BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,


GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh: ANYTA FAJAR TRISETYANINGSIH A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BATANG

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

TINJAUAN MATA KULIAH...

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan pekerjaan yang baik. Sekolah harus mampu mendidik peserta didik

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Siapakah?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan. daya manusia dan merupakan tanggung-jawab semua pihak, baik

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

PROFIL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kualitas dan kemampuan antara lain: (1) memiliki identitas diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan siswa untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikian Nasional). Menurut pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikian Nasional, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pada pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikian Nasional dijelaskan bahwa, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menegah dan pendidikan tinggi. Penyelenggaraan pendidikan seperti yang tercantum pada Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikian Nasional bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi 1

2 hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan itu tidak membedabedakan jadi siapapun dapat memperoleh pendidikan baik itu kaya atau miskin, anak normal maupun anak berkebutuhan khusus semua berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Tercantum juga dalam Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Melihat bahwa pendidikan itu tidak diskriminatif dan semua warga negara dengan berbagai latar belakang dan kondisi berhak mendapatkan pendidikan yang sama maka muncullah satu jenis pendidikan yang dinamakan dengan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa). Pendidikan inklusif dapat memenuhi kebutuhan anakanak yang berkebutuhan khusus secara sosial, akademik dan emosi dimulai dari masyarakat menuju ke sekolah dan kembali ke masyarakat. Pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

3 memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, kedua mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik (Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa). Peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana dimaksud adalah terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya dan tunaganda. Demi mewujudkan terlaksananya pendidikan inklusif tersebut maka pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit satu sekolah dasar, satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusiff yang wajib menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus seperti yang sudah dijelaskan di atas (Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa). Di wilayah Surakarta sendiri sekolah yang ditunjuk untuk mengadakan pendidikan inklusif adalah SMK Negeri 8. Sudah sejak tahun 1999 SMK Negeri 8 Surakarta menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus. Peserta didik yang berkebutuhan khusus tersebut di SMK Negeri 8 Surakarta berada dan belajar

4 bersama-sama dengan peserta didik yang lain atau dapat dikatakan peserta didik yang normal. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, penulis sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Pengembangan Sikap Sosial Siswa Inklusif di Sekolah Normal. Karena hal tersebut erat hubungannya dengan kurikulum Program Studi PPKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Mata Kuliah Hak Asasi Manusia apabila dilihat dari latar belakang masalah yang memandang bahwa pendidikan tidak diskriminatif dan Mata Kuliah Inovasi Pendidikan semester IV, yang bagian meterinya mengenai pendidikan inklusif.

5 B. Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal? 2. Bagaimana kendala pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal? 3. Bagaimana solusi atas kendala pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, selanjutnya dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal. 2. Untuk mendeskripsikan kendala pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal. 3. Untuk medeskripsikan solusi atas kendala pengembangan sikap sosial siswa inklusif di sekolah normal.

6 D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Manfaat atau Kegunaan Teoritis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan konsep mengenai pendidikan inklusif. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis atau serumpun. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, diharapkan dapat menerima dan menjalin hubungan baik dengan siswa lain yang berkebutuhan khusus. b. Bagi guru, diharapkan dapat dengan adil memperlakukan siswa yang normal dan siswa yang berkebutuhan khusus. c. Bagi sekolah, untuk memperbaiki dan mengembangkan pendidikan iklusif khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan. d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan baru mengenai Pendidikan Inklusif.

7 E. Daftar Istilah Daftar istilah adalah suatu penjelasan istilah-istilah yang terdapat dalam kata-kata kunci yang ada pada judul penelitian. Adapun istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:538), artinya adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan. Dengan demikian konsep pengembangan adalah rencana mengembangkan sesuatu yang sudah ada dalam rangka meningkatkan kualitas lebih maju. 2. Sikap Sosial. Menurut Pedoman Penilaian Hasil Belajar (2013), adalah sikap yang mengacu pada perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam, dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. 3. Siswa Inklusif. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 adalah peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya. 4. Sekolah Normal. Menurut Hoy&Miskel sebagaimana dikutip oleh Supardi (2013:1), sekolah merupakan suatu organisasi. Dan organisasi merupakan sistem sosial. Sebuah sistem sosial, terdiri dari beberapa komponen yaitu: struktur, individu,budaya dan politik.