demokratis adalah melalui Pemilu. Pemilu diselenggarakan dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2017 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM RAYA

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik seseorang. Sudijono Sastroatmojo (1995: 8) menyatakan bahwa perilaku politik adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat berkaitan dengan tujuan dari suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapain tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian perilaku politik lebih diarahkan pada tercapainnya konsensus untuk mencapai tujuan dari masyarakat dan pemerintah. Russel J. Dalton (1988: 41) dalam bukunya Citizen Politics in Western Democracies berpendapat bahwa: Participation in campaign activities represents an extension of electoral participation beyond the act of voting. This mode includes a variety of political act: working for a party or candidate, attending campaign meeting, persuading other how to vote, membership in a party or political organization, and other forms of party activity during and between elections.

11 Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa Partisipasi dalam kegiatan kampanye merupakan perpanjangan partisipasi pemilu di luar tindakan pemungutan suara yang artinya partisipasi dalam kegiatan kampanye merupakan bentuk tindakan dari partisipasi pemilih yang merupakan suatu partisipasi pemilu. Tindakan politik yang dilakukan pemilih dalam kegiatan kampanye yaitu bekerja untuk partai atau calon, menghadiri rapat kampanye, membujuk pemilih lain bagaimana untuk memilih, keanggotaan dalam partai atau organisasi politik, dan bentuk lain dari aktivitas partai selama dan antara pemilu. Sebagai insan politik, setiap warga negara tentunya melakukan tindakan politik yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada tindakan politik voter. Berdasarkan uraian diatas bahwa suatu tindakan politik yang dilakukan seseorang yang terbentuk dari perwujudan suatu sikap adalah perilaku politik. Sikap keikutsertaan pemilih dalam kegiatan kampanye merupakan bentuk dari tindakan seseorang dalam beperpartisipasi dan berprilaku adapun bentuk tindakan dari perilaku tersebut merupakan suatu partisipasi pemilu. Perilaku pemilih yang dilakukan pemilih dalam kegiatan kampanye yaitu bekerja untuk sebuah partai atau calon, menghadiri rapat kampanye, membujuk pemilih lain bagaimana untuk memilih, keanggotaan dalam partai atau organisasi politik, dan bentuk lain dari aktivitas partai selama dan antara pemilu. Perilaku pemilih timbul dari isuisu dan kebijakan-kebijakan politik yang menjadi faktor seseorang memiliki pilihan politik yang berbeda satu sama lain. Faktor-faktor yang

12 mempengaruhi pilihan politik ditentukan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal. 2. Pengertian Pemilih Robert D. Putnam dalam Mas oed (2003 : 87) memandang bahwa sistem politik terdiri dari lapisan-lapisan seperti halnya stratifikasi sosial dimana salah satu lapisannya disebut kaum pemilih (voters), lapisan ini dalam sistem stratifikasi politik di negara penganut demokrasi perwakilan adalah lapisan massa warga negara biasa yang hanya bisa mempengaruhi kehidupan politik nasional ketika diselenggarakan pemilihan umum. Kaum Pemilih ini memiliki satu sumber politik kolektif penting, yaitu jumlahnya yg besar, tetapi sebagai individu mereka tidak mempunyai pengaruh politik sama sekali. Newman dalam Nursal (2004 : 126) membagi pemilih berdasarkan perilaku dalam empat segmen, yaitu : a. Pemilih Rasional, adalah pemilih yang memfokuskan perhatian pada faktor isu dan kebijakan kontestan dalam menentukan pilihan. b. Pemilih Emosional, adalah pemilih yang dipengaruhi oleh perasaanperasaan tertentu yang ditentukan oleh faktor personalitas kandidat dalam menentukan pilihannya. c. Pemilih Sosial, adalah pemilih yang mengasosiasikan kontestan pemilu dengan kelompok-kelompok sosial tertentu dalam menentukan pilihannya. d. Pemilih Situasional, adalah pemilih yang dipengaruhi faktor-faktor situasional atau kondisi tertentu dalam menentukan pilihannya. Selain itu pengertian pemilih diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yaitu penduduk

13 yang berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar sebagai pemilih didaerah pemilihan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilih adalah warga Negara Indonesia yang melaksanakan pemilihan yang pada hari pemilihan tersebut sekurang-kurangnya sudah cukup umur yaitu 17 (tujuh belas) tahun atau sudah pernah menikah dan yang terdaftar sebagai pemilih di daerah pemilihan. B. Pendekatan Perilaku Pemilih Berbicara tentang perilaku pemilih, perilaku pemilih itu bisa timbul dari isuisu dan kebijakan-kebijakan politik yang menjadi faktor seseorang memiliki pilihan politik yang berbeda satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik ditentukan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal. Dan untuk memahami tentang perilaku pemilih terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan, Adman Nursal (2004 : 54) mengelompokkan beberapa pendekatan untuk melihat perilaku pemilih kedalam beberapa pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis (mazhab Columbia), pendekatan psikologis (mazhab Michigan), dan pendekatan rasional. 1. Pendekatan Sosiologis (Mazhab Columbia) Pendekatan sosiologis pada awalnya dikembangkan ooleh mazhab Columbia, yaitu The Columbia School Of Electotial Behavior. Pendekatan sosiologis menjelaskan karakteristik dan pengelompokan sosial merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih dan pemberian suara

14 hakikatnya adalah pengalaman kelompok. Artinya, pendekatan sosiologis menempatkan kegiatan memilih pada konteks sosial. Melalui pendekatan ini, tingkah laku politik seseorang akan dipengaruhi identifikasi diri terhadap kelompok, termasuk norma yang dianut oleh kelompok tersebut. Karakteristik dan pengelompokan sosial dapat dilihat dari usia, jenis kelamin, agama dan latar belakang. Kelompok-kelompok sosial itu menurut mazhab Columbia memiliki peranan dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Jika masyarakat berada pada dalam kelompok tertentu, maka kelompok tertentu akan mempengaruhi setiap tindakannya, dapat dikatakan tindakan individu adalah tindakan kelompokan begitu juga dengan perilaku memilih dalam memberikan suara pada suatu pemilihan umum. Asfar Muhammad dalam Adman Nursal (2004 : 55) berpendapat mengenai pendekatan sosiologis : Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam mnentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti umur (tua,muda), jenis kelamin, agama dan semacamnya, dianggap mempunyai perananyang cukup menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Berdasarkan dua pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa, jika masyarakat berada dalam kelompok tertentu, maka kelompok tertentu akan mempengaruhi setiap tindakannya, dapat dikatakan tindakan individu

15 adalah tindakan kelompok begitu juga dengan perilaku memilih dalam pemberian suara pilkada. 2. Pendekatan Psikologis (Mazhab Michigan) Pendekatan psikologis pertama kali dikembangkan oleh August Campbel dari mazhab Michigan, The Michigan Research Center. Pendekatan ini melihat tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan eksternal. Hal ini dilandasi oleh sikap dan sosialisasi seseorang dalam lingkungannya. Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku politiknya. Sikap itu terbentuk melalui sosialisasi yang berlangsung lama, bahkan bisa sejak pemilih berusia dini. Pada usia dini, seseorang calon pemilih telah menerima pengaruh politik dari orangtuanya baik secara langsung ataupun tidak. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis, terutama sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Pendekatan psikologis menganggap sikap sebagai variabel sentral dalam menjelaskan perilaku politik. Hal ini disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, dan menurut Greenstein ada tiga fungsi yang mendasarinya (Asfar Muhammad, dalam Adman Nursal, 2004 : 60) Pertama, Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan kepentingan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang disegani atau kelompok panutan. Ketiga, sikap merupakan

16 upaya yang mungkin terwujud mekanisme atau pertahanan dan externalisasi suatu proyeksi, rasionalitas idealisme, dan identifikasi. Identifikasi partai merupakan keterikatan individu terhadap partai sekalipun ia bukan anggota. Perasaan itu tumbuh sejak kecil dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan keluarga. Bagi orang yang tidak perduli dengan program partai, figur seorang pemimpin sangat menentukan. (Asri Warman Adam, 1999;34). Menurut Soerjono Soekanto (1982), kepemimpinan adalah kemampuan dari seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain (para pengikutnya) untuk bertingkah laku sebagaimana dikehendaki pemimpinnya. Jadi dari pendapat diatas kharisma seroang pemimpin dapat mempengaruhi pengikutnya untuh bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan pemimpinnya, dalam pemilihan juga sosok seorang figur pemimpin sangat menentukan dalam pemilihan umum. 3. Pendekatan Rasional Pendekatan rasional berkaitan dengan orientasi utama pemilih yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat. Perilaku pemilih berorientasi isu berpusat pada siapa yang akan memerintah dan yang akan mampu mengatasi semua persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Sementara itu orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat. Pendekatan rasional lebih melihat kegiatan perilaku pemilih sebagai produk hitungan untung rugi. Pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip,

17 pengetahuan dan mendapat informasi-informasi yang cukup. Tindakan mereka didasarkan bukan karena faktor kebetulan atau kebiasaan dan bukan merupakan kepentingan pribadi, tetapi kepentingan umum berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis. Sementara Nimno (dalam Adman Nursal, 2004) ciri-ciri pemberian suara yang rasional meliputi 5 hal: 1. Dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada alternatif. 2. Dapat membandingkan apakah sebuah alternatif lebih disukai, sama saja, atau lebih rendah dibandingkan alternatif lain. 3. Menyusun alternatif dengan cara transitif. 4. Memilih alternatif yang tingkat prefensifnya lebih tinggi. 5. Selalu mengambil keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama. Jika pemilih memang menyerap informasi tetapi tidak mencari dan mengelola informasi dengan aktif, sangat jarang sekali pemilih rasional dapat memenuhi syarat-syarat diatas, hal ini disebabkan karena tidak ada intensif yang memadai untuk mencari informasi maksimal sebagai input untuk mengambil keputusan. Mereka mendapatkan informasi sebagai produk sampingan dan berbagai aktifitas sehari-hari, merka tidak memperoleh informasi yang cukup dan merka juga tidak memiliki waktu untuk memeriksa akurasi informasi yang diserapnya. Tiga pendekatan besar dari penjelasan diatas yaitu Pendekatan Sosiologis, Pendekatan Psikologis dan Pendekatan Rasional/Ekonomi, yang merupakan tiga pendekatan yang satu sama lain saling melengkapi dan saling terkait. Dimana perilaku pemilih seseorang dapat dipengaruhi oleh sikap seseorang yang terbentuk melalui sosialisasi panjang yang dari latar belakang keluarga, maupun lingkup pekerjaan, agama, atau kegiatan-kegiatan dalam kelompok

18 formal dan informal. Sikap seseorang tersebut akan meberikan pemahaman terhadap isu kebijakan dan kandidat. C. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung 1. Pengertian Pemilihan Langsung Sebelum kita merangkai arti kedua kata tersebut, kita lihat terlebih dahulu pengertian pemilihan. Pemilihan yang dimaksud disini adalah pemilihan umum (Pemilu). Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewa Perwakilan Rakyat Daerah). Sedangkan langsung disini merupakan salah satu asas yang dipakai dalam Pemilihan Kepala Daerah yang mengandung maksud, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Jadi yang dimaksud dengan pemilihan langsung adalah proses penyaluran kedaulatan rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk

19 menentukan sendiri pemimpinnya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa diwakili oleh orang lain. 2. Pengertian Kepala Daerah Kepala daerah yang dimaksud disini adalah gubernur, bupati atau walikota. Kepala daerah adalah kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah/wakil kepala daerah tersebut didasarkan atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan bahwa gubernur dan bupati atau walikota sebagai kepala daerah dipilih secara demokratis. Kemudian mengingat bahwa tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah menghapus tugas dan wewenang lembaga legislatif daerah untuk memilih kepala daerah/wakil kepala daerah. Maka dengan demikian pemilihan demokratis diartikan sebagai pemilihan langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah dan perangkat daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dapat dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum legislatif yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam Dewan Perwakilan Rakyat

20 Daerah dan atau memperoleh dukungan suara dalam pemilihan umum legislatif dalam jumlah tertentu. 3. Pengertian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Pilkada merupakan bagian terpenting dari pengembangan sebuah demokrasi, pilkada merupkan tonggak dari cita-cita demokrasi yang ingin dicapai. Pilkada langsung merupakan mekanisme baru dalam proses seleksi pimpinan daerah yang diharapkan dapat memunculkan figur-figur pemimpin yang diharapkan oleh konsituen. Seperti yang diungkapkan oleh Abdul A.Harahap yang dikutip oleh Ardian (2006 : 18) menyatakan : Pilkada langsung merupakan tonggak demokrasi terpenting daerah, tidak hanya terbatas pada mekanisme pemilihannya yang lebih demokratis dan berbeda dengan sebelumnya, tetapi merupakan ajang pemebelajaran politik terbaik dan merupkan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui Pilkada langsung rakyat semakin berdaulat, dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya. Sekarang seluruh rakyat yang mempunyai hak pilih dapat menggunakan hak suaranya secara langsung dan terbuka untuk memilih kepala daerahnya sendiri. Inilah esensi dari demokrasi dimana kedaulatan sepenuhnya ada ditangan rakyat, sehingga berbagai distorsi demokrasi dapat ditekan seminimal mungkin. Demokrasi dalam mekanisme pelaksanaannya itulah yang banyak dipersoalkan oleh banyak pihak, karena terjadinya berbagai penyimpangan dari tujuan dasarnya. Dilaksanakannya Pilkada secara langsung tidak otomatis proses demokrasi akan berjalan lancar dan damai dengan melahirkan sosok Kepala daerah yang cerdas, jujur serta berkualitas, bisa jadi proses demokrasi yang berlangsung selama Pilkada akan melahirkan pemimpin yang rendah kualitas, karena pengaruh politik uang dan terjadi

21 dalam situasi yang penuh tekanan, bentuk dari tekanan pun bermacammacam dan dipenetrasikan dengan beragam alasan. 4. Asas Pemilihan Kepala Daerah Langsung Salah satu ciri sistem pilkada yang demokratis dapat dilihat dari asas-asas yang dianut. Asas pilkada adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk melaksanakan pilkada. Dengan kata lain asas pilkada merupakan prinsipprinsip atau pedoman yang harus mewarnai proses penyelenggaraan. Asas pilkada juga berarti jalan atau sarana agar pilkada terlaksana secara demokratis. Dengan demikian asas-asas pilkada harus tercermin dalam tahapan-tahapan kegiatan atau diterjemahkan secara teknis dalam elemenelemen kegiatan pilkada. Rumusan mengenai asas-asas pilkada langsung ini tertuang dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dengan asas-asas tersebut, dapat dikatakan bahwa pilkada langsung di Indonesia telah menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekruitmen Kepala Daerah yang terbuka. Adapun pengertian asas-asas tersebut adalah: a. Langsung

22 Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. b. Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti pemilihan kepala daerah. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. c. Bebas Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan hati nurani dan kepentingannya. d. Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan. e. Jujur Dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, penyelenggaraan atau pelaksanaan pemerintah dan partai politik

23 peserta pemilihan umum, pengawasan dan pemantau pemilu termasuk pemilih dan semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Adil Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, setiap pemilih dan calon/peserta pemilihan kepala daerah diperlakukan sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun (Joko J. Prihatmoko: 206-208). D. Kerangka Pikir Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Perilaku pemilih pada setiap pemilihan langsung banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada fenomena perilaku pemilih masyarakat pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat dalam pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah Lampung Barat di tahun 2007 terdapat 29% hak pilih yang tidak digunakan dan pada pemilihan langsung kepala daerah gubernur ditahun 2008 terdapat 33% hak pilih yang tidak digunakan. Fenomena perilaku pemilih yang terjadi pada masyarakat Pekon Way Petai ini menarik peneliti untuk menggali informasi mengenai faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat pekon Way Petai pada Pilkada Lampung Barat 2012 yang akan berlangsung pada bulan september mendatang.

24 Secara umum teori tentang perilaku pemilih dapat di analisis dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu sosiologis, psikologis dan rasional. Untuk memudahkan peneliti dalam mengetahui dan memahami faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012, peneliti memilih bebrapa variabel dari ketiga pendekatan tersebut. peneliti memilih beberapa variabel dari ketiga pendekatan tersebut yang diturunkan menjadi faktor-faktor yang digunakan untuk mengetahui perilaku pemilih masyarkat Pekon Way Petai dengan indikator sebagai berikut: Faktor Sosiologis a. Usia b. Jenis kelamin c. Etnis Faktor Psikologis d. Kharisma Faktor Rasional e. Pengenalan visi dan misi Dengan ke lima indikator dari pendekatan sosiologis, psikologis dan rasional perilaku pemilih tersebut, penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan faktor faktor yang mempengaruhi perilaku Pekon Way petai kecamatan Sumber Jaya menjelang Pilkada Lampung Barat 2012. Agar lebih mudah dalam memahami kerangka pikir penelitian ini, berikut adalah skema dari kerangka pikir pada penelitian ini.

25 SKEMA KERANGKA PIKIR Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih (X): Faktor Sosiologis Perilaku Pemilih (Y) a. Bekerja untuk partai atau calon a. Usia (X 1 ) b. Menghadiri rapat b. Jenis kelamin (X 2 ) kampanye c. Etnis (X 3 ) c. Membujuk pemilih lain Faktor Psikologis bagaimana untuk memilih d. Kharisma (X 4 ) d. Keanggotaan dalam partai Faktor Rasional atau organisasi politik e. Pengenalan visi dan misi (X 5 ) Gambar 1.

26 E. Hipotesis Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan diatas, peneliti mencoba merumuskan hipotesis bahwa diduga faktor usia, jenis kelamin, agama, etnis (Sosiologis), Kharisma (Psikologis), Pengenalan visi dan misi (Rasional) berpengaruh signifikan dalam perilaku pemilih. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H 0 : Tidak terdapat perbedaan proporsi yang signifikan dalam perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012 dilihat dari variabel usia, jenis kelamin dan etnis. H a : Terdapat perbedaan proporsi yang signifikan dalam perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012 dilihat dari variabel usia, jenis kelamin dan etnis. H 0 : Faktor kharisma tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012 H a : Faktor kharisma mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012.

27 H 0 : Faktor pengenalan visi dan misi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012 H a : Faktor pengenalan visi dan misi mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilih masyarakat Pekon Way Petai Kecamatan Sumber Jaya pada Pilkada Lampung Barat 2012.