PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Jantan...Rina Ratna Dewi.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 1 Maret 2016

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ENTOK (Muscovy duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK (MUSCOVY DUCK) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

EFEK LAMA WAKTU PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING FINISHER

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

THE EFFECT OF ADDITION DURIAN SEED FLOUR IN FEED ON FEED CONSUMPTION, BODY WEIGHT GAIN, AND CARCASS PERSENTAGES OF QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang menjadi percobaan yaitu puyuh jepang (Coturnix-coturnix

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

Pengaruh Jumlah Ayam Per Induk Buatan Terhadap Performan Ayam Petelur Strain Isa Brown Periode Starter

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

Substitusi Ransum Jadi dengan Roti Afkir Terhadap Performa Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur Starter Sampai Awal Bertelur

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

PENGARUH TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK LOKAL (Muscovy Duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN. W. Tanwiriah, D.Garnida dan I.Y.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

PERFORMAN PERTUMBUHAN AWAL AYAM BURAS PADA FASE STARTER YANG DIBERI RANSUM KOMERSIL AYAM BROILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH:

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

PEMANFAATAN STARBIO TERHADAP KINERJA PRODUKSI PADA AYAM PEDAGING FASE STARTER

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) INFLUENCE GRANTING OF LEVEL PROTEIN RATIONS AT PHASE GROWER IN THE GROWTH OF QUAIL (Coturnix coturnix japonica) Aulia Radhitya Universitas Padjadjaran Fakultas Peternakan UNPAD Tahun 2015 e-mail : nameradhitya@gmail.com PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) AULIA RADHITYA ABSTRAK Protein merupakan struktur yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen, kulit, rambut, kuku dan di dalam tubuh unggas untuk bulu, kuku, dan bagian paruh. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian tingkat protein ransum pada fase grower terhadap pertumbuhan Puyuh (Coturnix coturnix japonica), telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2014 di Breeding center puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tingkat protein terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Metode eksperimental dengan Rancangan Acak lengkap (RAL), tiga perlakuan tingkat protein yang terdiri atas (R 1 = 19%, R 2 = 21%, dan R 3 = 23%) dengan enam ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan (23%) protein memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Pemberian tingkat protein 23% merupakan nilai yang optimal untuk pertumbuhan puyuh pada fase grower. Kata Kunci : Protein, Puyuh, Pertambahan bobot badan, konsumsi ransum.

INFLUENCE GRANTING OF LEVEL PROTEIN RATIONS AT PHASE GROWER IN THE GROWTH OF QUAIL (Coturnix coturnix japonica) AULIA RADHITYA ABSTRACT Protein is very important for the structure of the soft tissues in animals such as tendons, woven binder, collagen, skin, hair, nails and in the body of the quail to coat, nails, and the beak. The title of research "Influence Granting of Level Protein Rations at Phase Grower in The Growth of Quail (Coturnix coturnix japonica)", has been implemented in June to July of 2014 in the Breeding center of quail Husbandry Faculty of the University of Padjajaran. The research aims to determine the effect of dietary protein level on feed consumption, body weight gain and feed conversion.the methods complete with Random Design (RAL). There are three treatment protein levels consists of (R 1 = 19%, R 2 = 21%, and R 3 = 23%) with six repetitions. The results showed that the intake of protein up to (23%) showed significant of the feed consumtion and body weight gain. By giving 23% of protein is an optimal value for the growth of quail in the grower phase. Keywords: Protein, quail, body weight gain, feed consumtion.

Pendahuluan Puyuh sebagai salah satu ternak unggas cocok diusahakan baik sebagai usaha sambilan maupun komersial, sebab telur dan dagingnya semakin populer dan dibutuhkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang cukup penting. Nilai gizi telur dan daging puyuh tidak kalah dengan telur dan daging unggas lainnya, sehingga dengan tersedianya telur dan daging puyuh di pasaran dapat menambah variasi dalam penyediaan sumber protein hewani, Puyuh merupakan unggas yang memiliki siklus hidup yang relatif pendek dengan laju metabolisme tinggi, dan pertumbuhan serta perkembangannya yang sangat cepat. Puyuh Jepang atau Cortunix coturnix japonica dapat menghasilkan telur sebanyak 250 300 butir per ekor per tahun. Kelebihan dari coturnix, seperti kemampuannya untuk menghasilkan 3-4 generasi per tahun, membuat unggas ini menarik perhatian sebagai ternak percobaan dalam penelitian. Burung puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi. Pada fase pertumbuhan terbagi lagi mejadi 2, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan grower (umur 3-6 minggu). Perbedaan fase ini membawa resiko pada perbedaan kebutuhan zat pakan. Selain dari faktor manajemen dan bibit, faktor terpenting untuk menentukan produktivitas puyuh adalah faktor pakan (nutrisi). Protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air mutlak dalam jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu kandungan pakan tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produktivitas puyuh. Konsumsi dan kandungan nutrisi ransum merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan produktivitas puyuh. Dalam ransum terdapat unsur nutrisi yang harus tersedia sesuai kebutuhan puyuh, karena apabila kandungan nutrisi ransum tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi puyuh, akan menyebabkan penurunan produktivitas. Protein merupakan

kandungan zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, hidup pokok dan produksi telur. Protein juga merupakan salah satu unsur yang sangat penting sebagai penentu produktivitas pada puyuh Cortunix cortunix japonica pada umur 3 minggu. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat pemberian protein ransum pada fase grower terhadap pertumbuhan puyuh (Coturnix coturnix japonica). Bahan dan Metode Penelitian menggunakan 180 ekor puyuh betina fase grower pada umur 3 minggu yang mempunyai bobot badan relatif sama. Dalam penelitian puyuh diberikan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Setiap perlakuan dalam percobaan adalah 60 ekor burung puyuh dengan masing-masing 10 ekor untuk setiap ulangan. Nilai rata-rata koefisien variasi (KV) Puyuh yang diperoleh ialah 5,40 gram. Selama penelitian kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem koloni cage dengan kerangka kandang terbuat dari kayu berukuran 80x60 cm untuk 10 ekor puyuh. Alat yang digunakan adalah timbangan kapasitas 20kg, pipa paralon tempat ransum dan air minum, kertas label dan ember plastik. Ransum yang digunakan dalam percobaan adalah formulasi menggunakan bahan pakan jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak, grit, mineral, dan premiks. Kandungan bahan baku, komposisi dan kandungan zat-zat makanan dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 4. Ransum percobaan di susun 3 macam : 1. R 1 dengan kandungan 19% protein 2. R 2 dengan kandungan 21% protein 3. R 3 dengan kandungan 23% protein

Tabel 4. Kandungan Energi Metabolis dan Zat-zat Makanan Bahan Pakan Penyusun Ransum Penelitian Bahan pakan EM (kkal) Kandungan Zat Makanan (%) Pk L Sk Ca P Lis Met+ Cys Jagung kuning 3370 8,60 3,90 2,00 0,02 0,21 0,2 0,36 Bungkil kedelai 2400 48,80 0,90 6,00 0,32 0,29 2,9 1,28 Tepung ikan 3080 58,00 4,00 1,00 4,00 2,60 0,40 2,20 Dedak 2200 12,00 13,00 12,00 0,12 1,50 0,00 0,00 Grit - 0,00 0,00 0,00 38,00 0,00 0,00 0,00 Mineral - 0,00 0,00 0,00 38,00 14,00 0,00 0,00 Premiks - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,30 0,30 Keterangan : Hasil Analisa Lab: Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2010. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan menggunakan metode Rancangan Acal Lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Dihitung dengan analisis sidik ragam dan apabila hasilnya signifikan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (Gaspersz, 1995). Pengambilan data dilakukan pada puyuh dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Proses pengumpulan data diambil hasil pengukuran langsung terhadap puyuh betina setiap harinya dengan peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian pengaruh pemberian protein yang berbeda dalam ransum terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Perlakuan (gram/minggu/ekor) Ulangan R 1 R 2 R 3 1 137,61 131,81 130,88 2 136,63 132,69 130,87 3 137,04 132,05 130,98 4 137,41 132,14 131,31 5 137,54 131,48 131,10 6 137,26 130,87 131,19 Rata-rata 137,25 131,84 131,05 Ket: R 1 : ransum dengan kandungan protein 19% R 2 : ransum dengan kandungan protein 21% R 3 : ransum dengan kandungan protein 23%

Tabel 8. terlihat bahwa rataan konsumsi ransum yang dicapai oleh perlakuan dengan kandungan protein ransum 19% R 1 (137,25 gram), cenderung lebih banyak dari pada R 2 (131,84 gram) dan R 3 (131,05 gram). Konsumsi meningkat bukan karena energi tetapi dari protein ransum. Sehingga diduga kandungan protein ransum yang tinggi mengakibatkan penurunan konsumsi ransum. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum maka dilakukan analisis statistik dalam sidik ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil analisis statistik Lampiran 3. menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh pemberian protein yang berbeda dalam ransum dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Perlakuan Rataan Konsumsi Ransum Signifikansi 0,05 R 1 R 2 R 3 137,25 131,84 131,05 a b c Pada Tabel 9. didapatkan hasil bahwa rataan konsumsi ransum pada perlakuan R 1 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan konsumsi ransum R 2 dan R 3. Hal ini diduga karena pada perlakun R 1 memiliki kandungan protein yang rendah dari perlakuan lainnya maka menyebabkan meningkatnya jumlah ransum yang dikonsumsi, sesuai dengan pernyataan (NRC, 1977) semakin tinggi tingkat protein dalam ransum dapat menurunkan konsumsi ransum seperti pada perlakuan R 2 dan R 3. Konsumsi ransum diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok serta produksi ternak tersebut (Tillman dkk, 1991). Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum pada unggas ada dua, yaitu faktor dominan dan faktor minor. Faktor dominan yang berpengaruh adalah kandungan energi ransum dan suhu lingkungan, sedangkan faktor minor yang berpengaruh adalah strain, bobot tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, tingkat stress dan aktivitas unggas (North dan Bell, 1990).

Berdasarkan data jumlah konsumsi ransum maka dapat dihitung jumlah konsumsi protein per hari pada puyuh yaitu, pada R 1 konsumsi protein sebesar 3,73 gr/ekor/hari, sedangkan pada R 2 konsumsi protein sebesar 3,96 gr/ekor/hari dan pada R 3 konsumsi protein sebesar 4,30 gr/ekor/hari lebih besar dibandingkan dengan R 1 dan R 2. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat protein dalam ransum semakin tinggi pula protein yang dikonsumsi oleh puyuh sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot badan Hasil penelitian pengaruh pemberian kandungan protein yang berbeda dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rataan Pertambahan bobot badan Perlakuan (gram/minggu/ekor) Ulangan R 1 R 2 R 3 1 20,30 20,30 20,92 2 20,47 20,39 21,46 3 20,13 20,81 20,83 4 20,57 20,15 21,10 5 19,80 20,07 20,89 6 20,17 19,76 20,97 Rata-rata 20,24 20,25 21,03 Tabel 10. terlihat bahwa rataan pertambahan bobot badan tertinggi hingga terendah berturut-turut pada R 3 (21,03 g), R 2 (20,25 g), dan R 1 (20,24 g). Guna mengetahui pengaruh ransum dengan perbedaan kandungan protein, maka dilakukan analisis ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemberian ransum dengan berbagai kandungan protein memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh pemberian protein yang berbeda dalam ransum dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Perlakuan R 3 R 2 R 1 Rataan Pertambahan Bobot Badan 21,03 20,25 20,24 Signifikansi 0,05 a b b Hasil uji Duncan menyatakan bahwa rataan pertambahan bobot badan pada perlakuan R 1 dan R 2 nyata lebih rendah dibandingkan dengan rataan pertambahan bobot badan R 3. Sementara rataan pertambahan bobot badan antara perlakuan R 1 dan R 2 tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan perlakuan R 1 dan R 2 mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R 3. Pada perlakuan R 3 konsumsi ransum lebih rendah dari pada perlakuan lainnya, tetapi dalam intake protein menyerap kandungan protein yang tinggi sehingga dapat menaikan pertambahan bobot badan yang pesat. Kandungan protein yang lebih tinggi akan menghasilkan pertumbuhan bobot badan yang lebih tinggi pula. Menurut (Morrison, 1967) bahwa kualitas dan kuantitas protein merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan unggas. Kandungan protein akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan. Penelitian ini sejalan dengan Card dan Nesheim (1972) bahwa kandungan protein dan asam amino yang seimbang akan meningkatkan pertumbuhan bobot badan. Pemberian ransum dengan tingkat protein 23% nyata meningkatkan PBB jika dibandingkan dengan pemberian protein 19% dan 21%. Pemberian protein yang lebih rendah pada level protein 19% dan 21% memberikan respon terhadap PBB puyuh yang sama. Pada penelitian ini ransum dengan tingkatan protein sebesar 23% merupakan ransum yang optimal untuk pertambahan bobot badan. Sejalan dengan pernyataan (Gleves dan Dewan, 1971) yang menyatakan bahwa semakin tinggi protein maka semakin besar pertambahan bobot hidupnya. kenyataan ini disebabkan oleh umur puyuh yang digunakan dalam penelitian berumur empat minggu. Pertambahan bobot hidup cenderung naik pada tiga minggu pertama sedangkan minggu berikutnya bervariasi. Konsumsi protein pada puyuh

umur empat minggu tidak lagi untuk pertambahan bobot badan saja akan tetapi juga untuk persiapan produksi, karena puyuh mulai berproduksi pada umur sekitar enam minggu. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Hasil penelitian pengaruh pemberian Kandungan protein yang berbeda dalam ransum terhadap konversi ransum disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rataan Konversi Ransum Perlakuan Ulangan R 1 R 2 R 3 1 6,78 6,49 6,26 2 6,67 6,51 6,10 3 6,81 6,34 6,29 4 6,68 6,56 6,22 5 6,95 6,55 6,28 6 6,81 6,62 6,26 Rata-rata 6,78 6,51 6,23 Pada Tabel 12. menunjukan bahwa rataan konversi ransum yang dicapai oleh R 1 dan R 2 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum R 3, sedangkan nilai konversi ransum terkecil terdapat pada ransum yang mengandung kandungan protein 23% R 3 sebesar 6,23. Konversi ransum merupakan salah satu faktor untuk menilai kemampuan ternak merubah konsumsi ransum menjadi bentuk yang lebih berguna. Semakin kecil nilai yang dihasilkan berarti ransum yang digunakan semakin baik sehingga ternak lebih efisien dalam menggunakan ransum. Guna mengetahui ada tidaknya pengaruh ransum dengan penambahan berbagai kandungan protein, maka dilakukan analisis ragam yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pemberian ransum dengan berbagai kandungan protein memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah komposisi ransum, kadar protein dan energi ransum, besar tubuh dan tersedianya zat gizi dalam ransum, selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh

pemberian protein yang berbeda dalam ransum dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Uji Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Perlakuan Rataan Konversi Ransum Signifikansi 0,05 R 1 R 2 R 3 6,78 6,51 6,23 a b c Hasil uji Duncan menyatakan bahwa rataan konversi ransum pada perlakuan R 1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan rataan konversi ransum R 3. Sementara rataan konversi ransum antara perlakuan R 1 dengan R 2 dan R 3 berpengaruh nyata. pada perlakuan R 3 memberikan hasil konversi ransum puyuh yang baik. Hal ini disebabkan pada perlakuan R 3 dengan kandungan protein 23% puyuh mengkonsumsi ransum sebanyak (131,05 gram/minggu/ekor) dapat menghasilkan pertambahan bobot badan (21,03), sehingga nilai konversi ransum yang didapat (6,23). Angka konversi ransum yang rendah menandakan effisiensi ransum tinggi, sebaliknya angka konversi ransum yang tinggi menunjukkan nilai manfaat biologis yang rendah. Hasil uji Duncan tersebut menunjukan bahwa perlakuan R 3 lebih baik dari perlakuan lainnya, akan tetapi dilihat dari segi effisiensi dan ekonomis pada perlakuan R 2 sudah memenuhi kebutuhan Protein Puyuh. Hal ini sejalan dengan penelitian Surini (1984), bahwa tingkatan kandungan protein 19 21% cukup untuk menghasilkan konversi ransum yang baik pada puyuh masa Grower. Semakin kecil angka konversi ransum maka effisiensi ransum semakin baik dan menguntungkan (Rasyaf, 1999). Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian tingkat protein ransum yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan puyuh fase grower. 2. Pemberian 23% protein (R 3 ) merupakan level optimal untuk meningkatkan pertumbuhan puyuh pada fase grower (Coturnix-coturnix Japonica).

Daftar Pustaka Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 7th Ed. Lea and Febringer, Philadelphia. Gaspersz, Vincent. 1995, Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Jilid 1 dan 2, Tarsito, Bandung Gleaves, E.W. and S. Dewan. 1971, The influence of dietary an environmental factor upon feed consumption and production respons in laying chicks. Poultry Scie. 46=55 Morrison, F.B. 1967. Feed and Feeding. The Morrison Publishing Co. Clinton, Iowa, USA. North, M.O. And D,D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Van Nostrand Reinhold. New York. N.R.C (National Research Council), 1977. Nutruent Requirement of Poultry. USA. Rasyaf, M., 1999. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta. Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM-Press, Yogyakarta.