BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta (DI), maupun gangguan pendengaran. Osteogenesis imperfekta memiliki spektrum klinis yang bervariasi, mulai dari bentuk yang letal saat perinatal hingga bentuk yang ringan. Fraktur dan deformitas tulang dapat terjadi walau dengan trauma ringan. Gejala klinisnya sangat bervariasi antar penderita walaupun dalam tipe yang sama. Diagnosis OI ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang sama pada keluarga dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe ringan sampai berat sehinga OI memerlukan penanganan multidisiplin. Tata laksana OI memerlukan kerjasama multidisiplin dan ditujukan untuk menurunkan frekuensi fraktur, meminimalkan nyeri kronis, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis, meningkatkan densitas tulang, memaksimalkan mobilitas dan kemandirian, serta mengatasi masalah lain yaitu penanganan fraktur berulang dan gangguan pendengaran. Apabila terbukti OI, maka terapi bifosfonat, kalsium dan vitamin D dapat diberikan. Pemantauan terhadap efek samping terapi bifosfonat penting untuk dilakukan. Efek nefrotoksik akan memberikan tanda dan gejala hipertirotropinemia, yaitu takikardi, iritabilitas, tremor, dan diare. Komplikasi yang dapat terjadi adalah hipokalsemia, gangguan yang berkaitan dengan osteoporosis, sehingga penting untuk memastikan asupan kalsium dan vitamin D yang adekuat sebelum dan selama terapi. Selain itu, dilakukan juga pemantauan terhadap kepatuhan minum obat, reaksi obat dan efek samping pengobatan yang mungkin terjadi. Sangat penting pula dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, status gizi, dan perkembangan pasien, fungsi pendengaran, dan penilaian kualitas hidup. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1
Tatalaksana di bidang ortopedi terutama dalam penanganan fraktur dan koreksi deformitas untuk memungkinkan mobilisasi. Fraktur dikoreksi dengan pemasangan splint atau cast. Pada OI fraktur umumnya akan sembuh dengan baik, sedangkan cast diperlukan untuk meminimalkan osteoporosis akibat imobilisasi jangka lama. Koreksi pada deformitas tulang panjang memerlukan prosedur osteotomi dan pemasangan intramedullary rod. Modalitas penting lainnya dalam penanganan OI adalah rehabilitasi fisioterapi. Tujuan rehabilitasi pada pasien OI terutama untuk memperbaiki wilayah gerak sendi dan kekuatan otot, serta memperbaiki ambulasi dan kemampuan fungsional. Kondisi penyakit OI bersifat kronis dan membutuhkan pengobatan seumur hidup dapat menurunkan kualitas hidup anak. Oleh sebab itu, pada pasien dengan kondisi penyakit kronis yang memerlukan terapi jangka panjang bahkan seumur hidup, sangat penting untuk memberikan edukasi mengenai pemahaman tentang penyakit anak, perlunya pemantauan dan pengobatan seumur hidup, upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan komplikasi, pentingnya peran kedua orangtua dalam memberikan pola asah, asih, dan asuh yang tepat demi tumbuh kembang dan kualitas hidup anak yang optimal. Masalah psikososial dapat terjadi sehubungan dengan tingkat kepercayaan diri. Konseling dan pendampingan psikologis bagi kedua orangtua dapat dipertimbangkan agar orangtua tetap semangat, percaya diri, dan tidak mudah putus asa dalam mengasuh dan merawat anaknya. Fraktur berulang, gizi kurang dan motoric delay masih menjadi permasalahan pada pasien ini. Diperlukan kelanjutan pemantauan untuk deteksi dini adanya komplikasi OI sehingga dapat menekan progresifitas penyakit serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Penanganan selanjutnya pada pasien untuk penyakit primernya adalah kondisi fraktur berulang yang menyebabkan terhambatnya perkembangan pada pasien. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 2
Tabel 12. Simpulan Pemantauan No Parameter Perasat Target Intervensi Evaluasi Hasil Keterangan 1 Gejala klinis yang muncul terkait komplikasi OI Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang jika ada indikasi (BERA, EKG, Foto Thoraks, Spirometri dan DR) Kejadian fraktur berkurang sampai tidak terjdi fraktur Tidak ada gangguan pendengaran. Tidak ada gangguan pernapasan. Tidak ada dentinogenesis imperfekta. Tidak ada gangguan tidur Kejadian fraktur berkurang sampai tidak terjdi fraktur.. Evaluasi awal 4 minggu terapi profilaksis, kemudian kontrol selang waktu 3-6bln atau sesuai indikasi Anak masih dengan kondisi fraktur berulang, walau kejadiannya lebih jarang bila dibandingkan dengan sebelum terapi bifosfonat iv. 2 Pertumbuhan status gizi BB, TB (sesuai kurva pertumbuhan WHO) Pertumbuhan optimal sesuai usia Status gizi baik Asuhan gizi anak diberikan panduan untuk pengaturan menu seimbang sesuai dengan Recommended Dietary Allowances (RDA) dan konsultasi dengan ahli gizi bila perlu. Monitor pertumbuhan tiap 6 bulan. Monitor status gizi tiap bulan. Penambahan BB/TB pasien lambat. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 3
No Parameter Perasat Target Intervensi Evaluasi Hasil Keterangan 3 Perkembangan global Denver Test Perkembangan sesuai usis Fisioterapi, terapi wicara, terapi okupasi Monitor tiap 3 bulan Kondisi fraktur pada femur mengharuskan pasien mengistirahatkan kaki 4 Fungsi pendengaran Pemeriksaan BERA Fungsi pendengaran normal Konsultasi bagian THT, pemasangan alat bantu dengar sesuai indikasi Diulang jika ada kelainan 5 Kepatuhan minum obat dan efek samping obat Metode pulveres counts Kepatuhan baik Tidak ada efek samping Mengingatkan orangtua melalui telepon, pencatatan di buku harian dengan metode pulveres counts Setiap bulan 6 Kualitas hidup terkait kesehatan PedsQL Kualitas hidup baik Ppendampingan dokter dan psikolog Awal dan akhir pengamatan Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 4
No Parameter Perasat Target Intervensi Evaluasi Hasil Keterangan 7 Evaluasi densitas tulang Bone Mineral Density (BMD) Didapatkan perbaikkan setiap evaluasinya Bifosfonat, kalsium dan vitamin D Monitor tiap tahun Pasien saat ini menjalani pemeriksaan BMD sebanyak satu kali, belum ada evaluasi. Di awal pegamatan tertunda melakukan BMD terkait alat yang rusak. 8 Lingkungan tempat tinggal Menilai kondisi anak Menilai langsung perilaku hidup sehat dan hygiene sanitasi rumah (Skor depkes) Memenuhi kriteria Rumah Sehat Edukasi dan konseling perilaku hidup sehat dan sanitasi lingkungan Awal dan akhir pemantauan Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 5
Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 6