BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. yang muncul, seseorang dituntut untuk memiliki pemikiran yang out of the box

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

I. PENDAHULUAN. pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nina Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat memerlukan ahli pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan sekelompok orang yang di turunkan dari satu generasi ke generasi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. untuk membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sehingga berpikir menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permendikbud No. 67 tahun 2013, kurikulum 2013 dirancang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Euis Setiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tantangan era globalisasi yang semakin berat, yaitu diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Upaya pemerintah untuk menghadapi hal ini adalah dengan menyiapkan sejumlah langkah guna meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing secara global di masa mendatang. Salah satu upaya yang terus dilakukan pemerintah hingga saat ini adalah dengan mengembangkan dan menyempurnakan kurikulum yang berlaku di dunia pendidikan Indonesia. Menjelang tahun 2013, pemerintah memperkenalkan kurikulum baru yang bernama Kurikulum 2013 (K-13 atau Kurtilas). Kurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikulum yang berlaku sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 mulai diujicobakan pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah-sekolah tertentu yang memenuhi persyaratan menjadi sekolah percobaan penerapan Kurikulum 2013. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015 pemerintah sempat mewajibkan penggunaan Kurikulum 2013 untuk diterapkan pada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini tidak dapat berlangsung lama karena banyak faktor yang belum menunjang terlaksananya kurikulum tersebut. Oleh karena itu pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015, kurikulum 2013 menjadi tidak wajib diterapkan di sekolah sehingga banyak sekolah yang kembali ke kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Meskipun kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia sering bergantiganti, kedudukan matematika tetap menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada peserta didik. Berdasarkan PP Nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas PP Nomor 19 tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pendidikan), dalam PP tersebut tertulis bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran 1

yang wajib diajarkan di tingkat SD, SMP maupun SMA. Matematika menjadi mata pelajaran wajib karena mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seharihari. Tujuan diberikannya pelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan pasti akan mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Seperti yang tertuang dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab. Ditinjau dari tujuan pendidikan nasional tersebut, aspek berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi yang penting untuk dimiliki siswa. Apabila seseorang memiliki kompetensi berpikir kreatif, maka ia akan mampu mengatasi masalah dari yang sederhana sampai masalah yang kompleks sesuai dengan tantangan zaman saat ini. Senada dengan tujuan pendidikan nasional, pentingnya kemampuan berpikir kreatif juga tertuang dalam Standar Kompetensi Kurikulum KTSP. Standar Kompetensi KTSP (BSNP, 2006) menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik agar dapat membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan hal yang penting dalam pendidikan, termasuk dalam pembelajaran matematika. Siswa perlu dibekali kemampuan berpikir kreatif karena hal ini merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan pada masa globalisasi. Suryadi (Setiawati, 2014) menjelaskan bahwa individu yang mampu bertahan dalam era informasi dan globalisasi adalah yang memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis. Sejalan dengan pendapat Suryadi, Sumarmo juga mengemukakan tentang pentingnya berpikir kreatif. Menurut Sumarmo (2013) berpikir kreatif dalam matematika dan dalam bidang lainnya merupakan bagian dari 2

keterampilan hidup yang perlu dikembangkan terutama dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing akan semakin ketat. Individu yang diberi kesempatan berpikir kreatif akan tumbuh sehat dan mampu mengahadapi tantangan. Sebaliknya, individu yang tidak diperkenankan berpikir kreatif akan menjadi frustasi dan tidak puas. Selain itu, kemampuan berpikir kreatif juga merupakan salah satu kompetensi yang dikehendaki di dunia kerja. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Career Center Maine Department of Labor USA (2004) bahwa kompetensi-kompetensi yang diperlukan ketika memasuki dunia kerja saat ini adalah: (1) memiliki kepercayaan diri; (2) memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi; (3) menguasai keterampilan-keterampilan dasar (membaca, menulis, mendengarkan, berbicara dan melek komputer); (4) memiliki keahlian dalam bidang tertentu; (5) menguasai keterampilan berpikir (melihat dan menyelesaikan masalah, membuat keputusan, berpikir analitis, logis, dan berpikir kreatif); (6) menguasai keterampilan interpersonal (kemampuan bekerja sama dan bernegosiasi). Keahlian-keahlian seperti di atas harus dimiliki oleh siswa-siswa Indonesia agar memiliki potensi untuk bersaing di masa mendatang. Tidak disangsikan lagi bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan penentu keunggulan suatu bangsa. Persaingan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya. Kemampuan berpikir kreatif termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking). Kemampuan ini bukan hanya sebagai suatu kompetensi yang harus diajarkan kepada siswa, melainkan hendaknya diupayakan semaksimal mungkin. Apabila siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif, siswa akan mampu berfikir secara divergen sehingga ia akan menghasilkan ide-ide yang bervariasi dalam memecahkan permasalahan matematik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pehkonen (Risnanosanti, 2010) yang mengungkapkan bahwa berpikir kreatif matematis dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi, tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide sehingga akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. 3

Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih tergolong rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti (2008) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa SMP berada dalam kualifikasi kurang, dimana rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah 28,94 sementara skor maksimum idealnya adalah 60. Senada dengan Rohaeti, hasil penelitian yang dilakukan Nasution (2014) menyebutkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP hanya terjadi pada siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang sementara siswa yang berkemampuan rendah tidak mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang signifikan. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Tangerang, diperoleh gambaran bahwa siswa tidak terbiasa dengan soalsoal kemampuan berpikir kreatif. Siswa membutuhkan waktu yang lama untuk memahami perintah yang ada dalam soal. Sebagian besar siswa berusaha menjawab soal-soal tersebut, akan tetapi jawaban mereka kurang sesuai dengan apa yang dimaksud dalam soal tersebut. Siswa banyak yang terlihat asal memasukkan rumus saja, padahal rumus tersebut bukanlah rumus yang digunakan dalam penyelesaian. Sebagian besar siswa-siswa masih berpikir pada penyelesaian tunggal, sehingga kemampuan berpikir kreatifnya masih tergolong rendah. Lebih lanjut mengenai hasil studi pendahuluan, peneliti mendapat informasi bahwa soal-soal ulangan harian yang diberikan kepada siswa merupakan soal-soal rutin sehingga siswa tidak terbiasa dengan soal-soal non rutin yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Rohaeti dan Nasution serta hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih tergolong rendah sehingga perlu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis agar hasilnya lebih maksimal. Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa belum mencapai maksimal. Salah satu faktornya adalah pembelajaran matematika di kelas yang kurang optimal. Pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru (teacher centered learning), sehingga belum dapat memunculkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa. Siswa masih cenderung bersifat pasif dalam pembelajaran, 4

menerima apa saja yang diajarkan guru, sehingga siswa tidak belajar untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pembelajaran seperti ini menyebabkan proses berpikir siswa menjadi kurang terlatih karena ia terbiasa berpikir konvergen, yaitu memecahkan masalah dengan satu solusi sesuai dengan cara yang diajarkan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Seto (Mulyana, 2008) yang menyatakan bahwa proses berpikir yang dilatih di sekolah-sekolah terbatas pada kognisi, ingatan, dan berpikir konvergen, sementara berpikir divergen dan evaluasi kurang begitu diperhatikan. Slettenhaar (Permana, 2010) menyatakan bahwa pada model pembelajaran sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton penjelasan guru, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya. Melihat kondisi pembelajaran yang seperti ini, maka perlu adanya perubahan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat pada siswa (student centered learning), sehingga memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Siswa tidak lagi mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi ia juga harus mampu untuk belajar secara mandiri dalam menyelesaikan tugas akademiknya. Siswa dapat belajar dengan mengumpulkan data dan informasi dari sumber-sumber lain yang sesuai dengan pembelajaran sehingga ia dapat mengkonstruksi dengan pengetahuan yang dimiliki. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan pemantau jalannya proses pembelajaran agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, adanya perubahan pembelajaran matematika yang seperti ini akan dapat mengembangkan: (1) kemampuan berpikir matematis yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, kritis, kreatif, komunikasi dan koneksi matematis; (2) sikap yang terbuka dan objektif; (3) disposisi matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar yang berkualitas tinggi. Selain dari aspek pembelajaran, untuk dapat sukses dalam pembelajaran matematika, setiap individu yang belajar matematika dituntut harus memiliki disposisi matematis yang tinggi, sehingga akan menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang sesuai dengan harapan (Sumarmo, 2013). Lebih lanjut lagi, Sumarmo 5

6 mengemukakan bahwa kebiasaan dan sikap belajar siswa akan terlukis pada karakteristik kemandirian belajar matematika, yaitu: (1) menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan, dan merancang program belajar; (2) memilih dan menerapkan strategi belajar; (3) memantau dan mengevaluasi diri apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil (proses dan produk), serta merefleksi untuk memperoleh umpan balik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengembangan kemandirian belajar sangat diperlukan oleh individu yang belajar matematika. Pentingnya kemandirian belajar dalam matematika ini didukung oleh hasil studi Hargis (Sumarmo, 2013) yang mengungkapkan bahwa individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; mengatur belajar dan waktu secara efisien, dan memperoleh skor yang tinggi dalam sains. Mencermati permasalahan-permasalahan di atas, maka perlu diupayakan suatu pembelajaran matematika untuk dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mengkonstruksi pengetahuannya melalui berbagai sumber belajar yang mendukung, serta meningkatkan kemampuan berpikir kreatif melalui kegiatan berdiskusi. Selain itu perlu juga adanya tantangan untuk siswa agar dapat membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam pembelajaran. Salah satu cara yang diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Menurut Majid (2014) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Pembelajaran ini lebih mengutamakan kerjasama unutk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran kooperatif bukan hanya pada kemampuan akademik, tetapi juga dalam keterampilan sosial serta siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya.

Sejalan dengan itu, Johnson dan Johnson (Abidin, 2014) mengemukakan lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif (kesuksesan kelompok tergantung pada anggotanya); (2) tanggung jawab perseorangan (setiap siswa akan melakukan yang terbaik); (3) tatap muka (setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) komunikasi antar anggota (keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat); (5) evaluasi proses kelompok (mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif). Kelima unsur inilah yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya. Berdasarkan uraian mengenai karakteristik dan unsur-unsur pembelajaran kooperatif, diharapkan pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan prestasi belajar khususnya kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa. Untuk lebih bervariasi dan dapat menumbukan motivasi yang tinggi dalam belajar matematika, maka pembelajaran kooperatif perlu dikombinasikan dengan aktivitas yang mengandung tantangan tetapi menyenangkan. Aktivitas yang peneliti ajukan adalah quick on the draw sebagai cara yang dapat dikombinasikan dengan pembelajaran kooperatif untuk dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika. Aktivitas quick on the draw dipilih karena mempunyai kesesuaian dengan pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur yang terdapat dalam quick on the draw sesuai dengan pembelajaran kooperatif, sehingga dalam pelaksanannya tidak akan terjadi tumpang tindih diantara keduanya. Maksud peneliti menyisipkan aktivitas quick on the draw yang sarat dengan kegiatan perlombaan, selain siswa dapat bekerjasama dengan kelompok ketika melaksanakan kegiatan pada pembelajaran kooperatif, siswa juga tetap dapat bekerjasama sambil bermain namun tetap dalam kondisi belajar. Oleh karena itu kegiatan ini diharapkan akan lebih menyenangkan bagi siswa. Menurut Ginnis (2008), quick on the draw merupakan sebuah aktivitas untuk melakukan kerja tim dan kecepatan. Tujuannya adalah menjadi kelompok pertama 7

8 yang mampu menyelesaikan satu set pertanyaan. Aktivitas quick on the draw ini lebih menekankan kerja kelompok, semakin efisien kerja kelompok, semakin cepat kemajuannya. Kegiatan ini membantu siswa untuk membiasakan diri belajar pada sumber bukan pada guru. Pelaksanaan aktivitas quick on the draw ini dapat melatih kemampuan berpikir siswa, kemandirian, saling ketergantungan, dan terasa menyenangkan. Setiap anggota kelompok harus aktif dan bertanggung jawab terhadap pembagian tugasnya, serta evaluasi diantara anggota kelompok diperlukan untuk dapat bekerja secara maksimal. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat terlihat bahwa terdapat kesesuaian unsur-unsur antara quick on the draw dengan pembelajaran kooperatif sehingga keduanya dapat dikombinasikan untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Uraian-uraian di atas telah memperlihatkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar termasuk kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa. Penerapan aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa. Hal lain yang perlu diperhatikan pada penelitian ini adalah kemampuan siswa yang dilihat secara umum (keseluruhan) dan berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM). Tujuan peneliti membagi siswa ke dalam tiga kelompok (tinggi, sedang, rendah) berdasarkan KAM adalah untuk melihat apakah penerapan pembelajaran yang digunakan berpengaruh terhadap keseluruhan siswa (rata pada semua kategori KAM) ataukah hanya berpengaruh pada kategori KAM tertentu saja. Apabila hasilnya berpengaruh secara merata di semua kategori KAM, maka penelitian ini dapat digeneralisasikan bahwa penerapan pembelajaran yang digunakan cocok diterapkan untuk semua level kemampuan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar dengan menerapkan aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar

Siswa SMP melalui Penerapan Aktivitas Quick on the Draw dalam Pembelajaran Kooperatif. 9 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM tinggi yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif lebih baik daripada siswa kategori KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa? 3. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM sedang yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif lebih baik daripada siswa kategori KAM sedang yang memperoleh pembelajaran biasa? 4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM rendah yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif lebih baik daripada siswa kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran biasa? 5. Apakah kemandirian belajar siswa yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai sejauh mana penerapan aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa SMP. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:

10 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM tinggi yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dengan siswa kategori KAM tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa. 3. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM sedang yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dengan siswa kategori KAM sedang yang memperoleh pembelajaran biasa. 4. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kategori KAM rendah yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dengan siswa kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran biasa. 5. Kemandirian belajar siswa yang belajar melalui aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang memberikan banyak manfaat kepada siswa, guru maupun praktisi pendidikan lainnya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat selama penelitian a. Melatih siswa untuk berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar dalam pembelajaran matematika. b. Melatih siswa untuk belajar secara kelompok dan ikut terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika. 2. Manfaat hasil penelitian a. Manfaat teoritis 1) Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam memperbaiki mutu pembelajaran

11 matematika, terutama dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar. 2) Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembelajaran matematika yang berupa perubahan paradigma dari pembelajaran yang berorientasi pada hasil menjadi pembelajaran yang lebih memperhatikan prosesnya. b. Manfaat praktis Memberikan informasi tentang penerapan aktivitas quick on the draw dalam pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar.