BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja tingakat SMP termasuk dalam periode remaja awal. Pada masa ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN PERENCANAAN KARIR SISWA SMK DAN SMU SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan berperan penting dalam pembangunan masyarakat suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, mencari pekerjaan bukan lagi hal yang mudah. Persaingan yang ketat, membuat masing-masing individu berusaha

PROSIDING Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling dan Konsorsium Keilmuan BK di PTKI Batusangkar, November 2015

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap orang pada umumnya memerlukan lapangan kerja untuk bertahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kejuruan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan fisik dalam kehidupan sosial; 3. Standar minimal pengetahuan dan keterampilan khusus dasar;

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia banyaknya para pencari kerja tidak di imbangi dengan

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan III-2015

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Prestasi Praktik Kerja Industri (Prakerin) terhadap Minat Berwisata Siswa

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komprehensif sebelum mengambil keputusan menentukan pilihan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dian Widiyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi yang terus berkembang dewasa ini, sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mendominasi sekitar 41,8% dari total jumlah penduduk (bps.go.id, 2016).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berusaha menemukan jati dirinya. Pada masa ini lingkungan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sarana utama dalam pembentukan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas

BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM Disampaikan oleh HARTONO Program Studi BK FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PROGRAM RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN WALIKOTA BLITAR,

2016 PROFIL ASPIRASI KARIR PESERTA DIDIK BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN GENDER:

menyumbang calon tenaga kerja terdidik. Fenomena yang terjadi di masyarakat sekarang banyak pengangguran yang berasal dari orang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah pengangguran di kalangan masyarakat. Pengangguran di Indonesia terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia kerja merupakan tujuan akhir yang hendak diraih oleh setiap peserta

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB I PENDAHULUAN. SD dan SMP, kemudian dilanjutkan ke jenjang SMA dan perguruan tinggi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. langsung terhadap perkembangan manusia, terutama perkembangan seluruh aspek

BAB IV ANALISIS TENTANG POLA BIMBINGAN KARIR BAGI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN TEORI BIMBINGAN KARIR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat membangun SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Jurnal Anisah: 2015.) menyebutkan bahwa siswa SMA berada pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Surymin menjelaskan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

USAHA YANG DILAKUKAN SISWA DALAM MENENTUKAN ARAH PILIHAN KARIR DAN HAMBATAN-HAMBATAN YANG DITEMUI (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMA N 3 Payakumbuh)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja tingakat SMP termasuk dalam periode remaja awal. Pada masa ini remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, mereka belum memikirkan secara jelas masa depan seperti apa yang hendak di wujudkan. Jika dihadapkan pada dua pilihan, mereka umumnya akan kesulitan dalam menentukannya. Mereka pada periode ini tidak siap dan tidak memiliki gambaran konkrit cita-citanya. Salah satunya adalah pilihan pendidikan lanjutan dan jenis profesi yang akan dipilih dan ditekuni. Kaburnya gambar akan masa depan remaja pada perode ini misalnya ketika penulis menanyakan pilihan sekolah yang akan dipilihs etelah lulus pada beberapa siswa kelas IX di suatu MTs di Kecamatan Ampel Boyolali, secara umum mereka menjawab belum memiliki pilihan yang jelas, mereka umumnya menyatakan memilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggal. Berikut salah satu jawaban siswa kelas IX mengenai pilihan studinya setelah lulus dari MTs: Pilihan melanjutkan sekolah bagi saya tetap ada pak. Saya ingin sekolah yang lebih tinggi lagi. Untuk tempat sekolahnya saya belum tau secara pasti. Di sini jarak sekolah lumayan jauh, jadi saya akan pilih sekolah yang dekat saja. Di Kecamatan Ampelkan ada beberapa sekolah SMA, SMK dan MA. Saya akan pilih salah satunya, dan saya harus mempertimbangkan nilai UN saya. Gambaran semacam ini menjadi suatu bukti belum siapnya remaja menentukan masa depan terutama menyangkut pilihan studi lanjut yang akan berdampak pada pilihan profesi yang akan ditekuni kelak.

2 Faktor penyebabnya diantaranya adalah factor eksternal, misalnya sekolah tidak memberkan gambaran tentang masa depan siswa, pertemanan dan factor internal, misalnya harga diri siswa. Kejadian umum yang ada di sekolah-sekolah pingiran adalah guru BK dan wali kelas tidak memberikan gambaran yang jelas akan masa depan yang dapat diraih siswanya, sehingga siswa miskin informasi sebagaimana yang dikemukaka Monk (2002), Remaja miskin informasi, mereka kebingungan harus kemana setelah tamat belajar karena layanan karir di sekolah tidak berfungsi. Di sisi yang lain, masih tidak jelasnya keputusan pengambilan karir remaja dipengaruhi oleh remaja sendiri. (Santrock, 2002) mengatakan bahwa seberapa kompetenkah remaja dalam mengambil keputusan? Remaja yang tidak menyadari potensinya bisa saja salah dalam memutuskan pilihannya. Misalnya, remaja yang baru lulus SMP masih kebingungan dengan pilihan studilanjutnya, misalnya SMA atau SMK. Kesulitan ini belum lagi ditambah dengan kompleksitas ekonomi keluarga dan harapan orang tua pada remaja tersebut. Menurut Suprianto dan Budiman (2009), tujuan bimbingan karir dalam upaya mempersiapkan peserta didik memiliki kemampuan karir, minat, sikap, kecakapan, ancita-cita agar menyadari lingkungan karir yang berhubungan dengan potensi dirinya. Sebagaian besar siswa saat diinterview guru BK menginginkan setelah lulus madrasah akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yang memberikan kepastian pekerjaan. Tirtaraharja dan La Sulo (2005) menjelaskan salah satu batasan pendidikan fungsinya yaitu pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja. Namun, setelah ditelusuri sebagian besar lulusan tidak

3 lagi sesuai dengan komitmen awal mereka. Berikutdisajikan data mengenai pilihan studi lanjut lulusan di sebuah MTs di Kecamatan Ampel Boyolali tiga tahun terakhir: No. Tabel 1.Pilihan studi lanjut siswa Tahun Jumlah siswa IX Pilihan Studi SMU SMK Tidak sekolah 1 2012/2013 65 28 (43%) 10(15%) 12 (15%) 15(23%) 2 2013/2014 71 16 (22%) 8 (11%) 14 (19%) 21(29%) 3 2014/2015 84 23 (27%) 26(30%) 11(13%) 24(28%) Sumber: Bagian Kesiswaan sebuah MTs di Kec. Ampel Sesuaian Pilihan (orang tua) Informasi di atas menunjukkan bahwa pilihan studi lanjut siswa tidak selamanya didasarkan atas keinginan pribadi. Ada faktor-faktor lain pada pilihan sesui dengan pilihan orang tua sebanyak 60 (0.27%) siswa yang mempengaruhi pilihan siswa tersebut. Pilihan yang telah ditetapkan terkadang tidak disertai dengan kesadaran siswa untuk memikirkan masa depannya, yaitu pilihan studi yang memberikan kepastian kerja. Dalam pemberitaan media local dilaporkan bahwa jumlah pengangguran di Jawa Tengah usia 18-22 tahun meningkat tajam. Menurut Dinas Pendidikan, mereka umumnya adalah lulusan sekolah menengah atas yang tidak mampu melanjutkan kuliah. Hal ini berimplikasi pada keterserapan tenaga produktif pada sector industry rendah, karena kompetensi lulusan tidak sesuai dengan harapan dunia industri (SuaraMerdeka, 2013). Syarat untuk mampu memutuskan karir adalah individu harus mengenal dan paham akan dirinya sendiri, seperti siapa aku, bagaimana keadaan diriku, bagaimana aku memandang diriku, dan bagaimana aku menerima diriku. Sering kali individu dalam memilih hanya berdasar ikut-ikutan teman, disuruh

4 Sering kali individu dalam memilih hanya berdasar ikut- ikutan teman, disuruh orang tua, didorong oleh orang lain, ataupun memilih sendiri tetapi buta dengan informasi yang dipilihnya. Faktor yang paling banyak memengaruhi studi lanjut siswa adalah pertemanan ataupun dorongan dari pihak lain. Banyak sekali remaja menghadapi masalah dalam memutuskan sesuatu, terutama dalam megambil keputusan studi lanjut. Dari pengalaman penulis di sebuah MTs swasta di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali sering ditemukan permasalahan mengenai pengambilan keputusan tentang pilihan melanjutkan studi lanjut (Bintari, dkk, 2013).Misalnya, seorang siswa yang menginginkan studi lanjut dengan harapan setelah lulus dapat segera bekerja, maka siswa harus mengambil pendidikan kejuruan (SMK). Namun, permasalahan timbul ketika sebagian teman-teman dekat siswa tersebut kebanyakan memilih pendidikan umum (SMA),akhirnya siswa tersebut memilih mengikuti pilihan mayoritas karena ingin selalu dekat dengan teman-teman dekatnya (Pratseyo, 2002). Berikut data pilihan studi lanjut yang didasarkan atas pilihan teman. Tabel 2.Pilihan studi lanjut bukan karena pilihan pribadi Siswa IX Faktor Pilihan Studi Dirisendiri Pertemanan Lainlain 46 17 20 9 63 Sumber: interview dengan siswa kelas IX Prayitno (1999) berpendapat bahwa suatu pengambilan keputusan ternyata dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah harga diri, yaitu penilaian pribadi tehadap hal yang telah dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku %

5 mengenai diri, dan interaksi yaitu perkembangan dimensi keindividual diimbangi dengan perkembangan dimensi kesosialan padain dividu yang bersangkutan. Nuryoto (1995) dan Aziez (1994) mengemukakan bahwa remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung tidak percaya diri, sehingga sulit bergaul karena merasa lemah. Hal ini juga yang dialami oleh sebagian remaja yang telah duduk di bangku SMP yang sudah mulai berfikir apa yang akan dilakukan setelah lulus sekolah. Dari permasalahan yang penulis uraikan diatas, pada masa remaja pengambilan keputusan meningkat (Santrock, 2002). Namun tidak semua memiliki sikap teguh dalam mengambil keputusan. Interaksi dengan teman sebaya justru dapat mendorong remaja mengambil keputusan yang kurangtepat. Kekhawatiran mendapat evaluasi negatif dari teman, yang dapat menurunkan harga diri juga dapat membuat remaja mengambil keputusan yang serupa dengan teman-temannya. B. RumusanMasalah Berdasarkan atas pemasalahan yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumusakan sebagai berikut. Adakah hubungan antara harga diri dan interaksi sosial teman sebaya dengan pengambilan keputusan karier pada remaja.

6 C. Tujuan Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan interaksi sosial teman sebaya dengan pengambilan keputusan karier pada remaja. D. Manfaat 1. ManfaatTeoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya tentang pengambilan keputusan karier ditinjau dari antara harga diri dan interaksi sosial teman sebaya. 2. ManfaatPraktis Secara praktis penelitian ini menggambarkan hubungan dan keterkaitan antara harga diri dan interaksi sosial teman sebaya dengan pengambilan keputusan karier. Penelitian ini dapat digunakan sebagaia cuan bagir emaja, guru, orangtua serta masyarakat pada umumnya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan karier.