I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat berasal dari pungutan pajak maupun bukan pajak, serta sumbangan ataupun bantuan dan pinjaman. Pengelolaan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh direktorat jendral pajak kementrian keuangan. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh direktorat jendral pajak meliputi : a. Pajak penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) d. Bea Materai e. Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan Sedangkan dalam UU no 28 tahun 2009 jenis Pajak provinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Pajak 2 Untuk pajak daerah provinsi lampung yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok terus mengalami peningkatan seperti yang dijelaskan pada gambar Pajak Daerah Provinsi Lampung Dari Tahun 2001 2012 Sebagai berikut : 400.000,00 350.000,00 300.000,00 250.000,00 200.000,00 150.000,00 100.000,00 50.000,00 0,00 Pajak Daerah Pajak Daerah Tahun Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah) Gambar 1. Pajak Daerah Provinsi Lampung Dari Tahun 2001 2012 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pajak daerah Provinsi Lampung mengalami peningkatan total selama kurung waktu 2001-2012. Pada tahun 2001 jumlah pajak daerah sebesar 24.441,86 juta rupiah. Dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2012 pajak daerah mencapai 344.239,65 juta rupiah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

3 undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sumber-sumber pendapatan daerah salah satunya merupakan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan yang memegang andil dalam pengusahaan pendapatan asli daerah. Selain itu juga ada lain-lain pendapatan yang sah sebagai penyumbang terakhir dalam PAD. Pajak daerah merupakan potensi utama yang diupayakan pemerintah, karena kontribusinya kepada PAD sangatlah menjanjikan. Oleh karenanya pemerintah daerah lebih jeli lagi untuk menggali potensi pajak yang dapat dipungut untuk pembiayaan pembanguan daerah, yang nantinya daerah dapat mengandalkan potensi daerahnya tanpa harus mengandalkan APBN dari pemerintah pusat. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang dimiliki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensi yang kurang. Kiranya dengan asas ini pemerintah perlu memberikan jalan keluar agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang secara merata. Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara. Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang dilaksanakan. Semakin

4 besar penerimaan negara dari pajak, maka semakin besar pula kemampuan keuangan negara dalam pembiayaan pembangunan. Sebaliknya semakin kecil penerimaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula kemampuan negara dalam pembiayaan pembangunannya. Seperti pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandarlampung Tahun 2003-2012 Tahun Pajak Daerah (Rp) PAD Kontribusi (%) 2003 22.427.401.047 36.178.245.566 61,99 2004 23.022.201.494 36.753.584.663 62,64 2005 22.406.753.000 35.511.789.000 63,09 2006 22.304.069.000 36.689.576.000 60,79 2007 27.251.900.000 46.513.716.000 58,59 2008 26.976.594.000 46.137.259.000 58,47 2009 30.411.162.000 53.714.914.000 56,61 2010 38.943.620.000 67.661.519.000 57,55 2011 112.557.355.470 162.818.119.556 69.13 2012 183.436.575.291 275.033.143.471 66,69 Rata-Rata 61,55 Sumber : DPPKA Bandarlampung Dari rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD kota Bandarlampung sebesar 61,55 %, hal ini membuktikan bahwa pajak daerah memegang peran penting dalam jumlah PAD kota Bandarlampung. Dalam UU no 28 tahun 2009 jenis pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan penambahan 3 (tiga) jenis pajak kabupaten/kota yang baru, yaitu PBB Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan pajak sarang burung walet. Penerimaan pajak yang selama ini dipungut oleh pemerintah pusat diserahkan kepada daerah sehingga tidak akan berdampak terhadap tambahan beban masyarakat. Untuk pajak sarang burung walet merupakan pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah apabila memiliki potensi pajak yang memadai, artinya pajak

5 sarang burung walet dapat di pungut oleh pemerintah kota apabila daerah itu mempunyai lahan untuk sarang burung walet. Ada beberapa jenis pajak yang kontribusinya terhadap PAD Bandarlampung terus mengalami kenaikan. Adapula jenis pajak yang menurun jumlahnya tiap tahunnya seperti yang dijelaskan di Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Tiap-Tiap Jenis Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandarlampung. Jenis Tahun (%) pajak 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 X P. Hotel 15,9 7,75 7,95 7,91 7,57 8,03 7,74 7,40 6,00 7,57 8,39 7 P.Restoran --- 7,16 7,11 7,69 7,26 7,95 8,52 8,60 8,09 9,87 8,03 P. Hiburan 2,19 1,78 1,84 2,20 2,36 2,37 2,77 2,58 2,66 2,97 2,37 P. 3,96 3,51 3,84 4,32 4,36 4,46 4,57 4,50 4,11 4,27 4,19 Reklame P. Peneranga 35,4 9 41,4 9 40,0 8 37,7 9 37,4 5 35,0 8 32,6 5 36,7 2 33,4 1 38,2 2 36,8 4 n Jalan P. Bahan 0,63 0,64 0,70 0,92 1,29 0,58 0,47 0,49 0,47 0,61 0,68 Galian Gol.C Pajak --- --- 1,17 1,27 1,11 --- --- --- 0,19 1,63 1,08 Parkir Pajak --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- BPHTB Pajak PBB P2 --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- Sumber : DPPKA Bandarlampung Jika dilihat dari tabel kontribusi masing-masing jenis pajak daerah di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak penerangan jalan memberikan kontribusi tertinggi yaitu 36,84% dari total pajak daerah Kota Bandarlampung. Dilanjutkan oleh pajak hotel dan pajak restoran sebagai pemberi kontribusi terbesar setelah pajak penerangan jalan yaitu sebesar 8,39% dan 8,03%. Pajak reklame memberi kontribusi rata-rata 4,19% tiap tahunnya untuk total pendapatan Pajak Daerah Kota Bandarlampung. Pajak hiburan memberi kontribusi rata-rata 2,37% tiap

6 tahun. Pajak yang paling kecil kontribusinya adalah pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, yaitu rata-rata hanya 0,68% tiap tahunnya dan pajak parkir yang mulai diberlakukan kembali sejak tahun 2009 memberi kontribusi sebesar 1,08% terhadap total penerimaan pajak daerah. Peraturan Daerah Kota Bandarlampung Nomor 09 Tahun 2002 Tentang Pajak Parkir bahwa bahwa UU nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah telah diubah dengan UU nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, maka pajak parkir merupakan penerimaan daerah kota. Seiring dengan perkembangan kota, pajak parkir merupakan salah satu potensi pajak yang harus meningkat tiap tahunnya dan merupakan salah satu penopang pendapatan daerah. Seharusnya pendapatan pajak parkir bisa meningkat seriring dengan jumlah kendaraan yang makin bertambah hal ini di buktikan dengan jumlah kendaraan di provinsi lampung sebanyak 2.078.922. dan makin bertambahnya objek pajak parkir yaitu 249 titik tempat -parkir. Tetapi hal ini berbeda dengan realisasi yang ada, pemerintah Kota Bandarlampung tidak mampu memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013. Sektor pajak parkir yang dikelola Dishub pun hingga memasuki triwulan ke III ini baru mencapai Rp1,85 miliar atau 34,62 %. Meskipun target pajak parkir yang dipatok yakni Rp5,3 miliar. Berikut ini adalah data target dan realisasi penerimaan pajak parkir tahun anggaran 2012 dan 2013.

7 Tabel 3. Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2012-2013 (Dalam Rupiah) Tahun Target Realisasi Persentase Pencapaian (%) Persentase Penyimpangan (%) 2012 4.400.000.000 2.136.801.900 48,56 51,44 2013 5.364.247.192 2.527.275.700 47,11 52,89 Rata-rata 4.882.123.596 2.332.038.800 47,83 52,16 Sumber: Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung (data diolah) Tabel 3 menunjukan bahwa persentase pencapaian pajak parkir kota Bandar Lampung mengalami penurunan rata-rata sebesar 47,83 persen. Tingkat Pencapaian ini dirasa masih sangat rendah jika dibandingkan dengan tahun 2003-2004 yang tingkat pencapaianya sebesar 68,77 persen. Dengan adanya penerimaan potensi yang hilang hal ini berkaitan erat dengan Tax Coverage Ratio dan Tax Gap dalam hal ini yang dimaksud dengan dengan Tax Coverage Ratio adalah perbandingan antara besarnya pajak yang telah dipungut dibandingkan dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dipungut, artinya jika potensi penerimaan pajak parkir di Bandarlampung bisa mencapai 80 % tetapi realisasinya hanya mencapai 52,16 % artinya ada penerimaan yang hilang sebesar 27,84 %. Penetapan pajak parkir oleh pemerintah kota Bandarlampung sebagai salah satu sektor pendapatan dari pajak daerah. Dengan ditetapkannya pajak parkir ini, maka tempat-tempat yang semula hanya dikenakan retribusi parkir juga akan dikenakan pajak parkir, sehingga secara otomatis tarif parkir yang dipakai akan mengalami kenaikan. Pada tahun 2003 pajak parkir mulai diberlakukan hingga tahun 2013

8 tetapi dari tahun 2003 hingga 2013 ini pajak parkir tidak pernah memenuhi target. Dengan tidak tercapainya target di duga kebocoraan bisa terjadi pada pengupayaan pajak daerah kota Bandarlampung, salah satunya pajak parkir karena meningkatnya jumlah kendaraan yang pesat dikhawatirkan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan penerimaan dari pajak parkir. Berdasarkan PERDA No.62 tahun 2012 tentang pajak parkir pasal 5 ayat (3) tarif parkir untuk kendaraan jenis truk gandengan, traler, dan alat berat lainnya untuk 1 kali (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp4.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan Rp2.500,- per jam. Bus truk, dan sejenisnya untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp4.000,- untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp2.000,- per jam. Kendaraan angkutan barang/box dan sejenisnya lainnya untuk 1 kali (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp3.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan Rp2.000,- per jam. Sedan, jeep, mini bus, pick up dan sejenisnya untuk 1 kali (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp2.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan Rp1.500,- per jam. Sepeda motor untuk 1 kali (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp1.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan Rp1.000,- per jam. Proporsi penerimaan pajak parkir di Bandarlampung berbeda tiap objek tempat parkirnya. Berikut adalah data proporsi penerimaan pajak parkir berdasarkan klasifikasi titik objek pajak parkir yang dijelaskan dalam Tabel 4 dibawah ini.

9 Tabel 4. Proporsi Penerimaan Pajak Parkir Berdasarkan Klasifikasi titik Objek Pajak Parkir. Jenis Jumlah Jumlah Penerimaan Persentase Mall dan Pusat Perbelanjaan 7 Rp 1.891.936.900 74,9 % Toko dan Minimarket 58 Rp 93.216.000 3,7 % Kantor 157 Rp 59.120.400 2,3 % Kios dan Rumah Makan 8 Rp 12.000.000 0,5 % Hotel 3 Rp 131.432.400 5,2 % Fasilitas Publik 6 Rp 339.570.000 13,4 % Jumlah 239 Rp 2.527.275.700 100 % Sumber: Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung (data diolah). Dari tabel tersebut menunjukan bahwa jumlah penerimaan pajak parkir dari mall dan pusat perbelanjaan menduduki penyumbang penerimaan pajak parkir terbesar pada tahun 2013 yaitu mencapai 74,9 %, sedangkan toko dan minimarket mencapai 3,7 %. Kantor yang memiliki titik parkir terbesar, menyumbang penerimaan sebesar 2,3 %. Untuk kios dan rumah makan hanya menyumbang penerimaan sebesar 0,5 %. Sedangkan untuk hotel dan fasilitas publik menyumbang penerimaan sebesar 5,2 % dan 13,4 %. Mall dan pusat perbelanjaan menyumbang proporsi penerimaan pajak parkir terbesar di kota Bandarlampung. Dalam sistem pemungutannya, mall atau pusat perbelanjaan di kota Bandarlampung ada yang menggunakan sistem MPS dan NON MPS. Contohnya untuk yang menggunakan sistem MPS adalah Mall Kartini, Central Plaza, Chandra, dan Lotus. Sedangkan yang menggunakan NON MPS adalah mall Ramayana. Berdasarkan peraturan walikota Bandarlampung nomor 62 tahun 2012 tentang tata cara pemungutan pajak parkir, pasal 7 menjelaskan ada dua jenis tata cara

10 pemungutan, yaitu : (1) Untuk tempat parkir yang memakai karcis maupun sistem komputerisasi, pajak parkir dipungut dengan cara menghitung pajak sendiri (MPS), (2) Untuk tempat parkir yang tidak memakai karcis tempat penitipan dan atau garasi kendaraan bermotor, pajak parkir dipungut dengan cara taksasi (Non MPS). Dari beberapa obyek pajak parkir yang berada di mall atau pusat perbelanjaan, terdapat perbedaan jumlah penerimaan yang diterima oleh pemerintah. Namun dari penerimaan yang didapatkan, terdapat potensi kehilangan (Loss Potential) dari penerimaan pajak parkir. Potensi kehilangan tersebut kemungkinan berasal dari sistem pemungutan yang di berlakukan di obyek pajak parkir khususnya di mall atau pusat pebelanjaan. Ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan kebocoran atau kehilangan potensi pada pajak parkir, antara lain: Pengenaan tarif pajak yang terlalu tinggi sehingga memungkinkan para wajib pajak mengelak dari kewajibannya, kemudian hotel enggan untuk membayar pajak parkir hotel dan restoran. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis mengangkat judul penelitian Analisis Perbandingan Potensi Penerimaan Yang Hilang (Loss Of Potential Revenue) Pajak Parkir Antara Sistem Pemungutan MPS dan NON MPS (Studi Kasus : Mall Kartini dan Ramayana di Bandarlampung).

11 B. Permasalahan Pajak daerah merupakan potensi penerimaan terbesar PAD di kota Bandarlampung yang nantinya di gunakan untuk pembiayaan pembangunan daerah itu sendiri oleh karena itu pemerintah daerah mengupayakan menggali potensi pajak yang ada di daerah tersebut. Potensi pajak parkir semakin tinggi mengingat sudah banyaknya titik tempat yang dipungut pajak parkir dan meningkatnya jumlah kendaraan yang ada di kota Bandarlampung. Titik tempat parkir yang dipungut oleh pemerintah daerah salah satunya adalah Mall dan Pusat Perbelanjaan dan merupakan penyokong terbesar pajak parkir di bandarlampung. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti adalah Apakah terjadi Loss of Potensial Revenue pajak parkir di Mall atau Pusat perbelanjaan yang menggunakan sistem pemungutan MPS dan NON MPS? Bagaimana perbandingan Loss Potential Revenue kedua sistem pemungutan pajak parkir tersebut? Dan bagaimana upaya untuk mengurangi Loss of Potensial Revenue pajak parkir di Kota Bandarlampung? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah terjadi potensi penerimaan yang hilang (Loss Of Potential Revenue) pajak parkir Mall dan Pusat Perbelanjaan antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS. 2. Untuk Mengetahui Bagaimana perbandingan potensi penerimaan yang hilang (Loss Of Potential Revenue) antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS. 3. Merumuskan upaya-upaya untuk mengurangi penerimaan yang hilang pajak parkir di Kota Bandarlampung.

12 D. Kerangka Pemikiran Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan bersinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan. Salah satu usaha dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu pajak. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para pakar, diantarannya pengertin pajak yang dikemukakan oleh Tubagus Chairil dalam bukunya. Perpajakan menyebutkan bahwa, Pajak adalah iuran Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dalam menjalankan pemerintahan. (Chairil, 2000:1). Potensi pajak parkir yang dimiliki pemerintah cukup tinggi jika dilihat dari jumlah kendaraan dan tempat-tempat umum yang ada di kota Bandarlampung, terutama pada Mall dan Pusat Perbelanjaan yang menjadi penyokong terbesar pajak parkir di Bandarlampung. Selisih antara potensi pajak parkir sebenarnya dengan realisasi penerimaan pajak parkir yang didapatkan oleh pemerintah yang dapat dikatakan Loss Of Potential Revenue atau Potensi Penerimaan yang Hilang. Seperti pada Gambar 2 sebagai berikut:

13 Loss Of Potential Revenue = Potensial Realisasi Penerimaan Potensi Penerimaan Realisasi Penerimaan (P x Q) Gambar 2. Kerangka Pemikiran E. Batasan Penelitiaan Pembatasan penelitian ini pada pajak parkir, lokasi penelitian, dan jangka waktu perhitungan. Pembatasan hasil ini agar hasil hitung lebih fokus dan terperinci. 1. Potensi Parkir yang dimaksud adalah jumlah kendaraan yang parkir ditempat tujuan penelitian. 2. Potensi Penerimaan pajak parkir adalah jumlah jenis kendaraan yang parkir hasil perhitungan dikalikan dengan tarif dasar dikalikan jam kerja dikalikan tarif dasar parkir.

14 3. Realisasi penerimaan pajak parkir yang dimaksud adalah realisasi yang didapat dari Dinas Pendapatan UPTD Parkir Kota Bandarlampung untuk Mall kartini dan Ramayana. 4. Lokasi yang diamati dibatasi hanya pada Mall dan pusat perbelanjaan yaitu Mall Kartini dan Ramayana. Kedua lokasi dipilih untuk mengetahui dan membandingkan potensi kehilangan penerimaan pajak parkirnya dengan sistem pemungutan MPS dan Non MPS. Mall kartini merupakan pusat perbelanjaan yang menggunakan sistem komputerisasi atau Menghitung Pajak Sendiri (MPS). Sedangkan Ramayana merupakan pusat perbelanjaan yang tidak menggunakan sistem komputerisasi dalam pemungutan biaya parkirnya atau cara Taksasi (Non MPS). Di Ramayana terdapat 9 titik tempat parkir oleh PT. Mitra Bina Persada yaitu Ramayana Bank Pasar, Ramayana bawah, Ramayana bawah tangga, Ramayana depan pintu masuk, Ramayana depan toko buah, Ramayana depan toko pramuka, Ramayana pintu keluar pasar bawah, Ramayana samping kanan, dan Ramayana depan rumah makan dua saudara. 5. Perhitungan Potensi Penerimaan Parkir dihitung dengan cara : Pajak Parkir tiap 12 bulan, 12 perhitungan / tahun.